Rancang Bangun Penilaian Risiko Mutu dalam Rantai Pasokan Minyak Sawit Kasar dengan Pendekatan Sistem Dinamis : Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Adolina

(1)

ii

DESIGN OF THE QUALITY RISK ASSESSMENT IN CRUDE PALM OIL

SUPPLY CHAIN WITH DYNAMIC SYSTEM APPROACH

Muhammad Nanda Rahadiansyah and Marimin

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor

West Java, Indonesia

Phone 62 251 8624622, e-mail : nandarahadiansyah@gmail.com

ABSTRACT

Indonesian palm oil industry has grown significantly in recent years and since 2006 has surpassed Malaysia to become the world’s largest Crude Palm Oil (CPO) producer. With the ever increasing of potential market and market demands for its palm oil products, Indonesia will need to ensure the highest level of palm oil products quality. The main objectives of this research are first, to identify the factors to measure the success of Palm Oil Mills (POM) Adolina’s management. Secondly to design a system dynamic model as a tool to determine the quality risk assessment pattern of POM Adolina. The results from simulation of this model will be referenced when formulating managerial policies. The dynamic model comprises three sub-models, namely production sub-model, transportation sub-model and inventory sub-model respectively. In conclusion, this research produced the formulation of the most important factors to measure management success, namely the level of CPO production and the level of free fatty acid (FFA), and also generated simulation of managerial policies. To obtain them three scenarios were considered, the basic, the dynamic behavior and the risk assessment scenarios. Probabilistic and uncertainty parameters were considered in the third scenario.

Keywords : palm oil industry, supply chain, quality risk assessment, probabilistic, uncertainty, dynamic model


(2)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Industri kelapa sawit Indonesia telah tumbuh secara signifikan dalam empat tahun terakhir dan sejak tahun 2006 menjadi produsen terbesar di dunia untuk pemasok minyak sawit kasar (CPO) mengungguli Malaysia. Menurut Deptan Republik Indonesia, pada tahun 2009, kapasitas produksi CPO Indonesia mencapai 20,9 juta ton CPO dengan total luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 7,5 juta ha dengan potensi ekstensifikasi lahan 26,6 juta ha. Selain itu minyak sawit Indonesia merupakan komoditas strategis dalam pemanfaatan produk turunan yang bernilai tambah tinggi, baik sebagai bahan pangan (minyak goreng), bahan bakar alternatif seperti biodiesel maupun pemanfaatannya pada bidang non-pangan dalam bentuk oleokimia (Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia).

Urgensi dari pengembangan komoditi sawit telah digalakkan dan ditetapkan sebagai komoditi ekspor non migas untuk meningkatkan devisa negara dan memenuhi kebutuhan industri minyak nabati dan industri lainnya di dalam negeri. Penetapan ini didukung oleh pemerintah mengenai pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat melalui kemitraan dengan perkebunan besar, yang berdampak pada peningkatan areal pengembangan tanaman kelapa sawit rakyat dan berbagai program revitalisasi perkebunan kelapa sawit yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Produk sawit Indonesia cenderung diekspor dalam bentuk CPO ke negara-negara lain seperti Malaysia, India, kawasan Eropa dan juga kawasan Amerika. Tahun 2007 secara total produksi CPO Indonesia adalah 17,7 juta ton dengan volume CPO yang diekspor mencapai 16,8 juta ton atau senilai US$ 8.013.600.000. Volume dan nilai ekspor produk kelapa sawit dalam bentuk CPO tersebut diproyeksikan akan meningkat terus seiring dengan peningkatan luas lahan kelapa sawit.

Dengan semakin meningkatnya potensi dan permintaan pasar akan produk sawit Indonesia, maka akan semakin terpapar secara eksplisit kebutuhan mengenai kualitas produk dan bahan antara yang dihasilkan. Selain itu, karakteristik produk pertanian yang mudah rusak, kamba dan dipengaruhi musim menjadi kendala tersendiri yang membutuhkan perhatian dan penanganan yang tepat. Tentunya setiap industri selalu menginginkan proses bisnis yang mampu memenuhi elemen kepuasan pelanggan, yaitu mutu sesuai pasar, biaya yang minimum dan minimasi waktu yang nantinya terkait kepada kualitas dan kepuasan konsumen.

Masalah pasokan dan kualitas didalamnya menjadi isu penting dalam peningkatan produktivitas. Dalam kaitan ini, penjaminan pasokan bahan baku dari kebun ke pabrik dan pasokan produk dari pabrik ke konsumen selanjutnya menjadi aspek-aspek risiko mutu penting yang patut diperhatikan agar kerugian pada perusahaan dapat diantisipasi.

Keragaman mutu minyak sawit kasar atau CPO dipengaruhi oleh kegiatan panen, transportasi, pengolahan dan penimbunan. Hasil penelitian terkait mutu yang dilakukan oleh Kandiah

et.al (2002) dalam Hadiguna (2010) menunjukkan bahwa penundaan pengolahan akan meningkatkan kadar asam lemak bebas. Minyak sawit kasar juga berisiko mengalami perubahan dan kerusakan selama transportasi jika harus menempuh jarak jauh atau waktu yang lama (Djohar et.al, 2003). Faktor-faktor penting seperti ini bersumber dari rangkaian kegiatan operasional rantai pasok sehingga membutuhkan pengelolaan yang terintegrasi antara panen, angkut, olah dan penimbunan. Seluruh rangkaian kegiatan terkait akan memicu risiko mutu sehingga membutuhkan pengelolaan yang efektif.


(3)

2

Berbagai pokok bahasan dan penerapan metode-metode telah dilakukan dalam penelitian agroindustri kelapa sawit. Beberapa yang telah dilakukan diantaranya oleh Basiron (2002), Dja’far dan Wahyono (2003), Barlo et.al (2003) dan Goenadi et.al (2005) yang membahas secara deskriptif permasalahan ekonomi kelapa sawit, sedangkan Didu (2000), Basdabella (2001) dan Jatmika (2007) menerapkan gabungan metode soft dan hard system. Jayaprawira (2010) dan Hadiguna (2010) merancang secara mendalam suatu sistem penunjang keputusan dan optimalisasi rantai pasok terkait dengan agroindustri kelapa sawit sehingga dapat digunakan oleh manajemen puncak korporasi yang bergerak di perkelapasawitan agar mampu menghasilkan kebijakan yang efektif nantinya. Arah penelitian selanjutnya perlu difokuskan terhadap pengelolaan terpadu antara kebun, pabrik dan tangki timbun yang dikenal dengan istilah manajemen panen-angkut-olah. Perhatian ini dimaksudkan untuk peningkatan kinerja sistem dalam hal peningkatan mutu CPO. Upaya yang dapat dilakukan adalah menerapkan konsep manajemen risiko dan rantai pasok secara bersama.

Penerapan pola manajemen risiko dalam rangkaian aliran bahan input hingga menjadi output agroindustri terus berkembang. Hal ini dapat ditela’ah oleh banyaknya penelitian yang dilakukan pada berbagai agroindustri antara lain dalam tulisan Udayana (2009) yang menilai risiko operasional maupun finansial dalam industri biodiesel berbasis kelapa sawit dan kemudian Tyas (2008) menyimpulkan bahwa penjaminan proses panen kelapa sawit dapat menentukan keberhasilan pencapaian target produksi perusahaan.

Manajemen rantai pasok agroindustri menempatkan sistem manajemen panen-angkut-olah menjadi faktor kunci. Pengelolaannya perlu memperhatikan aspek biaya dan mutu. Manajemen rantai pasok agroindustri tersebut meliputi integrasi, koordinasi dan kolaborasi seluruh organisasi sepanjang rantai pasokan. Integrasi rantai pasokan (internal dan eksternal) merupakan pekerjaan yang sulit karena adanya perbedaan dan konflik tujuan dari fasilitas dan pelaku yang terlibat, serta rantai pasokan merupakan suatu sistem dinamis yang berkembang sepanjang waktu.

Oleh karena adanya permasalahan kualitas dari hulu sampai ke hilir dalam suatu cakupan mata rantai pasokan pada industri CPO Indonesia perlu dilakukan suatu penelitian dengan pendekatan model dinamis agar ukuran kriteria kesuksesan perusahaan dapat terkendali.

B.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi perilaku dinamik yang mempengaruhi keragaman mutu minyak sawit kasar di sepanjang rantai pasokan.

2. Merumuskan ukuran kesuksesan manajemen dalam penilaian risiko penurunan mutu berdasarkan strukturisasi sumber-sumber pemicu risiko yang terdapat dalam seluruh rangkaian operasional rantai pasok CPO.

3. Merancang model dinamik sebagai alat bantu mengenal pola penilaian risiko mutu CPO PKS Unit Adolina dan mensimulasikannya untuk mendapat susunan kebijakan pada tingkat manajemen.


(4)

3

C.

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penelitian yang dilakukan pada PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Adolina adalah :

1. Identifikasi sumber risiko mutu dan penilaian risiko mutu dilakukan pada tiap mata rantai elemen rantai pasok CPO (afdeling, kinerja transportasi, pabrik kelapa sawit dan tangki timbun CPO).

2. Batasan strukturisasi sistem penilaian risiko mutu CPO mendeskripsikan penerapan sistem penilaian risiko mutu CPO yang mengacu pada ukuran kesuksesan manajemen PKS Unit Adolina .

3. Perancangan model dinamik ditujukan bagi pengambil keputusan tingkat manajemen menengah berupa perumusan kebijakan terbaik yang memiliki keterkaitan dengan ukuran kesuksesan manajemen perusahaan.

4. Model mental atau peta kognitif sebagai basis perancangan struktur model dinamik merupakan hasil bentukan persepsi pemodel dalam memahami penilaian risiko mutu CPO PKS Unit Adolina pada saat penelitian ini dilaksanakan.

5. Keluaran model berupa penilaian kondisi kinerja PKS Adolina berdasarkan pengaturan beberapa skenario kebijakan. Skenario perumusan kebijakan yang diformulasukan hanya sebatas usulan dan tidak sampai penerapan komprehensif di PKS Unit Adolina tempat studi dilaksanakan. Penerapan kebijakan merupakan proses yang memerlukan waktu panjang dimana pemodel harus melakukan usaha meyakinkan model melalui proses pendidikan dan diskusi bagi para pengambil keputusan.

D.

MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian akan memberikan usulan rekomendasi beserta khasanah pengetahuan bagi perusahaan akan faktor-faktor penyebab fluktuasinya nilai produksi CPO dan asam lemak bebas (ALB) dari CPO yang diproduksi sehingga nantinya dapat mengantisipasi kerugian yang ditimbulkan, serta dapat dipakai untuk membuat skenario perumusan kebijakan manajerial PKS Adolina pada bulan-bulan mendatang dalam rangka mencapai ukuran kesuksesan PT. Perkebunan Nusantara IV yang telah ditetapkan. Manfaat akademis bagi departemen Teknologi Industri Pertanian dalam rangka memperkaya ilmu pengetahuan kajian pengembangan sistem dinamik sebagai metodologi untuk menjawab permasalahan industri berbasis agro pada umumnya.


(5)

4

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

INDUSTRI PENGOLAHAN CPO

Kelapa sawit adalah tanaman komersial penghasil minyak nabati yang paling produktif di dunia. Ekspansi kelapa sawit menempatkannya pada posisi penting dalam industri dan perdagangan minyak dunia. Berdasarkan bukti fosil, sejarah dan linguistik, tanaman ini berasal dari daerah pesisir tropis Afrika Barat. Tanaman kelapa sawit liar dimanfaatkan oleh penduduk lokal Afrika Barat sebagai sumber minyak makan.

