35
Dari Tabel tersebut dapat diidentifikasi bahwa jagung unggul di enam kecamatan, mangga unggul di 11 kecamatan, kedelai unggul di satu kecamatan,
pisang unggul di empat kecamatan. Sementara itu, Di Kecamatan Panyingkiran dan Sukahaji terdapat dua komoditas yang unggul yaitu mangga dan pisang. Di
Kecamatan Panyingkiran, Nilai LQ maupun SSA komoditas mangga lebih besar dibanding komoditas pisang. Sementara itu, di Kecamatan Sukahaji nilai LQ
mangga lebih besar pisang sedangkan nilai SSA sama, maka dapat ditentukan bahwa komoditas unggulan di kecamatan Panyingkiran dan Sukahaji adalah
komoditas mangga, sehingga wilayah komoditas mangga menjadi 13 kecamatan dan pisang menjadi dua kecamatan. Hasil penentuan keunggulan komparatif-
kompetitif komoditas tersebut kemudian dapat dipetakan sebarannya seperti yang tersaji pada Gambar 5.
Tabel 20 Penentuan komoditas unggulan secara komparatif dan kompetitif per
kecamatan
No Kecamatan
Keunggulan Komoditas Jagung
Mangga Kedelai
Pisang Melinjo
1 LEMAHSUGIH
-+ -+
+- ++
+- 2
BANTARUJEG ++
-+ --
-- --
3 MALAUSMA
++ -+
-- --
-- 4
CIKIJING +-
-+ --
-- +-
5 CINGAMBUL
++ -+
-- -+
+- 6
TALAGA ++
-+ --
+- +-
7 BANJARAN
++ -+
-- --
-- 8
ARGAPURA +-
-- --
++ +-
9 MAJA
++ -+
-- -+
-- 10
MAJALENGKA -+
++ --
+- --
11 CIGASONG
-+ ++
+- --
-- 12
SUKAHAJI -+
++ --
++ +-
13 SINDANG
-- ++
-- +-
+- 14
RAJAGALUH --
-+ --
+- +-
15 SINDANGWANGI
-+ -+
-- +-
+- 16
LEUWIMUNDING --
++ +-
+- +-
17 PALASAH
-+ +-
+- +-
-- 18
JATIWANGI -+
-- ++
+- --
19 DAWUAN
-+ ++
+- --
-- 20
KASOKANDEL -+
++ +-
-+ --
21 PANYINGKIRAN
-+ ++
-- ++
-- 22
KADIPATEN --
++ --
+- --
23 KERTAJATI
-+ ++
-- -+
-- 24
JATITUJUH -+
++ +-
-- --
25 LIGUNG
-+ ++
+- --
-- 26
SUMBERJAYA --
++ +-
-- +-
Sumber : Diolah dari BPS 2008, Bappeda 2012a Ket:
++
= Unggul komparatif dan Kompetitif; +- = Unggul komparatif tetapi tidak unggul kompetitif; -+ = Tidak unggul komparatif tetapi unggul kompetitif;
-- =
: Tidak unggul komparatif maupun kompetitif
36
Terdapat 4 kecamatan yang tidak unggul komparatif-kompetitif untuk komoditas terpilih, yaitu : Cikijing, Rajagaluh, Palasah dan Cikijing. Sementara
itu, komoditas melinjo yang tidak unggul secara kompetitif di semua kecamatan tidak dapat memenuhi kriteria keunggulan komparatif-kompetitif sehingga
komoditas melinjo tidak dikutsertakan dalam pembahasan selanjutnya.
5.2 Potensi Fisik Wilayah untuk Komoditas Unggulan Pertanian
Berikut hasil analisis kesesuaian lahan secara kualitatif untuk jagung, mangga, kedelai, dan pisang di seluruh wilayah Kabupaten Majalengka.
