Sementara, populasi penduduk Desa Kadungmanggu, desa administrasi dari daerah bawah, adalah 14.245 jiwa dengan kepadatan penduduk 3.474 jiwakm
2
BPS, 2009. Dari wawancara yang dilakukan, keluarga pada umumnya memiliki anak
lebih dari 3 orang kecuali keluarga muda. Jumlah orang per rumah berkisar dari 2 sampai 13 orang dengan nilai tengah 5 orang per rumah di daerah bawah dan 6
orang per rumah di daerah atas dan tengah. Dari seluruh anggota keluaraga, jumlah anggota yang aktif bekerja antara 1 sampai 2 orang. Sebanyak 88,89
kepala keluarga di ketiga lokasi rural adalah laki-laki dan sisanya perempuan. Kepala keluarga berusia sekitar 22 sampai 80 tahun dengan nilai tengah 45 tahun.
Median usia menikah di keluarga sampel adalah 18 tahun untuk perempuan dan 23 tahun untuk laki-laki.
Pekerjaan kepala keluarga paling banyak adalah petani sebanyak 13 orang 36,11 dengan 7 orang di daerah atas, 4 orang di daerah tengah dan 2 orang di
daerah bawah. Sebagai catatan, petani di daerah ini pada umumnya tidak memiliki lahan sendiri dan lahan garapan tersebut berbeda dengan pekarangan, oleh karena
itu fungsi utama pekarangan di ketiga lokasi sampel bukanlah untuk produksi komersial. Selanjutnya, pekerjaan kepala keluarga di daerah bawah lebih beragam
daripada daerah atas dan tengah. Lahan pekarangan dan rumah, sebagian besar merupakan warisan.
Bahkan 11 di antaranya masih atas nama orang tua atau mertua kepala keluarga yang direncanakan akan diberikan kepada pemilik rumah tersebut. Hanya 9 dari
36 pekarangan 25 yang merupakan hasil membeli. Berikutnya, 2 dari 12 pekarangan 16,67 di daerah atas merupakan milik perusahaan PT. Fajar Mega
Permai yang merupakan cikal bakal dari perusahaan pengembang dan pengelola Sentul City. Pemilik rumah hanya diizinkan menempati dan menggarap lahan
tersebut dan harus siap kapanpun perusahaan ingin mengambil alih rumah dan lahan pekarangan mereka.
Data keluarga di atas merupakan data dari daerah perdesaan. Data keluarga di daerah pembanding kota Sentul City tidak dapat dilengkapi karena
hanya 41,67 yang dihuni tetap oleh keluarga, selebihnya difungsikan sebagai rumah peristirahatan vila.
Tabel 8. Data keluarga dan pekarangan
Kategori Atas
Tengah Bawah
Perdesaan Median jumlah anggota keluarga jiwa
Jumlah total 6 3-10
7 3-13 5 2-11
6 2-13 laki-laki
3 4
2 3
Perempuan 3
3 3
3 Anggota keluarga yang bekerja
1 2
2 2
Jumlah anak dalam satu keluarga 3
3 2
2 Usia kepala keluarga tahun
Median 41,5
55,5 45
Range 22-65
30-67 24-80
22-80 Pekerjaan Kepala Keluarga
Petani 7
4 2
13 Pedagang
2 4
1 7
Buruh 1
2 2
5 Pegawai swasta
2 3
5 Wirausaha
1 1
Dosenguru 2
2 Tidak bekerja
1 2
3 Pendidikan Kepala Keluarga
S2 1
1 S1
2 2
Lulus SLTA 2
2 Lulus SLTP
1 1
2 Lulus SD
3 2
1 6
Pernah SD 6
4 1
11 Tidak
3 5
4 12
Median usia menikah Laki-laki
22 24
24 23
Perempuan 18
18 19
18 Cara mendapatkan rumah
Membeli 1
3 5
9 Warisanmasih milik orang tua
9 9
7 25
Milik perusahaan 2
2 Nama di SPPT
Kepala Keluarga KK 4
9 9
22 Istri
1 1
Orang tua Mertua KK 5
3 3
11 Bukan kerabat
2 2
4.2. Struktur Pekarangan
4.2.1. Ukuran Pekarangan dan Orientasi Rumah
Berdasarkan 36 pekarangan dengan masing-masing 12 pekarangan di setiap kampung diketahui bahwa median luas area terbuka pekarangan di daerah
atas adalah 204,10 m
2
, di daerah tengah 179,18 m
2
dan di daerah bawah 94,25 m
2
. Sebagai perbandingan, daerah kota memiliki median luas pekarangan 414,75 m
2
.
