100
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
1. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa susu “kuda liar” yang diperdagangkan ternyata adalah susu kuda yang berasal dari tiga Kabupaten
Sumbawa, Bima dan Dompu di pulau Sumbawa. Kuda Sumbawa ini dipelihara secara ekstensif yaitu dilepas di hutan dan padang rumput, hanya
mengkonsumsi rumput dan tumbuhan di padang penggembalaan serta tidak pernah diberi tambahan pakan dan obat antibiotik.
2. Susu kuda Sumbawa dihasilkan dari pemerahan kuda-kuda betina di masa laktasi dan pemerahannya dalam kondisi sanitasi yang jauh dari standar. Di
kabupaten Sumbawa pemerahan dilakukan di tempat kuda dilepas, sedangkan di kabupaten Dompu di dekat rumah dan di kabupaten Bima di kandang di
bawah rumah panggung. Susu kuda hasil pemerahan langsung dimasukkan ke dalam botol atau jerigen tanpa dipanasi atau dipasteurisasi terlebih dahulu atau
ditambah bahan lain. Selanjutnya oleh pedagang susu dikumpulkan dan dikirim ke luar pulau Sumbawa yaitu ke Mataram dan kota-kota di Jawa. Susu kuda
Sumbawa yang dipasarkan tersebut tidak mengalami penggumpalan dan rusak walaupun disimpan pada suhu kamar tetapi mengalami auto-fermentasi secara
alami sehingga rasanya asam. Sebagian masyarakat di pulau Sumbawa telah lama menggunakan susu kuda Sumbawa untuk minuman kesehatan dan
penyembuhan beberapa penyakit tertentu. 3. Hasil uji antimikroba membuktikan bahwa susu kuda Sumbawa memiliki daya
antimikroba, sedangkan 32 jenis tumbuhan yang dimakan kuda Sumbawa terbukti tidak mempunyai daya antimikroba. Dengan diperkuat data bahwa kuda
Sumbawa tidak pernah diobati antibiotik maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama terbukti benar yaitu susu kuda Sumbawa mengandung
senyawa antimikroba alami yang mungkin juga terdapat pada kuda lokal daerah sekitarnya. Hasil uji stabilitas daya antimikroba susu kuda Sumbawa dengan uji
101 pemanasan pada suhu 70
C selama 10 menit menunjukkan bahwa daya antimikroba dari susu kuda Sumbawa mengalami penurunan sebesar 26,6
dengan kisaran antara 21–29. Uji stabilitas selama penyimpanan sampai 2 bulan menunjukkan peningkatan daya antimikrobanya sekitar 5 kali dari nilai
awal yaitu dari 225 mm
2
manjadi 1.075 mm
2
, kemudian menurun menjadi 573 mm
2
2,5 kali dari awal pada umur simpan 5 bulan. 4. Hasil uji terhadap 9 jenis bakteri yang mewakili bakteri pathogen pada
kesehatan masyarakat dan perusak pangan menunjukkan bahwa kesembilan bakteri peka terhadap susu kuda Sumbawa, terbukti dari spektrum aktivitas
antimikrobanya yang lebar dengan variasi luas hambatannya antara 115,4 – 462,1 mm
2
. Secara keseluruhan, bakteri gram positif lebih peka terhadap aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa yaitu dengan luas hambatan 210 –
387,9 mm
2
dari pada bakteri gram negatif dengan luas hambatan 115,4 – 287,5 mm
2
. Kecuali bakteri V. cholerae, yang gram negatif namun paling peka terhadap susu kuda Sumbawa dengan luas hambatan 462,1 mm
2
. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua terbukti benar, yaitu daya
antimikroba dari susu kuda Sumbawa mempunyai spektrum yang luas. 5. Hasil percobaan dengan 6 jenis pelarut organik yang berbeda tingkat
polaritasnya menunjukkan bahwa pelarut metanol yang polar merupakan pelarut paling kuat melarutkan senyawa antimikroba. Hasil percobaan ini
mengindikasikan bahwa senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa adalah protein. Hasil fraksinasi dengan KCKT diperoleh 7 fraksi, 4 diantaranya
mempunyai aktivitas antimikroba dan salah satunya yaitu fraksi 7 yang mempunyai aktivitas antimikroba paling kuat. Uji kualitatif menggunakan
metode Bradford menunjukkan bahwa fraksi 7 adalah protein. Uji kuantitatif dengan elektroforesis menunjukkan bahwa fraksi 7 hanya mempunyai satu
jenispita protein dengan berat molekul BM 61,0 kDa, sedangkan laktoferin,
102 senyawa antimikroba dari susu sapi, mempunyai BM 84,7 kDa. Hal ini
menunjukkan bahwa fraksi 7 bukan laktoferin. 6. Dari analisis dengan spektrofotometer infra merah dapat disimpulkan bahwa
fraksi 7 dan laktoferin termasuk senyawa golongan glukoprotein; tetapi komponennya tidak sama dengan laktoferin. Dengan hasil ini dapat disimpulkan
bahwa hipotesis ketiga terbukti benar, yaitu bahwa senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa termasuk golongan protein. Dengan uji spektrofotometer ultra
violet dapat disimpulkan bahwa jenis gula dari glukoprotein fraksi 7 adalah 1 monosakarida yaitu galaktosa. Sementara itu komponen gula dari laktoferin
lebih dari satu sakarida yaitu 1 unit laktosa dan 2 unit galaktosa. Atas dasar itu diusulkan nama fraksi 7 adalah galaktoequin karena senyawa antimikroba susu
kuda adalah galaktoprotein; atau galaktoferin karena mempunyai beberapa kemiripan sifat laktoferin. Hasil ini menguatkan kesimpulan di atas bahwa
senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa adalah senyawa protein. 7. Dari hasil percobaan telah dikembangkan teknologi proses produksi konsentrat
senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa dalam bentuk bubuk whey kering yang mempunyai daya antimikroba 20 kali dari susu cair atau dari 1 gram
bubuk setara dengan sekitar 20 ml susu kuda Sumbawa.
B. SARAN-SARAN