Kajian Aktivitas dan Karakterisasi Senyawa Anti Mikroba dari Susu kuda Sumbawa

(1)

KAJIAN AKT IVIT AS DAN KARAKT ERISASI

SENYAWA ANT IMIKROBA DARI

SUSU KUDA SUMBAWA

DIANA HERMAWAT I

SEKOL AH PASCASARJANA

INST IT UT PERT ANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(2)

ABSTRACT

DIANA HERMAWATI, (2005) STUDIES ON ACTIVITIES AND CHARACTERIZATION OF ANTIMICROBIAL COMPOUNDS FROM SUMBAWA MARE’S MILK. Under the supervision of MIRNAWATI SUDARWANTO as the Chairman of Advisory Committee, SOEWARNO T. SOEKARTO, FRANSISKA R. ZAKARIA, SOFJAN SUDARDJAT and FADJAR SUMPING TJATUR RASA as members of Advisory Committee.

Mare’s milk is a natural secretion of mammary gland of mare recently the so called “wild horse milk” is believed in cure effects to some diseases such as tuberculoses, typhoid fever, anemia, diarhea, leucaemia and cancer.

The main objectives of the research are to find out the antimicrobial substance in Sumbawa mare’s milk including (1) observation of the field condition of mare’s milk production and cultivation of Sumbawa horses, (2) verification of the antimicrobial activity of Sumbawa mare’s milk, (3) evaluation of the antimicrobial substance in mare’s, (4) the influence of heating and storaging on the activity of antimicrobial substances, (5) the spectrum of antimicrobial substance against pathogenic or food spoilage bacterias, (6) the polarity characteristics of antimicrobial compounds, and (7) Isolation, identification and characterization of the antimicrobial compounds of Sumbawa mare’s milk.

It was observed that the “wild horse milk” was produced from mares in the island of Sumbawa (districts of Sumbawa, Bima and Dompu), West Nusa Tenggara Province. Horses in Sumbawa island are raised extensively in the forest or savanah in the mountainous areas and were left there at days and nights. The farmers usually milk mares in the field at night. It was also observed that Sumbawa mare’s milk had a special features i.e. not spoile until five months storage at room temperature without any treatments such as pasteurization, freezing or adding a preservative substance. This condition indicated that Sumbawa mare’s milk contains a natural antimicrobial compound.

The result of the verification of the antimicrobial activity in Sumbawa mare’s milk showed that milk samples from farmers and distributors had strong antimicrobial activity. It means that Sumbawa mare’s milk contains antimicrobial compounds.

The stability test of the antimicrobial activity (of the milk) revealed that it was influenced by the length of storage time but slightly decreased by heating, about 26,6% of the initial activity.

The next experiment was to measure the spectrum of antimicrobial activity of Sumbawa mare’s milk by using nine bactericid species of gram positive and gram negative as well as pathogens and food spoilage types. This experiment resulted in data that the antimicrobial compounds of Sumbawa mare’s milk was a broad spectrum of antimicrobial activity. In general, gram positive bacteria was more sensitive compared to gram negative bacteria, however Vibrio cholerae, a gram negative bacteria, was the most sensitive to antimicrobial substance of mare’s milk, therefore Sumbawa mare’s milk could be used to cure diarhea caused by Vibrio cholerae.

The polarity characteristics of antimicrobial compound was known by using 6 solvents of different the polarity. The result indicated that methanol was the best solvent for antimicrobial compounds of Sumbawa mare’s milk.

The fractionation of antimicrobial compounds of Sumbawa mare’s milk using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) resulted seven (7) fractions. The first three fractions had no antimicrobial activity while the last four had. One out of four active fractions (that was the 7th fraction, the last fraction) had a strong antimicrobial activity, 206 mm2 area of clear zone.


(3)

The identification of the 7th fraction by using Bradford method indicated a protein compound, and by using electrophoresis it was found out that the molecular weight of the protein was 61,0 kD.

The experiement was to characterize the protein compound of the mare’s milk antimicrobial substance by using infra red spectrophotometer while for its carbohydrate compound by using ultra violet spectrophotometer. The result of this experiment demonstrated that the protein was a galactose containing glucoprotein.

Since the glucoprotein contains a galactose unit, it was suggested that the name of the 7th fraction is galactoequin or galactoferrin.


(4)

ABSTRAK

DIANA HERMAWATI. KAJIAN AKTIVITAS DAN KARAKTERISASI ANTIMIKROBA DARI SUSU KUDA SUMBAWA (HORSE MILK). Di bawah bimbingan: Prof. DR. drh. Hj. MIRNAWATI SUDARWANTO sebagai ketua; Prof. DR. SOEWARNO T. SOEKARTO; Prof. DR. Ir. FRANSISKA R. ZAKARIA, M.Sc; DR. drh. SOFJAN SUDARDJAT, D. MS; dan drh. FADJAR SUMPING TJATUR RASA, Ph.D, sebagi anggota.

Susu kuda Sumbawa adalah susu yang berasal dari ambing kuda betina yang sehat tanpa ditambah atau dikurangi zat apapun yang secara empiris telah digunakan sebagai obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti penyakit saluran pencernaan, tuberkulosis, anemia, radang paru-paru dan kanker.

Tujuan penelitian ialah menemukan senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa melalui penelitian sebagai berikut : (1) Mengamati kondisi lapangan cara produksi dan penanganan kuda Sumbawa, (2) Verifikasi aktivitas antimikroba dari susu kuda Sumbawa, (3) Mengkaji kemungkinan daya antimikroba berasal dari jenis-jenis tumbuhan tempat pengembalaan kuda Sumbawa, (4) Mengetahui pengaruh pemanasan dan penyimpanan terhadap stabilitas aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa, (5) Mengetahui spektrum antimikroba terhadap beberapa jenis bakteri patogen dan perusak pangan, (6) Mengetahui sifat polaritas senyawa antimikroba dan (7) Isolasi, Identifikasi dan Karakterisasi senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa.

Dari observasi lapangan, susu “kuda liar” berasal dari kuda di pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang dipelihara secara ekstensif (liar) di hutan, gunung dan padang rumput.

Susu kuda Sumbawa mempunyai keistimewaan yaitu tidak mengalami penggumpalan dan kerusakan meskipun tidak dipasteurisasi dan tanpa diberi bahan pengawet apapun, serta tahan disimpan pada suhu kamar sampai 5 bulan. Sifat ini memberi petunjuk bahwa dalam susu kuda Sumbawa terkandung zat yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri yang diduga senyawa antimikroba alami.

Hasil verifikasi antimikroba terhadap sampel susu kuda Sumbawa yang berasal dari peternak dan pedagang dan menunjukkan adanya aktivitas antimikroba yang kuat dalam susu kuda tersebut dengan diameter hambatan 15,18 – 34,63 mm.

Selanjutnya dilakukan uji stabilitas antimikroba susu kuda Sumbawa dengan pemanasan dan penyimpanan, hasilnya: pemanasan 70oC selama 10 menit menurunkan aktivitas antimikroba, sedangkan penyimpanan pada suhu kamar sampai 5 bulan tidak menurunkan aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa.

Spektrum antimikroba susu kuda dapat diketahui dengan dilakukan pengujian terhadap 9 jenis bakteri patogen dan perusak pangan. Hasilnya menunjukkan bahwa antimikroba dalam susu kuda mempunyai spektrum yang luas, dan ternyata bakteri gram positif lebih sensitif dibandingkan dengan bakteri gram negatif. Bakteri Vibrio

cholerae yang bersifat gram negatif tetapi sangat peka terhadap susu kuda Sumbawa

yang mengindikasikan susu kuda Sumbawa dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit saluran pencernaan seperti diarhea.

Sifat polaritas senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa dapat diketahui dengan menggunakan 6 jenis pelarut yang berbeda tingkat polaritasnya. Dari hasil analisis tersebut, pelarut metanol adalah pelarut terbaik yang dapat digunakan untuk melarutkan senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa.


(5)

Fraksinasi senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menghasilkan 7 fraksi dimana 4 fraksi mempunyai aktivitas antimikroba dan satu fraksi diantaranya yaitu fraksi 7 yang mempunyai aktivitas antimikroba yang paling kuat.

Uji terhadap sifat fraksi 7 dengan metode Bradford menunjukkan bahwa fraksi 7 adalah senyawa protein dan uji kuantitatif dengan elektroforesis menunjukkan hanya satu pita protein, dan mempunyai berat molekul 61,0 kD.

Dengan menggunakan spektrofotometer infra merah hasilnya menunjukkan bahwa fraksi 7 adalah senyawa glukoprotein dan dengan uji spektrofotometer UV ternyata fraksi 7 mengandung galaktosa.

Berdasarkan hasil karakterisasi bahwa senyawa antimikroba fraksi 7 dari susu kuda Sumbawa adalah senyawa glukoprotein yang mengandung galaktosa, maka fraksi 7 yang memiliki daya antimikroba paling kuat dari susu kuda Sumbawa diusulkan untuk dinamakan galaktoequin atau galaktoferin.


(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Diana Hermawati Asal Program Studi S3 : Sains Veteriner (SVT) NRP : P18600003/SVT

Asal Instansi : Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan, Bogor NIP : : 0800 630 46

Alamat asal : Komplek Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan, Gunung Sindur, Bogor. menyatakan dengan sebenarnya, bahwa : judul, isi dan data hasil penelitian didalam proses penyusunan dan penulisan disertasi ini, adalah hasil dari penelitian dan karya saya sendiri sejak akhir 1998 hingga akhir 2003, dibimbing oleh 5 (lima) dosen pembimbing, yaitu: Prof. DR. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto sebagai ketua; Prof. DR. Soewarno T. Soekarto; Prof. DR. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc; DR. drh. Sofjan Sudardjat D., MS; dan drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Ph.D, sebagai anggota. Demikian surat pernyataan ini.

Bogor, Juli 2005.

Yang membuat pernyataan,

Diana Hermawati (P18600003/SVT)


(7)

KAJIAN AKTIVITAS DAN KARAKTERISASI SENYAWA ANTIMIKROBA DARI

SUSU KUDA SUMBAWA

DIANA HERMAWATI

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2005


(8)

Judul Disertasi : Kajian Aktivitas dan Karakterisasi Senyawa Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa

Nama Mahasiswa : Diana Hermawati Nomor Pokok : P18600003/SVT Program Studi : Sains Veteriner

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto Ketua

Prof. Dr. Soewarno .T. Soekarto. Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc. Anggota Anggota

Dr. drh. Sofjan Sudardjat D., MS. drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, PhD. Anggota Anggota

Ketua Program Studi Sains Veteriner Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

drh. Bambang Pontjo P., MS, PhD. Prof. Dr. Ir. Hj. Sjafrida Manuwoto, MSc.


(9)

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan pada tanggal 19, Februari 1955 di Jakarta, merupakan anak pertama dari ayahanda Gatot Soedarmo dengan ibunda Lilik Sri Sukapti, penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri Pondok Pinang, Kebayoran Lama pada tahun 1967, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 48 Kebayoran Lama pada tahun 1970 dan menamatkan sekolah menengah atas di SMA Triguna Kebayoran Baru Jakarta Selatan pada tahun 1973. Pada tahun 1975, penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjahmada, tamat tahun 1981. Pada tahun 1994, penulis melanjutkan pendidikan Magister Sains di Institut Pertanian Bogor jurusan Kesehatan Masyarakat Veteriner dibawah bimbingan Prof. DR. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto, Drh. Mohammad Iskandar M.Sc dan Drh. Syamsul Bahri Siregar M.Sc, yang berhasil diselesaikan pada tahun 1997. Selanjutnya pada tahun 2000, penulis memasuki program Doktor di Institut Pertanian Bogor pada program Sains Veteriner Sub Program Kesehatan Masyarakat Veteriner.

Sejak tahun 1985 sampai tahun 1996 penulis bekerja sebagai staf di Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan, selanjutnya mulai tahun 1997 sampai saat ini penulis bekerja di Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian sebagai Kepala Balai di Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan.


