Corporate Social Responsibility CSR
saham telah menginvestasikan sumber daya yang dimilikinya guna mendukung berbagai aktivitas operasional perusahaan, dan mereka akan
mengarahkan profitabilitas yang optimal serta pertumbuhan perusahaan sehingga kesejahteraan mereka di masa depan juga akan mengalami
peningkatan. Oleh karena itu perusahaan harus berjuang keras agar memperoleh laba yang optimal dalam jangka panjang serta senantiasa
mencari peluang bagi pertumbuhan di masa depan.
9
Pandangan lebih komprehensif mengenai CSR dikemukakan oleh Carrol dalam teori paradigma tanggung jawab sosial perusahaan.
Menurutnya, tanggung jawab perusahaan dapat dilihat berdasarkan empat jenjang ekonomi, hukum, etis, dan filantropi yang merupakan satu
kesatuan.
10
Nampaknya tak ada satu pun definisi pasti mengenai CSR ini, berbagai pihak dan ahli berusaha memberikan definisi tentang CSR. Beberapa
definisi CSR berbeda karena adanya evolusi dari konsep pembangunan berkelanjutan, dan disinilah tanggung jawab etis bisnis perusahaan menjelma
menjadi CSR dimana kata Social dalam CSR harus dibaca Social and Environment.
11
Pihak-pihak pun sepakat bahwa CSR adalah manajemen terhadap dampak yang timbul dari setiap aktivitas yang dijalankan
perusahaan.
9
A. B. Susanto, a Strategic Management Approach CSR, h. 24.
10
Archie B Carrol, Bussiness and Society: ethics and stakeholders Management Ohio South Western: College Publishing, 1996, h. 39.
11
Sonny Sukada. CSR for Better Life Indonesian Content, h. 38.
Rumusan definisi di atas menunjukkan kepada masyarakat bahwa setidaknya ada tiga hal pokok yang membentuk pemahaman mengenai
Corporate Social Responsibility, di antaranya adalah:
12
1. Perusahaan atau korporasi tidaklah berdiri sendiri dan terisolasi,
perusahaan atau perseroan tidak dapat menyatakan bahwa mereka tidak memiliki tanggung jawab terhadap keadaan ekonomi, lingkungan
maupun sosialnya; 2.
Keberadaan eksistensi dan keberlangsungan suistainability perusahaan atau korporasi sangatlah ditentukan oleh seluruh
stakeholders pemangku kepentingan-nya dan bukan hanya
shareholders pemegang saham-nya. Para stakeholders ini, terdiri dari shareholders, konsumen, pemasok, klien, customers, karyawan dan
keluarga, masyarakat sekitar dan mereka yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan the local
community and society at large; 3.
Melaksanakan Corporate Social Responsibility berarti juga melaksanakan tugas dan kegiatan sehari-hari perusahaan atau korporasi
sebagai wadah untuk memperoleh keuntungan melalui usaha yang dijalankan danatau dikelola olehnya. Jadi ini berarti CSR adalah
bagian reintegrasi dari kegiatan usaha sehingga CSR berarti juga menjalankan
perusahaan atau
korporasi untuk
memperoleh keuntungan.
12
Gunawan Widjaja dan Yeremia Ardi Pratama, Risiko Hukum dan Bisnis Perusahaan Tanpa CSR, Jakarta: Forum Sahabat, 2008, h. 8.
Meskipun banyak pihak mempunyai definisi yang berbeda terhadap definisi CSR, sebenarnya ada beberapa kesamaan yang dapat disimpulkan,
yaitu perusahaan melakukan kegiatan yang berkontribusi positif dalam bidang sosial dan ekonomi bagi stakeholders perusahaan, seperti program bantuan
bencana alam, pendidikan, peningkatan kesehatan, pengembangan sarana prasarana umum, dll. yang pada akhirnya akan bermanfaat bagi kesejahteraan
umum. Perusahaan sekaligus warga negara yang bertanggung jawab tidak hanya mengejar keuntungan, tetapi juga memperhatikan kelestarian
lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan kesimpulan definisi CSR di atas, gambaran CSR dapat
diilustrasikan sebagai piramida tanggung jawab sosial perusahaan Carroll’s
CSR Pyramid seperti pada Gambar 1. Untuk memenuhi tanggung jawab ekonomis, sebuah perusahaan haruslah menghasilkan laba sebagai fondasi
untuk mempertahankan eksistensinya dan berkembang. Tanggung jawab ekonomis ini merupakan hasrat primitif dari perusahaan sebagai organisasi
bisnis untuk memenuhi keuntungan laba. Namun demikian, dalam mencapai tujuan mencari laba, sebuah perusahaan juga harus bertanggung jawab secara
hukum dengan menaati ketentuan yang berlaku. Upaya melanggar hukum demi memperoleh laba harus ditentang sehingga perusahaan tidak
menggunakan atau menghalalkan segala cara. Perusahaan juga harus bertanggung jawab secara etis. Ini berarti
sebuah perusahaan berkewajiban mempraktekkan hal-hal yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai etis. Oleh karena itu, nilai-nilai dan norma-norma
masyarakat harus menjadi rujukan bagi perusahaan dalam menjalankan
kegiatan bisnisnya sehari-hari. Lebih dari itu, perusahaan juga mempunyai tanggung jawab filantropi yang menyaratkan agar perusahaan dapat
memberikan kontribusi kepada masyarakat, agar kualitas hidup masyarakat meningkat sejalan dengan operasional sebuah perusahaan.
