Komposisi dan Pengelolaan Tanaman

4.2.5. Jenis dan Komposisi Ternak

Di pekarangan juga terdapat hewan ternak, baik berupa mamalia, unggas ataupun ikan. Sebanyak 69,44 pekarangan di hulu DAS Kalibekasi memiliki ternak, dan bahkan daerah atas di semua pekarangan 100. Lokasi penelitian yang memiliki hewan ternak yang paling banyak jenisnya adalah daerah bawah 10 jenis diikuti oleh daerah atas 7 jenis dan daerah tengah 5 jenis. Ternak yang selalu muncul di ketiga lokasi penelitian tersebut adalah ayam Gallus gallus domesticus dan kambing Capra aegagrus hircus Tabel 13. Ternak kaki empat yang ditemukan di pekarangan sampel hanyalah kambing. Dari observasi di ketiga kampung, ditemukan sapi dan domba. Ternak jenis ini dibudidayakan untuk diambil dagingnya. Daging kambing pada umumnya didistribusikan untuk rumah makan sate kiloan yang menjamur di jalan utama Babakan Madang. Tabel 13. Daftar ternak di daerah atas, tengah dan bawah hulu DAS Kalibekasi Nama Ilmiah Capra aegagrus hircus Gallus gallus domesticus Anas platyrhynchos domesticus Cairina moschata Cyprinus carpio Oreochromis niloticus Clarias gariepinus Nama Lokal Kambing Ayam Bebek Mentok Ikan mas Ikan nila Ikan Lele Atas 24 20 10 10 6 Tengah 5 18 Bawah 6 34 5 4 1 3 Pemanfaatan dan penjualan paling tinggi terjadi saat Idul Adha karena kambing dapat dijadikan sebagai hewan kurban. Hal ini sesuai dengan Soemarwoto 1987 cit. Arifin 1998 yang menjelaskan bahwa faktor budaya, agama dan ekonomi serta faktor ekologi menjadi faktor utama dalam memilih hewan ternak. Di ketiga lokasi pun tidak ditemukan adanya babi karena hewan ini haram hukumnya dalam agama Islam yang merupakan agama mayoritas di daerah perdesaan hulu DAS Kalibekasi. Untuk pemeliharaan ternak, pemberian pakan biasanya berasal dari kebun, pekarangan atau sisa makanan rumah. Sumber pakan yang berasal dari rumah tangga ini membuktikan bahwa terdapat daur materi di dalam pekarangan. Namun pengetahuan akan gizi pakan dan kesehatan ternak kurang dimiliki oleh pemilik rumah. Hal ini dibuktikan dengan seringnya ternak sakit atau mati tiba-tiba. Selain itu, tidak ada tindakan pengobatan terhadap ternak yang sakit. Di lokasi penelitian ini terdapat sistem bagi hasil terhadap ternak kaki empat. Sistem tersebut dinamakan sistem memparo. Pemilik ternak mempercayakan perawatan ternaknya kepada pemilik kandang. Setelah ternak tersebut memiliki anak, maka setengah dari jumlah anak tersebut akan dimiliki oleh pemilik kandang. Sebanyak 30 rumah yang memiliki kandang kambing di daerah atas melakukan sistem ini.