Pada 1911, perkebunan kelapa sawit pertama didirikan di Pulau Raja (Asahan) dan Sungei Liput (Aceh). Luas areal pada tahun 1938 telah mencapai 92 ribu ha di Indonesia. Pada 1922, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) pertama dibangun di Tanah Itam Ulu – Sumatera Utara, sedangkan pada 1977 pabrik oleokimia pertama dibangun di Tangerang dan pola PIR pertama diintroduksikan di Tebenan-Sumatera Selatan dan Alue Merah – Aceh. (PPKS, 2004)

Karakteristik industri berbasis agro memiliki ketergantungan terhadap bahan baku yang diolah. Penanganan pengolahan bahan baku baik di pabrik maupun di kebun memberikan pengaruh aktivitas produksi secara kuantitas maupun kualitas terhadap produk yang dihasilkan. Industri pengolahan CPO termasuk yang mempunyai keunikan tersebut, sehingga keberlangsungan produksinya tergantung keterkaitan dari kinerja di kebun dan di pabrik. Mutu unit PKS bergantung pada mutu buah kelapa sawit yang diterima sedangkan mutu hasil olah sangat ditentukan oleh bahan bakunya. Bahan baku tersebut dipengaruhi oleh kegiatan pasca panen, seperti mutu panen dan transportasi. Kesalahan pada langkah pengumpulan hasil dapat mengakibatkan mutu hasil olahan tidak dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan yang berujung pada efisiensi pengolahan.

Bahan baku, dalam pengolahan CPO, yaitu tandan buah segar kelapa sawit yang dapat terdiri dari tiga varian, Tenera, Dura dan Psifera. Ketiga jenis tanaman kelapa sawit dibedakan berdasarkan irisan penampang buah dimana Dura memiliki tempurung yang tebal dan daging buah yang tipis, jenis Pesifera memiliki biji yang kecil dengan tempurung yang tipis serta daging buah yang tebal, sedangkan jenis Tenera merupakan hasil persilangan Dura dengan Pesifera menghasilkan buah dengan tempurung yang tipis, daging buah yang tebal dan inti yang besar.

Proses pengolahan CPO (Gambar 1) dimulai dari jembatan penimbangan untuk menentukan berat netto TBS. Fungsi dari stasiun ini adalah sebagai tempat penimbangan TBS yang dibawa ke pabrik dan hasil produksi serta sebagai proses kontrol untuk mengetahui rendemen dan kapasitas pabrik. Setelah melalui proses penimbangan, TBS kemudian dibawa untuk dikumpulkan. Fungsi dari stasiun ini adalah sebagai tempat penampungan TBS sementara untuk beberapa saat sambil menunggu proses awal dari pengolahan. Tahap penerimaan buah ini harus secepat mungkin untuk meminimalkan kemungkinan terjadi proses degradasi perubahan mutu minyak.

Proses perebusan merupakan salah satu proses vital dalam produksi CPO. Dalam proses ini enzim lipase penghasil asam lemak bebas dinonaktifkan kinerjanya dan juga berfungsi sebagai perlakuan awal terhadap bahan-bahan yang akan dipisahkan secara mekanik sehingga lebih mudah terpisahkan serta berfungsi untuk menekan kadar air pada TBS.

Proses penebahan dilakukan untuk melepaskan dan memisahkan brondolan sawit dari tandannya. Dalam proses penebahan diberlakukan standar persentase brondolan yang tidak lepas dari tandan agar menghindari kegagalan produksi akibat prosedur yang tidak ditaati. Dalam proses penebahan ini dihasilkan by-product berupa tandan kosong yang langsung dibawa ke perkebunan untuk dijadikan pupuk organik.


(6)

5

Proses pengempaan buah merupakan proses pemisahan minyak dari sabut dan inti buah kelapa sawit. Menghasilkan hasil samping berupa fiber dan inti buah sawit yang diolah nantinya agar menghasilkan kernel yang dapat diolah menjadi minyak kernel sawit.

Minyak yang dipisahkan kemudian dimurnikan pada proses klarifikasi minyak sawit sehingga dihasilkan CPO. Proses ini merupakan proses yang sangat kritis dimana proses ini menentukan mutu hasil olah yang diproses sehingga menentukan mutu PKS secara garis besar.

Gambar 1. Diagram alir proses produksi CPO

B.

SISTEM RANTAI PASOK

Istilah manajemen rantai pasok (supply chain management) dipopulerkan sebagai pendekatan manajemen persediaan yang ditekankan pada pasokan bahan baku. Isu ini terus berkembang sebagai kebijakan strategis perusahaan yang menyadari bahwa keunggulan bersaing dan pemenuhan kepuasan seluruh pemangku kepentingan berhubungan dengan aliran bahan atau barang dari pemasok hingga pengguna akhir. Rantai pasok adalah jejaring fisik dan aktivitas yang terkait dengan aliran bahan dan informasi didalam atau melintasi batas-batas perusahaan. Sebuah rantai pasok akan terdiri dari rangkaian proses pengambilan keputusan dan eksekusi yang berhubungan dengan aliran bahan, informasi dan uang. Proses dari rantai pasok bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan mulai dari proses produksi sampai konsumen akhir. Rantai pasok bukan hanya terdiri dari produsen dan pemasoknya tetapi mempunyai ketergantungan dengan aliran logistik, pengangkutan, penyimpanan atau gudang, pengecer dan konsumen itu sendiri. Dalam arti luas, rantai pasok juga termasuk pengembangan produk, pemasaran, operasi-operasi, distribusi, keuangan dan pelayanan pelanggan (Vorst et.al, 2007 dalam Hadiguna, 2010). Rantai pasok sepintas terlihat sebagai deretan siklus-siklus yang bekerja sebagai interface bagi dua tahapan (stages). Gambar 2 adalah deretan siklus-siklus yang menjadi rantai pasok yang diikat oleh sistem persediaan antar pelaku.


(7)

6

Gambar 2. Deret siklus pembentukan rantai pasok (Vorst et.al, 2007)

Cara pandang terhadap rantai pasok sebagai sebuah siklus menjadikan kategorisasi rantai pasok dalam tiga bentuk dasar yaitu rantai pasok internal, rantai pasok eksternal dan rantai pasok total atau keseluruhan. Rantai pasok internal adalah aliran bahan dan informasi yang terintegrasi dalam unit bisnis (korporasi) dari pemasok sampai pelanggan dan kadang disebut logistik bisnis. Rantai pasok eksternal adalah aliran bahan dan informasi yang terintegrasi di dalam unit bisnis (korporasi) yang melintasi antara pemasok langsung dan pelanggan. Rantai pasok total adalah aliran bahan dan informasi yang terintegrasi didalam unit bisnis yang melintasi secara majemuk antara pemasok langsung dan pelanggan. Efektifitas rantai pasok total akan dipengaruhi oleh rantai pasok eksternal dan demikian selanjutnya rantai pasok internal akan mempengaruhi efektifitas rantai pasok eksternal.

Tujuan dari manajemen rantai pasok adalah memperbaiki kepercayaan dan kolaborasi sejumlah mitra rantai pasok sekaligus perbaikan persediaan yang terlihat dan kecepatan peningkatan persediaan. Titik awal dari manajemen rantai pasok adalah persediaan yang perlu disiasati sehingga kinerja sistem secara keseluruhan bisa lebih baik yang diukur dari berbagai sudut pandang para pemangku kepentingan. Kegiatan – kegiatan dari rantai pasok dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkatan, yaitu strategis, taktis dan operasional. Tiga tingkatan inilah yang menjadi isu-isu kunci dalam penelitian manajemen rantai pasok. Menurut Simchi-Levi et.al dalam Hadiguna (2010), tingkatan strategis berhubungan dengan keputusan-keputusan yang mempunyai efek jangka panjang terhadap perusahaan diantaranya optimasi jejaring strategis, mitra strategis dengan pemasok, infrastruktur teknologi informasi, keputusan buat sendiri atau beli dan memperluas strategi organisasi secara keseleruhan dengan strategi pasokan. Tingkatan taktis termasuk keputusan-keputusan yang secara khas diperbaharui setiap kuartal sampai dengan setiap tahun sekali diantaranya pembelian, permintaan, produksi, prakiraan permintaan atau penjualan, kebijakan persediaan dan strategi transportasi. Tingkatan operasional berhubungan dengan keputusan-keputusan setiap hari diantaranya penjadwalan, penentuan rute transportasi, penentuan waktu ancang dan pembebanan truk. Setiap tingkatan mempunyai keterikatan baik bersifat top-down maupun bottom-up.

C.

RANTAI PASOK AGROINDUSTRI

Perkembangan manajemen rantai pasok juga sudah menjadi perhatian para pelaku agroindustri. Praktiknya dikenal dengan istilah manajemen rantai pasok agroindustri. Industri pertanian atau agroindustri telah menjadi salah satu obyek penelitian yang masih baru di bidang manajemen rantai pasok. Hal ini dapat diketahui dari minimnya publikasi yang memuat hasil-hasil penelitian pada bidang ini. Menurut Austin (1992) agroindustri adalah pusat dari rantai pertanian yang penting mempelajari rantai tersebut mulai dari areal pertanian hingga pasar. Agroindustri membutuhkan pasokan bahan baku yang berkualitas dan jumlah yang sesuai kebutuhan. Menurut Brown (1994) untuk mendapatkan pasokan bahan baku yang berkualitas maka diperlukan standar dasar komoditas, sedangkan kuantitas pasokan perlu memperhatikan produktivitas tanaman. Cakupan agroindustri yang cukup luas dan kompleks menjadi sangat menarik untuk dipelajari oleh para peneliti dibidang manajemen rantai pasok.


(8)

7

Rantai pasok agroindustri secara sederhana adalah rangkaian kegiatan pasokan dan pemrosesan yang menggunakan bahan baku dari hasil pertanian. Negara-negara yang mempunyai potensi pertanian tentunya berupaya untuk berhasil meningkatkan daya saing produk-produk hasil pertaniannya. Manajemen rantai pasok yang berpandangan holistik sangat tepat untuk dipraktikkan. Upaya penyeimbangan atau prinsip proporsionalitas yang sangat diharapkan pada sistem pertanian modern dapat dicapai melalui praktik manajemen rantai pasok. Hal ini dapat dilakukan karena definisi manajemen rantai pasok mengedepankan pemenuhan kepuasan para pemangku kepentingan. Dalam sistem rantai pasok pertanian, para pemangku kepentingan bisa terdiri dari petani, pedagang, pengumpul, prosesor, distributor, pengecer, konsumen akhir dan pemerintah. Setiap pemangku kepentingan akan memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan dipengaruhi pula oleh lingkungan bisnis. Cara pandang yang holistik dan tidak menghilangkan kompleksitas sangat penting diperhatikan.