13
Gambar 1. Piramida Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
14
2. Konsep Perseroan dan CSR
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas khususnya pasal 1 dinyatakan bahwa: “Perseroan terbatas adalah
badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaa
nnya”. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 dijelaskan,
perseroan terbatas adalah organisasi bisnis yang memiliki badan hukum resmi yang dimiliki oleh minimal dua orang dengan tanggung jawab yang hanya
13
Fajar Nursahid, Tanggung Jawab Sosial BUMN: analisis terhadap model kedermawanan sosial PT Krakatau Steel, PT Pertamina dan PT Telekomunikasi Indonesia
Depok: Piramedia, 2006, h. 14-15.
14
Archie B Carrol, Bussiness and Society, h. 40.
berlaku pada perusahaan tanpa melibatkan harta pribadi atau perseorangan yang ada di dalamnya. Pemilik modal di dalam PT tidak harus memimpin
perusahaan, karena dapat menunjuk orang lain di luar pemilik modal untuk menjadi pimpinan. Untuk mendirikan PT dibutuhkan sejumlah modal
minimal dalam jumlah tertentu dan berbagai persyaratan lainnya.
15
Definisi Perseroan Terbatas dapat terdiri dari unsur-unsur:
16
1. Persekutuan
2. Dengan modal perseroan yang tertentu yang dibagi atas saham-saham
3. Para persero ikut serta dalam modal itu dengan mengambil satu
saham atau lebih 4.
Melakukan perbuatan hukum di bawah mana yang sama dengan tanggung jawab yang semata-mata terbatas pada modal yang mereka
setorkan. Selanjutnya di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
dinyatakan bahwa: “Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-u ndangan, ketertiban umum, danatau kesusilaan”.
Dalam bahasa lain Perseroan TerbatasPerusahaan diartikan sebagai Corporation, yang berasal dari bahasa Latin Corpscorpora=badan yang
sebenarnya berarti “yang menjadikan satu badan”. Apabila ditelusuri istilah “korporasi” tidak menunjuk pada sebuah organ yang berfungsi untuk mencari
untung. Istilah ini berasal dari Kekaisaran Roma yang menunjuk pada badan hukum yang didirikan demi kepentingan umum.
17
15
Penjelasan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
16
Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan terbatas, Bandung: Eresco, 1993, h. 6.
17
K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2009, h. 289.
Dari segi kebahasaan ternyata penggunaan istilah perusahaan tidak hanya memakai istilah Corporation melainkan pula Company. Dari asal
katanya, „company‟ perusahaan berasal dari dua kata dalam bahasa Latin
„cum’ dan „panis’ yang berarti memecahkan roti bersama-sama.
18
Karena itu, ide asli dari pembentukan satu perusahaan sebenarnya memiliki konotasi
komunalsosial. Dari asal kata tersebut, menarik menyimak pendapat Dave Packard co-founder dari Hewlett Packard Company mengenai tujuan
berdirinya satu perusahaan:
19
“I think many people assume, wrongly, that a company exist simply to make m
oney. While this is an important result of a company‟s existence, we have to go depeer and find the real reasons for our being. As we
investigate this, we inevitably came to the conclusion that a group of people get together and exist as an institution that we called a company so
that they are able to accomplish something collectively that they could not achieve separately
– they make contribution to the society, a phrase
which sounds trite but is fundamental ”.
