Pusat Pertumbuhan dan Konsep Pewilayahan Nodal

9 dalam ruang wilayah, sehingga terlihat adanya perbedaan fungsi ruang yang satu dengan ruang yang lainnya. Perbedaan fungsi tersebut terjadi karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi, dan perbedaan aktivitas utama pada masing-masing ruang yang harus diarahkan untuk bersinergi agar saling mendukung dalam penciptaan pertumbuhan yang serasi dan seimbang Tarigan 2008. Perencanaan pembangunan wilayah dalam hubungannya dengan suatu daerah sebagai wilayah pembangunan, merupakan suatu proses perencanaan pembangunan yang bertujuan melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam wilayah atau daerah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, serta harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, namun tetap berpegang pada asas prioritas Riyadi dan Bratakusumah 2005. Perencanaan pembangunan wilayah dari aspek ekonomi adalah penentuan peranan sektor-sektor pembangunan dalam mencapai target pembangunan yaitu pertumbuhan, yang kemudian diikuti dengan kegiatan investasi pembangunan baik investasi pemerintah maupun swasta. Penentuan peranan sektor-sektor pembangunan diharapkan dapat mewujudkan keserasian sumber daya pembangunan, sehingga dapat meminimalisasi inkompabilitas antar sektor dalam pemanfaatan ruang, mewujudkan keterkaitan sumber daya baik ke depan maupun ke belakang, serta proses pembangunan yang berjalan secara bertahap ke arah yang lebih maju dan menghindari kebocoran maupun kemubaziran sumber daya Anwar 2005. Menurut Rustiadi et al. 2011, skala prioritas pembangunan harus didasarkan atas pemahaman bahwa: 1 setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran pembangunan penyerapan tenaga kerja, pendapatan wilayah, dan lain-lain; 2 setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda; dan 3 aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumber daya alam, buatan dan sosial yang ada. Atas dasar pemikiran tersebut maka di setiap wilayah selalu terdapat sektor-sektor yang bersifat strategis karena besarnya sumbangan yang diberikan sektor tersebut terhadap perekonomian wilayah serta keterkaitan sektoral dan spasialnya. Perkembangan sektor strategis tersebut memberikan dampak langsung dan tidak langsung yang signifikan, dimana dampak tidak langsung terwujud akibat perkembangan sektor tersebut berdampak bagi berkembangnya sektor-sektor lain dan secara spasial berdampak luas di seluruh wilayah. Menurut Saefulhakim 2004, keterbatasan dalam hal ketersediaan sumber daya harus menjadi pertimbangan pemerintah khususnya pemerintah daerah dalam melaksanakan program-program pembangunan daerahnya sehingga dalam perencanaan pembangunan perlu ditetapkan adanya skala prioritas pembangunan.

2.5 Evaluasi Kesesuaian Lahan Komoditas Pertanian

Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan lahan untuk penggunaan tertentu. Kecocokan antara kriteria kesesuaian lahan dengan 10 karakteristik lahan menunjukkan bahwa lahan tersebut sesuai untuk penggunaan yang dikehendaki Sitorus 2012. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka 2001, pengertian kesesuaian lahan berbeda dengan kemampuan lahan. Kemampuan lahan lebih menekankan pada kapasitas berbagai penggunaan lahan yang dapat diusahakan di suatu wilayah. Semakin banyak kapasitas atau alternatif penggunaan yang dapat dikembangkan atau diusahakan di suatu wilayah, maka kemampuan lahan wilayah tersebut makin tinggi, sedangkan kesesuaian lahan merupakan kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu. Menurut Djaenudin et al. 2011 terdapat dua macam kesesuaian lahan, yaitu kesesuaian lahan kualitatif dan kesesuaian lahan kuantitatif. Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang hanya dinyatakan dalam istilah kualitatif, tanpa memperhitungkan dengan tepat hal-hal yang terkait dengan biaya, modal maupun keuntungan. Klasifikasi ini didasarkan hanya pada potensi fisik lahan. Sementara itu kesesuaian lahan kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang didasarkan tidak hanya pada fisik lahan, tetapi juga mempertimbangan aspek ekonomi, seperti input-output atau cost-benefit. Masing-masing kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai berdasarkan waktu dan penggunaannya menjadi kelas kesesuaian aktual dan kelas kesesuaian potensial. Menurut Hardjowigeno 1994, kesesuaian lahan aktual menunjukkan kesesuaian lahan tanpa ada perbaikan yang berarti, sedangkan kesesuaian lahan potensial menunjukkan kesesuaian terhadap penggunaan lahan yang ditentukan dari satuan lahan dalam keadaaan yang akan datang setelah diadakan perbaikan utama tertentu. Proses evaluasi dilakukan dengan membandingkan sifat-sifat atau kualitas lahan yang akan digunakan dengan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007. Menurut FAO dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007, klasifikasi kuantitatif maupun kualitatif dari kesesuaian lahan tergantung dari ketersediaan data. Kerangka dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan terdiri atas empat kategori yaitu: 1 Ordo, yang menunjukkan apakan suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu; 2 Kelas, yang menunjukkan tingkat kesesuaian lahan dalam order; 3 Subkelas, yang menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus dilakukan dalam masing-masing kelas; 4 Unit, yang menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang berpengruh dalam pengelolaan suatu sub kelas. Selanjutnya, struktur klasifikasi kesesuaian lahan yang digunakan mengikuti kelas kesesuaian lahan menurut FAO 1976 dalam Djaenudin et al. 2011 yang membedakan ordo “sesuai” S menjadi tiga kelas yaitu lahan sangat sesuai S1, cukup sesuai S2 dan sesuai marjinal S3 dan lahan yang tergolong ordo “tidak sesuai” N. Pembagian serta definisi kualitatif kelas sebagai berikut : 1 Kelas S1 sangat sesuai-highly suitable, yaitu lahan yang tidak mempunyai pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan berkelanjutan atau terdapat faktor pembatas tetapi bersifat minor dan tidak mereduksi produktifitas lahan secara nyata; 2 Kelas S2 cukup sesuai-moderately suitable, yaitu lahan mempunyai pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Dalam hal ini, pembatas akan mengurangi produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan; 3 Kelas S3 sesuai terbatas-