(10)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, dengan selesainya penulisan disertasi yang berjudul : Kajian Aktivitas dan Karakterisasi Senyawa Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor di Program Studi Sains Veteriner Sub Program Kesehatan Masyarakat Veteriner, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada komisi pembimbing yaitu : Prof. DR. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto sebagai ketua komisi pembimbing; Prof. DR. Soewarno T. Soekarto; Prof. DR. Ir Fransiska R. Zakaria, M.Sc; DR. drh. Sofjan Sudardjat, D. MS; dan drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Ph.D, sebagai anggota komisi pembimbing, atas petunjuk, saran mulai dari perencanaan, pelaksanaan penelitian, penulisan dan penyempurnaan penulisan ini. Kepada kedua orang tua, ayahanda Gatot Soedarmo dan ibunda Lilik Sri Sukapti yang telah mengantarkan kami sampai jenjang pendidikan terakhir S3, kepada adik dan keponakan yang telah membantu baik moril maupun materil kami ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas semangat dan do’a yang telah diberikan selama ini.

Terima kasih kepada Bapak Direktur Jenderal Peternakan yang telah memberi ijin mengikuti pendidikan strata 3 pada Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, semua staf di Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan (BPMPP), Bapak Drh. Sri Dadi Wiryosuhanto dan staf Indonesia International Animal Science Research and Development Foundation (INI ANSREDEF) serta sahabat-sahabat dan semua pihak yang tidak tersebutkan atas bantuan dan dukungannya yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian, proses penyusunan disertasi dan penyelesaian studi doktor ini.

Semoga bantuan, dukungan dan perhatian yang telah bapak dan ibu berikan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhir kata semoga disertasi ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Juli 2005


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ...i

DAFTAR TABEL ...iv

DAFTAR GAMBAR ...v

DAFTAR LAMPIRAN ...vi

I. PENDAHULUAN ...1

A. LATAR BELAKANG...1

B. TUJUAN PENELITIAN ...4

C. MANFAAT HASIL PENELITIAN ...4

D. HIPOTESIS ...5

II. TINJAUAN PUSTAKA...6

A. KUDA ...6

1. Kuda di Indonesia ...6

2. Kuda Sumbawa ...8

B. SUSU ...8

1. Komposisi Susu...8

2. Protein Susu ...10

3. Susu Kuda ...11

4. Susu Kuda Sumbawa ...13

5. Khasiat Susu Kuda Sumbawa ...15

C. ANTIMIKROBA...16

1. Antibiotik ...16

2. Antimikroba Tanaman...17

3. Antimikroba Susu...19

a. Laktoferin ...19

b. Laktoperoxidase...19

c. Laktoglobulin...20

d. Laktolipida...20

D. MEKANISME KERJA SENYAWA ANTIMIKROBA...20

1. Gangguan Dinding dan Membran Sel ...21

2. Inaktivasi Enzim Esensial ...21

3. Inaktivasi Fungsi Material Genetika ...21

E. MIKROBA PATOGEN DAN PERUSAK PANGAN ...22

1. Bakteri Patogen ...22

2. Bakteri Perusak Pangan ...25

3. Bakteri Gram Negatif dan Positif...27

4. Mycobacterium tuberculosis ...29

F. BAKTERI ASAM LAKTAT ...30

1. Koumis ... ....31

2. Yakult ... ....31

3. Yogurt ...31

4. Kefir ...32

G. EKSTRAKSI, FRAKSINASI, ISOLASI DAN KARAKTERISASI ...32

1. Metode Ekstraksi ...32


(12)

3. Metode Isolasi dan Identifikasi secara Elektroforesis ...35

4. Metode Spektrofotometer ...37

a. Spektroskopi Infra Merah ...37

b. Spektroskopi Ultra Violet...38

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ...40

A. TEMPAT PENELITIAN ...40

B. BAHAN BAN ALAT...40

1. Bahan ...40

a. Susu Kuda Sumbawa, Susu Pembanding dan Tumbuhan Makanan Kuda Sumbawa ... ...40

b. Bahan-bahan untuk Analisis Bioassay ... .41

c. Bahan-bahan untuk Uji Ekstraksi, Fraksinasi dan Isolasi ...41

d. Bahan-bahan untuk Uji Identifikasi ... 41

2. Alat ...42

a. Peralatan untuk Bioassay ...42

b. Peralatan untuk Fraksinasi ...42

c. Peralatan untuk Isolasi dan Identifikasi ... 42

3. Kultur Bakteri ...42

C. KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN ...42

1. Tahap Pertama (Pengamatan lapangan, pengambilan susu kuda Sumbawa dan tumbuhan bahan makanan kuda Sumbawa) ...43

2. Tahap Kedua (Pembuktian hipotesa pertama) ...43

3. Tahap Ketiga (Pembuktian hipotesa kedua) ... .44

4. Tahap Keempat (Pembuktian hipotesa ketiga) ... 45

5. Tahap Kelima (Pengembangan Produksi Konsentrat Antimikroba)...45

D. METODA PENELITIAN ...45

1. Pengamatan Lapangan ...47

2. Verifikasi Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa...48

3. Percobaan Uji Aktivitas Antimikroba dari Berbagai Tumbuhan yang Dimakan Kuda Sumbawa ... 50

4. Percobaan Stabilitas Daya Antimikroba Susu Kuda Sumbawa ...50

5. Percobaan Spektrum Aktivitas Antimikroba ...51

6. Percobaan Analisis Sifat Polaritas Senyawa Antimikroba ...51

7. Percobaan Fraksinasi Senyawa Antimikroba dengan KCKT ...52

8. Percobaan Isolasi dan Identifikasi Senyawa Antimikroba...53

9. Percobaan Karakterisasi Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer Infra Merah dan Spektrofotometer Ultra Violet ...55

10. Percobaan Pengembangan Produksi Konsentrat Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa ... ...56

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...58

A. PENGAMATAN LAPANGAN ...58

1. Deskripsi Pulau Sumbawa dan Populasi Kuda Sumbawa...58

2. Pemeliharaan Kuda di Pulau Sumbawa...60

3. Cara Memerah dan Produksi Susu Kuda Sumbawa ...63

4. Penanganan dan Kondisi Susu di Lapangan ...64

5. Penggunaan dan Arti Ekonomi Susu Kuda Sumbawa bagi Masyarakat Setempat...68


(13)

B. VERIFIKASI ANTIMIKROBA DALAM SUSU KUDA SUMBAWA DAN

TUMBUHAN ...69

1. Uji Aktivitas Antimikroba dalam Susu Kuda Sumbawa ...69

2. Uji Aktivitas Antimikroba dari Tumbuhan Sumber Makanan Kuda Sumbawa ...73

C. UJI STABILITAS, SPEKTRUM DAN SIFAT POLARITAS SENYAWA ANTIMIKROBA PADA SUSU KUDA SUMBAWA ...75

1. Uji Stabilitas Daya Antimikroba Susu Kuda Sumbawa ...75

a. Pengaruh Pemanasan ...75

b. Pengaruh Penyimpanan...76

2. Uji Spektrum Aktivitas Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa...78

3. Uji Sifat Polaritas Senyawa Antimikroba ...81

D. FRAKSINASI, ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA ANTIMIKROBA DALAM SUSU KUDA SUMBAWA ...83

1. Fraksinasi Senyawa Antimikroba ...83

a. Fraksinasi Komponen Susu Kuda Sumbawa ...83

b. Aktivitas Antimikroba dari Fraksi-Fraksi ...85

2. Isolasi dan Identifikasi Fraksi 7 ... .86

3. Identifikasi dan Karakterisasi Gugus Aktif Fraksi 7...88

a. Identifikasi Gugus Aktif Protein ...88

b. Identifikasi Komponen Gula ...91

E. PRODUKSI KONSENTRAT DARI SUSU KUDA SUMBAWA ...93

V. PEMBAHASAN UMUM ...96

VI. SIMPULAN DAN SARAN ...100

A. SIMPULAN ...100

B. SARAN...102

DAFTAR PUSTAKA ...104

LAMPIRAN ...112


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Tabel 1. Komposisi susu beberapa spesies Mamalia ... .9 2. Tabel 2. Komposisi protein kolostrum dan susu kuda ... .11 3. Tabel 3. Perbandingan komposisi susu kuda dengan susu hewan ternak

lainnya dan susu mamalia (%) ...13 4. Tabel 4. Komposisi dan sifat susu kuda Sumbawa dan susu kuda pacu...16 5. Tabel 5. Karakteristik pelarut-pelarut organik untuk ekstraksi komponen

bioaktif ... 33 6. Tabel 6. Populasi kuda di pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat dan

Indonesia tahun 1999 - 2003 ... 58 7. Tabel 7. Populasi kuda Sumbawa di pulau Sumbawa tahun 2003... 59 8. Tabel 8. Volume produksi susu kuda Sumbawa dan perhitungan nilai

(dalam rupiah) per tahun (2003) ... 68 9. Tabel 9. Aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa, susu kuda bukan

Sumbawa dan susu sapi menggunakan bakteri uji Micrococcus luteus ATCC 9341... 71 10. Tabel 10. Beberapa jenis tumbuhan yang dikonsumsi kuda Sumbawa ... 73 11. Tabel 11. Pengaruh pemanasan pada suhu 70oC selama 10 menit terhadap

stabilitas daya antimikroba susu kuda Sumbawa ... 76 12. Tabel 12. Pengaruh masa simpan terhadap stabilitas daya antimikroba

susu kuda... 77 13. Tabel 13. Uji sensitifitas antimikroba pada susu kuda*) terhadap berbagai

bakteri patogen dan perusak pangan ... 79 14. Tabel 14. Daya antimikroba (mm) hasil ekstraksi dengan pelarut dari berbagai tingkat polaritas dan pelarut air ... 82 15. Tabel 15. Hasil uji aktivitas mikroba fraksi-fraksi senyawa aktif antimikroba

dalam fase air susu kuda Sumbawa... 85 16. Tabel 16. Hasil analisis spektrum infra merah terhadap fraksi 7 dan

Laktoferin ... 90 17. Tabel 17. Hasil uji spektrofotometer ultra violet beberapa jenis standar gula,


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian ... 44

2. Gambar 2. Tahap dan urutan penelitian senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa ... ... 46

3. Gambar 3. Uji aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa, susu kuda bukan Sumbawa, susu sapi dan susu kuda pacu (Yoshimura et al, 1991) ... 49

4. Gambar 4. Pemisahan susu menjadi fase hexan dan air ... 52

5. Gambar 5. Fraksinasi komponen antimikroba susu kuda Sumbawa ... 54

6. Gambar 6. Skema urutan proses produksi konsentrat antimikroba ... 57

7. Gambar 7. Pemeliharaan kuda Sumbawa di kabupaten Sumbawa ... 61

8. Gambar 8. Pemeliharaan kuda Sumbawa di kabupaten Dompu ... 61

9. Gambar 9. Kuda di kabupaten Bima yang sedang pulang ke kandang dari padang rumput ... 62

10. Gambar 10. Pemeliharaan kuda Sumbawa di kabupaten Bima ... 62

11. Gambar 11. Kuda Sumbawa yang sedang diperah dipingir hutan ... 64

12. Gambar 12. Kuda Bima yang sedang diperah di dalam atau dekat kandang ... 64

13. Gambar 13. Penyimpanan susu dalam jerigen di kabupaten Bima ... 65

14. Gambar 14. Penyimpanan susu dalam botol di kabupaten Sumbawa ... 65

15. Gambar 15. Penanganan susu kuda Sumbawa di Tangerang ... 65

16. Gambar 16. Kemasan botol komersil oleh CV. Dian dan CV. Kilo Baru (pengumpul/pedagang) di Sukabumi ... 66

17. Gambar 17. Kemasan botol komersil oleh CV. Rachman Ali Belo, di Mataram dan kemasan botol komersil di Dompu ... 66

18. Gambar 18. Susu yang telah di simpan 5 bulan tidak rusak ... 67

19. Gambar 19. Aktivitas antimikroba susu segar ... 70

20. Gambar 20. Aktivitas antimikroba susu kuda bukan Sumbawa dan susu sapi segar ... 70

21. Gambar 21. Aktivitas antimikroba susu asam ... 70

22. Gambar 22. Jenis tumbuhan Papanta dan Mampidaroo yang biasa dimakan kuda Sumbawa ... 74

23. Gambar 23. Jenis tumbuhan Sisisanga, Mporingame dan Karoowa yang biasa dimakan kuda Sumbawa ... 74


(16)

24. Gambar 24. Hasil fraksinasi senyawa aktif antimikroba dengan KCKT ... 84

25. Gambar 25. Hasil elektroforesis sampel fraksi no. 7 ... 87

26. Gambar 26. Hasil elektroforesis standar laktoferin susu sapi... 87

27. Gambar 27. Hasil analisis spektrum fotometer infra merah fraksi 7 ... 89

28. Gambar 28. Hasil analisis spektrum fotometer infra merah standar laktoferin ... 89

29. Gambar 29. Hasil analisis komponen gula dengan spektrofotometer ultra violet ... 91

30. Gambar 30. Skema produksi konsentrat susu kuda Sumbawa ... 94

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Lampiran 1. Ringkasan Laporan Studi Kasus ... 112

2. Lampiran 2. Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Susu Kuda Sumbawa, Susu Kuda Bukan Sumbawa dan Susu Sapi ... 131

3. Lampiran 3. Proposal Aplikasi Hasil Penelitian Susu Kuda Sumbawa ... 136


(17)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Susu telah dikenal sebagai bahan makanan yang bernilai gizi tinggi, mudah dicerna dan mengandung zat-zat nutrisi yang diperlukan oleh manusia seperti lemak, protein, karbohidrat dan mineral. Susu adalah sekresi kelenjar susu dari mamalia menyusui termasuk ternak. Susu yang dikonsumsi oleh masyarakat sebagian besar adalah susu sapi dan susu ternak lainnya seperti kerbau, kambing dan juga susu kuda (Winarno, 1993).