Terjemahan bebas: “Menurut saya banyak orang salah mengasumsikan bahwa perusahaan hanya sebatas tempat penghasil laba. Walaupun di sisi
lain, inilah hasil terpenting dari keberadaan perusahaan, kita harus menganalisa lebih dalam dari itu dan menemukan alasan utama mengapa
kita ada. Saat kita menyelidiki, hal yang tak terhindarkan adalah sampainya kita pada kesimpulan bahwa sekelompok orang bergabung
dalam sebuah institusi yang disebut perusahaan, sehingga mereka mampu mencapai sesuatu bersama-sama
tidak jika mereka terpisah-mereka memberikan kontribusi kepada masyarakat
. Hal yang mungkin terdengar klise tapi sangat penting.
Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian bagi para shareholders pemegang saham yang hanya memahami bahwa perusahaan adalah badan
hukum yang diciptakan demi mewujudkan cita-cita mereka untuk menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Pada konsep klasik,
18
Holy K. M. Kalangit “Konsep Corporate Social Responsibility, Pengaturan dan Pelaksanaannya di Indonesia,”
Artikel diakses pada 5 April 2014 dari
http:www.slideshare.netKingHBengawan20090202132726-a
19
Ibid.
perusahaan dipandang sebagai organisasi yang diadakan dengan tujuan khusus untuk melayani pemegang saham. Perusahaan memberikan kerja dan
menghasilkan barang atau jasa. Akan tetapi semua itu hanya cara untuk meningkatkan kekayaan pemegang saham. Banyak yang berpendapat bahwa
kewajiban manajer perusahaan adalah untuk berusaha mencapai keuntungan sebesar-besarnya bagi pemegang saham perusahaan dalam batasan hukum.
20
Konsep klasik ini kemudian banyak ditinggalkan. Argumentasi didasarkan pada pertimbangan: Pertama, adalah pendapat bahwa walaupun
pemegang saham adalah pemilik legal dari perusahaan, akan tetapi sering mereka hanya spekulator tanpa perhatian pada masa depan jangka panjang
perusahaan. Keinginan mereka adalah pada tingkat pengembalian investasi mereka secepat-cepatnya, hal ini dapat menyebabkan akibat buruk bagi
perusahaan dalam jangka panjang. Kedua, walaupun pemegang saham memiliki hak untuk perusahaan dijalankan dengan benar, termasuk
memberikan perhatian yang tidak hanya bagi pemegang saham perusahaan melainkan pula stakeholders. Yang meliputi karyawan dan juga masyarakat
dimana satu perusahaan itu berada.
21
Berbicara mengenai perseroan, maka tidak dapat dilepaskan dengan tujuan dari perseroan itu sendiri. Perseroan yang berdiri karena
dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan masyarakat tersebut, tumbuh dan berkembang dengan tujuan utama yaitu profit oriented.
Seiring dengan tujuan utama dari perseroan, perkembangan dunia usaha dewasa ini juga tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan
20
Heru Satyanugraha, Etika Bisnis Prinsip dan Aplikasi, Jakarta: LPFE Universitas Trisakti, 2003, h. 124.
21
Ibid. h. 124-125.
eksternalnya. Lingkungan eksternal adalah lingkungan di luar perseroan. Perseroan selain mengejar keuntungan maka juga harus memperhatikan
masyarakat dan lingkungan sekitar, agar aktivitasnya dapat berjalan dengan seimbang.
Namun demikian
dalam kenyataannya,
perusahaan masih
menunjukkan sikap yang meremehkan peranan masyarakat dalam perusahaan, dengan dalih bahwa perusahaan hanya mencari keuntungan dan
atau laba.
22
Menyikapi kondisi tersebut, dalam dunia usaha muncul berbagai wacana yang berkaitan dengan tanggung jawab usaha yang harus diemban
oleh suatu perusahaan. Salah satu wacana yang muncul adalah lahirnya terminologi tanggung jawab sosial perusahaanCSR.
23
Pada awalnya CSR hanya bersifat sukarela. Hal ini sejalan dengan pendapat Isa Wahyudi, bahwa meskipun belum ada kesatuan bahasa dalam
memaknai CSR, tetapi CSR ini telah diimplementasikan oleh perusahaan dalam berbagai bentuk kegiatan yang didasarkan atas kesukarelaan.
24
Hal inilah yang menjadi masalah karena sifat kesukarelaan ini menjadi peluang
perusahaan untuk tidak melaksanakan CSR. Hal itulah yang dikhawatirkan jika tidak ada pengaturan yang bersifat mengikat perusahaan untuk
menjalankan CSR. Oleh karena itu, muncul pengaturan mengenai CSR di Indonesia dengan menggunakan istilah Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan yang selanjutnya akan dibahas pada subbagian Kebijakan Pemerintah Terkait CSR.