Pada prinsipnya, rantai pasok agroindustri memiliki karakteristik dua tipe yaitu produk segar dan produk yang diproses. Produk segar misalnya saja sayuran, buah-buahan dan sejenisnya yang tidak membutuhkan proses pengolahan khusus atau proses transformasi kimia. Sebaliknya, produk pertanian yang diproses membutuhkan proses transformasi kimia atau perubahan bentuk. Khusus untuk produk pertanian tipe ini akan melibatkan beberaa pemain diantaranya petani atau perkebunan, prosesor atau pabrik, distributor dan retail. Perlu dipahami bahwa dalam jejaring rantai pasok pertanian lebih dari satu rantai pasok dan lebih dari satu proses bisnis yang dapat diidentifikasi, bisa dalam satu waktu terjadi proses paralel dan sekuensial.

Sistem rantai pasok agroindustri tidak terlepas dari sistem yang lebih lengkap lagi. Dalam perspektif analitik, bauran antara produsen dan distributor akan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, teknologi, sosial, legal dan lingkungan. Faktor-faktor ini akan saling berkomplementer dalam penciptaan sebuah sistem rantai pasok. Gambar 3 adalah skema perspektif analitik dari dimensi-dimensi yang berpengaruh. Dimensi ekonomi berhubungan dengan efisiensi rantai dalam perspektif manfaat-biaya dan orientasi pelanggan. Peningkatan efisiensi dan profitabilitas dapat dilakukan sebuah unit bisnis melalui kerjasama pada kolom yang berkesesuaian. Dimensi lingkungan berhubungan dengan cara produksi yang ramah lingkungan. Hasil samping dari proses produksi komoditas pertanian dapat dimanfaatkan sebagai produk samping atau siklus ulang dari produk yang berkualitas rendah. Dimensi teknologi berhubungan dengan penerapan teknologi, sistem logistik, teknologi informasi dan komunikasi untuk memperbaiki kinerja. Dimensi sosial dan legal berhubungan dengan norma yang harus diikuti agar tidak merugikan banyak pihak (Ruben et al, 2006) Pengelolaan rantai pasok agroindustri modern akan memperhatikan indikator kinerja yang menjadi obyektif dari setiap pelaku rantai pasaok yang terlibat. Indikator kinerja dapat dikategorisasi menjadi tiga tingkatan, yaitu jejaring rantai pasok, organisasi dan proses. Kinerja rantai pasok adalah derajat kemampuan memenuhi kebutuhan pengguna akhir (end user) dan pemangku kepentingan terhadap indikator kinerja di setiap unit waktu dan periode. Indikator kinerja akan menjadi obyektif yang ingin dicapai. Vorst et.al (2007) merumuskan indikator kinerja rantai pasok agroindustri pangan yang bisa dijadikan acuan rantai pasok agroindustri secara umum (Tabel 1). Tingkatan yang dimaksudkan adalah jejaring rantai pasok, organisasi dan proses. Jejaring rantai pasok adalah unit-unit bisnis yang terlibat dalam rantai, organisasi adalah unit bisnis individual dan proses adalah kegiatan dari dalam unit bisnis untuk transformasi lahan.


(9)

8

Gambar 3. Perspektif analitik dari rantai pertanian (Ruben et.al, 2006)

Tabel 1. Indikator kinerja rantai pasok setiap tingkatan

Tingkatan Indikator Kinerja Penjelasan

Jejaring rantai pasok

Ketersediaan produk Selalu tersedia saat dibutuhkan Kualitas produk Sisa umur hidup produk

Responsiveness Waktu siklus pesan rantai pasok Keandalan pengiriman Waktu siklus pesan rantai pasok Total biaya rantai pasok Jumlah seluruh biaya-biaya

organisasi di dalam rantai pasok

Organisasi

Tingkat persediaan Jumlah produk di penyimpangan Waktu throughput Waktu yang dibutuhkan untuk

mengerjakan rantai proses bisnis

Responsiveness Waktu ancang dan fleksibilitas Keandalan pengiriman Persentase pengiriman tepat

waktu dan jumlah yang tepat Total biaya rantai pasok Jumlah biaya seluruh proses

didalam organisasi

Proses

Waktu throughput Waktu yang dibutuhkan

mengerjakan proses

Responsiveness Fleksibilitas proses

Hasil proses Luaran proses

Biaya proses Biaya yang dikeluarkan saat proses bekerja

Ekonomi

Teknologi

Sosial / Legal

Lingkungan

Produsen primer (petani, perkebunan)

Pemrosesan

Distributor


(10)

9

Perdana (2009) mengembangkan lima komponen pembentuk model rancangbangun manajemen rantai pasokan agroindustri yang efisien dan berkeadilan, yaitu struktur jaringan rantai pasokan, rekayasa kualitas, sistem produksi, inovasi kelembagaan dan sistem pengukuran kerja yang berimbang.

Setiawan (2009) merumuskan strategi peningkatan kinerja rantai pasok sayuran, yaitu: (1) optimalisasi sistem penjadwalan (baik dalam penanaman dan pemanenan) dengan memperhitungkan aspek cuaca, (2) peningkatan kinerja responsifitas dan fleksibilitas untuk pemenuhan pesanan, (3) perlunya implementasi sistem manajemen mutu dan lingkungan (ISO 9000 & 14000), Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), Good Handling Practices dan Good Agricultural Practices

(GAP).

Zee dan Vorst (2005) menerapkan teknik simulasi dalam menganalisis rantai pasok bahan pangan dan mengevaluasi beberapa alternatif rancangan skenario menggunakan simulasi kejadian diskrit untuk sistem rantai pasok eselon majemuk di Belanda. Model simulasi melibatkan variabel-variabel dari level strategis dan operasional, indikator kinerja dan entitas bisnis dari sistem.

D.

MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK

Risiko muncul dari adanya suatu ketidakpastian. Ketidakpastian akan kejadian yang terjadi di internal maupun eksternal perusahaan mengakibatkan timbulnya semacam ancaman yang dapat mengakibatkan kerugian baik dari segi operasional maupun finansial pada perusahaan. Rantai pasok yang digambarkan sebagai suatu sistem yang kompleks yang terdiri dari berbagai jejaring elemen atau entitas rantai pasok tentunya sangat sensitif akan timbulnya risiko tersebut. Secara mudah, manajemen risiko rantai pasok merupakan suatu tools atau metode dalam mencegah dan menanggulangi timbulnya risiko serta ketidakpastian yang terjadi dalam setiap jalur rantai pasokan suatu perusahaan. Risiko rantai pasok adalah distribusi kemungkinan hasil kegiatan yang hilang dari perbedaan keluaran (outcomes) rantai pasok yang mungkin sehingga mengakibatkan perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen. Risiko rantai pasok terdiri dari perbedaan dalam hal informasi, aliran bahan dan produk, yang berasal dari pemasok awal sampai dengan pengiriman kepada pengguna akhir (Gaonkar dan Viswanadham, 2006). Risiko rantai pasok pada dasarnya merujuk kepada kemungkinan dan efek dari ketidaksesuaian antara pasokan dan permintaan (Zsidisin dan Ritchie, 2011). Selanjutnya, konsekuensi risiko dapat diasosiasikan dengan keluaran spesifik rantai pasok seperti biaya atau kualitas. Berdasarkan hal ini, maka dikenal bangunan dasar manajemen risiko rantai pasok yaitu sumber risiko, konsekuensi risiko, probabilitas risiko dan strategi mitigasi risiko. Manajemen risiko rantai pasok fokus pada bagaimana memahami dan menanggulangi pengaruh berantai ketika suatu kecelakaan yang besar dan kecil terjadi pada suatu titik dalam jaringan pasokan. Selanjutnya hal yang paling penting adalah memastikan bahwa ketika gangguan terjadi, perusahaan mempunyai kemampuan untuk kembali kepada keadaan normal dan melanjutkan bisnisnya (Suharjito

et.al, 2011).

Menurut Cavinato (2004) pada dasarnya ada lima aliran yang bisa dianalisa dalam manajemen risiko rantai pasok, yaitu : risiko operasional, risiko finansial, risiko informasi, risiko relasional dan risiko inovasional. Dalam kegiatan sebuah perusahaan pasti terjadi proses perpindahan dari sebagian atau semua aliran tersebut. Perpindahan tersebut bisa terjadi diantara sebuah aktivitas dalam satu perusahaan, beberapa aktivitas dalam satu perusahaan, aktivitas dalam dua perusahaan dan aktivitas dalam lebih dari dua perusahaan (supplier’s supplier atau customer’s customer). Manajemen risiko rantai pasok umumnya fokus pada risiko operasional. Misalnya, risiko dalam penerimaan order, risiko dalam pembelian barang, risiko dalam persediaan, risiko dalam produksi, risiko dalam


(11)

10

perencanaan, risiko dalam hubungan antara agen serta prinsipal dan beberapa kejadian lain yang sangat banyak dalam sebuah proses bisnis suatu perusahaan.

Risiko dipicu dari ketidakpastian, maka risiko rantai pasok adalah ketidakpastian atau tidak terprediksi suatu kejadian yang memberi pengaruh pada rantai pasok yang mengarah pada kerugian. Lee (2002) memandang ketidakpastian dalam rantai pasok bersumber dari dua sisi yaitu permintaan dan pasokan. Ketidakpastian permintaan berkaitan dengan kemampuan prediksi permintaan produk.

Tingkat risiko rantai pasok agroindustri akan tergantung dari jenis komoditasnya. Komoditas yang mempunyai diversifikasi yang sangat tinggi dari sisi pasokan dan sebaliknya. Kompleksitas semakin tinggi pada saat komoditas pertanian yang menjadi bahan baku sangat rendah produktivitas panennya dan terbatas sumber pasokannya. Manajemen risiko rantai pasok agroindustri sangat membutuhkan penanganan berbasis teknologi dan operasional. Ketersediaan teknologi sangat membantu dalam mengurangi tingkat risiko, sedangkan manajemen operasi dan produksi akan mengakomodir risiko sebagai bagian dari upaya efisiensi.

Santoso (2005) membahas secara mendalam akan manajemen risiko agroindustri buah-buahan. Generalisasi yang didapatkan dan kemudian dikaitkan akan rantai pasok agroindustri minyak sawit kasar adalah perspektif dalam mengelompokkan resiko ke dalam tiga bagian yaitu risiko pengadaan bahan baku, risiko proses pengolahan dan risiko pemasaran. Risiko pengadaan bahan baku meliputi aspek kuantitas, kualitas, waktu dan biaya. Aspek-aspek risiko tersebut sangat tergantung pada produktivitas kebun dan manajemen pengelolaan kebun. Menurut Austin (1992) risiko kualitas dapat diminimasisasi dengan memenuhi spesifikasi bahan baku yang disyaratkan melalui pengembangan standar spesifikasi bahan baku yang dibutuhkan, penentuan kapasitas produksi bahan baku dan penyediaan insentif bagi produsen yang mampu memenuhi standar produksi dan pengiriman.

Risiko dalam proses pengolahan antara lain tidak tepatnya pemilihan jenis proses pengolahan, kerusakan peralatan dan mesin pengolahan mesin/peralatan, faktor kualitas keahlian dan perilaku sumberdaya manusia. Adanya risiko proses pengolahan dapat menyebabkan terjadinya variasi proses atau bahkan produksi berhenti. Upaya meminimisasi risiko variasi proses dapat dilakukan melalui tahapan kegiatan melalui pengujian kemampuan produksi, variasi proses dan penentuan alternatif perbaikan untuk menurunkan variasi proses.