4.2.6. Kandang dan Kolam Ikan

Keragaman ternak juga mempengaruhi struktur pekarangan, terutama pada struktur perkerasan karena hewan membutuhkan kandang dan atau kolam Gambar 20. Di daerah perdesaan menunjukkan bahwa 63,89 memiliki kandang dan 16,67 memiliki kolam. Dari seluruh kandang, ternyata sebanyak 47,82 merupakan kandang kambing, sedangkan sisanya adalah kandang ayam. Hal ini dikarenakan adanya praktek pemeliharaan ayam tanpa kandang permanen, namun dibiarkan saja di halaman atau diberikan kurungan ayam dari bambu. Gambar 20. Kandang ayam kiri, kandang kambing tengah, kolam ikan kanan di pekarangan hulu DAS Kalibekasi Keberadaan kolam juga berpengaruh baik terhadap keberlanjutan tanaman. Kolam dapat menjadi tempat penampungan air yang menjamin ketersediaan air di pekarangan untuk pertumbuhan tanaman sepanjang tahun Soemarwoto and Conway, 1992. Selain itu, kolam memberikan efek pendinginan udara di pekarangan. 4.3. Fungsi Pekarangan 4.3.1. Fungsi Ruang Pekarangan Pekarangan di daerah atas, tengah dan bawah pada umumnya difungsikan untuk tempat bersosialisasi dan memasok bahan makanan subtitusi atau Arafat, 2010 komplementer bagi rumah tangga sedangkan di daerah perkotaan lebih difungsikan untuk estetika dan ameliorasi iklim, yaitu menurunkan suhu udara setempat Tabel 14. Berdasarkan ruang pekarangan, fungsi estetika dan sosial lebih banyak terdapat di pekarangan depan dibandingkan ruang pekarangan lainnya. Pekarangan yang di desa difungsikan untuk produksi terutama untuk mensuplai bahan makanan anggota rumah tangga. Bahan makanan tersebut bukanlah bahan makanan pokok, namun pelengkap dan atau subtitusi yang kadang-kadang saja dimakan, seperti buah, sayur, bumbu dan telur ayam. Bila hasil yang didapatkan melebihi kebutuhan rumah tangga, hasil panen tersebut biasanya dijual ke pasar terdekat dan atau dibagi-bagikan ke tetangga. Tabel 14. Persentase fungsi ruang pekarangan menurut pemilikpenghuni rumah di hulu DAS Kalibekasi Fungsi Pekarangan Produksi Tempat bersosialisasi dengan tetangga Estetika Ameliorasi iklim mikro dan jasa lingkungan Atas 91,67 100,00 75,00 75,00 Tengah 83,33 100,00 66,67 75,00 Bawah 91,67 91,67 58,33 75,00 Pembanding Kota 75,00 25,00 100,00 100,00 Fungsi produksi ini juga ditujukan untuk menambah pemasukan rumah tangga terutama pekarangan dengan tanaman berkelompok yang didominasi oleh tanaman buah dan tanaman penghasil pati serta hewan ternak. Bahkan, ada satu pekarangan sampel di daerah tengah memanfaatkan lahan pekarangannya sebagai sawah. Manfaat komersil ini bukan hanya didapatkan dari tanaman dan hewan di pekarangan tapi juga dari sebidang tanah kosong yang dimanfaatkan untuk menjemur hasil produksi sehingga meningkatkan nilai jual dari hasil produksi. Fungsi pekarangan tidak dapat dipisahkan dari strukturnya. Struktur pekarangan Sunda adalah adanya ruang kosong di tengah-tengah pekarangan yang difungsikan sebagai tempat penghuni rumah beraktifitas, menjemur hasil pertanian, bermain dan menjemur pakaian serta aktivitas sosial lainnya seperti cucurakan dan bancakan makan bersama dan tempat melakukan hajatan acara besar seperti resepsi pernikahan serta sunatan anak. Nilai sosial yang tinggi juga terlihat dari terbukanya pekarangan untuk dilewati oleh orang lain. Oleh karena itu, di ketiga lokasi ini jarang ditemukan pekarangan dengan pagar permanen. Hasil observasi menunjukkan bahwa hanya ada 3 rumah yang memiliki pagar yang mengelilingi rumah selebihnya tidak memiliki pagar atau hanya satu bagian saja yang di pagari, itu pun dengan pagar bambu yang tidak permanen. Fungsi selanjutnya adalah estetika yaitu untuk meningkatkan keindahan lanskap luar rumah terutama dengan mengatur elemen-elemen yang ada di pekarangan. Fungsi ruang pekarangan ini lebih banyak diberikan oleh narasumber pemilikpenghuni rumah dari daerah pembanding kota. Oleh karena itu, di daerah pembanding kota tidak ditemukan kamar mandi atau jemuran permanen di pekarangan. Terkait dengan fungsi estetika, pemilik rumah menyebutkan bahwa pekarangan terkait dengan kesenangan dan hobi dalam mengisi waktu luang. Contohnya adalah mengatur posisi tanam dan pot tanaman hias untuk meningkatkan nilai estetika. Salah satu narasumber di daerah bawah bahkan senang mengoleksi tanaman buah dengan berbagai macam varietas lokal. Hasil wawancara menunjukkan bahwa kegiatan merawat pekarangan yang biasa dilakukan seperti menanam tanaman, menyiram, menyapu, mencabut gulma, member pupuk bahkan memberi pakan ternak merupakan hobi yang dapat menjadi obat pereda stres bagi beberapa narasumber. Selain itu, juga terdapat fungsi sosial dengan saling menukar bibit tanaman yang ditanam di pekarangan. Fungsi lain yang didapatkan dari pekarangan adalah ameliorasi iklim di pekarangan dan rumah. Seperti yang disebutkan sebelumnya, kondisi suhu dan kelembaban termasuk nyaman dan membutuhkan teduhan Gambar 7. Pemilik rumah sangat menyadari manfaat peneduh didapatkan dari keberadaan pohon besar di pekarangan terutama sebagai tabir sinar matahari. Hal ini sejalan dengan penelitian Gajaseni and Gajaseni 1999 di Thailand yang menyebutkan bahwa pekarangan memiliki kondisi lingkungan mikro yang lebih disukai dengan suhu udara dan tanah lebih rendah serta kelembaban udara relatif lebih tinggi daripada di luar pekarangan. Keberadaan struktur rapat ini juga berfungsi sebagai pemecah angin dan penahan erosi tanah dari hujan lebat. Ameliorasi iklim mikro ini didapatkan dari struktur multistrata tanaman di pekarangan. Pohon yang dilengkapi oleh tanaman-tanaman yang lebih rendah, berfungsi sebagai peneduh yang dapat menurunkan suhu, meningkatkan kelembaban serta berfungsi sebagai tabir cahaya matahari yang terik dan curah hujan yang sangat tinggi. Hal-hal tersebut sangat dibutuhkan mengingat kondisi iklim lokasi pengamatan dengan suhu, kelembaban dan curah hujan yang tinggi.