22
Isa Wahyudi dan Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility: Prinsip, Pengaturan dan Implementasi Malang: In-Trans Publishing 2008, h.14.
23
Ibid., h. xv.
24
Ibid., h. 28.
3. Kebijakan Pemerintah Terkait CSR
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan
masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru. Pada tanggal 16 Agustus 2007 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas. Dengan demikian, UUPT 2007 merupakan hukum yang berlaku sekarang atau hukum positif ius
constitutum untuk Perseroan Terbatas Perseroan.
25
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perusahaan Terbatas pada pasal 1 angka 3 menjelaskan bahwa
“Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan
serta dalam
pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunita
s setempat, maupun masyarakat pada umumnya”. Definisi inilah yang kiranya dijadikan dasar bagi pelaksanaan CSR di
Indonesia. Oleh karena itu, sebagai bagian dari proses peran serta dalam
melaksanakan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Indonesia memandang perlunya CSR dielaborasi dalam peraturan perundang-undangan di antaranya
adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan. Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan atau CSR sebenarnya telah secara tersirat diatur dalam berbagai produk perundang-undangan lainnya seperti
25
Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984, h. 46.
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam undang-undang ini perusahaan berkewajiban
untuk melakukan penjagaan terhadap kualitas lingkungan yang meliputi air, tanah, udara dan ekosistemnya sebagai daya dukung peningkatan kualitas
hidup manusia. Kemudian, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, mengenai kesempatan kerja dan penciptaan hubungan baik dengan karyawan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen mengenai hak-hak konsumen atas kualitas dan harga produk. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN mengenai
program kemitraan dan bina lingkungan, dan yang terbaru dalam Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang MINERBA Mineral dan Batubara
yang juga mengatur mengenai CSR dan Community Development yang sebelumnya tidak diatur dalam Undang-Undang Pertambangan yang lama
hanya keharusan mengadakan kerja sama mengenai pembangunan masyarakat dengan Pemda.
Menurut UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas pada Bab V mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan pada Pasal 74
menjelaskan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan. Peraturan Pemerintah PP Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan. PP ini melaksanakan ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Dalam PP ini, perseroan yang
kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam
diwajibkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Kegiatan dalam memenuhi kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan
tersebut harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
Munculnya regulasi-regulasi di atas, maka menimbulkan kelegaan tersendiri bahwa sudah ada peraturan yang secara tegas mengatur tentang
kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi perseroan terbatas atau yang dikenal dengan CSR. Saat ini perseroan tidak hanya dituntut mencari
keuntungan semata, tetapi juga harus memperhatikan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Akan tetapi belum ada sanksi yang jelas bagi perseroan yang
tidak menjalankan kegiatan CSR, dalam PP No. 47 Tahun 2012 Pasal 7 yang berbunyi “Perseroan yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan”, tetapi tanpa menjelaskan sanksi yang dimaksud.
Aneka regulasi di atas dengan segala kelebihan dan kekurangannya, menimbulkan optimisme juga kekhawatiran. Optimisme, karena berbagai
pihak memandang besarnya potensi CSR dalam mendukung pemerintah meningkatkan kesejahteraan. Kekhawatiran muncul, karena bagaimanapun
perusahaan “tersandera” oleh aneka aturan CSR baik pada level pemerintah pusat, provinsi, hingga daerah. Padahal hampir di semua perusahaan, CSR
dianggarkan dari „keuntungan perusahaan’, belum semua perusahaan menganggarkannya secara khusus, karena bagaimanapun core perusahaan
adalah bisnis. Perusahaan-pun berasumsi bahwa kewajibannya menyukseskan program pemerintah dengan menunaikan aneka pajak.
4. Prinsip, Tujuan, dan Manfaat CSR
Menurut Organization for Economic Corporation and Development OFECD pada saat pertemuan para Menteri negara-negara anggotanya di
Paris tahun 2000 menyepakati pedoman bagi perusahaan multinasional dengan kebijakan umum tentang prinsip-prinsip CSR yaitu:
1. Memberikan kontribusi untuk kemajuan ekonomi sosial dan lingkungan
berdasarkan pandangan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. 2.