Risiko utama pemasaran agroindustri adalah tidak tercapainya target penjualan akibat beberapa faktor yang bersumber dari internal dan eksternal. Elemen utama yang perlu dipertimbangkan dalam analisis dan manajemen risiko pemasaran agroindustri adalah analisis konsumen yang meliputi analisis kebutuhan konsumen, segmentasi pasar, proses penualan dan riset pemasaran. Kedua, analisis lingkungan kompetisi meliputi analisis struktur pasar, dasar kompetisi dan kendala kelembagaan. Ketiga, perencanaan program pemasaran dengan mendefinisikan dan menentukan elemen disain produk, harga, distribusi dan promosi yang secara terintegrasi merupakan strategi pemasaran perusahaan (Austin, 1992).

Identifikasi sumber-sumber risiko menjadi langkah awal yang sangat penting sehingga manajemen risiko dapat dilaksanankan dengan efektif. Sumber – sumber risiko dalam sistem rantai pasok dapat diidentifikasi berdasarkan kegiatan-kegiatan pokok yang dilaksanakan secara rutin. Kegiatan-kegiatan rutin mempunyai standar kerja yang dirumuskan sesuai dengan tujuannya.


(12)

11

E.

ENTERPRISE RISK MANAGEMENT

INTEGRATED FRAMEWORK

AND APPLICATION TECHNIQUES

(

ERM

IFAT)

ERM – IFAT (Enterprise Risk Management – Integrated Framework and Application Techniques) merupakan suatu metode yang diintrodusir pada awal dekade 2000 dimana merupakan evolusi dari sistem manajemen risiko korporasi dimana didalamnya terdapat integrasi dari (1) tujuan atau objektif perusahaan, (2) dapat diterapkan dalam rangkaian kegiatan operasional perusahaan, (3) identifikasi sumber dan efek terhadap risiko, (4) pengelolaan risiko dan (5) penjaminan kegiatan demi tercapainya objektif perusahaan.

ERM-IFAT ini merupakan sebuah paradigma baru dalam sistem manajemen risiko korporasi dimana tidak hanya mengolah risiko dari penyebabnya (end of pipe) tetapi mengintegrasikannya dari awal hingga akhir sehingga dicapai toleransi risiko seperti yang ditetapkan perusahaan sebelumnya. Semua tingkatan dalam hirarki organisasi ikut berpartisipasi dalam rangka penerapan sistem manajemen risiko ini.

Metode ERM-IFAT yang dikembangkan oleh Committee of Sponsoring Organizations (COSO) of United States dirancang untuk membantu manajer dalam mengidentifikasi, mengontrol hingga menghasilkan kebijakan yang tepat dalam rangka penanganan risiko demi mendukung pencapaian tujuan organisasi. Dalam metode ini terdapat delapan komponen yang saling terkait, yaitu:

1. Lingkungan internal

Penetapan dasar perspektif risiko organisasi berdasarkan struktur organisasi perusahaan, nilai integritas dan etika perusahaan.

2. Penetapan tujuan

Langkah yang harus ditentukan sebelum mengidentifikasi risiko kejadian yang mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan perusahaan.

3. Identifikasi potensi risiko

Meliputi identifikasi dampak dan probablitias risiko internal maupun eksternal terhadap objektif perusahaan. Probabilitas risiko merupakan dasar bagi penentuan tujuan perusahaan nantinya.

4. Penilaian risiko

Analisis risiko dengan mempertimbangkan dampak dan probabilitas sebagai dasar dalam perumusan kebijakan penanganan risiko.

5. Respons risiko

Suatu keputusan yang harus ditentukan manajemen dalam penanganan risiko apakah risiko tersebut dikurangi, diterima maupun dihindari.

6. Pengendalian risiko

Penetapan dan penerapan kebijakan dan prosedur dalam rangakaian kegiatan perusahaan untuk memastikan respons risiko secara efektif dilaksanakan.

7. Informasi dan komunikasi

Komunikasi yang baik dan efektif di sepanjang hirarki organisasi sehingga setiap sumberdaya manusia dalam perusahaan dapat memenuhi tanggung jawab masing-masing.

8. Pengawasan

Keseluruhan aktivitas perusahaan dipantau secara kontinu dan dilakukan evaluasi terhadapnya.


(13)

12

F.

SISTEM RANTAI PASOK MINYAK SAWIT KASAR

Peran dari agroindustri minyak sawit kasar menjadi sangat sentral karena berperan sebagai pemasok bahan baku bagi industri hilir yang membutuhkan. Bentuk dari rantai pasok agroindustri berbasis kelapa sawit bila digambarkan mengikuti pohon industrinya membentuk rantai yang bercabang dan kompleks. Fokus penelitian ini adalah minyak sawit kasar maka skema yang ditampilkan pada bagian ini adalah sistem rantai pasok agroindustri saja. Djohar et.al (2003) melakukan penelitian manajemen rantai pasok minyak sawit kasar mulai dari kebun sampai pabrik saja dengan sumber pasokan bahan baku yaitu kebun (afdeling) milik perusahaan itu sendiri. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dan dapat dilanjutkan untuk permasalahan yang melibatkan tangki timbun pelabuhan untuk dikirim ke konsumen berikutnya. Gambar 4 adalah skema umum dari sebuah sistem rantai pasok agroindustri minyak sawit kasar yang terdiri dari kebun, pabrik, tangki timbun pelabuhan dan konsumen industri.

Gambar 4. Sistem rantai pasok agroindustri minyak sawit kasar

G.

PENDEKATAN SISTEM DAN DINAMIKA SISTEM

Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal berikut : (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam masalah dan (2) dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional (Eriyatno, 2003).

Dinamika sistem merupakan salah satu metodologi yang digunakan dalam pendekatan sistem dengan memanfaatkan bantuan komputer untuk menganalisa dan memecahkan masalah rumit dengan fokus pada analisa dan desain kebijakan (Sterman, 2000). Sistem dinamik pada awalnya digunakan untuk mengkaji dinamika industri oleh JW Forrester dari Massachussets Institute of Technology (MIT) lalu hasilnya didokumentasikan dalam buku yang terkenal pada tahun 1962 yang berjudul Industrial Dynamics.

Penelitian permodelan dinamika sistem dalam manajemen rantai pasokan dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu : (1) pemodelan untuk membangun teori, (2) pemodelan untuk memecahkan masalah dan (3) untuk memperbaiki pendekatan pemodelan (Angerhofer and Angelides, 2000). Menurut Bell et.al (2003), tahapan dalam membuat model yang meggunakan metodologi dinamika sistem di dalam memahami dinamika manajemen rantai pasokan dapat dirinci sebagai berikut :

 Memahami dan mengkaji sistem

Dalam langkah ini terlebih dahulu harus didefinisikan batas model yang akan dikaji. Batas model tersebut memisahkan proses-proses yang menyebabkan adanya tendensi internal yang diungkapkan dari proses-proses yang mempresentasikan pengaruh-pengaruh eksogeneous.


(14)

13

Batas model tersebut akan menggambarkan cakupan analisis tersebut dan alan meliputi semua interaksi sebab akibat yang berhubungan dengan isu tersebut.

 Mengembangkan diagram sebab akibat (causal loop) dari sistem

Setelah batas model dapat didefinisikan, suatu struktur lingkar umpan balik (feedback loops) yang berinteraksi barulah dapat dibentuk. Struktur umpan balik tersebut merupakan blok pembentuk model yang diungkapkan melalui lingkaran-lingkaran tertutup

 Mengembangkan diagram alir (level dan rate) dari sistem

Berdasarkan lingkar sebab akibat dibangun diagram level dan rate dari sistem. Dalam diagram tersebut akan digambarkan berbagai interaksi/hubungan antar entitas dalam sistem. Pengembangan diagram level dan rate tersebut dilakukan dengan bantuan perangkat lunak seperti Stella, Vensim dan Powersim (Tasrif, 2004)

 Mengembangkan model dari sistem

Dalam langkah ini, model diformulasikan sebagai representasi atau abstraksi dari seluruh interaksi yang terjadi pada sistem yang dikaji.

 Menguji asumsi model

Setelah model eksplisit suatu persoalan diformulasikan, dilakukan suatu kumpulan pengujian terhadap kesahihan model dan sekaligus pula mendapatkan pemahaman terhadap tendensi-tendensi internal sistem.

 Melakukan simulasi

Simulasi dilakukan untuk menilai dampak perubahan-perubahan parameter terhadap sistem yang dikaji.

 Menyampaikan rekomendasi kebijakan

Berdasarkan hasil simulasi akan dihasilkan rekomendasi kebijakan yang tepat dalam upaya mencapai tujuan sistem.

1.

Diagram Sebab Akibat (

Causal Loop Diagram

)

Berpikir sistem merupakan paradigma dari sistem dinamik. Berpikir sistem merupakan upaya memahami struktur dari sebuah sistem yang diamati kemudian mempelajari pola perilaku untuk disimpulkan kejadian yang terjadi pada sistem tersebut. Umpan balik sebagai konsep utama dalam berpikir sistem, bersifat kompleks dan holistik dalam realitanya. Untuk merepresentasikan dan menguraikan sebuah realita yang kompleks dan agar lebih mudah dipahami, dalam sistem dinamik, dikenal diagram sebab akibat (causal loop diagram). Sterman (2000) pada bukunya, menyatakan tiga poin esensi dari CLD, yaitu (1) mudah dalam pembentukan hipotesis penyebab dinamika, (2) menghasilkan model mental individu atau kelompok dan (3) komunikasi umpan balik efektif dalam pemecahan suatu masalah.

CLD terdiri dari variabel yang saling berhubungan satu sama lain ditunjukkan dengan tanda panah untuk menandakan pengaruh hubungan antar variabel. Variabel A berhubungan saling mempengaruhi dengan variabel B, variabel A mengakibatkan terjadinya variabel B atau variabel B merupakan faktor vital terjadinya variabel A. Dalam realitanya, sering dijumpai bahwa variabel A yang mengakibatkan terjadinya variabel B, yang kemudian akan menjadi faktor pembentuk variabel A kembali. Misalnya, penggunaan botol plastik sebagai kemasan minuman akan mengakibatkan meningkatnya produksi sampah botol plastik, yang kemudian didaur ulang untuk menghasilkan botol plastik kembali. Kejadian diatas merupakan ilustrasi sederhana untuk memudahkan pengertian sebab akibat tersebut.


(15)

14

Pola hubungan antara dua variabel memiliki dampak pengaruh yang diberikannya. Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh positif (menguatkan), disimbolkan dengan huruf “R” (reinforcement), artinya jika A meningkat maka B akan meningkat dan juga sebaliknya. Hubungan

lain dapat berupa pengaruh negatif (menyeimbangkan), disimbolkan huruf “B” (balance), artinya jika

A meningkat, maka B akan menurun, dan berlaku juga sebaliknya. Hubungan terakhir dapat berupa hubungan yang memberikan pengaruh tapi terdapat penundaan (delay), artinya A menunda akibat pada B.

2.

Pola Dasar Perilaku Sistem

Struktur sistem yang terbentuk dari beberapa gabungan simpal kausal dan dengan kombinasi pengaruh yang diberikan memberikan corak terhadap perilaku sistem. Perilaku sistem berbeda-beda, sehingga menghasilkan kinerja sistem yang telah dipelajari dan diidentifikasi oleh para ahli SD, yaitu : pertumbuhan eksponensial, mencari tujuan, bergelombang dan S-shaped growth. Interaksi dari keempat pola dasar dapat membentuk pola lagi yang lebih kompleks (Rohmatulloh, 2007).