Di Eropa Timur susu kuda sudah dikenal sebagai minuman kesehatan sejak berabad-abad yang lalu. Di Mongolia, Eropa Timur, daerah pegunungan di Asia Timur dan Rusia, susu kuda sudah diketahui khasiatnya, baik sebagai minuman sehari-hari maupun sebagai obat. Kaisar Mongolia, Djenghis Khan dan pasukannya adalah peminum susu kuda (Kosikowski, 1982). Sedangkan di Indonesia baru dikenal tahun seribu sembilan ratus delapan puluhan.

Di Rusia susu kuda diolah menjadi Koumiss yang dipakai untuk Koumiss

therapy di rumah sakit di Samara, Moskwa, Leningrad, Volinsk dan lain-lain. Pada

tahun 1962 sudah ada 23 rumah sakit di Rusia yang menggunakan Koumiss therapy

untuk menanggulangi penyakit-penyakit tuberculosis (TBC), saluran pencernaan, avitaminosis, anemia (lesu darah), penyakit kardiovaskuler, lever dan ginjal (Dharmojono, 1993).

Di Indonesia, penggunaan susu kuda liar untuk pengobatan berbagai macam penyakit baru dikenal setelah ada pengalaman beberapa pasien penderita leukemia yang disembuhkan (Anonymous, 1991 dan Anonymous, 1992).

Sekitar tahun 1998 banyak beredar dan populer di masyarakat produk susu kuda dengan label susu “kuda liar” dan dipromosikan sebagai obat yang dapat


(18)

menyembuhkan berbagai penyakit, seperti paru-paru basah, tuberkulosis, tifus, anemia, kanker dan sebagainya. Susu kuda Sumbawa yang dijual dengan label susu “kuda liar” dinyatakan masa edarnya sampai beberapa bulan (Anonymous, 1998a).

Susu “kuda liar” yang kemudian ternyata adalah susu kuda Sumbawa dijual melalui apotik, toko obat, radio swasta, pasar swalayan, bandara udara dan perorangan di beberapa kota di Indonesia. Dari pengamatan di lapangan ternyata susu kuda Sumbawa yang disimpan pada suhu kamar sampai beberapa bulan tidak rusak, melainkan hanya mengalami fermentasi, padahal susu sapi yang disimpan pada suhu kamar dalam waktu 24 jam sudah rusak dan tidak dapat dikonsumsi lagi (Hermawati, 1998; Hermawati, 2001; Hermawati, 2002; Hermawati, 2003 dan Hermawati, 2004).

Masyarakat meyakini bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai khasiat dapat mengobati bermacam-macam penyakit namun demikian khasiat tersebut belum berdasarkan pada hasil penelitian. Menurut Dharmojono (1998b), masyarakat yang mengkonsumsi susu kuda Sumbawa yakin khasiatnya dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti kanker, tuberkulosis paru-paru, saluran kencing, anemia, saluran pencernaan dan jenis penyakit lainnya yang tidak dapat ditanggulangi oleh dokter, sehingga oleh masyarakat sering disebut sebagai “obat dewa” (Anonymous, 1991; Anonymous, 1992; Anonymous, 1993a dan Nuroso, 1993).

Di lain pihak ada sebagian masyarakat yang menyangsikan khasiat susu kuda Sumbawa sebagai obat, sebagaimana dikutip dari pemberitaan beberapa media masa (Faried dan Budi, 1998).

Susu kuda Sumbawa pernah dilarang oleh DEPKES untuk diiklankan dan diedarkan dengan label “susu kuda liar” yang dapat menyembuhkan beberapa macam penyakit dan dilarang dijual di apotek dan pasar swalayan. Larangan ini membuat asosiasi persusuan dan distributor susu kuda liar resah dan dalam pertemuannya dengan DITJEN POM disepakati bahwa semua produk susu kuda yang ada di peredaran tidak mencantumkan lagi khasiat obat pada labelnya, kata-kata kuda liar


(19)

diganti dengan “kuda Bima” dan dinyatakan sebagai produk minuman susu yang baik untuk kesehatan (Anonymous, 1998b).

Berawal dari fenomena alam bahwa susu kuda Sumbawa tidak rusak walaupun disimpan dalam suhu kamar sampai beberapa bulan dan hasil penelitian awal yang memberikan petunjuk adanya aktivitas antimikroba dalam susu kuda Sumbawa, maka peneliti mengangkat masalah susu kuda Sumbawa ini sebagai bahan penelitian disertasinya.

Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat dipakai untuk mendukung kebijakan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan dalam pengembangan kuda Sumbawa antara lain melalui pemberdayaan peternak kuda, seleksi, perbaikan manajemen peternakan dan penanganan susu kuda, serta alternatif pemanfaatan susu kuda Sumbawa.

Di samping itu hasil penelitian ini dapat meluruskan distorsi informasi mengenai kegunaan dan khasiat susu kuda Sumbawa yang diterima masyarakat dan memberikan tambahan pengetahuan bagi para peternak kuda akan manfaat susu kuda untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya. Demikian pula dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai susu kuda yang masih sedikit di Indonesia.

Penelitian meliputi observasi lapangan dan penelitian laboratorium. Observasi lapangan dilakukan di Kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu di pulau Sumbawa, provinsi Nusa Tenggara Barat dengan maksud untuk mengetahui kondisi kuda, lokasi, waktu, peternak dan cara memerah susu kuda Sumbawa, serta cara-cara mengemas, menyimpan dan mengirim susu kuda Sumbawa untuk dipasarkan. Observasi juga dilakukan di tempat penjualan susu kuda Sumbawa untuk mengetahui perlakuan terhadap susu kuda Sumbawa (penambahan bahan pengawet, pemanasan, pendinginan dan penyimpanannya). Hasil penelitian lapangan ini digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesa penelitian.


(20)

Penelitian laboratorium dimaksudkan untuk mengetahui (1) adanya aktivitas senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa, (2) aktivitas dan stabilitas senyawa antimikroba dalam susu kuda dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan bakteri perusak pangan, (3) komponen dan gugus aktif senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa, (4) pengembangan produk baru konsentrat susu kuda Sumbawa untuk produk komersial.

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan spesifik penelitian susu kuda Sumbawa adalah untuk mengetahui : (1) kondisi lapangan tentang cara pemerahan dan penanganan susu kuda

Sumbawa;

(2) hasil verifikasi aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa;

(3) daya antimikroba dari jenis-jenis tumbuhan tempat penggembalaan kuda Sumbawa;

(4) stabilitas daya antimikroba terhadap pemanasan dan penyimpanan susu kuda Sumbawa;

(5) spektrum antimikroba terhadap beberapa jenis bakteri patogen dan perusak pangan;

(6) sifat polaritas senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa dan

(7) hasil isolasi dan identifikasi serta karakterisasi senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa.

C. MANFAAT HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk :

(1) memperoleh data dasar tentang aktivitas antimikroba, sifat, stabilitas, komponen, dan isolasi senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa, (2) menyediakan data dasar untuk pengembangan dan pemanfaatan susu


(21)

(3) mengembangkan manfaat susu kuda Sumbawa sebagai makanan kesehatan, dan

(4) pengembangan ekonomi daerah dan meningkatkan sumber pendapatan masyarakat.

Di samping itu, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang benar mengenai susu kuda Sumbawa. Bagi pemerintah khususnya bagi Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan dapat tergerak sebagai data dasar untuk perumusan kebijakan dalam pengembangan peternakan, diversifikasi produk peternakan dan untuk realisasi potensi ekonomi daerah dari peternak kuda Sumbawa dan sejenisnya.

D. HIPOTESIS

Berdasarkan observasi lapangan, survei literatur dan penelitian pendahuluan mengenai susu kuda Sumbawa, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut :

(1) Bahwa susu kuda Sumbawa mengandung senyawa antimikroba yang kuat; (2) Bahwa daya antimikroba susu kuda Sumbawa mempunyai spektrum yang

luas;

(3) Bahwa senyawa antimikroba pada susu kuda Sumbawa termasuk golongan protein.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KUDA

Kuda adalah hewan mamalia berlambung tunggal dan berkuku satu dari famili

Equidae, dari genus Equus dan spesies Caballus, yang terdiri dari berbagai galur.

Equus caballus occidentalis atau galur kuda berdarah dingin di Eropa dan galur Equus cabalus orientalis yang berdarah panas di Asia dan Amerika.

Kuda yang ada saat ini telah mengalami evolusi yang dimulai dari nenek moyang kuda generasi pertama yang hidup 50 juta tahun lalu yang dinamai Eohippus. Generasi kedua 35 juta tahun lalu dinamai Mesohippus, generasi berikutnya dinamai

Pliohippus sampai dengan generasi yang sekarang dari genus Equus. Generasi Equus

hidup di Amerika Utara, kemudian imigrasi ke daratan Asia, Eropa, Afrika dan Amerika Selatan melalui daratan. Salah satu dari generasi Equus kemudian berkembang menjadi kuda liar (Feral Horse) di daratan Amerika, (Soehardjono, 1990; Wiryosuhanto, 2003).

Pada saat ini spesies kuda liar yang masih hidup yaitu "Equus Przewalskii” yang ditemukan di habitat alamnya di pegunungan yang berbatasan dengan Tiongkok atau dari kebun-kebun binatang di Eropa dan Amerika Utara. Spesies lain yang masih hidup sampai sekarang adalah Keledai (Equus assinus), Zebra (Equus atau Hippotigris

burchelli) dan kuda domestik (Equus cabalus). Kuda liar yang ada sekarang adalah

Feral Horse” yaitu kuda yang ditangkap dan dijinakkan menjadi kuda domestik

sekarang (Wiryosuhanto, 2003).

