Pemerintahan Hindia Belanda Kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda dan Pengaruhnya

Jelajah Cakrawala Sosial untuk Kelas VIII 74 Pada 19 Agustus 1816, John Fendall melakukan serah terima dengan Belanda. Pihak Belanda menugaskan tiga orang Komisaris Jenderal, yaitu Elout, Buykeys, dan Van der Capellen untuk menerima penyerahan itu dan melanjutkan pemerintahan Belanda di Indonesia sampai 1819.

d. Pemerintahan Hindia Belanda

1 Sistem Tanam Paksa Selama Perang Diponegoro 1825–1830, pemerintah Belanda terus berusaha memperbaiki keadaan ekonominya, namun tidak berhasil. Akhirnya, pemerintah Hindia Belanda mengirim seorang ahli keuangan bernama Johannes Van den Bosch ke Hindia Belanda. Van de Bosch mulai melaksanakan sistem tanam paksa pada 1830. Peraturan-peraturan pokok Tanam Paksa adalah sebagai berikut. a Rakyat harus menanami 15 dari tanah yang dimiliki nya dengan tanaman ekspor, seperti kopi, tebu, teh, dan tembakau. b Hasil tanaman harus dijual kepada peme rintah dengan harga yang ditetapkan pemerintah. c Tanah yang ditanami tanaman ekspor ter sebut bebas dari pajak tanah. d Kaum petani tidak boleh disuruh bekerja lebih keras daripada bekerja untuk penana man padin ya. e Rakyat yang tidak memiliki tanah dikenakan kerja rodi selama 65 hari setiap tahun di tanah milik pemerintah. f Kerusakan tanaman menjadi tanggungan peme - rintah, apabila kerusakan itu bukan karena ke- salahan rakyat. Pelaksanaan Tanam Paksa diserahkan kepada kepala- kepala daerah yang mendapat cultuur procenten atau hadiah menurut banyaknya hasil. Oleh karena itu, rakyat diperas oleh kepala-kepala daerah bangsa sendiri dengan harapan akan mendapatkan cultuur procenten yang banyak. Dalam praktiknya semua peraturan tersebut dilanggar. Pertama, bukan 15 dari tanah petani yang ditanami, tetapi 14, 13, bahkan setengah dari tanah milik petani digunakan untuk menanam tanaman ekspor. Bahkan, penanaman tersebut memilih tanah-tanah yang paling subur. Kedua, tanah yang dipakai untuk keperluan penanaman tanaman ekspor tersebut tetap dikenakan Cultuur Procenten • Cultuur Stelsel • Koeli Ordonantie • Poenale Sanctie • Tanah Domein • Pojok Istilah Di unduh dari : Bukupaket.com Kolonialisme Barat di Indonesia 75 pajak. Ketiga, para petani harus menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengerjakan tanaman pemerintah sehingga tidak ada waktu untuk menggarap sawahnya sendiri. Keempat, para kepala daerah tergiur akan cultuur procenten . Akibatnya, mereka mulai berlomba-lomba mengusahakan daerahnya agar memberikan hasil sebanyak mungkin. Kelima, kegagalan panen akibat hama atau banjir menjadi beban petani. Keenam, bukan 65 hari lamanya rakyat harus bekerja rodi, melainkan menurut ke perluan pemerintah. Akibat penerapan sistem ini rakyat sangat menderita, kelaparan terjadi di mana-mana, jumlah kematian pun me ningkat. Orang yang menentang kerja paksa disiksa. Sementara itu, Belanda mem peroleh keuntungan besar sehingga keadaan keuangan nya menjadi normal kembali. Bahkan, pembangunan di negeri Belanda dibiayai dari hasil Tanam Paksa tersebut. 2 Sistem Usaha Swasta Asing Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Agraria oleh pemerintah tahun 1870, usaha-usaha yang bermodalkan swasta mulai berkembang di Indonesia. Dalam perjanjian sewa-menyewa masih terdapat ketentuan-ketentuan lain yang harus ditaati. Misalnya, tanah milik negara yang bukan merupakan hak milik pribumi tanah Domein dapat disewa oleh kaum pengusaha swasta selama 75 tahun. Demikian juga tanah milik penduduk pribumi dapat disewa untuk jangka waktu 3 sampai 30 tahun dengan tarif yang rendah. Berbagai bidang usaha segera berkembang pesat. Per kebunan-perkebunan diperluas. Perhubungan laut dikuasai oleh perusahaan Koninklijke Paketvaart Maathappij KPM, yaitu suatu perusahaan pengangkutan Belanda. Namun bagi bangsa Indonesia, Sistem Politik Liberal tidak membawa perubahan dalam hal kesejahteraan rakyat. Praktik perbudakan tetap dilakukan terutama saat membuka daerah baru di luar Pulau Jawa untuk perluasan perkebunan. Hal tersebut lebih diperburuk setelah keluarnya undang-undang yang mengatur kuli- kuli koeli ordonantie. Para kuli yang mencoba melarikan diri akan dikenakan sanksi, yang dikenal dengan Poenale Sanctie sanksi terhadap para kuli. Edward Douwes Dekker dikenal juga dengan nama Multatuli. Ia men jabat sebagai Asisten Residen di Lebak. Selama menjabat, ia mengetahui benar penderitaan rakyat akibat Tanam Paksa. Pada 1860, ia mengundurkan diri dari jabatannya dan menetap di Belanda. Ia menulis sebuah buku berjudul Max Havelaar. Bukunya mengambarkan penderitaan rakyat di Banten akibat kesewenang-wenangan pamongpraja saat pelaksanaan Tanam Paksa. Sumber: Leksikon Sejarah, 2004, dan Indonesian Heritage: Early Modern History, 1998 Maestro an cultuur ba-lomba a kan has s i il ibat ham am a a an 65 h h ar ar r i i i menu ur u u ut t mender rit a, a, atian pu u n a disiksa. gan besar l kembali. iayai dari Ed Ed d Ed wa wa wa rd d rd rd rd D D D D ou ou ou w we we we s s s D D De De k kk er r d dikena ju ju ga ga d en ga n na ma ma M M u ultatuli. Ia menjabat sebagai Asisten Residen di Lebak. Selama menjabat ia mengetahui benar M M M Ma Ma a e es s t tr Di unduh dari : Bukupaket.com Jelajah Cakrawala Sosial untuk Kelas VIII 76 Sumber: Indonesian Heritage: Early Modern History, 1998 Gambar 4.10 Perkebunan kopi dan tembakau mulai berkembang di Indonesia sejak diberlaku kannya Sistem Tanam Paksa. Pengaruh Kolonialisme Barat di Indonesia dalam Bidang Politik, Sosial, dan Agama. B . Kolonialisme Barat di Indonesia berpengaruh terhadap masyarakat di berbagai daerah. Kolonialisme Barat menimbulkan reaksi dari masyarakat Indonesia. Reaksi tersebut ada reaksi politik, sosial, maupun agama. Dalam bidang politik, kolonialisme barat berdampak munculnya perlawanan-perlawanan masyarakat terhadap kolonial barat. Sedangkan dalam bidang sosial, kolonialisme barat memicu munculnya pergerakan protes dari kaum petani dan kaum agama. Selain itu juga, pengaruh yang ditimbulkan dari kolonialisme barat adalah adanya upaya penyebarluasan agama yaitu agama Kristen.

1. Perlawanan Kesultanan-Kesultanan di Indonesia terhadap Kolonialisme Barat