Pola perilaku pertumbuhan eksponensial atau disebut juga pola bola salju dibangkitkan oleh dominasi pengaruh positif. Umpan balik positif memberi efek perubahan penguatan dengan banyaknya kejadian perubahan. Perubahan pertumbuhannya lambat kemudian bergerak cepat. Gambar 5 adalah contoh struktur sistem dan pola perilaku model simpanan uang di bank konvensional. Semakin besar saldo simpanan berpengaruh terhadap besarnya bunga yang diterima.

Gambar 5. Pertumbuhan eksponensial

Pola perilaku mencari tujuan dibentuk oleh umpan balik negatif yang simpalnya mencari tujuan keseimbangan dan statis. Simpal umpan balik negatif bekerja memberikan pengaruh terhadap sistem untuk mencapai tujuan atau keadaan yang diinginkan. Pola ini mirip seperti sistem tindakan koreksi dengan penundaan yang dibahas pada bagian pola gelombang. Gambar 6 adalah contoh struktur sistem dan pola perilaku pada pengaturan suhu temperatur.


(16)

15

Gambar 6. Mencari tujuan

Pola perilaku bergelombang adalah mencari tujuan yang dibangkitkan oleh simpal umpan balik negatif tetapi dengan penambahan penundaan. Pola ini mempunyai perilaku tindakan perbaikan dengan penundaan. Kejadian antara yang diinginkan dan aktual menimbulkan kesenjangan. Untuk memecahkan masalah itu diperlukan tindakan koreksi tetapi mengalami penundaan, artinya koreksi tidak langsung menghasilkan sebuah perbaikan, sehingga masalah akan meningkat yang berakibat tindakan koreksi kedua lebih besar dari pertama. Kejadian ini berlanjut terus dan menimbulkan kejadian naik turun (bergelombang). Gambar 7 adalah contoh struktur sistem dan pola perilaku pada jasa layanan.

Gambar 7. Gelombang

Pola batas pertumbuhan awalnya pertumbuhan eksponensial tetapi secara pelan dan lambat menuju pada kondisi pencapaian sistem yang berada pada keseimbangan, sehingga seperti membentuk huruf “S”. Pola yang disebut juga batas pertumbuhan merupakan kombinasi simpal positif dan negatif. Pola batas pertumbuhan memiliki empat unsur, yaitu kejadian aktual, kejadian diinginkan, kesenjangan dan tindakan koreksi. Kesenjangan (kejadian diinginkan dengan aktual) yang timbul untuk memecahkan masalah diperlukan tindakan koreksi yang pada awalnya besar dan makin lama kecil menuju nol. Jika terdapat penundaan, tindakan koreksi berikutnya akan melewati batas kejadian yang diinginkan selanjutnya menurun kembali. Demikian seterusnya jika batas adalah sumber yang dapat diperbaharui, maka terjadi gelombang pada keadaan tunak. Gambar 8 adalah contoh struktur dan pola perilaku pada kasus penjualan.


(17)

16

Gambar 8. Batas pertumbuhan

3.

Stock Flow Diagrams

(SFD)

SFD, sebagai salah satu dari dua konsep utama sistem dinamik, adalah akumulasi atau pengumpulan dan karakteristik keadaan sistem dan pembangkit informasi, dimana aksi dan keputusan didasarkan padanya. Stock digabungkan dengan rate atau flow sebagai aliran informasi sehingga

stock menjadi sumber ketidakseimbangan dinamis dalam sistem. SFD secara umum dapat diilustrasikan dengan sebuah sistem parkir kendaraan yang dihubungkan dengan aliran mobil yang masuk dan yang keluar. Kedua aliran (masuk dan keluar) sebagai pengontrol slot yang tersedia dalam parkir. Besar kecilnya nilai dalam stock dan flow berdasarkan perhitungan persamaan matematik integral dan differensial. Persamaan matematik stock merupakan integrasi dari nilai inflow dan

outflow.

Gambar 9. Stock flow diagrams

H.

PENELITIAN TERDAHULU

Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini, diantaranya Hadiguna (2010) dalam disertasinya mengkolaborasikan manajemen risiko dengan manajemen rantai pasok sehingga menghasilkan suatu sistem penunjang keputusan yang dapat menganalisis risiko mutu dan optimasi sistem rantai pasok di setiap unit operasional. Dalam penelitian yang dilakukan ini juga dirumuskan model matematik untuk manajemen panen-angkut-olah secara kuantitatif dan membangun cara penilaian risiko operasional rantai pasok secara kuantitatif.

Kemudian, Jayaprawira (2010) merancang sebuah model portofolio risiko yang memperhatikan beberapa aspek risiko yang relevan yang mampu mencapai tujuan perusahaan dan mempertahankan kinerja perusahaan. Korporasi agroindustri kelapa sawit di Indonesia disarankan untuk menerapkan dan mengembangkan sistem manajemen risiko yang bersifat menyeluruh (terintegrasi) melalui Enterprise Risk Management (ERM) dengan membentuk unit kerja tersendiri yang secara khusus menangani pengelolaan risiko, disesuaikan dengan kemampuan dan tingkat kepentingan korporasi terhadap eksposur risiko yang sedang dan akan dihadapi.


(18)

17

Simchi-Levi et.al dalam Hadiguna (2010) merumuskan obyektif dari manajemen rantai pasok dan manajemen logistik. Objektif dari manajemen rantai pasok adalah minimisasi biaya sepanjang keseluruhan sistem dari transportasi dan distrribusi ke persediaan bahan baku, barang dalam proses dan produk jadi. Penekanan dari obyektif manajemen rantai pasok adalah pendekatan sistem karena mencakup prinsip-prinsip holistik. Objektif dari manajemen logistik adalah minimisasi biaya sistem secara luas meliputi biaya produksi dan pembelian, biaya simpan persediaan, biaya fasilitas dan biaya transportasi dengan pembatas keragaman kebutuhan tingkat pelayanan. Manajemen logistik sangat menekankan transportasi, lokasi dan persediaan dalam upaya memenuhi kepuasan pelanggan dan pemangku kepentingan, sedangkan manajemen rantai pasok sangat menekankan siklus dari keseluruhan rantai untuk memenuhi kepuasan pelanggan dan pemangku kepentingan.

Dalam mengidentifikasi sumber-sumber risiko, telah banyak pendekatan dan metode yang dikembangkan. Menurut Klimov dan Merkuryev dalam Suharjito et.al (2011) terdapat dua metode utama untuk menilai dan mengevaluasi risiko rantai pasok. Pertama adalah berdasar pendapat pakar (kualitatif) dan kedua penilaian secara statistik (kuantitatif). Jayaprawira (2010) dalam disertasinya terkait identifikasi sumber-sumber dan faktor risiko yang signifikan menggunakan metode AHP untuk mengidentifikasi risiko dalam jaringan rantai pasok. Hadiguna (2010) menggunakan metode Non-Numeric Multi Expert Criteria Decision Making dalam penilaian risiko mutu dikombinasikan dengan teknik Ordered Weighting Average (OWA) sebagai agregasi penilaiannya.Sedangkan beberapa model kuantitatif manajemen risiko rantai pasok juga telah dikembangkan oleh Kuhon (2007) dengan menghitung nilai dampak krisis (Crisis Impact Value) berdasarkan faktor peluang krisis (Probability Factor), tingkat pengaruh (Degree of Influence) dan biaya intervensi (Cost of Intervention).

Studi mengenai kedinamisan rantai pasok juga telah dilakukan oleh Perdana (2009) dan Low & Chen (2009). Perdana (2009) mengungkapkan lima komponen pembentuk model dinamik manajemen rantai pasokan agroindustri teh hijau yang efisien dan berkeadilan, yaitu struktur jaringan rantai pasokan, rekayasa kualitas, sistem produksi, inovasi kelembagaan dan sistem pengukuran kerja yang berimbang. Terkait dengan studi kedinamisan penilaian kinerja, Rohmatulloh (2007) mengkaji serta merancang model dinamik sistem penilaian kinerja sebagai alat bantu untuk mengenal pola perilaku permasalahan manajerial kinerja PG. Studi mengenai kedinamisan lainnya tampak dalam hasil tulisan Mariana (2005) yang berupaya untuk menganalisis dan meyusun sistem pengambilan keputusan dalam investasi produk energi biomas berdasar minyak kelapa sawit atau disebut Biodiesel Kelapa Sawit (BDS).

Terkait dengan penentuan armada transportasi yang akan dijelaskan dalam isi tulisan ini pada bab-bab berikutnya, Oktavia (2000) dan Hadiguna (2010) menjadi acuan pemodel dalam pemetaan konsep model penentuan truk. Oktavia (2000) menentukan jumlah armada dengan memperhitungkan adanya sistem antrian dalam cakupan pabrik, sedangkan Hadiguna (2010) menggunakan formulasi matematik binary integer programming dalam menjadwalkan dan menentukan jumlah armada pengangkut tandan buah segar. Dalam hal penentuan pola hubungan korelasi antara predictors dengan responses yang banyak digunakan dalam penelitian ini, mengacu kepada kajian Aulia (2010) terkait pengelolaan panen terhadap hubungannya dengan kriteria kualitas minyak kelapa sawit.

Pada penelitian ini akan dilakukan penilaian risiko mutu di sepanjang unit organisasi rantai pasokan minyak sawit kasar dengan pendekatan sistem dinamis, karena menganggap semua aktivitas di sistem rantai pasokan selalu berubah terhadap waktu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjaga mutu dari minyak sawit kasar yang dihasilkan oleh perusahan sehingga nantinya dapat meningkatkan daya saing kompetitif minyak sawit dan nama perusahaan di pasaran.


(19)

18

Skema posisi penelitian terdahulu sebagai referensi penelitian ini seperti diuraikan kedalam Gambar 10.

Gambar 10. Posisi penelitian terdahulu


(20)

19

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kualitas CPO yang dihasilkan pabrik merupakan integrasi dan keterkaitan antara seluruh bagian yang terlibat di kebun, pengangkutan, pabrik maupun kegiatan penimbunan. Keempat elemen tersebut merupakan mata rantai dari elemen rantai pasokan CPO. Dalam penelitian yang dilakukan, manajemen risiko diterapkan dalam setiap aliran kegiatan operasional dalam rangka produksi CPO.

Risiko terhadap kualitas CPO berkembang sepanjang waktu. Kompleksitas terhadap tingkat produksi CPO dan fluktuasinya nilai ALB terhadap CPO yang dihasilkan menyebabkan sistem rantai pasokan CPO tidak bisa dilihat hanya dalam satu sudut pandang (parsial) melainkan harus dilihat dalam pandangan holistik. Masing-masing mata rantai (faktor) elemen rantai pasok saling mempengaruhi terhadap hasil akhir kualitas CPO yang dihasilkan (Gambar 11).

Gambar11. Keterkaitan antar entitas rantai pasokan CPO terhadap kualitas CPO yang dihasilkan

Identifikasi variabel kunci kualitas CPO dalam rantai pasokan dilakukan dengan mengembangkan model ERM – IFAT yang dikembangkan COSO of United States (2004). Dalam metode ini risiko didefinisikan sebagai segala kejadian (events) yang memiliki peluang kemungkinan terjadi (likelihood) dan memiliki dampak negatif (impact) terhadap pencapaian tujuan atau sasaran (objectives). Sasaran dalam penelitian direpresentasikan melalui RKAP yang ditetapkan oleh perusahaan. RKAP (Rencana Kerja Anggaran Produksi) merupakan suatu target pencapaian yang ditetapkan perusahaan terhadap unit usaha tertentu berdasarkan data pencapaian historis dan sumberdaya yang ada. Sehingga, jika realisasi produksi dibawah standar RKAP, dapat ditarik benang merah bahwa terdapat risiko yang menghambat pencapaian tujuan perusahaan tersebut.

