Batasan Penelitian Structure, Function and Dynamic of Pekarangan Agrobiodiversity In the Upper Stream of Kalibekasi Watershed, Bogor District

ekologi 23,8; pada pemukiman sedang adalah faktor estetika 83, faktor ekonomi 83 dan ekologi 41,7; sedangkan pada pemukiman jarang adalah faktor ekonomi 100, faktor ekologi 77,8 dan faktor estetika 55,6. Keragaman tanaman di pekarangan dapat dibedakan menjadi keragaman vertikal dan horizontal. Keragaman vertikal diklasifikasikan berdasarkan tinggi tanaman sedangkan keragaman horizontal diklasifikasikan berdasarkan jenis dan pemanfaatan tanaman, yaitu 1 tanaman hias, 2 tanaman buah, 3 tanaman sayuran, 4 tanaman obat, 5 tanaman bumbu, 6 tanaman penghasil pati, 7 tanaman industri dan 8 tanaman-tanaman lain penghasil pakan, kayu bakar, bahan kerajianan tangan dan peneduh Arifin et al., 2009. Keanekaragaman hayati di pekarangan Indonesia tercermin pada struktur pekarangan yang merupakan mimikri dari hutan alami Soemarwoto and Conway, 1992. Keanekaragaman hayati di pekarangan akan berhubungan dengan budaya masyarakat, salah satunya adalah budaya pertanian. Galluzi et al. 2010 mencatat bahwa kultivar tanaman yang terdapat di pekarangan merupakan kombinasi dari kultivar-kultivar produk yang dibutuhkan pasar. Selain itu, keanekaragaman hayati pekarangan juga berkaitan dengan habitat satwa liar Yliskylä-Peuralahti, 2003 seperti keragaman jenis burung yang dapat mampir di pekarangan jika keragaman tanaman sebagai makanan tetap dijaga. Michon and Mary 1994 menyebutkan bahwa pekarangan di Bogor merupakan tempat hinggap bagi berbagai hewan liar seperti burung McWilliam, and Brown, 2001, kelelawar, serangga, tupai dan musang. Walau areanya kecil namun memiliki peran penting dalam proses biologi, seperti penyerbukan, hibridasi alami dan penyebaran benih.

2.4. Sosial Budaya dan Kearifan Lokal di Pekarangan

Galluzi et al. 2010 mencatat bahwa penelitian mengenai faktor sosial dan ekonomi dalam meningkatkan dan menjaga keragaman tanaman di pekarangan mendapatkan perhatian yang kurang. Padahal, budaya manusia mempengaruhi keragaman dan ekosistem tersebut. Sering juga, nilai budaya dan ekonomi adalah pendekatan yang dapat menjelaskan tentang perbedaan antar pekarangan serta lingkungannya. Abdoellah 1991 mengusulkan salah satu panduan pembangunan pekarangan adalah pengetahuan tradisional dan kearifan lingkungan dari masyarakat lokal tidak boleh diabaikan karena kombinasi hal-hal tersebut dengan ilmu modern dan tekhnologi dapat meningkatkan kesuksesan sistem yang baru. Komunitas yang erat dan adanya tujuan sosial yang biasanya terdapat dalam masyarakat pedesaan membuat pekarangan dimanfaatkan secara terbuka, bukan hanya oleh pemilik rumah tapi juga komunitasnya. Sebagai contoh, orang- orang yang membutuhkan buah-buahan tertentu, daun atau umbi-umbian untuk ritual keagamaan atau obat-obatan bisa meminta kepada pemilik rumah dan bebas mengambilnya Arifin, 1998. Bukan hanya itu, orang-orang masih bebas untuk melintasi pekarangan tanpa izin dari pemilik rumah Abdoellah, 1991 Kebutuhan bekerja dan waktu senggang di pekarangan rumah, membuat keluarga atau suatu komunitas menyediakan ruang tertentu untuk kegiatan sosial dan budaya di pekarangan Galluzi et al., 2010. Artikel yang ditulis oleh Abdoellah 1991 menunjukkan bahwa pekarangan memiliki ruang tersebut yang dikenal dengan halaman atau buruan Sunda atau pelataran Jawa atau halaman Indonesia dan biasanya di depan rumah. Halaman biasanya tidak ditanami tanaman dan dijaga kebersihannya. Ini adalah tempat yang penting untuk sosialisasi dan pendidikan nilai-nilai budaya dan sosial bagi anak-anak oleh orang tua mereka. Halaman juga berfungsi sebagai tempat untuk ritual keagamaan, upacara budaya dan pertemuan informal. Sebagai perbandingan, masyarakat Hindu di Bali menggunakan pekarangannya sebagai tempat untuk melakukan ritual Dwijendra, 2003. Menurut suratan lontar siwagama dengan tegas menyatakan bahwa setiap keluarga Hindu dianjurkan untuk mendirikan sanggah kemulan sebagai perwujudan ajaran pitra yadnya yang berpangkal pada pitra rna, selanjutnya di dalam lontar purwa bhumi kemulan ditambahkan bahwa yang distanakan atau dipuja di sanggah kemulan itu tidak lain adalah dewa pitara atau roh suci leluhur. Oleh karena itu, di pekarangan Bali terdapat Pelinggih Padmasari tempat pemujaan bagi Sang Hyang Widhi dan Bathari-bathari serta Sanggah Kemulan tempat pemujaan tri murti Budi, 2010.