1. Kuda di Indonesia

Menurut Soehardjono (1990), kuda asli Indonesia adalah keturunan kuda Mongol. Kuda Mongol sendiri adalah keturunan dari kuda Przewalskii yang ditemukan pada tahun 1879 di Asia Tengah yang penyebarannya sampai ke wilayah Asia


(23)

Tenggara. Asal-usul kuda Indonesia sangat panjang, dimulai pada abad ke-7 Masehi

pada masa kerajaan Hindu-Budha di Jawa dan Sumatra. Diperkirakan kuda Indonesia berasal dari Asia Selatan yang dibawa oleh pedagang dan pemuka agama Hindu dan Budha, kuda-kuda tersebut keturunan kuda Mongol dan persilangan antara kuda Mongol dengan kuda Pegunungan Himalaya. Selanjutnya pada abad ke-13 tentara Khubilai Khan dari dataran Tiongkok datang ke Jawa Timur dengan membawa kuda Mongol. Keturunan dari kuda ini masih ada di pegunungan Tengger dan Cirebon. Kedatangan para penyebar agama Islam dari India Selatan pada abad ke-13 juga mempengaruhi perkembangan kuda di Indonesia. Mereka membawa kuda hasil persilangan antara kuda Arab dengan kuda Mongol. Pada abad ke-16 bangsa Portugis datang ke Indonesia Timur antara lain ke Sulawesi Utara; mereka membawa kuda keturunan Arab dengan Eropa. Hasil persilangan kuda-kuda tersebut melahirkan kuda Minahasa ( Soehardjono,1990 dan Wiryosuhanto, 2003)

Menurut hasil pengamatan, di Indonesia ada dua jenis kuda yaitu kuda yang hidup di dataran tinggi Tapanuli, Sumatra Utara yang dikenal dengan kuda Batak dan kuda yang hidup di wilayah timur Indonesia yang dikenal dengan sebutan kuda Sandel (Soehardjono, 1990). Sedangkan menurut Wiryosuhanto (2003), pada masa pemerintahan kolonial Belanda, kuda Arab disilangkan dengan kuda lokal menghasilkan kuda Sandel-Arab di Sumatra dan kuda Sandel-Sumba di daerah Timor. Kemudian banyak pejantan kuda Sandel yang digunakan untuk perbaikan mutu kuda di Jawa karena mempunyai darah kuda Eropa yang didatangkan dari Australia. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kuda Indonesia asli adalah keturunan kuda Mongol, kuda Arab dan kuda Eropa.

Menurut Encyclopedia van Netherland Oast Indie yang dikutip Soeharjono (1990), pada tahun 1920 terdapat 15 jenis kuda di Indonesia yaitu: Makassar, Gorontalo, Minahasa, Sumba, Sumbawa, Bima, Flores, Savoe, Roti atau Kosi, Timor, Sumatra, Jawa, Bali dan Lombok, serta Kuningan.


(24)

2. Kuda Sumbawa

Kuda Sumbawa berasal dari pulau Sumbawa yaitu dari Kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu. Di Nusa Tenggara Timur juga terdapat kuda sejenis dengan kuda Sumbawa namun dengan mengunakan nama kuda Sumba.

Soeharjono (1990) melaporkan bahwa populasi kuda di pulau Sumba sebanyak 74.000 ekor. Kuda-kuda tersebut pada umumnya dipelihara secara ekstensif (“liar”) di padang rumput savana. Tinggi kuda sekitar 1,15 m, berbadan kuat dan mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi sehinga kuda tersebut digunakan sebagai kuda tarik. Berdasarkan data statistik peternakan 2002, populasi kuda di Provinsi NTB tinggal sebanyak 59.540 ekor dan di Provinsi NTT sebanyak 93.109 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2002).

B. SUSU

Menurut Buckle et al (1987), susu didefinisikan secara umum sebagai sekresi kelenjar susu dari hewan yang menyusui. Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (1991) susu didefinisikan sebagai cairan yang berasal dari ambing sapi yang sehat tanpa ditambah atau dikurangi zat apapun kecuali didinginkan serta diperoleh dengan cara yang baik dan benar. Istilah susu untuk konsumsi diartikan sebagai susu sapi, sedangkan untuk susu hewan mamalia lainnya diikuti dengan nama spesiesnya, sehingga susu yang berasal dari ambing kuda disebut susu kuda. Secara struktural, susu adalah emulsi lemak dalam air. Susu murni pada umumnya berwarna putih atau putih kekuningan dengan rasa yang agak manis karena adanya gula susu atau laktosa (Rahman et al, 1992; Varnam and Sutherland, 1994).

1. Komposisi Susu

Susu mengandung semua zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup anak mamalia seperti lemak, protein, karbohidrat (laktosa), vitamin, mineral dan air. Komponen dan karakteristik zat gizi yang terdapat dalam susu


(25)

memungkinkan zat gizi susu mudah diserap dan digunakan oleh tubuh hewan atau

manusia (Buckle et al, 1997).

Pada Tabel 1 dapat dilihat perbedaan kadar lemak, protein, gula, abu dan air dari beberapa spesies mamalia. Kadar lemak susu bervariasi dari 1,59%-54,2%, yang paling rendah pada kuda (1,59%) dan yang paling tinggi pada anjing laut (54,2%). Kadar lemak susu sapi 3,90% hampir mendekati kadar lemak susu manusia 3,80%, sedangkan kadar lemak susu kuda 1,59% lebih rendah dari susu sapi dan susu manusia. Kadar protein susu juga bervariasi yaitu berkisar antara 1,20%-12,95%. Kadar protein paling rendah pada susu manusia (1,20%) dan paling tinggi pada susu kelinci (12,95%). Dilihat dari kadar proteinnya, kadar protein susu kuda (2,00%) paling mendekati kadar protein susu manusia (1,20%), disamping itu kandungan kasein susu kuda juga rendah sehingga susu kuda tidak menggumpal bila diasamkan (Buckle et al, 1987).

Kadar laktosa susu beberapa spesies mamalia bervariasi antara 1,79%-7,00%, yang paling rendah pada susu ikan paus (1,79%) dan paling tinggi pada susu manusia (7,00%), sedang susu anjing laut tidak mempunyai kadar laktosa. Dari variasi tersebut, kecuali lemak komposisi susu kuda mendekati kadar laktosa susu manusia (Buckle et al, 1997).

Tabel 1. Komposisi susu beberapa spesies mamalia

Jenis Lemak (%) Protein (%) Laktosa (%) Abu (%) Air (%)

Kambing 4,09 3,71 4,20 0,79 87,81

Ikan Paus 22,24 11,90 1,79 1,66 63,00

Kelinci 13,60 12,95 2,40 2,55 68,50

Kerbau 7,40 4,74 4,64 0,78 82,44

Kuda 1,59 2,00 6,14 0,41 89,86

Domba 8,28 5,44 4,78 0,90 80,60

Anjing laut 54,20 12,00 - 0,53 34,00

Sapi 3,90 3,40 4,80 0,72 87,10

Manusia 3,80 1,20 7,00 0,21 87,60


(26)

2. Protein Susu

Protein susu sapi terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu 80 persen dari total protein adalah kasein dan sisanya yang 20 persen protein whey.

Menurut Moller (1995), kasein terdiri dari empat komponen yaitu : α s1–kasein;

α s2–kasein; β–kasein; dan k–kasein. Jumlah komponen kasein tersebut berturut-turut adalah : 4,5% α s1–kasein; 12% α s2–kasein; 34% β–kasein dan 10% k–kasein dari total protein susu, serta mempunyai berat molekul antara 19039 – 25230 gram per mol.

Kasein terdapat dalam bentuk kasein kalsium yang merupakan senyawa kompleks dari kalsium fosfat kasinat (pembentuk utama keju) dan berbentuk partikel-partikel kompleks koloid yang disebut micells. Bila pH susu cukup asam kira-kira 5,2 – 5,3 , akan terjadi penggumpalan kasein disertai dengan larutnya garam-garam kalsium dan fosfor.

Protein whey yaitu protein yang terdapat di bagian aktif susu meliputi protein globulin dengan berat molekul antara : 4100 – 1000000 gram per mol. Protein whey terdiri dari dua komponen utama, yaitu β-lactoglobulin (β-Lg) dan α–lactolbumin (α-La) (Moller, 1995). Naidu (2002) menyatakan bahwa laktoferin juga terdapat dalam protein

whey.

Setelah partus, kolostrum susu kuda mengandung total protein, whey protein, kasein dan NPN berturut-turut ; 16,41% ; 13,46 %; 2,95 % dan 0,052%. Dua sampai lima hari setelah partus susu kuda mengandung total protein, whey protein, kasein dan NPN berturut-turut ; 4,13% ; 2,11%; 2,02% dan 0,031%. Sedangkan delapan sampai empat puluh lima hari setelah partus susu kuda mengandung total protein, whey protein, kasein dan NPN berturut-turut ; 2,31 %; 1,11% ; 1,20% dan 0,031% (Csapo-kiss et al, 1995).


(27)

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kolostrum susu kuda mengandung

total protein, whey protein, kasein dan NPN sangat tinggi pada hari-hari pertama kemudian menurun dengan cepat sampai hari ke empat puluh lima setelah partus; dan setelah itu menjadi menurun dengan lambat.

Kolostrum susu kuda mengandung lebih dari 10% protein dan 80% dari protein tersebut mengandung immunoglobulin. Setelah selesai masa kolostrum, whey protein susu kuda mengandung 11,21% immunoglobulin, 2 – 15% serum albumin, 26-50% Ü-lactalbumin dan 28-60% â-lactoglobulin (Csapo-kiss et al, 1995).

Komposisi protein susu kuda bervariasi menurut fase laktasi. Menurut Csapo-kiss et al, (1995) komposisi total protein, protein whey, kasein dan NPN pada kolostrum (1 hari), susu (2-5 hari) dan susu kuda 45 hari setelah partus disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi protein kolostrum dan susu kuda Kolostrum

Komposisi

( /100 gr susu) 1 hari 2-5 hari Susu Kuda

Total Protein 16,41 4,13 2,31

Protein Whey 13,46 2,11 1,11

Protein Kasein 2,95 2,02 1,20

NPN 0,052 0,043 0,031

Sumber: Csapo-kiss et al (1995)

Total protein kolostrum susu kuda satu hari setelah partus sangat tinggi yaitu 7 kali lebih besar bila dibandingkan dengan total protein susu kuda bukan kolostrum, whey protein 12 kali lebih besar, kasein 2,5 kali lebih besar dan NPN 1,7 kali lebih besar. Total protein, whey, kasein dan NPN terus menurun sejak hari kelima sampai mencapai susu kuda biasa (Csapo-kiss et al, 1995)

3. Susu Kuda

Secara keseluruhan komposisi susu kuda berbeda dengan komposisi susu hewan lainnya (Tabel 1). Dari komposisinya susu kuda lebih mendekati komposisi susu


(28)

manusia, karena susu kuda mengandung kadar lemak dan protein yang rendah dan

kandungan laktosanya juga tinggi.

Susu kuda sudah sejak beberapa abad yang lalu dikonsumsi oleh masyarakat di daerah Asia Tenggara, Mongolia, Eropa Timur dan Rusia. Susu kuda pada umumnya dikonsumsi dalam bentuk susu fermentasi sebagai minuman sehari-hari maupun untuk tujuan pengobatan. Susu fermentasi tersebut di Eropa Timur dikenal sebagai Koumiss (Kosikowski, 1982).

Di negara Rusia dan negara-negara Eropa Timur, susu kuda banyak digunakan untuk pengobatan penyakit radang paru-paru terutama tuberculosis. Selain penyakit TBC susu kuda banyak digunakan untuk pengobatan penyakit ginjal, hati, radang usus, radang lambung, anemia, avitaminosis dan gangguan kardiovaskuler (Anonymous, 1993b; Anonymous,1997).

Dibandingkan dengan susu hewan ternak lain, susu kuda mempunyai beberapa keunggulan yaitu mengandung protein whey dan laktosa yang lebih tinggi dari pada susu hewan ternak lainnya dan mendekati susu ibu (Tabel 3) (Morel, 2003).

Protein susu kuda dalam kolostrum sangat tinggi yaitu 13,5% dan dalam laktasi biasa hanya 2,7%. Lemak atau lipida pada susu kuda, relatif lebih rendah dibandingkan dengan susu hewan ternak dan susu ibu. Protein dalam laktasi terdiri dari 1,3% protein kasein dan 1,2% protein whey. Protein kasein mengandung asam amino esensial dan membantu mengangkut mineral dari induk kuda ke anak melalui susunya. Kasein diasosiasikan dengan ion kalsium, fosfat dan magnesium yang membentuk misel-misel yang membawa mineral dalam susu kuda. Protein whey ada dua tipe, yaitu pertama whey protein yang terdapat dalam susu kuda dan whey protein lainnya yang terdapat di dalam darah dan susu. Protein whey yang ada dalam susu terdiri dari laktoglobulin-â (28-60% dari protein whey), dan laktalbumin-á (26-50% dari protein whey) (Gibbs et al, 1982). Laktalbumin-á merupakan s umber asam amino dan kaya akan asam amino esensial seperti triptofan (Morel, 2003).