Pendekatan SD dikembangkan Forrester (1961) dalam Sterman (2000) merupakan metodologi yang berangkat dari paradigma berpikir sistemik untuk melihat keterkaitan antar elemen rantai pasok terhadap kualitas CPO yang dihasilkan. Pengembangan sistem dinamik penilaian risiko mutu CPO dalam pabrik dalam rangka meningkatkan kemampuan manajemen melihat perilaku dinamik yang mempengaruhi keragaman mutu CPO dalam pasokan di masa mendatang dengan

Kualitas CPO

Pasca-panen

Trans-

portasi

Pengo-

lahan

Penim-


(21)

20

bantuan simulasi komputer. Simulasi membantu melihat efektifitas rumusan kebijakan sebelum rumusan tersebut diujicobakan dalam kondisi yang sesungguhnya. Skema kerangka pemikiran digambarkan seperti pada Gambar 12.

Gambar 12. Kerangka pemikiran penelitian

B.

TAHAPAN PEMODELAN SISTEM DINAMIK

Tahapan pemodelan SD dalam penelitian ini mengacu model tahapan yang dikembangkan oleh Sterman (2000). Penulis menguraikan tahapan pemodelan menjadi dua bagian, yaitu aspek konseptual dan aspek teknis. Bagian konseptual merupakan masukan dari strukturisasi sistem yang telah difiltrasi. Alur pemodelan seperti ditunjukkan pada Gambar 13.


(22)

21

1. Pemilihan Tema dan Identifikasi Variabel Kunci

Pemilihan tema dan penentuan variabel kunci merupakan bagian dari perumusan masalah penelitian. Tahap ini merupakan tahapan penting agar permasalahan yang dikaji dan batasan-batasan sistemnya jelas. Tema yang dipilih adalah penilaian risiko mutu minyak sawit kasar (CPO) dalam rantai pasokannya bertujuan untuk meningkatkan kualitas CPO pada bulan atau periode mendatang. Selanjutnya menentukan variabel kunci sebagai parameter utama penilaian perilaku dinamik yang mempengaruhi keragaman mutu CPO dalam hal yang dibahas adalah produksi CPO dan kadar asam lemak bebas (ALB) nya di PKS Adolina.

2. Membangun Diagram Kausal dan Diagram Alir

Perancangan konsep model dinamik berawal dari informasi historis atau pola hipotesis setiap variabel kunci untuk menggambarkan perilaku persoalan sebagai dasar rujukan. Dasar rujukan diwakili oleh pola perilaku suatu kumpulan variabel-variabel mencakup beberapa aspek yang berhubungan dengan perilaku persoalan. Pola perilaku rujukan membantu memperkuat hipotesis dinamis yang dinyatakan sebelumnya berdasarkan pengamatan dunia nyata, penelitian sebelumnya dan data-data yang terkait. Hipotesis dinamis adalah suatu pernyataan mengenai struktur baik yang dianggap memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku masalah. Membangun struktur model untuk memudahkan secara visual bagi pengguna model dalam memahami dan menangkap hipotesis dinamis yang dimaksud dengan menggunakan alat CLD. Struktur model dilanjutkan dengan membangun diagram alir dengan alat SFD sebagai bahasa bersama pemodelan SD. Penentuan variabel atau parameter yang akan dijadikan stock (akumulasi) dan flow (aliran yang dapat mengubah nilai

stock).

3. Formulasi Model Simulasi

Tahap formulasi model simulasi menggunakan alat bantu program komputer Powersim. Model simulasi agar dapat dijalankan harus lengkap dengan persamaan matematis yang benar, parameter dan penentuan kondisi nilai awal. Evaluasi model menggunakan metode integrasi algoritma euler (fixed step) dan satuan waktunya (time step) satu dan beberapa kondisi 30 da (hari). Metode integrasi euler adalah metode standar untuk komponen baru yang melaksanakan satu langkah pada setiap time step. Powersim pertama kali menghitung nilai awal untuk mengukur stock

dan aliran sebuah flow. Kemudian flow digunakan untuk memperbaharui stock tersebut.Nilai baru

stock digunakan kembali untuk menghitung dan seterusnya seiring dengan perubahan waktu secara berulang-ulang.

4. Verifikasi dan Validasi Model

Verifikasi model adalah pembuktian bahwa model komputer yang telah disusun pada tahap sebelumnya mampu melakukan simulasi dari model abstrak yang dikaji (Eriyatno, 2003). Dalam pengertian lain, verifikasi adalah sebuah proses untuk meyakinkan bahwa program komputer yang dibuat beserta penerapannya benar. Cara yang dilakukan adalah menguji sejauh mana program komputer yang dibuat telah menunjukkan perilaku dan respon yang sesuai dengan tujuan dari model. Validasi adalah usaha penyimpulan apakah model sistem tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Dalam pengertian lain, validasi adalah substansi bahwa model yang dikomputerisasikan dalam lingkup aplikasinya memiliki kisaran akurasi yang memuaskan dan konsisten dengan maksud dari penerapan model. Dalam proses pemodelan validasi dan verifikasi dilakukan untuk setiap tahap


(23)

22

pemodelan yaitu validasi terhadap model konseptual, verifikasi terhadap model komputer dan validasi operasional serta validitas data.

Teknik validasi yang digunakan pada studi ini meliputi validasi struktur dilihat dari bangunan teori dan perilaku reproduksi. Validasi kinerja dilakukan dengan melihat kinerja keluaran model dengan keluaran model dunia nyata dengan uji kondisi ekstrim, pemeriksaan konsistensi unit analisis dan pemeriksaan konsistensi data secara statistik (Muhammadi et.al, 2001).

Uji validitas teoritis artinya bahwa model yang dibangun valid karena didukung teori yang diadopsi. Uji kondisi ekstrim yaitu pengujian terhadap salah satu variabel yang dirubah nilainya secara ekstrim. Pemeriksaan konsistensi unit analisis keseluruhan interaksi dari unsur-unsur yang menyusun sistem dengan memeriksa persamaan Powersim. Pemeriksaan konsistensi keluaran model untuk mengetahui sejauhmana kinerja model sesuai dengan kinerja sistem aslinya, Prosedurnya dengan mengeluarkan nilai hasil simulasi variabel utama dengan membandingkannya dengan pola perilaku data aktual. Uji statistik dilakukan setelah secara visual meyakinkan dengan mengecek nilai error antara data simulasi dan data aktual dalam batas deviasi yang diperkenankan antara 5-10%. Ukuran relatif untuk menentukan nilai mean error dari nilai absolute percentage error (APE) yang didefinisikan dengan persamaan berikut (Makridakis et.al, 1991).

dengan

n = jumlah data observasi Xt = nilai data aktual Ft = nilai data simulasi

5. Sensitivitas

Sensitivitas berarti respon model terhadap stimulus yang ditujukan dengan perubahan atau kinerja model. Tujuan utama analisis ini adalah untuk mengetahui variabel keputusan yang cukup penting (leverage point) untuk ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model. Metode umum yang digunakan adalah skenario terbaik-terburuk (Sterman, 2000). Jenis uji sensitivitas yang dilakukan pada penelitian ini berupa intervensi fungsional. Intervensi fungsional, yaitu intervensi terhadap parameter tertentu atau kombinasinya. Intervensi ini setiap perubahan nilai parameter atau variabel (dinaikkan atau dikurangkan 10%) akan memperlihatkan kinerja model yang berbeda terhadap nilai parameter utama.

6. Skenario Kebijakan

Kebijakan adalah aturan umum bagaimana status keputusan dibuat berdasar pada informasi yang tersedia. Setiap kebijakan memiliki empat komponen yaitu kondisi saat ini (aktual) dan yang diinginkan, kecepatan tanggapan dan tindakan perbaikan (Forrester, 1961 dalam Lyneis, 1980). Kecepatan tanggap dalam studi ini menggunakan matrik yang terdiri dari tiga pilihan pengaturan parameter atau analisis sensitivitas, yaitu agresif, moderat dan lambat (Lyneis, 1980). Rentang waktu yang digunakan adalah periode lima bulan (Mei - September 2011). Rentangan selama lima bulan merupakan rujukan yang digunakan manajemen PKS Adolina untuk bahan proyeksi kebijakan (RKAP) setelah mengevaluasi risiko mutu CPO selama enam belas bulan sebelumnya (Januari 2010-April 2011).


(24)

23

C.

TATA LAKSANA

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data meliputi data kuantitatif dan kualitatif dalam bentuk data sekunder maupun data primer. Akuisisi pengetahuan untuk mendapatkan data kualitatif melalui teknik wawancara mendalam (depth interview). Pedoman wawancara dan kuesioner mengacu pada model ERM - IFAT (Enterprise Risk Management – Integrated Framework and Application Techniques) yang dikembangkan oleh COSO of United States (2004). Responden wawancara dan kuesioner ini merupakan staf dan karyawan PKS Adolina bidang Pengolahan dan Teknik, staf dan karyawan PKS Adolina bidang Tanaman serta Dr. Donald Siahaan beserta staf dalam Pusat Penelitian Kelapa Sawit bidang PAHAM. Pengamatan langsung (observasi) dan dokumentasi bisnis juga dilakukan untuk mendukung hasil wawancara. Ketiga teknik pengumpulan data ini diupayakan dapat menggali kekayaan informasi kualitatif untuk membentuk basis data mental atau peta kognitif pemodel.

Data kuantitatif berupa data sekunder untuk mengestimasi nilai paramater yang diperoleh dari laporan manajemen perusahaan dalam periode waktu tertentu untuk menggambarkan pola perilaku suatu variabel yang diamati pada industri CPO. Data yang tidak tersedia, pemodel mengestimasinya melalui informasi kualitatif dan kuantitatif yang diperoleh dari wawancara manajemen dan tinjauan pustaka (artikel,jurnal ilmiah, buku acuan dan internet).

2. Pengolahan Data

Analisis model dinamik menggunakan analisis simulasi sistem dinamik yang diolah dengan menggunakan perangkat lunak Powersim Studio 2005. Analisis sebaran data parameter menggunakan uji distribusi probabilitas yang diolah dengan perangkat lunak StatFit. Estimasi nilai parameter menggunakan plot data analisis regresi dan fungsi-fungsi statistik diolah dengan perangkat lunak Minitab 14, serta Microsoft Excel untuk mengolah beragam fungsi aritmatika dasar.

3. Tempat Dan Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini ditentukan batasan sistem yang dikaji (system boundary), yaitu sistem manajemen risiko dalam rantai pasokan pada industri CPO yang beroperasi di Sumatera Utara. Industri CPO yang dikaji merupakan pelaku yang dianggap memiliki kredibilitas sebagai best practices dalam usahanya dalam meminimumkan risiko penurunan mutu dalam produk sawit yang dihasilkan, yaitu PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina. Lingkup jenis produk yang diamati adalah minyak sawit kasar (CPO). Hal tersebut ditentukan berdasarkan kompetensi bisnis dan produk utama yang dikembangkan oleh perusahaan tersebut. Pengambilan data-data pendukung penelitian juga diperoleh dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Penelitian ini dilakukan pada periode April sampai dengan Juni 2011.


