Kerangka Pemikiran Structure, Function and Dynamic of Pekarangan Agrobiodiversity In the Upper Stream of Kalibekasi Watershed, Bogor District

Abdoellah 1991 mengusulkan salah satu panduan pembangunan pekarangan adalah pengetahuan tradisional dan kearifan lingkungan dari masyarakat lokal tidak boleh diabaikan karena kombinasi hal-hal tersebut dengan ilmu modern dan tekhnologi dapat meningkatkan kesuksesan sistem yang baru. Komunitas yang erat dan adanya tujuan sosial yang biasanya terdapat dalam masyarakat pedesaan membuat pekarangan dimanfaatkan secara terbuka, bukan hanya oleh pemilik rumah tapi juga komunitasnya. Sebagai contoh, orang- orang yang membutuhkan buah-buahan tertentu, daun atau umbi-umbian untuk ritual keagamaan atau obat-obatan bisa meminta kepada pemilik rumah dan bebas mengambilnya Arifin, 1998. Bukan hanya itu, orang-orang masih bebas untuk melintasi pekarangan tanpa izin dari pemilik rumah Abdoellah, 1991 Kebutuhan bekerja dan waktu senggang di pekarangan rumah, membuat keluarga atau suatu komunitas menyediakan ruang tertentu untuk kegiatan sosial dan budaya di pekarangan Galluzi et al., 2010. Artikel yang ditulis oleh Abdoellah 1991 menunjukkan bahwa pekarangan memiliki ruang tersebut yang dikenal dengan halaman atau buruan Sunda atau pelataran Jawa atau halaman Indonesia dan biasanya di depan rumah. Halaman biasanya tidak ditanami tanaman dan dijaga kebersihannya. Ini adalah tempat yang penting untuk sosialisasi dan pendidikan nilai-nilai budaya dan sosial bagi anak-anak oleh orang tua mereka. Halaman juga berfungsi sebagai tempat untuk ritual keagamaan, upacara budaya dan pertemuan informal. Sebagai perbandingan, masyarakat Hindu di Bali menggunakan pekarangannya sebagai tempat untuk melakukan ritual Dwijendra, 2003. Menurut suratan lontar siwagama dengan tegas menyatakan bahwa setiap keluarga Hindu dianjurkan untuk mendirikan sanggah kemulan sebagai perwujudan ajaran pitra yadnya yang berpangkal pada pitra rna, selanjutnya di dalam lontar purwa bhumi kemulan ditambahkan bahwa yang distanakan atau dipuja di sanggah kemulan itu tidak lain adalah dewa pitara atau roh suci leluhur. Oleh karena itu, di pekarangan Bali terdapat Pelinggih Padmasari tempat pemujaan bagi Sang Hyang Widhi dan Bathari-bathari serta Sanggah Kemulan tempat pemujaan tri murti Budi, 2010. Masyarakat Islam di Indonesia pada umumnya membagi pekarangan dan lahan kepada anak-anak saat orang tua meninggal. Fragmentasi atau pemisahan ini terus berlanjut dan berefek terhadap sistem pasar, bahkan di daerah pedesaan. Hal ini juga dapat mempengaruhi struktur dan fungsi pekarangan. Keragaman spesies di pekarangan pun menurun seiring dengan penurunan luasan area terbuka di pekarangan Arifin et al., 1997. BAB III METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di Kampung Cimandala, Kampung Landeh dan Kampung Leuwijambe, serta pemukiman Sentul City sebagai pembanding. Keempat lokasi penelitian tersebut berada di hulu DAS Kalibekasi. Pemilihan keempat lokasi penelitian ini berdasarkan ketinggian yang merepresentasikan daerah atas 600 m dpl, tengah 300-600 m dpl dan bawah 300 m dpl hulu DAS Kalibekasi yang berturut-turut diwakili oleh Kampung Cimandala, Desa Karang Tengah berada; Kampung Landeuh, Desa Karang Tengah; dan Kampung Leuwijambe, Desa Kadungmanggu serta Sentul City sebagai pembanding daerah urban hulu DAS Kalibekasi di Kecamatan Babakan Madang Gambar 5. Leuwijambe Landeuh Cimandala Sentul City Gambar 5. Lokasi penelitian sumber: ALOS AVNIR-2 17 Juli 2009, dengan pengolahan Secara geografis, lokasi penelitian ini cukup berdekatan. Berdasarkan data BPS 2009, Desa Karang Tengah desa administrasi Cimandala dan Landeuh, sebagai representasi daerah atas dan tengah berada di 6°33’30” – 06°38’30”