Hal ini menunjukkan bahwa di pedesaan terdapat tren tapak pekarangan yang menyempit di daerah bawah daripada daerah atas hulu DAS Kalibekasi. Ukuran
pekarangan di ketiga wilayah studi tidak begitu besar karena telah terjadi fragmentasi lahan akibat sistem pewarisan. Hal tersebut serupa dengan penelitian
Arifin et al. 1997. Berdasarkan pengelompokan pekarangan menurut luas oleh Arifin et al.
2009, maka di ketiga lokasi ini terdapat 36,2 pekarangan kecil 120 m
2
; 52,7 pekarangan sedang 120-400 m
2
; 8,3 pekarangan besar 400-1000 m
2
; dan 2,8 pekarangan sangat besar 1000 m
2
. Pekarangan ukuran sedang mendonimasi di daerah atas dan bawah Hulu DAS Kalibekasi sedangkan
pekarangan ukuran kecil lebih mendominasi di daerah bawah, padahal luas pekarangan sampel terbesar terdapat di Leuwijambe. Oleh karena itu, nilai median
luas pekarangan akan digunakan untuk mewakili pekarangan di masing-masing lokasi. Median luas pekarangan di daerah atas adalah 204,1 m
2
sedangkan di tengah 179,18 m
2
dan di bawah 94,25 m
2
. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat tren penyempitan luasan pekarangan dari kampung atas ke kampung bagian
bawah di hulu DAS Kalibekasi. Sebagai perbandingan, median luas perkarangan di daerah kota adalah 414,75 m
2
Tabel 9. Tabel 9. Ukuran pekarangan di hulu DAS Kalibekasi
Kategori Luas Pekarangan m
2
Pengelompokan pekarangan Median
Rata- rata
Terluas Ter-
sempit Jumlah
120 m
2
120 –
400 m
2
400 –
1000 m
2
1000 m
2
Atas 204,10
277,14 950,0
77,5 3325,69
16,7 66,7
16,7 Tengah
179,18 207,94
470,0 51,5
2495,25 25,0
66,7 8,3
Bawah 94,25
268,42 1703,5
7,5 3221,00
66,7 25,0
8,3 Desa
156,12 251,17
1703,5 7,5
12420,9 36,2
52,7 8,3
2,8 Pembanding
Kota 414,75
1035,0 5890,0
46,5 12420,85
16,7 33,3
25,0 25,0
Ukuran pekarangan dan rumah yang ada tidak selalu sama dengan ukuran yang tertera di surat pajak SPPT dan atau sertifikat yang dimiliki pemilik rumah.
Hal ini dikarenakan pemilik rumah memfragmentasi area pekarangan dengan kebun produksi. Selain itu, terdapat fragmentasi dengan pekarangan karena faktor
pewarisan lahan. Oleh karena itu, luas pekarangan di ketiga wilayah penelitian tidak begitu besar.