Gambar 5 Sebaran wilayah yang unggul komparatif dan kompetitif komoditas pertanian terpilih
37
Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan seperti yang disajikan pada Gambar 6, dapat diketahui bahwa 80.54 dari wilayah Kabupaten Majalengka
sesuai untuk komoditas jagung S1=6.33, S2=57.37, S3=16.84 dan sisanya tidak sesuai N=18.28 . Dari Gambar tersebut juga dapat diidentifikasi bahwa
di bagian utara dan sebagian besar bagian tengah Kabupaten Majalengka, kesesuaian lahan untuk komoditas Jagung terkendala oleh suhu, sedangkan di
sebagian bagian tengah dan bagian selatan yang bertopografi perbukitan dan pegunungan terkendala oleh lereng.
Sementara itu, berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas mangga Gambar 7, dapat diketahui bahwa 58.87 dari wilayah Kabupaten
Majalengka sesuai S1=0.24, S2 =22.05, S3= 37.99 dan sisanya tidak sesuai. Dari Gambar 7 dapat diidentifikasi bahwa kelas kesesuaian mangga di
Kabupaten Majalengka sangat terpengaruh oleh curah hujan, sehingga sebagian besar batas spasial kelas kesesuaiannya pun mengikuti bentuk rentang rata-rata
curah hujan tahunan. Komoditas mangga cukup sesuai untuk wilayah Majalengka Gambar 6 Peta kesesuaian lahan komoditas jagung
38 bagian utara, tengah dan bagian ujung selatan. Sementara itu, wilayah yang paling
sesuai berada di bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu.
Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas kedelai dapat diketahui bahwa 52.74 dari wilayah Kabupaten Majalengka cukup sesuai S2,
27.46 sesuai marjinal S3 dan sisanya tidak sesuai 18.62. Pada Gambar 8 tampak bahwa lahan S2 dengan satu faktor pembatas terdapat di Kecamatan
Cikijing, Talaga, Banjaran, sebagiaan Cingambul dan Jatitujuh yang berbatasan dengan Kabupaten Indramayu, sedangkan wilayah yang berada di bagian utara
dan sebagian wilayah tengah termasuk dalam kelas S2 dengan tiga faktor pembatas, yaitu suhu, ketersediaan air dan tingkat kelerengan. Sementara itu,
untuk wilayah perbukitan dan pegunungan di sebagian wilayah tengah dan selatan Majalengka, sebagian besar berada pada S3 dan N dengan faktor pembatas tingkat
kelerengan. Gambar 7 Peta kesesuaian lahan komoditas mangga
39
Selanjutnya, dari hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas pisang di Kabupaten Majalengka Gambar 9, dapat diidentifikasi bahwa kelas kesesuaian
terluas untuk komoditas pisang adalah cukup sesuai S2, yaitu 75121 Ha 57.03 total luas lahan dengan tiga faktor pembatas yaitu suhu, erosi dan ketersediaan air
secara tunggal serta gabungan suhu dan ketersediaan air. Gambar 8 Peta kesesuaian lahan komoditas kedelai
40
5.3 Penentuan Desa Basis Industri Kecil Pengolahan Hasil Pertanian
Industri kecil pengolahan hasil pertanian gabungan industri makanan dan minuman di Kabupaten Majalengka berjumlah 2934 unit dan tersebar di 296
desa. Dari hasil analisis LQ jumlah unit tiap kelompok industri, dapat diidentifikasi bahwa 179 desa merupakan desa basis industri kecil pengolahan
hasil pertanian dan sisanya desa bukan basis Lampiran 1. Jumlah desa basis dan non basis di setiap kecamatan disajikan pada Tabel 21 dan sebaran spasialnya
tersaji pada Gambar 10. Gambar 9 Peta kesesuaian lahan komoditas pisang
41
Gambar 10 Sebaran desa basis industri kecil pengolahan hasil pertanian Tabel 21
Jumlah desa basis industri kecil pengolahan hasil pertanian tiap kecamatan
Kecamatan Jumlah
Kecamatan Jumlah
Kecamatan Jumlah
I II
