Penentuan Desa Basis Industri Kecil Pengolahan Hasil Pertanian

42 Hasil analisis LQ hanya menunjukkan adanya konsentrasi atau pemusatan aktivitas ekonomi secara relatif dari industri pengolahan hasil pertanian terhadap industri lain dan tidak menggambarkan jumlah faktualnya. Sebagai contoh, dari Tabel 19 dapat diidentifikasi bahwa di Kecamatan Banjaran seluruh desanya merupakan desa basis industri kecil pengolahan pertanian. Ini menunjukkan bahwa keberadaan industri dimaksud di kecamatan tersebut lebih dominan dibandingkan dengan kelompok industri lain, walaupun secara jumlah relatif tidak terlalu banyak terbanyak di Desa Hegarmanah, yaitu 28 dari 137 unit yang ada di kecamatan tersebut. Berbeda halnya dengan di kecamatan lain, misalnya Kecamatan Palasah yang secara agregat merupakan kecamatan dengan jumlah industri kecil pengolahan hasil pertanian terbanyak di Kabupaten Majalengka 244 unit, tetapi hanya memiliki tiga desa basis, yaitu Desa Cisambeng 103 unit, Palasah 28 unit dan Majasuka empat unit. Padahal di kecamatan tersebut terdapat desa-desa, seperti Desa Enggalwangi dan Desa Pasir, yang memiliki jumlah industri relatif lebih banyak 33 dan 28 unit tetapi ternyata di desa-desa tersebut lebih dominan kelompok industri lain. Di Desa Enggalwangi terdapat 54 unit kelompok industri pengolahan kayu dan anyaman, demikian pula di Desa Pasir terdapat 32 unit kelompok industri yang sama. Secara keseluruhan, dominannya desa basis di Kabupaten Majalengka diduga berkaitan erat berlimpahnya sumber daya pertanian di Kabupaten Majalengka. Hal ini juga menunjukkan bahwa keterampilan dalam mengolah hasil pertanian merupakan kompetensi lokal yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat untuk pengembangan industri pengolahan hasil pertanian lebih lanjut.