Orientasi rumah pada umumnya menghadap ke jalan, termasuk sebuah rumah panggung di daerah bawah yang menyampingi jalan besar. Sebelumnya
rumah tersebut menghadap jalan kampung lama yang telah bertransformasi menjadi gang kecil. Sebagai tambahan, terdapat 16,67 rumah di daerah tengah
yang berorientasi ke sungai; 8,33 rumah di daerah tengah; dan 16,67 rumah di daerah bawah yang mempertimbangkan posisi rumah orang tuakerabat serta
8,33 rumah di daerah bawah yang memperhatikan kesesuaian dengan desain pekarangan Tabel 10.
Tabel 10. Orientasi rumah di hulu DAS Kalibekasi
Kategori Jalan
Sungai Rumah orang
tuakerabat Sesuai dengan
desain pekarangan
Jumlah Atas
100 100
Tengah 75
16,67 8,33
100 Bawah
75 16,67
8,33 100
Pembanding kota 100
100
Berdasarkan wawancara dengan pemilik rumah, mereka lebih memilih membuat rumah dengan orientasi ke jalan untuk mempermudah sirkulasi. Hal ini
juga dapat membantu pemilik rumah untuk bersosialisasi dengan tetangga. Orientasi ini sesuai dengan pola dari kebanyakan perkampung di Jawa Barat.
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1984, sebagian besar pola perkampungan Sunda adalah rumah-rumah berbaris dua memanjang dan saling
berhadapan. Daerah kosong di antara rumah tersebut difungsikan untuk sirkulasi.
4.2.2. Tata Ruang Pekarangan
Tata ruang pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan perbedaan tingkat urbanisasi. Kelompok pertama adalah
pekarangan desa sedangkan yang kedua adalah pearangan kota.
a. Pekarangan Desa
Tata ruang pekarangan di lokasi ini hampir sama. Berdasarkan wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat, pola pekarangan tradisional di lokasi
Pekarangan depan Pekarangan depan
Pekarangan belakang Pekarangan belakang
Pekarangan kanan
Pekarangan kiri
Pe ka
ra n
g a
n ka
n a
n
Pe ka
ra n
g a
n ki
ri
atau
jalan jalan
penelitian adalah satu pohon besar di tengah bagian depan yang dikelilingi oleh tanaman buah-buahan sebagai pembatas seperti pada pekarangan Sunda pada
umumnya. Sementara itu, lantai pekarangan dibiarkan tanpa penutup tanah supaya tidak lembab dan dapat digunakan untuk kegiatan sosial.
Pemilik rumah di hulu DAS Kalibekasi membagi pekarangan menjadi beberapa zona. Zonasi pekarangan tersebut dibagi berdasarkan letaknya terhadap
rumah, yaitu pekarangan depan, samping kanan, samping kiri dan belakang. Penempatan elemen lebih berorientasi terhadap luas zonasi bagian pekarangan
tersebut, terutama untuk alasan efisiensi.
Gambar 13. Pola plot pekarangan di daerah perdesaan di hulu DAS Kalibekasi Di daerah perdesaan, bangunan rumah di pekarangan biasanya akan lebih
merapat ke bagian belakang dan salah satu sisi. Sebanyak 41,67 pekarangan di daerah perdesaan memiliki lahan di belakang rumah dan hanya 26,67
diantaranya tidak dimanfaatkan oleh pemilik rumah karena ukurannya yang terlalu sempit. Bangunan rumah pada umumnya juga merapat ke salah satu sisi
samping 52,78 dari keseluruhan, sehingga hanya ada dua sisi pekarangan utama, yaitu depan dan salah satu sisi samping. Bahkan 5,56 dari keseluruhan
hanya memiliki pekarangan bagian depan. Pada tata ruang pekarangan terdapat tiga macam pola penyebaran
tanaman, yaitu berbaris, mengelompok dan menyebar. Pola berbaris biasanya berfungsi sebagai pembatas pekarangan, dan terdiri dari susunan tanaman yang
multilayer. Pola mengelompok untuk memaksimalkan penggunaan lahan, pada umumnya berada di depan rumah sebagai tanaman hias. Pola menyebar untuk