(29)

Tabel 3. Perbandingan komposisi susu kuda dengan susu hewan ternak

lainnya dan susu ibu (%).

No. Jenis Susu Total

Solid

Lemak Protein

Kasein Protein Whey Laktosa 1. 2. 3. 4. 5. Manusia (ibu) Sapi Kambing Domba Kuda 12,4 12,7 13,2 19,3 11,2 3,8 3,7 4,5 7,4 1,9 0,4 2,8 2,5 4,6 1,3 0,6 0,6 0,4 0,9 1,2 7,0 4,3 4,1 4,8 6,2

Protein whey yang ada dalam susu dan sirkulasi darah adalah serum albumin (2-15% protein whey), serum globulin (11-21% dari protein whey) (Gibbs et al, 1982). Serum albuminnya sama dengan serum albumin dalam darah, sedangkan serum globulin adalah fraksi immunologikal susu kuda dan karenanya sangat tinggi konsentrasinya dalam kolostrum (Morel, 2003).

Menurut Sudarwanto et al (1998), susu kuda mempunyai fraksi protein yang kaya dengan whey protein (35-50%) dari total protein. Sedangkan menurut Jometti et al (2001) komposisi susu kuda berbeda dengan komposisi susu sapi tetapi hampir mirip dengan komposisi susu manusia yaitu rendah non protein nitrogen (NPN), rendah kasein dan tinggi laktosa; dan Morel (2003) mengatakan bahwa protein dalam susu kuda terdiri dari protein whey (1,2%) dan protein kasein (1,3%).

Laktosa adalah komponen energi dalam susu kuda (6,1%), satu molekul laktosa terdiri dari satu molekul galaktosa dan satu molekul glukosa, dalam usus anak komponen galaktosa mudah diubah menjadi glukosa (Morel, 2003).

4. Susu Kuda Sumbawa

Dari hasil analisa komposisi susu kuda Sumbawa yang dilakukan oleh Supriati (1998) di Pusat Pengembangan Penelitian dan Pengembangan Gizi Bogor, diketahui bahwa kandungan gizi susu kuda Sumbawa per 100 gram adalah 1,3 gram protein, 2,0 gram lemak, 114 mg Ca, 135 mg/lt vitamin C dan 0,64 mg Fe serta 690 mg/lt


(30)

provitamin A (karoten). Sedangkan Sudarwanto et al (1998) dan Hermawati et al

(2003) telah menganalisis komposisi susu kuda Sumbawa dan susu kuda Pacu seperti dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi dan sifat susu kuda Sumbawa dan susu kuda Pacu

Komposisi Susu Kuda Sumbawa a) Susu Kuda Pacu 1) b)

Berat jenis 1,0235 -

Kadar lemak (%) 1,68 2,0

Kadar protein (%) 2,26 1,70

Kadar laktosa (%) 4,31 5,80

Bahan kering tanpa

lemak (%) 8,75 8,40

Kadar abu (%) 0,41 1,15

TPC 3,81 x 107 -

pH 2,73 – 4,28 7,00

Antimikroba (mm) 2) 14 - 23 12,4 – 13,37

1)

Susu kuda persilangan antara kuda Sumba dengan kuda pacu Thoroughbred. 2)

Diameter daerah hambatan.

Sumber : a) Sudarwanto et al (1998); b) Hermawati (2003)

Sudarwanto et al (1998) telah melakukan pengujian terhadap 12 sampel susu kuda Sumbawa dengan waktu simpan sampel berkisar 2 sampai 12 minggu. Hasil pengujiannya dilaporkan sebagai berikut: berat jenis 1,0235; kadar lemak 1,68%; kadar protein 2,26%; kadar laktosa 4,31% dan bahan kering tanpa lemak 8,75%; kadar abu 0,41 dan mikroba 3,81 x 107 . Hasil penelitian tersebut tidak terlalu berbeda bila dibandingkan dengan susu kuda Pacu (Tabel 4), hanya kadar laktosanya dari hasil pengujian susu kuda Sumbawa lebih rendah. Hasil uji organoleptik susu kuda Sumbawa adalah berwarna putih; bau khas; rasa asam; konsistensi encer; pH antara 2,73 sampai 4,25; uji alkohol negatif; dan uji bioassay 14–23 mm. Oleh karena susu kuda Sumbawa mengalami autofermentasi maka pH-nya rendah dan menyebabkan rasa susunya sangat asam (Sudarwanto et al, 1998). Menurut Sukmaya (2002), proses fermentasi pada umumnya terjadi karena adanya bakteri asam laktat yang mengubah laktosa menjadi asam laktat. Salah satu keunggulan susu kuda adalah lebih mudah dicerna oleh usus manusia karena laktosa susu kuda mengandung dua molekul gula,


(31)

satu molekul galaktosa dan satu molekul glukosa, dan galaktosa mudah diubah

menjadi glukosa (Morel, 2003). 5. Khasiat Susu Kuda Sumbawa

DITJEN POM pada tahun 1998 mengumumkan hasil kunjungan pejabatnya ke desa Saneo, Kabupaten Dompu dan desa Palama, Kabupaten Bima bahwa susu kuda Sumbawa yang dijual di pulau Jawa berasal dari pemerahan susu kuda Sumbawa yang dipelihara secara ekstensif di pulau Sumbawa, antara lain dari desa Saneo, Kabupaten Dompu dan desa Palama, Kabupaten Bima. Hasil pengujian di Balai POM di beberapa daerah menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa bersifat asam dengan pH 3-4, tidak mengandung bakteri patogen, bahan pengawet maupun bahan yang membahayakan, serta nilai gizinya baik dan kadar lemaknya rendah, yaitu 0,97% (Anonymous, 1998b).

Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat melaporkan bahwa susu kuda Sumbawa di Nusa Tenggara Barat dihasilkan oleh kuda yang dipelihara masyarakat di pulau Sumbawa secara ekstensif tradisional (liar) dan mengkonsumsi hijauan makan ternak dari tumbuhan yang ada. Susu kuda biasanya dikemas dalam botol atau jirigen plastik. Hasil pemeriksaan laboratorium Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat menyebutkan bahwa keadaan susu asam, hampir semua sampel susu yang diperiksa mengandung kuman dengan jumlah 9,2 x 104 per ml (Hilman, 1998).

Penelitian tentang khasiat susu kuda Sumbawa di Indonesia masih sangat sedikit. Sudarwanto et al (1998) telah meneliti komposisi susu kuda Sumbawa pada tahun 1998 dan Hermawati (2001) meneliti mengenai aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa. Potensi untuk penyembuhan penyakit telah diteliti oleh Rijatmoko (2003) yaitu aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa terhadap Mycobacterium tuberculosis. Penelitian-penelitian tersebut di atas merupakan upaya menemukan senyawa antimikroba alami dari sumber daya hayati asli Indonesia sebagaimana yang juga telah


(32)

mulai banyak diteliti, diantaranya buah atung dari Maluku (Moniharapon, 1998;

Murhadi, 2002), rimpang lengkuas (Rahayu, 1999).

Manfaat susu kuda untuk perawatan dan pengobatan penyakit tertentu telah banyak dikemukakan oleh para pakar dari bekas negara Uni Soviet, namun hasil-hasil penelitiannya jarang dipublikasikan secara meluas. Publikasi mengenai Koumiss, yaitu susu kuda yang difermentasi dengan bakteri Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus

lactis, dan Tarula sp yang disebut Koumiss dinyatakan mampu meningkatkan daya

persembuhan bagi penderita tuberkulosis, typhoid dan paratyphoid (Anonymous, 1997).

Penelitian oleh Hermawati (1998) terhadap susu kuda Sumbawa dalam rangka surveillans residu antibiotika dalam susu, termasuk susu kuda Sumbawa, menggunakan metode Yoshimura (1991), menunjukkan adanya aktivitas antimikroba alami dengan diameter hambatan 22,2 mm atau luas hambatan 387,2 mm2.

C. ANTIMIKROBA

Secara umum senyawa antimikroba mempunyai sifat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme. Sedangkan senyawa antimikroba alami berasal dari senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme, tumbuh- tumbuhan atau oleh binatang.

1. Antibiotik

Antibiotik adalah senyawa organik yang biasa digunakan sebagai obat antibakterial. Cara kerja antibiotik pada bakteri adalah merusak asam nukleat, menghambat sintesa protein, merusak dinding sel dan menghambat fungsi membrane sel. Sifat kerja antibiotik adalah bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri atau bakterisid yaitu membunuh bakteri dan atau kombinasi keduanya. Sedangkan berdasarkan spektrum kerjanya antibiotik dibedakan menjadi antibiotik berspektrum luas, antibiotik berspektrum sempit dan kombinasi keduanya (Brander et. al, 1991).


(33)

Berdasarkan sifat kerja dan spektrumnya, antibiotik dapat digolongkan menjadi:

(1) golongan aminoglikosida, yang bekerja menghambat sintesa protein bakteri, mempunyai sifat berspektrum sempit dan aktif pada bakteri gram positif seperti

Staphylococcus aureus. Contoh antibiotik golongan aminoglikosida adalah neomycin,

streptomycin dan gentamycin; (2)golongan makrolide, antibiotik golongan ini termasuk berspektrum sempit, sensitif terhadap Mycoplasma, Rickettsia dan Chlamydia. Cara kerjanya menghambat sintesa protein, contoh antibiotik golongan ini adalah tilosin; (3) golongan penicillin; antibiotik ini pertama kali ditemukan oleh Flemming tahun 1929, cara kerjanya menghambat sintesa dinding sel bakteri. Contoh antibiotik golongan penicillin adalah Benzyl penicillin, Cloxacillin, Amoxycillin; (4) golongan Tetracyclin, cara kerjanya menghambat sintesa protein, termasuk berspektrum luas, pada dosis terapeutik bersifat bakteriostatik dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Contoh antibiotik golongan tetrasiklin adalah oksitetrasiklin; (5) golongan lain-lain

(miscellaneous), terdiri dari kloramphenicol, tiamulin, polimiksin, nitrofuran, quinolon. Antibiotik golongan ini termasuk berspektrum luas, cara kerjanya menghambat sintesa protein, bersifat bakteriostatik (Reynolds, 1989 ).

2. Antimikroba Tanaman

Antimikroba alami dari tanaman adalah suatu senyawa yang terkandung dalam tanaman dan memiliki aktivitas sebagai antimikroba . Antimikroba alami dari tanaman berupa senyawa fitogleksin, fenolik, dan asam organik (Harbone, 1987). Mekanisme penghambatan komponen alami tumbuhan dengan cara bereaksi dengan komponen fosfolipid dari membran sel bakteri (Davidson, 1993).

Minyak atsiri dari rempah-rempah bersifat menghambat pertumbuhan mikroba. Komponen utama dari minyak atsiri adalah fenol dan eugenol. Senyawa fenol menyebabkan lisis pada sel mikroba, sehingga racun dapat masuk ke dalam sel dan dapat menyebabkan kebocoran metabolit essensial yang dibutuhkan mikroba


(34)

(Lawrence dan Block, 1971). Penelitian yang dilakukan oleh Ratna et al (1993) dan

Sugiarto (1986) bahwa eugenol yang terkandung dalam daun cengkeh mempunyai sifat larut dalam alkohol dan terbukti menghambat pertumbuhan Aspergillus flavus

pada konsentrasi 125 ppm.

Beberapa peneliti melakukan penelitian mengenai senyawa yang berasal dari beberapa tumbuhan yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen dan bakteri perusak pangan, yaitu: ekstrak kulit kayu sikam, ekstrak buah sotul, ekstrak buah andalima, dan ekstrak buah atung (Saragih, 2001; Ardiansyah, 2001; Moniharapon, 1998).

Ekstrak kulit kayu sikam (Bischoffia javanica, BL) mempunyai komponen bioaktif yang bersifat semi polar. Fraksi aktif yang diisolasi dengan menggunakan etil asetat dalam konsentrasi 35 µl/ml bersifat bakteriostatik yang dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli dan Bacillus cereus, sedangkan pada konsentrasi 35 µl/ml bersifat bakterisida (Saragih, 2001).