Menghormati hak-hak asasi manusia yang dipengaruhi kegiatan yang dijalankan perusahaan tersebut sejalan dengan kewajiban dan komitmen
pemerintah dan di negara tempat perusahaan beroperasi. 3.
Mendorong pembangunan kapasitas lokal, termasuk kepentingan bisnis selain menggambarkan kegiatan perusahaan di pasar dalam negeri dan
luar negeri. 4.
Mendorong pembentukan modal tenaga kerja, khususnya melalui penciptaan kesempatan kerja dan memfasilitasi pelatihan bagi
karyawan. 5.
Menahan diri untuk tidak mencari, untuk tidak menerima pembebasan dari luar yang dibenarkan secara hukum yang terkait dengan sosial,
lingkungan, keselamatan kerja, insentif finansial, dan isu-isu lain. 6.
Mendorong dan memegang teguh prinsip Good Corporate Governance GCG serta mengembangkan dan menerapkan praktek tata kelola
perusahaan yang baik. 7.
Mengembangkan dan menetapkan praktek-praktek sistem manajemen yang mengatur diri sendiri secara efektif guna menumbuh kembangkan
relasi saling percaya antara perusahaan dengan masyarakat operasi perusahaan.
8. Mendorong kesadaran pekerja sejalan dengan kebijakan perusahaan
melalui penyebarluasan informasi dengan kebijakan perusahaan melalui penyebarluasan kebijakan-kebijakan pada pekerja termasuk melalui
program-program pelatihan.
26
Tujuan yang ingin dicapai setiap negara adalah bagaimana memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi warga negaranya. Tujuan
tersebut terkait dengan konsep negara hukum modern Welfare State, yang mana fungsi negara di sini bersifat aktif dalam mengurus kepentingan
masyarakat. Pokok kalimat keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Mewajibkan negara dan pemerintah untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, „yang berarti harus melindungi seluruh lingkungan hidup di Indonesia dengan segenap sumber
daya insaninya’.
27
Tanggung jawab sosial perusahaan CSR merupakan bagian dari etika bisnis yang dilakukan dengan tujuan untuk saling memberi manfaat
kepada pihak-pihak yang berkepentingan stakeholders. Upaya perusahaan meningkatkan peran sosial mereka dalam pembangunan kesejahteraan sosial
memerlukan sinergi yang solid dari berbagai pihak, baik dari pemerintah maupun masyarakat atau komunitas di sekitarnya. Peran masyarakat sangat
diperlukan perusahaan agar dapat menjalankan usahanya dengan aman dan
26
Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, h. 32.
27
SF. Marbun, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII Press, 2002, h. 323.
lancar, sedangkan peran pemerintah pun sangat menentukan untuk membangun usaha yang kondusif dan tidak manipulatif.
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan sesungguhnya mengacu pada kenyataan bahwa perusahaan adalah suatu institusi yang dibentuk oleh
manusia dan terdiri dari manusia. Hal ini menunjukkan bahwa sebagaimana halnya manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain, demikian pula perusahaan
sebagai lembaga yang terdiri dari manusia-manusia juga tidak bisa hidup, beroperasi, dan memperoleh keuntungan bisnis tanpa pihak lain. Hal ini
menuntut agar perusahaan pun perlu dijalankan dengan tetap bersikap tanggap, peduli, dan bertanggung jawab atas hak dan kepentingan banyak
pihak lainnya. Perusahaan, sebagai bagian dari masyarakat yang lebih luas, perlu pula ikut memikirkan dan menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi
kepentingan hidup bersama dalam masyarakat. Tanggung jawab sosial menunjukkan kepedulian perusahaan terhadap
kepentingan stakeholders, bukan sekedar kepentingan perusahaan belaka. Kendati tugas utama perusahaan adalah mengejar keuntungan, tapi
perusahaan tidak dibenarkan untuk mencapai keuntungan itu dengan mengorbankan kepentingan pihak-pihak lain, tapi juga harus bersikap etis dan
berperan dalam penciptaan investasi sosial. Bahkan jangan hanya karena demi keuntungan, perusahaan bersikap arogan dan tidak peduli pada
kepentingan pihak-pihak lain.
Menurut Steiner minimal terdapat tiga alasan penting mengapa perusahaan perlu melakukan program CSR, yaitu:
28
1 Perusahaan adalah „makhluk’ masyarakat dan karenanya harus
merespons permintaan masyarakat. Ketika harapan masyarakat terhadap perusahaan berubah, maka perusahaan juga harus melakukan
aksi yang sama. Secara instingtif perusahaan akan melakukan konformitas
terhadap perubahan-perubahan
atas ekspektasiharapankeinginan masyarakat.