(25)

24

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A.

SEJARAH PERUSAHAAN

Pabrik Kelapa Sawit Unit Usaha Adolina didirikan oleh Pemerintah Belanda sejak tahun

1926 dengan nama “NV Cultuur Maatschappy Onderneming (NV CMO)” yang bergerak dalam

budidaya tembakau. Pada tahun 1938 budidaya tembakau dirubah menjadi kelapa sawit dan karet

dengan nama “NV Serdang Cultuur Maatschappy (SCM)”. Sejak tahun 1973, budidaya karet diganti

menjadi kakao, sedangkan kelapa sawit tetap dipertahankan. Pada tahun 1942, PKS Adolina diambil alih oleh pemerintah Jepang dan diambil kembali oleh pemerintah Belanda pada tahun 1946 dengan

nama tetap “NV SCM”. Pada tahun 1958, perusahaan ini diambil alih oleh pemerintah Republik

Indonesia dengan nama Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Nama PPN diganti menjadi PPN baru SUMUT V tahun 1960. Pada tahun 1963 PPN Baru SUMUT V dipisah menjadi dua kesatuan yaitu:

1. PPN Karet III Kebun Adolina Hulu, Kantor Kesatuan di Pabatu.

2. PPN Aneka Tanaman II Kebun Adolina Hilir, Kantor Kesatuan di Pabatu.

Pada tahun 1968 PPN Antan II diganti menjadi PNP VI, dengan penggabungan kembali PPN Karet III Kebun Adolina Hulu dengan PPN Aneka Tanaman II Kebun Adolina Hilir, lalu pada tahun 1978 PNP VI diubah menjadi bentuk Persero dengan nama PT Perkebunan VI (Persero). Tahun 1994 PTP VI, PTP VII, dan PTP VIII digabung dan dipimpin oleh Direktur Utama PTP VII. Sejak tanggal 11 Maret 1996 sampai dengan saat ini gabungan PTP VI, PTP VII, dan PTP VIII diberi nama PT Perkebunan Nusantara IV (Persero). Unit usaha Adolina merupakan salah satu unit usaha dari PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

B.

LETAK GEOGRAFIS

Peta lokasi geografis PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Adolina seperti disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Peta lokasi geografis PKS Adolina PKS Unit Adolina


(26)

25

Sesuai surat keputusan Direksi PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Nomor: 04.13/Kpts/org/93/XII/1998 tanggal 17 Desember 1998 memutuskan terhitung mulai tanggal 1 Januari 1999 melebur Kebun Bangun Purba dan merubah statusnya menjadi Afdeling Unit Kebun Adolina. Unit Kebun Adolina berada di Kabupaten Serdang Bedagai tepatnya di pinggiran jalan raya Medan – Pematang Siantar dengan jarak ± 38 km dari kota Medan. Dikelilingi oleh 21 desa, berada di enam Kecamatan yaitu, Perbaungan, Pantai Cermin, Pegajahan (berada di Kabupaten Serdang Bedagai), Galang, Bangun Purba dan STM Hilir, dengan ketinggian ± 15 meter di atas permukaan laut.

C.

LUAS AREAL PRODUKSI

Luas areal HGU Unit Usaha Adolina seluas 8.965,69 Ha, dibagi menjadi 3 bagian yaitu kelapa sawit = 8.344 Ha, Kakao = 150 Ha, dan lain – lain = 471,69 Ha (emplasmen, pondok,bibitan, pabrik, dll). Sesuai Surat Keputusan Direksi Nomor: 04.12/Kpts/71/XII/2009 tentang rasionalisasi areal, Unit Usaha Adolina dari 14 afdeling dibagi menjadi 9 (Sembilan) afdeling, yaitu 9 afdeling

yang hanya terdiri dari tanaman kelapa sawit.

Produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit diolah di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang dimiliki oleh Unit Usaha Adolina sendiri. PKS ini didirikan pada tahun 1956 dan direnovasi pada tahun 2000. Realisasi produksi pada tahun 2010 untuk kelapa sawit (TBS) = 133.920,200 ton. Dengan capaian rendemen minyak sawit 24,17 % dan inti sawit 5,11%.

D.

STRUKTUR ORGANISASI

Diagram struktur organisasi perusahaan terdapat pada Lampiran 1. Tugas dan tanggung jawab setiap anggota adalah sebagai berikut :

1. Manajer Unit

a. Memimpin dan mengelola seluruh sektor produksi dan pemakaian biaya yang ada di perusahaan berpedoman kepada kebijakan perusahaan.

b. Menyusun dan melaksanakan kebijakan umum kebun, sesuai dengan pedoman dan instruksi kerja direksi.

c. Mengkoordinir penyusunan anggaran belanja tahunan perkebunan. d. Menjaga rahasia perkebunan.

e. Bertanggung jawab kepada pimpinan perusahaan. 2. Kepala Dinas Tanaman

Kepala Dinas Tanaman merupakan wakil Manajer Unit dalam pengelolaan di bidang tanaman yang dibantu oleh Asisten Tanaman.

a. Membuat dan menyusun rencana kerja tahunan atau bulanan yang meliputi target produksi tandan tahunan dan bulanan.

b. Rencana panen, pemeliharaan, rehabilitasi dan lain–lain.

c. Rencana penyediaan tenaga kerja bagi jenis pekerjaan di tiap–tiap afdeling. d. Rencana penyediaan alat, pupuk obat, dan pemberantas hama.

e. Bertanggung jawab kepada Manajer Unit. f. Mengkoordinasi kerja Asisten Tanaman. 3. Kepala Dinas Teknik & Pengolahan

Kepala Dinas Teknik dan Pengolahan merupakan wakil Manajer Unit dalam pengelolaan di bidang teknik yang dibantu oleh Asisten Teknik dan Pengolahan.


(1)

118

Menjalankan Simulasi Skenario

1. Pada gambar 5 terlihat tabel yang menunjukkan nilai tiap-tiap variabel (produktivitas kebun, rendemen CPO, penurunan pengaruh kriteria panen terhadap ALB, TBS restan dan jumlah truk) untuk digunakan sebagai proyeksi bulan Mei 2011 yang didasarkan pada kebijakan manajemen dan juga nilai yang diinputkan user.

2. Jika nilai tersebut ingin diganti, arahkan kursor dan klik pada nilai yang hendak diganti. Demikian selanjutnya untuk keempat variabel lainnya.

3. Setelah kelima variabel, nilainya sudah di-input-kan, khusus pada variabel „jumlah truk’ terdapat indikator yang menunjukkan nilai yang user masukkan apakah cukup jumlahnya dengan jumlah truk yang diperlukan yang dihitung berdasarkan hasil simulasi.

4. Untuk mengganti tingkat kenaikan atau penurunan per bulannya, terdapat instruksi penggunaan yang berada di bawah indikator ketersediaan truk.

5. Setelah semua nilai variabel atau parameter selesai diset, maka arahkan dan klik kursor ke tombol “Result” yang terdapat di layar, lalu klik tombol Play.

6. Hasil proyeksi skenario disajikan dalam bentuk grafik pada layar.

Menjalankan Aplikasi CPOdyn v1.0 (Advance)

Pada dasarnya menjalankan aplikasi model tingkat lanjut (advance) sama dengan model standar, hanya saja menjalankan model tingkat lanjut ini memerlukan pengetahuan yang lebih dalam khususnya untuk memahami distribusi probabilitas variabel atau parameter ketidakpastian. Kelebihan model tingkat lanjut ini pengguna dapat melihat hasil simulasi proyeksi skenario kinerja PKS Unit Adolina dengan beberapa pilihan sebaran data peluang, seperti peluang penerimaan dengan persentase 50% (average), 75% dan sebaran lainnya.

1. Buka file aplikasi model CPOdyn melalui yang tersimpan di C:\Users\Sony\Desktop\Powersim\Model SD Lengkap\Model Dinamik Penilaian Risiko Mutu PKS Unit Adolina Risk Analysis.sip.

2. Menjalankan CPOdyn (Advanced) :

- Masukkan variabel atau parameter yang memiliki sifat ketidakpastian dengan klik Analysis Variabels di bagian Risk Analysis.

- Setelah semua nilai variabel atau parameter selesai dimasukkanb berdasarkan distribusi probabilitasnya, maka klik tombol Play.

- Hasil proyeksi dapat dilihat dalam bentuk grafik maupun tabel di bagian Private Diagrams Risk Analysis.


(2)

119

Gambar 8. Tampilan CPOdyn v1.0 (Advanced)

Gambar 9. Tampilan CPOdyn v1.0 (Advanced) Analysis Variables


(3)

iii

M. NANDA RAHADIANSYAH. F34070021. Rancang Bangun Penilaian Risiko Mutu dalam

Rantai Pasokan Minyak Sawit Kasar dengan Pendekatan Sistem Dinamis. Di bawah bimbingan

Marimin. 2011

RINGKASAN

Industri kelapa sawit Indonesia telah tumbuh secara signifikan dalam empat tahun terakhir dan sejak tahun 2006 menjadi produsen terbesar di dunia untuk pemasok minyak sawit kasar (CPO) mengungguli Malaysia. Menurut Deptan Republik Indonesia, pada tahun 2009, kapasitas produksi CPO Indonesia mencapai 20,9 juta ton CPO dengan total luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 7,5 juta ha dengan potensi ekstensifikasi lahan 26,6 juta ha. Minyak sawit Indonesia merupakan komoditas strategis dalam pemanfaatan produk turunan yang bernilai tambah tinggi, baik sebagai bahan pangan (minyak goreng), bahan bakar alternatif seperti biodiesel maupun pemanfaatannya pada bidang non-pangan dalam bentuk oleokimia.

Dengan semakin meningkatnya potensi dan permintaan pasar terhadap produk sawit Indonesia, maka akan semakin meningkat urgensi dan kebutuhan akan fungsi kualitas didalamnya. Keragaman kualitas minyak sawit kasar ditentukan oleh beberapa faktor yang merupakan mata rantai dari rantai pasokannya, yaitu kegiatan pasca-panen, transportasi, pengolahan dan penimbunan di tangki timbun pabrik.

Dalam penelitian yang akan dibahas, manajemen risiko yang bersifat preventif akan diterapkan di sepanjang aliran rantai pasokan CPO sehingga dihasilkan suatu pengelolaan terintegrasi panen-angkut-olah. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan ukuran kesuksesan manajemen terkait CPO yang diproduksi dan merancang model dinamik sebagai alat bantu untuk mengenal pola penilaian risiko mutu perusahaan dan mensimulasikannya untuk mendapatkan susunan kebijakan pada tingkat manajemen. Penelitian ini dilakukan pada bulan April – Juni 2011, bertempat di perusahaan yang dianggap melakukan best practices dalam pengelolaan minyak sawit kasar yang diproduksi yaitu PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Adolina. Data-data pendukung dalam pengembangan model dinamik juga diperoleh dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan dalam rentang periode penelitian yang sama.

Model dinamik penilaian risiko mutu PKS Unit Adolina, CPOdyn, dirancang bagi praktisi-praktisi yang bergerak dalam industri kelapa sawit sebagai laboratorium belajar simulator manajemen pabrik kelapa sawit secara umum. Model CPOdyn dikembangkan untuk membuat proyeksi skenario kebijakan terbaik berdasarkan RKAP yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Model dinamik yang dibangun tersebut merupakan integrasi dari tiga sub-model, yaitu sub-model produksi, sub-model transportasi dan sub-model persediaan.