I II
I II
Lemahsugih 13
3 Maja
12 5
Dawuan 6
5 Bantarujeg
6 7
Cigasong 4
6 Kasokandel
4 6
Malausma 6
3 Majalengka
13 1
Panyingkiran 5
4 Cikijing
11 4
Sukahaji 6
6 Kadipaten
6 1
Cingambul 4
4 Rajagaluh
6 5
Kertajati 6
7 Talaga
14 2
Sindangwangi 3
7 Jatitujuh
9 6
Banjaran 13
- Leuwimunding
4 9
Ligung 5
12 Argapura
7 7
Palasah 3
10 Sumberjaya
4 9
Sindang 1
5 Jatiwangi
8 7
Ket : I = Desa basis; II= Desa non basis
42 Hasil analisis LQ hanya menunjukkan adanya konsentrasi atau pemusatan
aktivitas ekonomi secara relatif dari industri pengolahan hasil pertanian terhadap industri lain dan tidak menggambarkan jumlah faktualnya. Sebagai contoh, dari
Tabel 19 dapat diidentifikasi bahwa di Kecamatan Banjaran seluruh desanya merupakan desa basis industri kecil pengolahan pertanian. Ini menunjukkan
bahwa keberadaan industri dimaksud di kecamatan tersebut lebih dominan dibandingkan dengan kelompok industri lain, walaupun secara jumlah relatif tidak
terlalu banyak terbanyak di Desa Hegarmanah, yaitu 28 dari 137 unit yang ada di kecamatan tersebut. Berbeda halnya dengan di kecamatan lain, misalnya
Kecamatan Palasah yang secara agregat merupakan kecamatan dengan jumlah industri kecil pengolahan hasil pertanian terbanyak di Kabupaten Majalengka 244
unit, tetapi hanya memiliki tiga desa basis, yaitu Desa Cisambeng 103 unit, Palasah 28 unit dan Majasuka empat unit. Padahal di kecamatan tersebut
terdapat desa-desa, seperti Desa Enggalwangi dan Desa Pasir, yang memiliki jumlah industri relatif lebih banyak 33 dan 28 unit tetapi ternyata di desa-desa
tersebut lebih dominan kelompok industri lain. Di Desa Enggalwangi terdapat 54 unit kelompok industri pengolahan kayu dan anyaman, demikian pula di Desa
Pasir terdapat 32 unit kelompok industri yang sama.
Secara keseluruhan, dominannya desa basis di Kabupaten Majalengka diduga berkaitan erat berlimpahnya sumber daya pertanian di Kabupaten
Majalengka. Hal ini juga menunjukkan bahwa keterampilan dalam mengolah hasil pertanian merupakan kompetensi lokal yang dimiliki oleh sebagian besar
masyarakat untuk pengembangan industri pengolahan hasil pertanian lebih lanjut.
5.4 Penentuan Desa Berhirarki 1
Berdasarkan hasil analisis skalogram dapat diidentifikasi bahwa nilai indeks hiraki IH tingkat fasilitas pelayanan desa di Kabupaten Majalengka berkisar
antara 91.76 dan 25.16 dengan nilai rataan 60.33 lihat pada Lampiran 3. Besarnya nilai IH suatu wilayah ditentukan berdasarkan komponen penentu
hirarkinya, yaitu komponen yang memiliki nilai rata-rata tertinggi. Komponen
penentu hirarki berdasarkan hasil analisis skalogram adalah “kelancaran jalan untuk dilal
ui roda 4” pada kelompok aksesibilitas dan apabila nilai masing- masing komponen indeks dikelompokkan berdasarkan aspek fasilitas dan aspek
aksesibilitas, maka akan dapat diketahui bahwa aspek aksesibilitas secara rata-rata mempengaruhi pencapaian indeks hirarki desa sebesar 77. Artinya, desa dengan
aksesibilitas tinggi akan cenderung menjadi desa berhirarki tinggi dan sebaliknya desa dengan aksesibilitas rendah akan cenderung menjadi desa berhirarki rendah.
Selanjutnya, dengan mengikuti ketentuan batas orde lihat pada Bab 3 Metodologi Penelitian:Metode Analisis Data, maka dapat diidentifikasi bahwa
desa yang termasuk hirarki 1 di Kabupaten Majalengka sebanyak 44 desa dari 336 desa, hirarki 2 sebanyak 82 desa, dan hirarki 3 sebanyak 210 desa. Desa hirarki 1
disajikan pada Tabel 22.