Ekstrak buah sotul (Sandaricum koetjape) diteliti oleh Fajar (2001) mempunyai komponen bioaktif yang bersifat polar. Fraksi aktif yang diisolasi dengan etanol terbukti menghambat pertumbuhan bakteri perusak pangan.

Ektrak buah andalima (Zanthoxylum acanthopedicum) mempunyai komponen bioaktif yang bersifat semi polar. Fraksi aktif yang diisolasi dengan etil asetat terbukti mampu menghambat bakteri pathogen, kapang dan bakteri perusak pangan (Ardiansyah, 2001).

Ekstrak buah atung (Parinarium glabarimum Hassk) mempunyai komponen bioaktif yang fraksi aktifnya dengan etil asetat mampu menghambat dan membunuh bakteri pembentuk dan non pembentuk spora, bakteri pathogen dan bakteri pembusuk, gram positif dan gram negatif. Daya antimikroba biji atung secara konsisten sangat kuat terhadap 6 jenis bakteri penting pada produk pangan : Staphylococcus aureus,


(35)

Salmonella enteritidis, Salmonella typhimurium, Escherichia coli, Bacillus substilis dan

Pseudomonas aeruginosa (Moniharapon, 1998).

3. Antimikroba Susu

Menurut Randolph dan Gould (1968) dan Reiter (1985) yang disitasi oleh Conner (1993), mengelompokkan senyawa antimikroba alami dari susu sapi terdiri dari immunoglobulin, lysozym dan laktoferin. Sedangkan Naidu (2000) menyatakan bahwa beberapa kelompok senyawa antimikroba alami susu sapi adalah laktolipida dan senyawa protein yaitu laktoferin, laktoperoxidase dan laktoglobulin.

a. Laktoferin

Laktoferin dalam susu pertama kali diisolasi oleh Groves (1960) dengan metode khromatografi. Laktoferin adalah polypeptida tunggal dengan berat molekul antara 75 sampai 80 kDa, mempunyai afinitas yang sangat besar dan spesifik terhadap besi (Aisen and Leibman, 1972). Menurut Magawa et al (1972), laktoferin merupakan senyawa glukoprotein yang mempunyai aktivitas antimikroba di dalam susu. Selain terdapat pada air susu, laktoferin juga ditemukan pada sekresi tubuh dan jaringan hewan. Konsentrasi laktoferin tertinggi terdapat dalam kolostrum susu.

b. Laktoperoxidase

Susu dari beberapa spesies hewan seperti sapi, babi, domba, kelinci dan manusia mengandung laktoperoxidase. Menurut Stephens et al (1979), susu sapi mengandung 30 mg/liter laktoperoxidase tetapi kelinci mengandung laktoperoxidase 10-15 kali lebih banyak dari pada sapi.

Menurut Morrisawa (1968), laktoperoxidase disekresikan dari kelenjar-kelenjar seperti kelenjar di hidung, air mata, serviks uterus pada manusia, babi, kera, tikus, marmut dan hamster.


(36)

Carlstrom (1969) menyatakan laktoperoxidase merupakan senyawa

glukoprotein dengan berat molekul 78 kDa dan mengandung 0,0680-0,0709% zat besi dan 9,9-10,2% karbohidrat.

Pruits dan Tenovuo (1985), menyatakan laktoperoxidase mempunyai aktivitas antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri stater di dalam susu.

c. Laktoglobulin

Laktoglobulin sebagian besar berada dalam protein whey susu hewan ruminansia seperti sapi, kambing, dan hewan berlambung tunggal seperti babi, kuda, anjing dan kucing. Sedangkan Hambling (1992) mengatakan susu manusia dan tikus tidak menghasilkan laktoglobulin. Menurut Larson (1979) laktoferin disintesa oleh sel epitel dari beberapa kelenjar.

d. Laktolipida

Laktolipida bukan senyawa protein tetapi merupakan senyawa nutrisi dalam susu yang mempunyai aktivitas antimikroba pada bagian asam lemaknya (Katara, 1980).

D. MEKANISME KERJA SENYAWA ANTIMIKROBA

Penghambatan aktivitas mikroba dapat dilakukan oleh komponen bioaktif senyawa antimikroba melalui empat (4) mekanisme, yaitu: (1) gangguan terhadap sejumlah sub gugus penyusun sel; termasuk dinding sel, (2) reaksi dengan membran sel yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas dan kehilangan komponen penyusun sel, (3) inaktivasi enzim esensial, (4) destruksi atau inaktivasi fungsi material genetik (Davidson, 1993).


(37)

1. Gangguan Dinding dan Membran Sel

Unit dasar dinding sel bakteri tersusun dari peptidoglikan (murein dan mukopeptida). Fungsi peptidoglikan adalah secara mekanis memberi ketegaran pada sel bakteri, disamping sebagai dasar membran sitoplasma (Russel, 1983). Komponen bioaktif dapat merusak dinding sel yang mengakibatkan lisis atau menghambat sintesis komponen dinding sel bakteri (Russel, 1984).

Komponen bioaktif mempengaruhi integritas membran sitoplasma yang mengakibatkan kebocoran materi intraselular, seperti fenol dapat mengakibatkan lisis sel dan menyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, menghambat ikatan ATP-ase (enzim yang membantu produksi energi pada sel) pada membran.

Reaksi komponen bioaktif dengan membran sel dapat mengubah permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan kebocoran zat nutrisi dari dalam sel, akibatnya menghambat transpor subsrat (Brooks et al, 1989).

2. Inaktivasi Enzim Esensial

Komponen bioaktifnya dapat merusak sistem metabolisme didalam sel dengan cara menghambat sintesis protein bakteri (Jay, 1986), atau menghambat kerja enzim intraselular (Kim et al, 1995).

3. Inaktivasi Fungsi Material Genetik

Komponen bioaktifnya dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (DNA dan RNA) akibatnya mengganggu transfer informasi genetik. Senyawa antimikroba menghambat aktivitas enzim RNA polimerase dan DNA polimerase (Russel, 1983), selanjutnya menginaktivasi atau merusak material genetik sehingga mengganggu proses pembelahan sel untuk pembiakan (Kim et al., 1995).


(38)

E. MIKROBA PATOGEN DAN PERUSAK PANGAN

Kelompok bakteri yang dapat menyebabkan penyakit atau keracunan pada manusia adalah kelompok bakteri patogen. Beberapa spesies patogenik yang menyebabkan infeksi melalui makanan pada manusia adalah : Vibrio cholerae,

Salmonella typhimurium, Shigella boydii, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli (Jawetz et al 1996; Murray et al, 1998).

Kelompok bakteri penyebab kerusakan makanan adalah bakteri yang dapat memecah komponen-komponen yang ada didalam suatu makanan sehingga menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan menimbulkan perubahan citarasa makanan tersebut. Beberapa spesies bakteri yang dapat menimbulkan kerusakan pangan adalah Pseudomonas aerugenosa, Bacillus cereus, Bacillus subtilis dan

Micrococcus luteus (Fardiaz, 1989).

1. Bakteri Patogen

V. cholerae merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang bengkok,

bergerak sangat aktif dengan mengunakan satu flagela kutub dan aerob. Bakteri

V. cholerae adalah bakteri yang umum terdapat dalam air dan menyebabkan kolera

pada manusia. Pengobatan yang penting pada penderita kolera dengan memberikan cairan dan elektrolit sebagai penganti dehidrasi dan kekurangan garam. Banyak obat antimikroba efektif terhadap V. cholerae, tetapi pada daerah endemik V. cholerae

resisten terhadap tetrasiklin (Jawetz, 1996; Murray et al, 1998).

S. typhimurium merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, fakultatif

anaerob dan suhu optimal untuk pertumbuhannya 370C (Holt et al; 1994).

S. typhimurium ditularkan melalaui mulut dan bersifat patogen bagi manusia dan

hewan. Penularan bakteri ini melalaui hewan atau produk hewan kepada manusia, sehingga menyebabkan enteritis, infeksi sistemik dan demam enterik (Jawetz et al


(39)

penularannya dari manusia. Pada hewan, salmonella bersifat patogen dan hewan

dapat sebagai reservoir yang menjadi sumber infeksi pada manusia. Bakteri ini masuk

melalui mulut bersama dengan makanan atau minuman yang terkontaminasi.

S. typhimurium pada manusia menyebabkan 3 macam penyakit utama, tetapi sering

ditemukan bentuk campuran ketiga macam jenis penyakit tersebut. Ketiga macam penyakit tersebut adalah demam enterik (demam tifoid), bakteremia dengan lesi fokal atau nekrosis fokal (Salmonella cholerae suis) dan enterokolitis atau gastroenteritis (S.

typhimurium) dengan peradangan di usus halus dan usus besar. Pengobatan

salmonella pada umumnya dengan antimikroba diantaranya kloramfenikol atau ampisilin, tetapi selalu terjadi resistensi terhadap beberapa jenis obat antimiroba sehingga mempersulit pengobatannya. Untuk itu diperlukan uji kepekaan guna menentukan jenis antibiotik yang tepat untuk pengobatan salmonella (Jawetz et al

1996; Murray et al, 1998).

Sh. boydii habitat alaminya terbatas pada saluran pencernaan manusia dan

primata. Bakteri ini menyebabkan disentri basiler. Shigella merupakan bakteri gram negatif, berbentuk kokobacilus, bersifat fakultatif anaerob, dapat tumbuh baik secara aerobik. Infeksi shigella pada umumnya terbatas pada saluran pencernaan dan sangat menular. Proses patologik yang penting adalah invasi pada rel epitel mukosa, mikroabses pada dinding usus besar dan ileum yang menyebabkan nekrosis selaput mukosa, ulserasi superfisial, pendarahan dan pembentukan “pseudomembran” pada daerah ulkus. Gambaran klinis setelah masa inkubasi satu sampai dua hari, secara mendadak tumbuh nyeri perut, demam dan tinja encer. Apabila tinja berkurang encernya maka tinja sering mengandung lendir dan darah (Jawetz et al 1998; Murray

et al, 1998). Pengobatan dengan antimikroba sering gagal, untuk menghilangkan

Shigella dari saluran pencernaan. Disamping itu terjadi resistensi terhadap berbagai jenis obat antimikroba.


(40)

B. cereus merupakan salah satu contoh bakteri patogen dan perusak pangan

yang penyebarannya sangat luas dan dapat menyebabkan infeksi baik pada manusia maupun pada hewan (Hostacka dan Majtan, 1992). B. cereus merupakan bakteri gram positif, membentuk spora dan aerobik obligat (Marriott, 1989). Bakteri ini pertama kali dilaporkan oleh Frankland pada tahun 1887, merupakan bakteri batang dengan ukuran sel yang relatif besar (1,0-1,2 um), panjang 3,0-5,0 um, suhu optimum pertumbuhannya pada 18-35 oC (rata-rata 30 oC), pH optimum pertumbuhannya 7,0-7,5 (Fardiaz, 1985).

Berdasarkan sifat patogeniknya. B. cereus dibagi kedalam tiga kelompok yaitu (1) galur penyebab diare (memproduksi toksin piogenik) dengan gejala mual-mual, keram perut, diare, dan kadang-kadang muntah setelah inkubasi selama 8-16 jam, (2) galur penyebab muntah (memproduksi toksin emetik) dengan gejala mual-mual dan muntah setelah inkubasi 1-6 jam (rata-rata 2-5 jam), dan (3) tidak memproduksi enterotoksin (Fardiaz, 1985).

St. aureus merupakan bakteri patogen dan pencemar makanan yang

memproduksi enterotoksin (A, B, C, D, dan E), bersifat Gram positif, berbentuk bulat bergerombol seperti anggur, tidak berspora, katalase positif anaerobik fakultatif (aerobik lebih baik) kebanyakan bersifat koagulasi positif dan relatif tahan garam antara 10-20% serta membutuhkan glukosa 50-60%. Pertumbuhannya pada 6,7-45,5oC (optimum pada 35-37 oC , pH 4,0-9,8 (optimum pada pH 7,0-7,5), aw minimal

0,86/0,90 (Fardiaz, 1985). Enterotoksin A(serologi Ab-Ag) bersifat paling beracun. Enterotoksin ini merupakan polipeptida (26000-30000 dalton), umumnya diproduksi pada kisaran suhu 10-46oC (optimum pada 37-40 oC) selama 24-72 jam pada pH 5,0-9,0 (optimum 6,8-7,0) dan aw lebih dari atau sama dengan 0,95 (Fardiaz, 1985).

