5 penghematan ongkos produksi dan distribusi yang disebabkan oleh kegiatan-
kegiatan produksi yang dilakukan di satu tempat atau terkonsentrasi di suatu lokasi Sitorus 2012, didekati dengan menganalisis wilayah-wilayah tempat
terpusatnya aktivitasi industri kecil pengolahan hasil pertanian saat ini.
Selanjutnya adalah aspek konsentrasi tenaga kerja yang didekati dengan menganalisis wilayah dengan fasilitas pelayanan dan aksesibililitas berorde tinggi
secara relatif terhadap wilayah lainnya hirarki 1. Hal ini mengacu kepada pendapat Rustiadi et al. 2011 yang menyatakan bahwa semakin tinggi ordo
wilayah berarti semakin tinggi pula tingkat pelayanan fasilitas dan menunjukkan aktivitas sosial ekonomi yang tinggi pula. Tingkat pelayanan ini berkorelasi erat
dengan jumlah penduduk, sehingga seringkali wilayah yang berorde tinggi mempunyai kepadatan penduduk yang lebih tinggi.
Dengan demikian, wilayah pengembangan industri berbasis komoditas unggulan pertanian di Kabupaten Majalengka dapat ditentukan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pengembangan Wilayah
Menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif danatau aspek fungsional. Pengertian wilayah sangat penting untuk diperhatikan apabila berhubungan
dengan program-program pembangunan yang terkait dengan pengembangan wilayah dan pengembangan kawasan. Pengembangan wilayah mempunyai
cakupan yang lebih luas daripada pengembangan kawasan. Pengembangan wilayah mencakup penelaahan keterkaitan antar kawasan. Sementara itu,
pengembangan kawasan terkait dengan pengembangan fungsi tertentu dari suatu unit wilayah, mencakup fungsi sosial, ekonomi, budaya, politik maupun
pertahanan keamanan Rustiadi et al. 2011.
Menurut Sitorus 2012, pengembangan atau pembangunan didefinisikan sebagai upaya yang terkoordinasi dan sistematik untuk menciptakan suatu
keadaan dimana terdapat lebih banyak alternatif yang sah bagi setiap warga negara untuk memenuhi aspirasinya yang paling humanistik yaitu peningkatan
kesejahteraan.
Menurut Riyadi dan Bratakusumah 2005, pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, penurunan
kesenjangan antar wilayah, dan pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup di suatu wilayah. Upaya ini diperlukan karena setiap wilayah memiliki kondisi sosial
ekonomi, budaya, dan keadaan geografis yang berbeda-beda, sehingga pengembangan wilayah bertujuan untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki
oleh suatu wilayah. Optimal berarti dapat tercapainya tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan lingkungan yang berkelanjutan.
Sejalan dengan salah satu tujuan pengembangan wilayah nasional, yakni mewujudkan keseimbangan pertumbuhan antar daerah, maka tujuan perencanaan
wilayah pada suatu kabupaten sebagai penjabaran dalam ruang lingkup yang lebih
6 kecil adalah keseimbangan pertumbuhan antara kecamatan, desa, dan seterusnya
Rinaldi 2004. Menurut Rustiadi et al. 2011, hal penting dalam menyusun perencanaan
pembangunan berbasis wilayah adalah memperhatikan keterpaduan sektoral, spasial serta keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah.
Salah satu ciri penting pembangunan wilayah adalah adanya upaya mencapai pembangunan berimbang balanced development, dengan terpenuhinya potensi-
potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan di setiap wilayah maupun daerah yang beragam sehingga dapat memberikan keuntungan dan
manfaat yang optimal bagi masyarakat di seluruh wilayah.
Dalam pembangunan wilayah perlu senantiasa diarahkan pada tujuan pengembangan wilayah, antara lain untuk mencapai: 1 pertumbuhan growth,
yaitu terkait dengan alokasi berbagai sumber daya yang langka yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan, untuk hasil
yang maksimal, sehingga hasil tersebut dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia dalam meningkatkan kegiatan produktivitasnya; 2 pemerataan equity,
yang terkait dengan pembagian manfaat hasil pembangunan secara adil sehingga setiap warga negara yang terlibat perlu memperoleh pembagian hasil yang
memadai secara adil. Dalam hal ini perlu adanya kelembagaan yang dapat mengatur manfaat yang diperoleh dari proses pertumbuhan material maupun non-
material di suatu wilayah secara adil; serta 3 keberlanjutan sustainability, bahwa penggunaan sumber daya baik yang ditransaksikan melalui sistem pasar
maupun di luar sistem pasar tidak boleh melampaui kapasitas kemampuan produksinya Anwar 2005.
