Pergerakan Kebangsaan Indonesia
109
dan beberapa kawannya ditangkap dengan tuduhan bahwa PNI mengadakan suatu pemberon takan. Di depan
sidang pengadilan di Bandung, Ir. Soekarno mengajukan pembelaannya yang berjudul ‘’Indonesia Menggugat.’’
Pengadilan tidak dapat membuktikan tuduhannya. Akan tetapi, Ir. Soekarno dan kawan-kawannya tetap dijatuhi
hukuman penjara di Sukamiskin, Bandung.
7. Partai Indonesia Partindo
Setelah PNI dibubarkan, Mr. Sartono pada April 1931, mendirikan Partai Indonesia Partindo sebagai
peng gantinya dengan tujuan yang sama. Setelah bebas dari penjara Sukamiskin 31 Desember 1931, Soekarno
terjun kembali ke panggung politik bergabung dengan Partindo. Partindo berkembang pesat dengan anggota
yang semakin banyak, kegiatannya pun semakin radikal me nentang Belanda. Oleh karena itu, Belanda
mengawasi Partindo dengan ketat. Bahkan, Belanda melarang Partindo mengadakan sidang nasional.
Pada 1934, Ir. Soekarno ditangkap dan dibuang ke Flores. Ia kemudian dipindahkan ke Bengkulu pada
1937. Adapun Partindo dibubarkan pada 1936 oleh pemerintah kolonial Belanda.
8. Partai Indonesia Raya Parindra
Pada 1930, di Surabaya didirikan Persatuan Bangsa Indonesia PBI oleh dr. Sutomo. Tiga tahun kemudian,
PBI bergabung dengan Budi Utomo menjadi Partai Indonesia Raya Parindra pada Desember 1935 di Solo.
Ikut pula bergabung Sarekat Sumatra, Sarekat Celebes, dan Kaum Betawi.
Sampai 1938, Parindra dipimpin oleh Wuryaningrat. Dasar Parindra adalah nasionalisme Indonesia Raya dengan
tujuan Indonesia mulia dan sempurna penghalusan dari kata “merdeka”. Tokoh-tokoh Parindra ialah dr. Sutomo,
Muhammad Husni Thamrin, Wuryaningrat, dan Sukardjo Wiryopranoto.
Berdasarkan pengalaman terjadinya penekanan- penekanan terhadap partai-partai politik, para pemimpin
organisasi mengubah strategi politiknya. Dengan terpaksa para pemimpin partai mengubah strategi
politiknya yang revolusioner non-kooperasi.
Sumber: Asia Bergolak, 1954
Gambar 5.17
Muhammad Husni Thamrin
Di unduh dari : Bukupaket.com
Jelajah Cakrawala Sosial untuk Kelas VIII
110
9. Gabungan Politik Indonesia GAPI
Pada 15 Juli 1936, Sutardjo Kartohadikusumo dan kawan-kawannya mengajukan tuntutan yang dikenal
dengan Petisi Sutardjo. Petisi itu berisi antara lain pemimpin Indonesia bersedia bekerja sama dengan
pemerintah kolonial Belanda. Namun, dengan syarat bangsa Indonesia diijinkan mengadakan sidang per-
musyawaratan atau parlemen. Akan tetapi, petisi itu ditolak oleh pemerintah Belanda pada 1938.
Karena Petisi Sutardjo gagal, kaum politisi Indonesia mengubah strategi politiknya. Pada 21 Mei 1939,
terbentuklah Gabungan Politik Indonesia atau GAPI, dengan pemimpinnya antara lain Abikusno Tjokrosuyoso
PSII, Muhammad Husni Thamrin Parindra, dan Mr. Amir Sjarifudin Gerindo. Berdasarkan hasil konferensi GAPI
tanggal 4 Juli 1939, GAPI mempunyai semboyan “Indonesia Berparlemen.” Artinya, GAPI tidak menuntut Indonesia
merdeka, tetapi hanya menuntut sebuah parlemen yang berlandaskan pada sendi-sendi demokrasi.
Untuk menjalankan program dan tujuannya, GAPI mem bentuk Kongres Rakyat Indonesia KRI
pada 25 Desember 1939. KRI I dilakukan di Jakarta. Keputusannya, antara lain penetapan bendera Merah
Putih dan lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia.
1. Gerakan Pemuda