4.3.2. Fungsi Tanaman di Pekarangan

Fungsi tanaman ditentukan oleh pemilik rumah sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa terdapat hubungan antara keanekaragaman hayati pekarangan dengan aspek sosial budaya masyarakat Seoemarwoto and Conway, 1992; Arifin, 1998; Trinh et al., 2003; Kehlenbeck et al., 2007; Galluzzi, 2010; Vlkova et al., 2010. Contoh yang menguatkan hubungan sosial tersebut adalah tanaman yang sengaja dibudidayakan di pekarangan adalah tanaman yang dikonsumsi sendiri oleh pemilik rumah, sebagai tanaman penghasil pati, buah, sayur, bumbu, obat, industri, dinikmati estetikanya dan lainnya. Tanaman yang berfungsi utama sebagai tanaman hias adalah yang paling banyak muncul di pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi diikuti oleh tanaman buah dan bumbu Tabel 15. Tanaman hias yang merupakan tanaman yang berhabitus kecil paling banyak karena tanaman hias mendominasi strata pertama 1m yang jumlah spesisenya paling tinggi dibanding strata lainnya Gambar 19. Tabel 15. Sebaran spesies tanaman pekarangan berdasarkan fungsi utamanya di hulu DAS Kalibekasi Lokasi Satuan Fungsi utama tanaman Pati Buah Sayur Bumbu Obat Industri Hias Lainnya Jumlah Atas Jumlah 3 26 12 9 5 12 35 2 104 2,88 25 11,54 8,65 4,81 11,54 33,65 1,92 100 Tengah Jumlah 2 30 5 10 7 4 34 1 93 2,15 32,26 5,38 10,75 7,53 4,3 36,56 1,08 100 Bawah Jumlah 22 7 7 5 1 33 75 0 29,33 9,33 9,33 6,67 1,33 44 100 Pembanding kota Jumlah 26 3 12 6 3 70 119 0 21,67 2,5 10 5 2,5 58,33 100 Di daerah kota, lebih dari 50 tanaman pekarangan berfungsi utama sebagai tanaman hias atau tanaman peneduh. Hasil ini sesuai dengan penelitian Arifin 1998 dan Kehlenbeck 2007 yang menunjukkan bahwa dominasi tanaman hias di pekarangan merupakan salah satu ciri dari urbanisasi. Berdasarkan pemanfaatan yang dilakukan oleh pemilik rumah, satu spesies tanaman dapat memiliki lebih dari satu fungsi. Contohnya adalah Kelapa Cocos nucifera L. dapat diambil santannya, airnya sebagai obat, daunnya sebagai atap rumah, batang sebagai bahan membuat perabotan dan janurnya sebagai perlengkapan pernikahan dan pembungkus makanan; Nangka Artocarpus heterophyllus Lamk. yang merupakan tanaman buah. Buah mudanya dapat diolah menjadi sayur dan kayunya dapat dijadikan bahan perabotan; dan Sereh Cymbopogon nardus Linn. Rendle yang merupakan bumbu, dapat dijadikan obat dan tanaman hias Gambar 21. Bila diasosiasikan, maka tanaman bumbu paling banyak memiliki fungsi sekunder sebagai tanaman obat 75 diikuti tanaman obat yang memiliki fungsi sekunder sebagai tanaman hias 50. Sedangkan tanaman hias hampir keseluruhannya tidak memiliki fungsi lain, kecuali cente yang dikatakan oleh satu narasumber bahwa beberapa kali diminta oleh tetangga untuk pakan ikan. Gambar 21. Tanaman pekarangan di hulu DAS Kalibekasi yang memiliki lebih dari satu fungsi, kelapa kiri, nangka tengah dan sereh bawah Secara struktur vertikal, tanaman buah pada umumnya adalah pohon yang berada pada strata keempat 5 – 10 m dan kelima 10 m. Bumbu mendominasi strata pertama, karena pada umumnya adalah tanaman penutup tanah seperti lengkuas Alpinia galanga L. Willd. dan pandan Pandanus amaryllifolius Roxb.. Sementara itu, tanaman hias lebih dominan muncul di strata pertama, kedua dan ketiga karena tanaman hias yang berada di ketiga lokasi ini pada umumnya adalah semak dan beberapa berupa perdu, seperti puirng Codiaeum varigatum dan difenbachia Dieffenbachia sp. Adinugroho, 2011 Adinugroho, 2011 Arafat, 2010