E. coli merupakan bakteri patogen, indeks sanitasi dan pencemar makanan,

merupakan flora yang normal saluran pencernaan. Di dunia telah ditemukan galur-galur E. coli yang bukan merupakan flora normal karena dapat menyebabkan diare


(41)

pada bayi-bayi yang lebih dikenal dengan nama E. coli enteropatogenik (Fardiaz,

1985). Sampai saat ini telah banyak ditemukan galur-galur spesifik E. coli. E. coli

enteropatogenik merupakan bakteri patogen yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan melalui dua cara, yaitu : (1) dengan cara memproduksi enterotoksin (tidak bersifat invasif atau menembus) dengan gejala diare tanpa demam dan (2) dengan cara invasif atau penetrasi pada sel-sel mukosa usus disertai gejala infeksi seperti menggigil, demam dan diare (Fardiaz, 1985).

E. coli merupakan bakteri Gram negatif dan termasuk ke dalam kelompok

koliform bersama-sama dengan Enterobacter dan Klebsiella yang semuanya tergabung dalam famili Enterobacteriaceae. E. coli adalah bakteri berbentuk batang dengan ukuran panjang 2,0-6,0 mikron dan lebar 1,1-1,5 mikron, terdapat dalam bentuk tunggal atau berpasangan, bersifat tidak motil atau motil (dapat bergerak) dengan flagella peritrikous, tumbuh pada suhu udara minimum 0,96 (Fardiaz, 1985). 2. Bakteri Perusak Pangan

Pseudomonas merupakan kelompok bakteri perusak pangan yang sering

menimbulkan kebusukan pada makanan seperti pada susu, daging dan ikan, diantaranya terdiri dari spesies Ps. aeruginosa, Ps. fluorescens dan Ps. putida (Doyle, 1989). Pseudomonas merupakan kelompok bakteri gram negatif, bersifat aerob dan dapat tumbuh pada media-media sederhana, bentuk sel bervariasi dari bentuk batang, koma, kadang-kadang bulat, reaksi oksidase dan katalase positif (Holt et al., 1994).

Pseudomonas mudah tumbuh dan menyebabkan kerusakan pada beragam

produk pangan dikarenakan kemampuannya untuk menggunakan berbagai sumber karbon bukan karbohidrat dan komponen nitrogen sederhana sebagai sumber energi, mampu mensintesis sendiri vitamin dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya, bersifat lipolitik, proteolitik dan pektinolitik, tumbuh baik pada suhu dingin (dalam lemari


(42)

pendingin) dan menghasilkan senyawa-senyawa penyebab bau busuk pada pangan

(Frazier dan Westhoff, 1978).

Ps. aeruginosa tersebar di tanah, di dalam air, lingkungan yang sedikit lembab dan hewan. Bakteri ini patogen bagi manusia karena bersifat invasif dan toksigenik, menimbulkan infeksi nosokomial. Ps. aeruginosa adalah bakteri berbentuk batang gram negatif, bergerak, aerob, terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan dan kadang-kadang membentuk rantai yang pendek, dan tumbuh dengan baik pada suhu 37-420C (Jawetz et al 1996; Murray et al, 1998).

Ps. aeruginosa dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai produk pangan,

karena bakteri tersebut mempunyai kemampuan menghidrolisa lemak menjadi griserol dan asam lemak bebas (lipolitik), bersifat proteolitik yaitu dapat menghidroksi protein yang dapat diikutu fermentasi asam dan tumbuh baik pada suhu dingin (di dalam lemari pendingin) (Kuswanto dan Slamet, 1988).

B. cereus merupakan salah satu contoh bakteri patogen dan perusak pangan,

bakteri tersebut berbentuk batang besar, gram positif, aerob, pada umumnya terdapat dalam tanah, air, udara dan tumbuh-tumbuhan. B. cereus dapat tumbuh pada makanan dan menghasilkan enterotaksin yang menyebabkan keracunan makanan pada manusia, dengan kondisi kekebalan yang kurang baik dapat menyebabkan meningitis, endokarditis, endoftalmitis, konjungtivitis dan enteritis aktif (Jawetz, 1996; Murray et al,1998).

B. subtilis berbentuk batang, membentuk spora, bersifat aerob atau fakultatif, bersifat mesofil atau termofilik, bersifat proteolitik, dapat membentuk gas atau tidak dan bersifat lipolitik atau tidak, pada umumnya spora B. subtilis bersifat mesofil dan kurang tahan terhadap pemanasan. Bakteri ini dapat menyebabkan korgulasi pada susu (Kuswanto dan Slamet, 1998).

M. luteus bersifat gram positif, aerobik dan katalase positif. Suhu optimal


(43)

adalah dapat memfermentasi gula dan menghasilkan asam, dapat menyebabkan

perubahan warna karena membentuk warna kuning dan merah, bersifat proteolitik asam, ada yang bersifat sangat toleran terhadap kadar garam tinggi sehingga dapat merusak daging asin (Kuswanto dan Slamet, 1988).

3. Bakteri Gram Negatif dan Positif

Semua bakteri mempunyai dinding sel kecuali mikoplasma (Fardiaz, 1989). Semua dinding sel bakteri mempunyai komponen struktural yang sama yang dinamakan mukopolisakarida dinding sel yaitu peptidoglikan (Volk dan Wheeler, 1988; Moat dan Foster, 1988). Bakteri berdasarkan komposisi dinding sel dan sifat pewarnaannya dibedakan atas bakteri gram positif dan gram negatif (Moat dan Foster, 1988; Fardiaz, 1989).

Enterobacteriaceae adalah kelompok besar batang gram negatif yang heterogen, yang habitat alaminya adalah saluran usus manusia dan hewan. Famili ini mencakup banyak genus (misalnya: Escherichia, Shigella, Salmonella, Enterobacter, Klebsiella, Serratia dan Proteus). Beberapa organisme enteric, misalnya E. coli, merupakan bagian flora normal dan kadang-kadang menyebabkan penyakit, sementara lainnya, Salmonella dan Shigella, selalu bersifat patogen untuk manusia. Enterobacteriaceae adalah anaerob fakultatif atau aerob meragikan sejumlah besar karbohidrat, memiliki struktur antigen yang kompleks dan menghasilkan berbagai jenis toksin dan faktor virulensi yang lain (Jawetz et al, 1995).

Bakteri gram negatif yang patogen antara lain S. typhosa yang menyebabkan gastroenteritis akut, demam dan diarhe, dan penyakit tifus, penyakit paratifus dan infeksi salmonella lainnya; shigellosis ada 4 macam yang disebabkan oleh Sh. flexineri

(B), Sh. sannei (D), Sh. boydii (C) dan Sh. dysentriae (A); V. cholerae yang menyebabkan kolera; Brucella abortus (sapi), Br. suis (babi), Br. melitensis (domba dan kambing), Br. rangiferi (Caribou), Br. canis (anjing), Br. neotomae (tikus gurun),


(44)

Br. ovis (epididimitis pada domba jantan); Pasteurella pestis yang menyebabkan

penyakit pes (plaque).

Kelompok bakteri gram positif yang penting adalah Micrococcus. Micrococcus

termasuk dalam famili Micrococcoceae, bersifat aerobik dan katalase positif, berbentuk bulat bergerombol, gram positif. Sebagian besar spesies Micrococcus membentuk pigmen warna kuning (M. flavus), oranye, merah atau merah muda (M. rosens). Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri ini adalah 25 – 30oC, dapat tumbuh pada suhu 10oC, tetapi tidak dapat tumbuh pada suhu 46oC. Bakteri ini tersebar di alam dan banyak ditemukan dalam debu dan air, serta sering ditemukan pada berbagai bahan pangan segar.

Beberapa sifat penting dari Micrococcus dalam mikrobiologi pangan adalah : (1) beberapa spesies dapat menggunakan garam amonium atau senyawa nitrogen sederhana sebagai satu-satunya sumber nitrogen; (2) sebagian besar spesies dapat memfermentasi gula dengan memproduksi asam; (3) beberapa spesies bersifat proteolitik asam yaitu memecah protein dengan membentuk asam; (4) beberapa spesies sangat tahan terhadap garam dan dapat tumbuh pada substrat dengan nilai pH rendah; (5) beberapa spesies bersifat termodurik, yaitu tahan panas pada proses pasteurisasi susu; (6) beberapa spesies membentuk warna sehingga menyebabkan perubahan warna makanan; (7) beberapa spesies masih dapat tumbuh pada suhu pendingin 10oC atau kurang.

Di samping bakteri gram positif dan gram negatif ada beberapa penyakit yang disebabkan bakteri lain yaitu dipteria yang disebabkan oleh Corynebacterium diptheriae; tuberculosis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Holvey and John, 1972).


(45)

4. Mycobacterium tuberculosis

M. tuberculosis adalah bakteri tahan asam, berbentuk bulat. Tuberkulosis pada manusia disebabkan oleh tiga (3) tipe yaitu human tuberculosis, bovine tuberculosis dan avian tuberculosis (tapi jarang). M. bovis juga dapat menyerang kerbau, kambing, domba, babi dan anjing (Holvey and John, 1972).

Karakteristik M. tuberculosis adalah bakteri berbentuk batang, berukuran panjang 2-4 ì m, lebar 0,2 – 0,5 ì m dan tahan as am. Bakteri ini bersifat fakultatif intraseluler biasanya di dalam macrofag. M. tuberculosis tidak diklasifikasikan dalam gram positif atau gram negatif karena tidak mempunyai karakteristik diantara keduanya, walaupun pada dinding selnya mengandung peptidoglikan (murein). Bakteri

tuberculosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup

beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab (Todar, 2002).

Faktor-faktor predisposisi infeksi tuberculosis antara lain: 1) hubungan yang rapat pada populasi besar seperti di sekolah, rumah perawatan, penjara, asrama dan lain-lain; 2) kekurangan nutrisi; 3) penggunaan obat-obatan secara intra vena; 4) alkoholisme dan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

M. tuberculosis menular ke manusia melalui inhalasi berupa droplet berukuran 1-5 nm yang terhirup oleh manusia akan mencapai alveoli. Bakteri yang virulen ini akan menetap dan berkembang biak serta berinteraksi dengan inang sehingga menimbulkan sakit. Pembentukan, perkembangan lesi dan penyembuhannya ditentukan oleh jumlah bakteri yang berkembang biak, selanjutnya oleh resistensi dan hipersensitivitas dari inang. Bakteri ini di dalam jaringan, terutama di dalam jaringan intraseluler di dalam monosit dan sel retikuloendotelial yang menyebabkan kemoterapi sulit masuk ke dalam jaringan tersebut sehingga bakteri terus bertahan hidup (Jawetz


(1)

140 (ii) Agar para pedagang dan penjual susu kuda Sumbawa dapat mencantumkan

pada labelnya, seperti mengandung senyawa antimikroba, dapat digunakan untuk mengobati penyakit saluran pencernaan, tbc dan penyakit bakterial lainnya, simpan pada suhu kamar, jangan dipanaskan/didihkan, dll;

(iii) Agar pemerintah dapat mengambil langkah-langkah pemeriksaan dan pengujian susu kuda Sumbawa yang beredar di pasaran untuk mencegah adanya upaya pemalsuan dan lain-lain.

III. PENELITIAN LANJUTAN

Penelitian mengenai susu kuda, baik di dalam negeri maupun di luar negeri masih sangat terbatas. Untuk melengkapi hasil penelitian Hermawati masih perlu dilakukan penelitian lanjutan. Saran-saran penelitian lanjutan disajikan dalam proposal penelitian berikut ini.

1. Aktivitas Daya Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa Diturunkan Secara Genetik Melalui Gen Induk Kuda Sumbawa.