5.4 Penentuan Desa Berhirarki 1

Berdasarkan hasil analisis skalogram dapat diidentifikasi bahwa nilai indeks hiraki IH tingkat fasilitas pelayanan desa di Kabupaten Majalengka berkisar antara 91.76 dan 25.16 dengan nilai rataan 60.33 lihat pada Lampiran 3. Besarnya nilai IH suatu wilayah ditentukan berdasarkan komponen penentu hirarkinya, yaitu komponen yang memiliki nilai rata-rata tertinggi. Komponen penentu hirarki berdasarkan hasil analisis skalogram adalah “kelancaran jalan untuk dilal ui roda 4” pada kelompok aksesibilitas dan apabila nilai masing- masing komponen indeks dikelompokkan berdasarkan aspek fasilitas dan aspek aksesibilitas, maka akan dapat diketahui bahwa aspek aksesibilitas secara rata-rata mempengaruhi pencapaian indeks hirarki desa sebesar 77. Artinya, desa dengan aksesibilitas tinggi akan cenderung menjadi desa berhirarki tinggi dan sebaliknya desa dengan aksesibilitas rendah akan cenderung menjadi desa berhirarki rendah. Selanjutnya, dengan mengikuti ketentuan batas orde lihat pada Bab 3 Metodologi Penelitian:Metode Analisis Data, maka dapat diidentifikasi bahwa desa yang termasuk hirarki 1 di Kabupaten Majalengka sebanyak 44 desa dari 336 desa, hirarki 2 sebanyak 82 desa, dan hirarki 3 sebanyak 210 desa. Desa hirarki 1 disajikan pada Tabel 22. 43 Sebaran desa hirarki I di Kabupaten Majalengka secara spasial tersaji pada Gambar 11. Pada gambar tersebut dapat diidentifikasi bahwa desa-desa berhirarki tinggi tersebut berada di dekat atau terlintasi oleh jalan raya dalam hal ini jalan arteri primer, kolektor primer dan kolektor. Ini menjadi bukti bahwa aspek aksesibilitas menjadi komponen penentu yang dominan dalam penentuan desa berhirarki tinggi di Kabupaten Majalengka. Di lihat dari segi perkembangan wilayah pun, desa-desa yang memiliki aksesibilitas yang relatif tinggi tersebut secara faktual mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang lebih pesat. Hal ini sebabkan lebih mudahnya terjadi interaksi aktivitas ekonomi dengan wilayah lain jika dibandingkan dengan desa-desa yang memiliki aksesibilitas yang rendah. Tabel 22 Desa hirarki 1 di Kabupaten Majalengka DesaKecamatan IH DesaKecamatan IH Bojongcideres DAWUAN 91.76 Talaga WetanTALAGA 74.84 Dawuan DAWUAN 91.59 ParapatanSUMBERJAYA 74.06 RajagaluhRAJAGALUH 88.20 CikonengSUKAHAJI 74.04 Majalengka WetanMJL 86.73 BuahkapasSINDANGWANGI 74.03 Maja SelatanMAJA 83.36 Talaga KulonTALAGA 74.00 SutawangiJATIWANGI 83.32 PasirmuncangPANYINGKIRAN 73.81 SinarjatiDAWUAN 81.85 Panjalin KidulSUBERJAYA 73.09 LigungLIGUNG 80.95 TonjongMAJALENGKA 71.57 Ligung LorLIGUNG 80.87 BeberLIGUNG 71.28 BantarwaruLIGUNG 80.21 KalapaduaLEMAHSUGIH 70.96 MekarsariJATIWANGI 80.16 MandapaDAWUAN 70.75 CikijingCIKIJING 79.95 KaryamuktiPANYINGKIRAN 70.75 Majalengka KulonMJL 79.88 GentengDAWUAN 70.72 KareoBANJARAN 79.22 Sukasari KidulARGAPURA 70.38 BantarujegBANTARUJEG 78.18 CipakuKADIPATEN 69.66 Rajagaluh LorRAJAGALUH 78.06 BabakanKERTAJATI 69.28 WeragatiPALASAH 77.58 KadipatenKADIPATEN 69.28 CigasongCIGASONG 77.49 KawunggirangMAJALENGKA 69.07 BanjaranBANJARAN 77.44 LeuwimundingLEUWIMUNDING 68.92 GanduDAWUAN 76.53 Maja UtaraMAJA 68.91 CiborelangJATIWANGI 76.41 JatitujuhJATITUJUH 68.70 SukamuktiCIKIJING 75.77 KertajatiKERTAJATI 68.47 Ket : IH = Indeks Hirarki; MJL = MAJALENGKA 44 5.5 Arahan Wilayah Pengembangan Industri Kecil Berbasis Komoditas Unggulan Pertanian dan Wilayah Pengembangan Komoditasnya Dalam penentuan wilayah pengembangan industri kecil berbasis komoditas unggulan di Kabupaten Majalengka, didekati dengan konsep pewilayahan nodal. Konsep wilayah nodal merupakan konsep wilayah fungsional dikotomis yang membagi wilayah menjadi dua komponen terpisah berdasarkan fungsinya dan memiliki sifat saling ketergantungan satu sama lain sebagai suatu sistem. Hal ini dilandasi atas pemikiran bahwa wilayah merupakan entitas yang terdiri atas komponen-komponen atau bagian-bagian yang memiliki keterkaitan, ketergantungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan tidak terpisahkan dalam satu kesatuan Rustiadi et al. 2011.

5.5.1. Arahan Wilayah Pengembangan Industri

Berdasarkan hasil analisis LQ terhadap jumlah unit tiap kelompok industri kecil yang ada di Kabupaten Majalengka, dapat ditentukan desa-desa yang terpilih Gambar 11 Peta hasil skalogram tingkat fasilitas pelayanan dan aksebilitas