pendapatan golongan masyarakat di Kawasan Indonesia Barat juga meningkat sebesar rata-rata 6.37 dan produksi meningkat rata-rata 3.69 Hadi 2001.
Pencapaian perimbangan pembangunan antara Kawasan Indonesia Barat dengan Kawasan Indonesia Timur diperlukan perubahan mendasar dari
pembangunan sentralistik ke arah pembagian kewenangan power sharing dan pembagian kesejahteraan wealth sharing antara Pemerintah Pusat dengan
Pemerintah Daerah. Pembagian kewenangan tersebut adalah dengan program otonomi daerah yang tetap memperhatikan keragaman potensi dan permasalahan
antar daerah Hadi 2001.
2.8. Kerangka Pemikiran Penelitian
Pengembangan satu Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Kapet di setiap propinsi di Kawasan Indonesia Timur merupakan salah satu strategi yang
diambil oleh DP KTI dalam rangka percepatan pembangunan Kawasan Indonesia Timur. Berdasarkan Keppres Nomor 89 Tahun 1996 tentang Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu Kapet, kemudian disempurnakan oleh Keppres Nomor 9 Tahun 1998 yang selanjutnya diubah dengan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 150 Tahun 2000, maka telah ditetapkan 14 lokasi Kapet, salah satunya adalah Kapet Bima yang ditetapkan dengan Keppres
Nomor 166 Tahun 1998. Pengembangan Kawasan Indonesia Timur dengan memprioritaskan upaya
pembangunan pada Kapet-Kapet adalah merupakan pendekatan pembangunan yang didasarkan pada teori pembangunan growth center. Berdasarkan teori ini
maka pembangunan dipusatkan pada penciptaan dan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan. Pendekatan pembangunan ini diterapkan karena beberapa alasan,
antara lain sebagai berikut Prasetya 2000 : 1. Tidak mungkin dilaksanakan upaya-upaya pembangunan dengan intensitas
yang sama pada waktu yang sama dan pada semua daerah. Hal ini karena keterbatasan pembiayaan pembangunan. Oleh karena itu harus dilakukan
prioritas pembangunan, baik dari segi daerah maupun sektor. 2. Tidak semua daerah mempunyai kemampuan yang sama dalam menyerap
investasi. Dengan keterbatasan dana pembangunan yang ada maka harus
diprioritaskan daerah-daerah dengan kemampuan menyerap investasi yang besar.
Pengembangan Kapet yang didasarkan pada teori growth center dikhawatirkan akan menimbulkan ketimpangan pembangunan antar daerah. Untuk
mengantisipasi hal itu perlu diciptakan keterkaitan yang kuat antara pusat pertumbuhan dengan daerah belakangnya di Kawasan Indonesia Timur, dan
mengembangkan keterkaitan secara regional dan nasional Prasetya 2000. Salah satu kritik dari teori growth center ini, adalah penerapan strategi
pembangunan dengan menggunakan asumsi bahwa pembangunan pusat-pusat pertumbuhan akan mampu merangsang pertumbuhan daerah belakang dengan
harapan adanya efek menetes ke bawah trickle down effect, namun pada kenyataannya efek tersebut sulit terjadi malah memungkinkan terjadinya
ketimpangan antara pusat pertumbuhan dengan daerah-daerah belakangnya hinterland area.
Salah satu penyebab hal tersebut adalah lemahnya keterkaitan antara pusat pertumbuhan dengan daerah belakang. Oleh karena itu perlu diciptakan
keterkaitan yang kuat antara pusat pertumbuhan dengan daerah belakangnya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ketimpangan antara pusat
pertumbuhan dengan daerah belakangnya. Keterkaitan tersebut meliputi keterkaitan produksi, keterkaitan pemasaran dan keterkaitan transportasi.
Keterkaitan produksi terjadi karena setiap proses produksi membutuhkan bahan masukan input. Idealnya, daerah hinterland akan mampu memasok
bahan-bahan masukan untuk proses produksi di Kapet. Keterkaitan pemasaran merupakan konsekuensi dari adanya proses produksi di Kapet. Hasil-hasil
produksi dari Kapet perlu dipasarkan baik ke daerah hinterland maupun ke daerah lainnya. Kedua keterkaitan tersebut memerlukan dukungan keterkaitan
transportasi. Keterkaitan transportasi berarti bahwa antar Kapet dengan daerah hinterland dan antar Kapet dengan Kapet lainnya terdapat prasarana
transportasi, sarana transportasi dan jalur transportasi yang cukup memadai untuk mendukung hubungan antar daerah.