1.1. Latar Belakang

Susu kuda bukan kuda Sumbawa dilaporkan oleh Hermawati tidak mempunyai aktivitas antimikroba, kecuali kuda pacu dari Pamulang. Menurut informasi dari Biro Registrasi Kuda, kuda pacu dari Pamulang adalah hasil “grading up” kuda betina Sandel Sumba dengan kuda “thoroughbred” (impor) yang mengandung darah kuda Sandel Sumba (dari induk) antara 6,75% (G4) dan 12,5% (G3). Dari hasil penelitian ini diduga kuda Sandel di pulau Sumbawa menghasilkan susu yang mengandung senyawa antimikroba seperti susu kuda Sumbawa.

Dari hasil penelitian ini dapat disusun hipotesa baru yaitu :

(i) bahwa senyawa antimikroba disintesa oleh kelenjar susu kuda Sumbawa; (ii) bahwa kemampuan untuk mensintesa senyawa antimikroba dari susu kuda

Sumbawa diturunkan dari induk kuda Sumbawa;

(iii) bahwa sifat yang diturunkan dari induk kuda Sumbawa tersebut merupakan sifat baka yang dibawa oleh gen dalam kromosom X induk kuda.

1.2. Maksud dan Tujuan Penelitian

Dari latar belakang tersebut dapat disulkan tiga judul penelitian yaitu :

(i) Kajian aktivitas dan daya antimikroba susu kuda Sumba, sebagai replika kajian Hermawati untuk gelar master (S2).

(ii) Kajian sifat dan konfigurasi genetik kuda Sumbawa yang menurunkan sifat mensintesa senyawa antimikroba dalam kelenjar susu kuda untuk gelar doktor (S3) ilmu genetika.

(iii) Kajian tentang mekanisme (sintesa) senyawa antimikroba (galakto protein) dalam susu kuda Sumbawa, untuk gelar master (S2).

Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa kuda Sumba mempunyai nilai lebih sebagaimana telah dibuktikan pada kuda Sumbawa; dan


(2)

141 membuktikan ketiga hipotesa di atas bahwa sifat mensintesa senyawa antimikroba dalam kelenjar susu kuda Sumbawa diturunkan melalui induk kuda Sumbawa, dan sintesanya diketahui secara fisiologis.

2. Kajian Senyawa Bioaktif Anti Kanker dan Karakterisasi Senyawa Tersebut dalam Susu Kuda Sumbawa

2.1. Latar Belakang

Dalam pendahuluan dari penelitian Hermawati dilaporkan bahwa secara empiris susu kuda Sumbawa terbukti dapat menyembuhkan penyakit leukemia (kanker darah). Penelitian Rijatmoko secara in vitro dapat menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis.

Aplikasi hasil-hasil penelitian Hermawati untuk pengobatan penyakit bakterial masih perlu dilanjutkan terutama untuk mengetahui farmakologi dan dosis pengobatan untuk untuk penyakit-penyakit tertentu pada manusia yang disebabkan oleh bakteri (penyakit-penyakit bakterial).

2.2. Maksud dan Tujuan

Atas dasar latar belakang ini ada beberapa judul penelitian yang bisa diusulkan yaitu:

(i) Kajian farmakologi (rumus molekul) dan dosis pengobatan penyakit bakterial dengan bubuk whey atau fraksi 7 dan turunannya, untuk gelar master (S2). (ii) Verifikasi, identifikasi, isolasi dan karakterisasi senyawa boaktif anti kanker

(leukemia), untuk gelar doktor (S3).

Maksud dan tujuan penelitian-penelitian ini untuk menguatkan pendapat bahwa susu kuda Sumbawa, atau susu kuda pada umumnya mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan susu sapi. Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi para peternak untuk meningkatkan produksi susu kuda dan pada gilirannya meningkatkan pendapatannya.


(3)

ABSTRACT

DIANA HERMAWATI, (2005) STUDIES ON ACTIVITIES AND CHARACTERIZATION OF ANTIMICROBIAL COMPOUNDS FROM SUMBAWA MARE’S MILK. Under the supervision of MIRNAWATI SUDARWANTO as the Chairman of Advisory Committee, SOEWARNO T. SOEKARTO, FRANSISKA R. ZAKARIA, SOFJAN SUDARDJAT and FADJAR SUMPING TJATUR RASA as members of Advisory Committee.

Mare’s milk is a natural secretion of mammary gland of mare recently the so called “wild horse milk” is believed in cure effects to some diseases such as tuberculoses, typhoid fever, anemia, diarhea, leucaemia and cancer.

The main objectives of the research are to find out the antimicrobial substance in Sumbawa mare’s milk including (1) observation of the field condition of mare’s milk production and cultivation of Sumbawa horses, (2) verification of the antimicrobial activity of Sumbawa mare’s milk, (3) evaluation of the antimicrobial substance in mare’s, (4) the influence of heating and storaging on the activity of antimicrobial substances, (5) the spectrum of antimicrobial substance against pathogenic or food spoilage bacterias, (6) the polarity characteristics of antimicrobial compounds, and (7) Isolation, identification and characterization of the antimicrobial compounds of Sumbawa mare’s milk.

It was observed that the “wild horse milk” was produced from mares in the island of Sumbawa (districts of Sumbawa, Bima and Dompu), West Nusa Tenggara Province. Horses in Sumbawa island are raised extensively in the forest or savanah in the mountainous areas and were left there at days and nights. The farmers usually milk mares in the field at night. It was also observed that Sumbawa mare’s milk had a special features i.e. not spoile until five months storage at room temperature without any treatments such as pasteurization, freezing or adding a preservative substance. This condition indicated that Sumbawa mare’s milk contains a natural antimicrobial compound.

The result of the verification of the antimicrobial activity in Sumbawa mare’s milk showed that milk samples from farmers and distributors had strong antimicrobial activity. It means that Sumbawa mare’s milk contains antimicrobial compounds.

The stability test of the antimicrobial activity (of the milk) revealed that it was influenced by the length of storage time but slightly decreased by heating, about 26,6% of the initial activity.

The next experiment was to measure the spectrum of antimicrobial activity of Sumbawa mare’s milk by using nine bactericid species of gram positive and gram negative as well as pathogens and food spoilage types. This experiment resulted in data that the antimicrobial compounds of Sumbawa mare’s milk was a broad spectrum of antimicrobial activity. In general, gram positive bacteria was more sensitive

compared to gram negative bacteria, however Vibrio cholerae, a gram negative

bacteria, was the most sensitive to antimicrobial substance of mare’s milk, therefore Sumbawa mare’s milk could be used to cure diarhea caused by Vibrio cholerae.

The polarity characteristics of antimicrobial compound was known by using 6 solvents of different the polarity. The result indicated that methanol was the best solvent for antimicrobial compounds of Sumbawa mare’s milk.

The fractionation of antimicrobial compounds of Sumbawa mare’s milk using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) resulted seven (7) fractions. The first three fractions had no antimicrobial activity while the last four had. One out of four active fractions (that was the 7th fraction, the last fraction) had a strong antimicrobial activity, 206 mm2 area of clear zone.


(4)

The identification of the 7th fraction by using Bradford method indicated a protein compound, and by using electrophoresis it was found out that the molecular weight of the protein was 61,0 kD.

The experiement was to characterize the protein compound of the mare’s milk antimicrobial substance by using infra red spectrophotometer while for its carbohydrate compound by using ultra violet spectrophotometer. The result of this experiment demonstrated that the protein was a galactose containing glucoprotein.

Since the glucoprotein contains a galactose unit, it was suggested that the name of the 7th fraction is galactoequin or galactoferrin.


(5)

ABSTRAK

DIANA HERMAWATI. KAJIAN AKTIVITAS DAN KARAKTERISASI ANTIMIKROBA DARI SUSU KUDA SUMBAWA (HORSE MILK). Di bawah bimbingan: Prof. DR. drh. Hj. MIRNAWATI SUDARWANTO sebagai ketua; Prof. DR. SOEWARNO T. SOEKARTO; Prof. DR. Ir. FRANSISKA R. ZAKARIA, M.Sc; DR. drh. SOFJAN SUDARDJAT, D. MS; dan drh. FADJAR SUMPING TJATUR RASA, Ph.D, sebagi anggota.

Susu kuda Sumbawa adalah susu yang berasal dari ambing kuda betina yang sehat tanpa ditambah atau dikurangi zat apapun yang secara empiris telah digunakan sebagai obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti penyakit saluran pencernaan, tuberkulosis, anemia, radang paru-paru dan kanker.

Tujuan penelitian ialah menemukan senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa melalui penelitian sebagai berikut : (1) Mengamati kondisi lapangan cara produksi dan penanganan kuda Sumbawa, (2) Verifikasi aktivitas antimikroba dari susu kuda Sumbawa, (3) Mengkaji kemungkinan daya antimikroba berasal dari jenis-jenis tumbuhan tempat pengembalaan kuda Sumbawa, (4) Mengetahui pengaruh pemanasan dan penyimpanan terhadap stabilitas aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa, (5) Mengetahui spektrum antimikroba terhadap beberapa jenis bakteri patogen dan perusak pangan, (6) Mengetahui sifat polaritas senyawa antimikroba dan (7) Isolasi, Identifikasi dan Karakterisasi senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa.

Dari observasi lapangan, susu “kuda liar” berasal dari kuda di pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang dipelihara secara ekstensif (liar) di hutan, gunung dan padang rumput.

Susu kuda Sumbawa mempunyai keistimewaan yaitu tidak mengalami penggumpalan dan kerusakan meskipun tidak dipasteurisasi dan tanpa diberi bahan pengawet apapun, serta tahan disimpan pada suhu kamar sampai 5 bulan. Sifat ini memberi petunjuk bahwa dalam susu kuda Sumbawa terkandung zat yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri yang diduga senyawa antimikroba alami.

Hasil verifikasi antimikroba terhadap sampel susu kuda Sumbawa yang berasal dari peternak dan pedagang dan menunjukkan adanya aktivitas antimikroba yang kuat dalam susu kuda tersebut dengan diameter hambatan 15,18 – 34,63 mm.

Selanjutnya dilakukan uji stabilitas antimikroba susu kuda Sumbawa dengan

pemanasan dan penyimpanan, hasilnya: pemanasan 70oC selama 10 menit

menurunkan aktivitas antimikroba, sedangkan penyimpanan pada suhu kamar sampai 5 bulan tidak menurunkan aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa.

Spektrum antimikroba susu kuda dapat diketahui dengan dilakukan pengujian terhadap 9 jenis bakteri patogen dan perusak pangan. Hasilnya menunjukkan bahwa antimikroba dalam susu kuda mempunyai spektrum yang luas, dan ternyata bakteri gram positif lebih sensitif dibandingkan dengan bakteri gram negatif. Bakteri Vibrio cholerae yang bersifat gram negatif tetapi sangat peka terhadap susu kuda Sumbawa yang mengindikasikan susu kuda Sumbawa dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit saluran pencernaan seperti diarhea.

Sifat polaritas senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa dapat diketahui dengan menggunakan 6 jenis pelarut yang berbeda tingkat polaritasnya. Dari hasil analisis tersebut, pelarut metanol adalah pelarut terbaik yang dapat digunakan untuk melarutkan senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa.


(6)

Fraksinasi senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menghasilkan 7 fraksi dimana 4 fraksi mempunyai aktivitas antimikroba dan satu fraksi diantaranya yaitu fraksi 7 yang mempunyai aktivitas antimikroba yang paling kuat.

Uji terhadap sifat fraksi 7 dengan metode Bradford menunjukkan bahwa fraksi 7 adalah senyawa protein dan uji kuantitatif dengan elektroforesis menunjukkan hanya satu pita protein, dan mempunyai berat molekul 61,0 kD.

Dengan menggunakan spektrofotometer infra merah hasilnya menunjukkan bahwa fraksi 7 adalah senyawa glukoprotein dan dengan uji spektrofotometer UV ternyata fraksi 7 mengandung galaktosa.

Berdasarkan hasil karakterisasi bahwa senyawa antimikroba fraksi 7 dari susu kuda Sumbawa adalah senyawa glukoprotein yang mengandung galaktosa, maka fraksi 7 yang memiliki daya antimikroba paling kuat dari susu kuda Sumbawa diusulkan untuk dinamakan galaktoequin atau galaktoferin.