2 Kepentingan bisnis dalam jangka panjang ditopang oleh semangat
tanggung jawab sosial itu sendiri. Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada upayanya untuk bertanggung jawab terhadap
masyarakat sebagai bagian dari aktivitas bisnisnya. Sebaliknya, kesejahteraan masyarakat tergantung pula terhadap keuntungan yang
dihasilkan dan tanggung jawab bisnis dari perusahaan. 3
Kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk mengurangi atau menghindari kritik masyarakat, dan pada akhirnya
akan mempengaruhi peraturan pemerintah. Hal di atas nampaknya merupakan tujuan dan manfaat dari CSR yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan, ia tak dapat diseragamkan karena masing-masing memiliki motif beragam dalam pelaksanaan CSR, ditambah
sifat kelokalan CSR menambah beragamnya tujuan perusahaan melaksanakan CSR tersebut. Bagi masyarakat CSR dapat turut membantu menyelesaikan
permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarakat, ia juga dapat
28
Asep Rudi, “Pentingnya Pebisnis Mengembangkan CSR,” artikel diakses pada 5 Mei 2014 dari http:indi-smart.comblog?tag=csr
memperkuat hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat sehingga, masyarakat merasakan keuntungan finansial maupun non-finansial dari
berdirinya perusahaan tersebut. Sedangkan bagi negara, kegiatan CSR secara langsung maupun tidak
langsung memberikan keringanan pekerjaan dalam bidang pemberdayaan dan pembangunan masyarakat karena sebagian dari kerja pemerintah diambil alih
oleh perusahaan melalui program CSR. Dengan begitu negara pun dapat fokus dalam mengeluarkan kebijakan yang tepat guna dalam menyelesaikan
masalah-masalah lain yang belum terselesaikan oleh CSR.
29
5. Model Corporate Social Responsibility
Corporate Social Responsibility merupakan proses penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari
stakeholders baik secara internal pekerja, shareholders dan penanaman modal maupun eksternal kelembagaan pengaturan umum, anggota-anggota
masyarakat, kelompok masyarakat sipil dan perusahaan lain. Dengan demikian, tanggung jawab perusahaan secara sosial tidak hanya terbatas pada
konsep pemberian donor saja, tapi konsepnya sangat luas tidak bersifat statis dan pasif, hanya dikeluarkan dari perusahaan, akan tetapi hak dan kewajiban
yang dimiliki bersama antar stakeholders.
30
29
Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility Transformasi Konsep, h. 99.
30
Bambang Rudito, dkk., Corporate Social Responsibility: Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini Jakarta: Indonesia Center for Suistainable Development,
2004, h. 73.
Menurut Saidi dan Abidin, sedikitnya ada empat model atau pola CSR yang umumnya diterapkan di Indonesia.
31
1. Keterlibatan langsung. Perusahaan menjalankan program CSR
secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara.
Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate
secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas public relation.
2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan
mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di
perusahaan-perusahaan di negara maju. Biasanya, perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat
digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan. 3.
Bermitra dengan pihak lain, perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerja sama dengan lembang sosialorganisasi non-
pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan
sosialnya. 4.
Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga
sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan
31
Edi Suharto, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri Memperkuat CSR Bandung: Penerbit Alfabeta, 2009, h. 110.
dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat “hibah pembangunan”. Pihak
konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro aktif
mencari mitra kerja sama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama.
Mekanisme pelaksanaan program atau kegiatan CSR dapat dilakukan sebagai berikut:
32
1. Bottom Up Process
Program berdasar pada permintaan beneficiaries, yang kemudian dilakukan evaluasi oleh perusahaan.
2. Top Down Process
Program berdasar pada surveipemeriksaan seksama oleh perusahaan, yang disepakati oleh beneficiaries.
3. Partisipatif
Program dirancang bersama antara perusahaan dan beneficiaries.
Untuk melaksanakan program CSR, perusahaan dapat memilih alternatif pengelolaan yaitu dengan self managing, artinya perusahaan
melaksanakan sendiri kegiatannya dengan menugaskan karyawannya untuk menanganinya, atau melalui outsourcing dimana perusahaan dapat meminta
bantuan kepada pihak ketiga yang mempunyai kemampuan untuk melakukan kegiatan yang diberikan oleh perusahaan.
32
Wibisono, Membedah Konsep Aplikasi CSR, h.139