Salah satu perwujudan hubungan antar daerah ialah dengan adanya pertukaran antar daerah baik yang berwujud barang, uang maupun jasa. Analisis
aliran barang, orang dan kendaraan dapat digunakan untuk mengetahui intensitas hubungan antar daerah dan tingkat ketergantungan atau peranan suatu daerah
dengan daerah yang lain. Dalam konteks sektoral, perkembangan ekonomi regional terjadi melalui
pertumbuhan sektor ekonomi unggulan serta adanya diversifikasi dan keterkaitan antar sektor ekonomi. Hubungan ini dapat berupa hubungan ke depan forward
linkages, ialah hubungan dengan penjualan barang hasil produksi yaitu tingkat keterkaitan ke depan atau disebut juga derajat kepekaaan atau daya dorong, dan
hubungan kebelakang backward linkages, merupakan hubungan dengan bahan mentahbahan baku atau disebut juga daya penyebaran atau daya tarik.
Pengembangan ekonomi kawasan secara berkesinambungan tidak terlepas dari adanya ketersediaan dan dukungan sumber daya baik secara kualitas maupun
secara kuantitas, terutama sumber daya manusia SDM, sumber daya alam SDA, sumber daya sosial SDS serta sumber daya buatan SDB, namun di sisi
lain pengembangan berbagai sektor ekonomi di Kapet Bima masih diusahakan secara lokal dan tradisional, sementara industri pengolahan belum berkembang
sehingga produk sebagian besar dijual dalam bentuk mentah bahan baku serta belum didukung oleh sarana-prasarana yang memadai dan merata
BP Kapet Bima dan BPPT 2000. Untuk itu, perlu dilakukan analisis tentang identifikasi potensi dan permasalah pengembangan Kapet Bima, yang meliputi
ketersediaan fasilitas, sebaran penduduk, sebaran komoditas dan pertumbuhan ekonomi serta berbagai dukungan dan hambatan lainnya.
Otonomi daerah merupakan tantangan sekaligus peluang dalam menggerakkan berbagai sumber daya wilayah secara optimal. Dalam era otonomi
daerah, implementasi Kapet harus bersinergi dengan instansi Pemerintah Daerah yang terkait, pihak swasta dan masyarakat mulai dari proses perencanaan,
pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pengendalian. Dengan demikian, perencanaan pembangunan di Kapet Bima akan bersifat bottom up atau
partisipatif serta selaras dengan perencanaan pemerintah daerah. Sinergi peran
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat serta stakeholders lainnya sangat dibutuhkan melalui strategi dan pendekatan yang holistik dalam
pembangunan wilayah Kapet Bima secara berimbang dan berkelanjutan.
Dari uraian di atas maka dapat dibuat alur kerangka pemikiran penelitian yang dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.
Gambar 1 Diagram Alir Kerangka Pemikiran Penelitian Menurut Murty 2000, pembangunan wilayah yang berimbang
merupakan sebuah pertumbuhan yang merata dari wilayah yang berbeda untuk meningkatkan pengembangan kapabilitas dan kebutuhan mereka. Hal ini tidak
selalu berarti bahwa semua wilayah harus mempunyai perkembangan yang sama atau mempunyai tingkat industri yang sama, atau mempunyai pola ekonomi yang
sama atau mempunyai kebutuhan pembangunan yang sama. Akan tetapi yang
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
Kapet Bima
Identifikasi Potensi Pengembangan
Wilayah Keterkaitan
Antar sektor Interaksi
Spasial
- Sebaran faslitas penduduk
- Sebaran komoditas
- Pertumb ekon. - Sospolbud
- Potensi dan permsl lainnya
Inter Regional
Intra Regional
Keterkaitan kedepan dan
kebelakang
Sektor Unggulan
Strategi Pengembangan Wilayah Otonomi Daerah
Peran dan Interaksi Institusi
lebih penting adalah adanya pertumbuhan yang seoptimal mungkin dari potensi yang dimiliki oleh setiap wilayah sesuai dengan kapasitasnya. Dengan demikian
diharapkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan merupakan hasil dari sumbangan interaksi yang saling memperkuat diantara semua wilayah
yang terlibat.
III. METODE PENELITIAN