Menurut Rustiadi et al. 2011, timbulnya disparitas antar wilayah antara lain disebabkan oleh beberapa faktor utama yang terkait dengan variabel fisik
maupun variabel ekonomi wilayah, yaitu: 1 geografi; 2 sejarah; 3 politik; 4 kebijakan pemerintah; 5 administrasi; 6 sosial-budaya; dan 7 ekonomi. Suatu
wilayah yang memiliki kondisi geografi yang lebih baik akan mempunyai kemampuan untuk berkembang yang lebih baik pula dibandingkan dengan
wilayah dengan kondisi geografi yang kurang menguntungkan. Bentuk organisasi serta kondisi perekonomian pada masa lalu akan mempengaruhi tingkat
perkembangan masyarakat di suatu wilayah dalam hal menumbuhkan inisiatif dan kreativitas dalam bekerja dan berusaha. Instabilitas politik serta sistem
administrasi yang tidak efisien akan menghambat pengembangan wilayah dalam hal hilangnya peluang investasi akibat ketidakpastian usaha terutama di bidang
ekonomi dan perijinan yang rumit. Demikian juga kebijakan pemerintah yang tidak tepat dengan lebih menekankan pada pertumbuhan pembangunan tanpa
diimbangi dengan pemerataan. Nilai-nilai sosial-budaya masyarakat yang konservatif dan kontraproduktif akan menghambat perkembangan ekonomi
wilayahnya.
2.2 Sektor Basis, Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan pembangunan daerah adalah keberadaan sektor-sektor perekonomian yang
memiliki daya saing dan bernilai strategis untuk menjadi pendorong utama prime mover pertumbuhan ekonomi wilayah. Menurut Rustiadi et al. 2011, sektor
7 ekonomi wilayah dapat dibagi dalam dua golongan yaitu sektor basis dimana
kelebihan dan kekurangan yang terjadi di dalam proses pemenuhan kebutuhan pada sektor tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar
wilayah. Sektor basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah, sedangkan sektor non basis adalah
sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di wilayahnya sendiri dan kapasitas ekspor wilayah belum berkembang.
Basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah
tersebut. Berdasarkan pemikiran itu, sektor basis dapat membangun dan memacu penguatan dan pertumbuhan ekonomi lokal sehingga diidentifikasi sebagai mesin
ekonomi lokal.
Keragaman fisik secara geografis menjadi sebab adanya konsep keunggulan komparatif bagi suatu wilayah. Sifat fisik geografis yang merupakan karakteristik
yang melekat di suatu wilayah merupakan pembeda satu wilayah dengan wilayah yang lain, sehingga pertimbangan terhadap aktivitas spesifik yang khas dan sesuai
dengan keunggulan komparatifnya menjadi bagian penting dalam perencanaan suatu wilayah Panuju dan Rustiadi 2012.
Di sisi lain, adanya pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor ekonomi merupakan hal
yang diharapkan dari dilaksanakannya pembangunan. Pertumbuhan dan perkembangan tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran
aktifitas ekonomi. Panuju dan Rustiadi 2012 berpendapat bahwa pemahaman terhadap
pergeseran struktur
aktifitas ekonomi
suatu wilayah
dan membandingkannya dalam cakupan referensi yang lebih luas pada waktu yang
berbeda dapat menjelaskan kemampuan berkompetensi competitiveness aktivitas tertentu secara dinamis di suatu wilayah atau dalam cakupan wilayah yang lebih
luas.
2.3 Pusat Pertumbuhan dan Konsep Pewilayahan Nodal
Dalam kaitannya dengan strategi pengembangan wilayah, perlu diidentifikasi wilayah-wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan yang mampu
menggerakan ekonomi wilayah di sekitarnya. Melalui pendekatan konsep wilayah nodal, dapat diketahui wilayah-wilayah yang menjadi pusat-pusat pertumbuhan
dan dampaknya dalam memberikan multiplier effect terhadap wilayah lain.
Menurut Tarigan 2008, suatu wilayah atau kawasan dapat dijadikan sebagai pusat pertumbuhan apabila memenuhi kriteria sebagai pusat pertumbuhan,
baik secara fungsional maupun secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan merupakan lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri
yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar daerah
belakangnya atau hinterland. Secara geografis, pusat pertumbuhan merupakan lokasi dengan fasilitas dan kemudahan yang mampu menjadi pusat daya tarik
pole of attraction serta menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi dan masyarakat pun memanfaatkan fasilitas yang ada di lokasi tersebut.
Wilayah sebagai pusat pertumbuhan pada dasarnya harus mampu mencirikan antara lain: hubungan internal dari berbagai kegiatan atau adanya keterkaitan
antara satu sektor dengan sektor lainnya, keberadaan sektor-sektor yang saling terkait menciptakan efek pengganda yang mampu mendorong pertumbuhan