Verifikasi model dilakukan untuk pemeriksaan secara konseptual dan logis dari formulasi matematik dan program simulasi yang dihasilkan. Dalam pengertian lain, verifikasi model juga dimaksudkan untuk menguji apakah program komputer sudah menunjukkan perilaku dan respon sesuai dengan tujuan model. Perangkat lunak yang digunakan dalam pemrograman adalah Powersim Studio 2005, dimana verifikasi dilakukan sebelum hasil tersebut dapat di-running. Apabila dalam worksheet tidak terdapat notasi “#” dan “?” maka program simulasi dinamik sudah lulus tahapan verifikasi. Validasi model dilakukan dengan melihat validasi struktur dari bangunan teori, melihat kinerja keluaran model dengan keluaran model dunia nyata dengan uji kondisi ekstrim, pemeriksaan konsistensi unit analisis dan pemeriksaan konsistensi data secara statistik.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah perumusan ukuran kesuksesan manajemen terkait dengan ukuran kesuksesan tiap-tiap rantai pasok CPO dan pengembangan simulasi skenario


(4)

iv

kebijakan, baik skenario dasar, skenario perilaku dinamik dan juga skenario penilaian risiko dimana terdapat parameter probabilistik dan ketidakpastian didalamnya, sehingga dihasilkan susunan rekomendasi kebijakan pada perusahaan terkait peningkatan kinerja.

Ukuran kesuksesan manajemen berdasarkan hasil strukturisasi sistem yang telah berhasil dirumuskan dalam penelitian ini adalah produksi CPO dan kadar asam lemak bebas. Kedua ukuran kesuksesan manajemen tersebut bersifat dinamik dan dipengaruhi oleh parameter produktivitas kebun, rendemen CPO, persentase TBS restan, pengaruh kriteria panen terhadap kadar asam lemak bebas dan kecukupan truk.

Skenario dasar berdasarkan proyeksi hasil simulasi produktivitas kebun, rendemen CPO, TBS restan dan pengaruh kriteria panen terhadap kadar asam lemak bebas serta kecukupan truk selama periode Mei-September 2011 menghasilkan dinamika produksi CPO PKS Unit Adolina dengan kisaran sebesar 3846921 kg hingga 4419347 kg. Dinamika kadar asam lemak bebas yang diperoleh dengan kisaran sebesar 3,80%- 3,84%.

Simulasi perilaku dinamik pada skenario agresif (optimis) pada periode Mei-September 2011 menghasilkan dinamika produksi CPO PKS Unit Adolina dengan kisaran sebesar 3846921 kg hingga 4419347 kg. Dinamika kadar asam lemak bebas yang diperoleh dengan kisaran sebesar 3,80%- 3,84%.

Simulasi perilaku dinamik pada skenario lambat (pesimis) pada periode Mei-September 2011 menghasilkan dinamika produksi CPO PKS Unit Adolina dengan kisaran sebesar 2999770 kg hingga 3563005 kg. Dinamika kadar asam lemak bebas yang diperoleh dengan kisaran sebesar 4,09%- 4,13%.

Hasil penilaian risiko akibat karakteristik ketidakpastian pada persentil 50% menunjukkan, bahwa kinerja PKS Unit Adolina dari sisi produksi CPO bulan Mei 2011 sebesar mencapai nilai 3860158 kg dan pada bulan September 2011 meningkat menjadi 4446622 kg. Dinamika produksi CPO pada persentil 25% periode Mei 2011 sebesar 3612941 kg dan pada September 2011 meningkat menjadi 4148236 kg. Dinamika produksi CPO pada persentil 75% periode Mei 2011 sebesar 4084867 kg dan periode September 2011 meningkat menjadi sebesar 4698084 kg.

Hasil penilaian risiko akibat karakteristik ketidakpastian pada persentil 50% menunjukkan, bahwa kinerja PKS Unit Adolina dari sisi kadar asam lemak bebas bulan Mei 2011 menyentuh tingkat asam lemak bebas sebesar 3,83% dan pada September 2011 menurun menjadi 3,79%. Penurunan pada kadar asam lemak bebas mengindikasikan bahwa kualitas CPO yang diproduksi jauh lebih baik daripada periode sebelumnya. Dinamika kadar asam lemak bebas pada persentil 25% periode Mei 2011 sebesar 3,62% dan pada September 2011 meningkat performanya menjadi 3,55%. Dinamika kadar asam lemak bebas pada persentil 75% periode Mei 2011 sebesar 3,99% dan periode September 2011 menurun menjadi 3,97%.

Berdasarkan simulasi skenario kebijakan optimis dapat dirumuskan beberapa prioritas yang dapat dijadikan rekomendasi kebijakan terhadap perusahaan. Rumusan kebijakan berhubungan dengan hal-hal yang menjadi parameter yang diuji pada model yang mempunyai korelasi signifikan terhadap parameter utama, yaitu tingkat produksi CPO dan kadar asam lemak bebas. Rumusan kebijakan meliputi aspek peningkatan produktivitas kebun, aspek peningkatan rendemen CPO, aspek penanganan pasca-panen yang didalamnya terkandung penanganan TBS restan dan pemanenan TBS.

Saran terhadap pengembangan penelitian ini adalah agar penilaian risiko mutu tersebut lebih kompleks, mendetail dan lebih merepresentasikan perilaku dinamik secara nyata, perlu diintegrasikan sistem antrian (queueing system) dalam sub-model transportasi serta disertai dengan penambahan sub-model finansial, dimana aspek biaya produksi, biaya kehilangan dan keuntungan pabrik termasuk didalamnya.


(5)

v

M. NANDA RAHADIANSYAH. F34070021. Design of The Quality Risk Assessment in Crude

Palm Oil Supply Chain with Dynamic System Approach. Supervised by Marimin. 2011

SUMMARY

The Indonesian palm oil industry has grown significantly in recent years and since 2006 has surpassed Malaysia to become the world’s largest Crude Palm Oil (CPO) supplier. According to Ministry of Agriculture of Republic Indonesia, in 2009, Indonesia’s CPO production capacity reached 20.9 million tons of CPO with the total area of oil palm plantation reached 7.5 million acres and a potential of 26.6 million acres of land extensification. Indonesian palm oil is a strategic commodity in the utilization of derivative products of high added value, both as food products (cooking oil), alternative fuels (biodiesel) and its utilization of non-food products in the form of oleochemicals.

With the ever increasing of potential markets and market demands for Indonesian palm products, it will increase the need for quality functions in it. The variance of CPO qualities is determined by several factors, which are the entities of its supply chain, namely post-harvest activities, transportation, processing and accumulation of inventory in the storage tank of CPO.

In research to be discussed, preventive risk management will be implemented along the supply chain of CPO to produce an integrated management of each element in the CPO supply chain. Firstly, this study aimed to measure the success of Palm Oil Mills (POM) Adolina’s management. Secondly to design the dynamic model as a tool to determine the quality risk assessment pattern of POM Adolina and simulate it to obtain several policies on the management level. This research was conducted in April-June 2011, placed in a best practice and highly reputable company in CPO manufacturing, namely PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Adolina. Supporting data in the development of dynamic models were also obtained from Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan within the same research period.

Dynamic model of POM Adolina’s quality risk assessment, CPOdyn, designed for practitioners engaged in the oil palm industry as a learning laboratory simulator palm oil plant management in general. A CPOdyn model was developed to acquire best policy scenario projections based on company’s RKAP that have been set by the company before. The CPOdyn model comprises three sub-models, namely production sub-model, transportation sub-model and inventory sub-model respectively.

Verification carried out to check the model conceptually and logically correct from the mathematical function and simulation program generated. In another sense, verification of the model is also intended to test whether a simulation program has demonstrated behavior and response in accordance with the purpose of the model. The software used in programming is Powersim Studio 2005, where verification process is done before these results can be running. If the worksheet does not have the notation “#” and “?”, then the simulation program has passed the verification stage. Validation of the model done by checking at the structure of theory building, extreme test conditions, consistency of unit analysis and examine consistency data by statistical method.

In conclusion, this research produced the formulation of the most important factors to measure management success and also generated simulation and recommendation of managerial policies. To obtain them three scenarios were considered, the basic, the dynamic behavior and the risk assessment scenarios. Probabilistic and uncertainty parameters were considered in the third scenario.

The structure of management success which has been successfully formulated in this study is the level of CPO production and free fatty acid (FFA). Both of these management success are affected


(6)

vi

by the parameters of plantation productivity, the yield of the CPO, the percentage of leftover palm oil bunches, the harvest criteria of palm oil and the sufficiency of the truck.

Basic scenario simulation, based on parameters of plantation productivity, the yield of the CPO, the percentage of leftover palm oil bunches, the harvest criteria of palm oil and the sufficiency of the truck, during the period of May-September 2011 generated the dynamics of production level of CPO with a range of 3846921 kg to 4419347 kg. The dynamics of free fatty acid levels obtained with the range of 3.80% - 3.84%.

Simulation of dynamic behavior of the aggressive scenario (optimistic) during the period of May-September 2011 resulted the dynamics of CPO production of POM Adolina’s with a range of 3846921 kg-4419347 kg. The dynamics of free fatty acid levels obtained with the range of 3.80%-3.84%

Simulation of dynamic behavior of the slow scenario (pessimistic) in the period May-September 2011 generated the dynamics of CPO production of POM Adolina’s with a range of 2990770 kg-3563005 kg. The dynamics of free fatty acid levels obtained with the range of 4.09%-4.13%.

The results of risk assessment simulation, due to uncertainties, on the 50% percentile indicated that the performance of POM Adolina on CPO production in May 2011 reached a value of 3860158 kg and in September 2011 increased to 4446622 kg. Dynamics of production of CPO on the 25% percentile for the period May 2011 reached a value of 3612941 kg and in September 2011 increased to 4148236 kg. Dynamics of production of CPO on the 75% percentile for the period of May 2011 amounted 4084867 kg and increased in September 2011 up to 4698084 kg.

The results of risk assessment simulation, due to uncertainties, on the 50% percentile indicated that the performance of POM Adolina on free fatty acid level in May 2011 reached a value of 3.83% and in September 2011 decreased to 3.79%. The decrease in free fatty acid levels indicated that the quality of CPO produced better than the previous period. Dynamics of free fatty acid level on the 25% percentile for the period May 2011 reached a value of 3.62 kg and in September 2011 the performance increased up to 3.55%. The dynamics of the free fatty acid level on the 75% percentile for the period of May 2011 were 3.99% and decreased in September 2011 down to 3.97%.

Based on optimistic policy scenario simulations can be formulated several priorities as recommendations for the company. The formulations of policies related to parameters to be tested on the model that have a significant correlation to the management success, namely the level of CPO production and free fatty acid level. These formulation policies included the enhancement of the several aspects, namely the aspect of plantation productivity, the aspect of the yield of CPO and the aspect of post-harvest handling which contained the harvesting and handling of leftover palm oil bunches.

Recommendations for the development of this research are to construct the quality risk assessment to be more complex, detailed and represent the perfect dynamics of palm oil industry through the integration of queuing systems in the transportation sub-model and by adding a financial sub-model, in which aspects of production costs, losses costs and factory profit included therein.