Validasi Model Kombinasi Teknologi Budidaya Berdasarkan Daya Dukung Lingkungan
Pakan intensif 126 ekorm
2
Jumlah total pakan yang digunakan selama pemeliharaan hasil penghitungan lapangan sebesar 26 847.52 kg. Jumlah pakan harian hasil
penghitungan lapangan pada hari ke 10 sebesar 52.87 kg, hari ke 20 sebesar 108.40 kg, hari ke 30 sebesar 163.40 kg, hari ke 40 sebesar 210.13 kg, hari ke 50
sebesar 241.37 kg, hari ke 60 sebesar 264.86 kg, hari ke 70 sebesar 294.21 kg, hari ke 80 sebesar 320.46 kg, hari ke 90 sebesar 361.33 kg, hari ke 100 sebesar
408.46 kg, hari ke 110 sebesar 450.70 kg. Hasil simulasi model diperoleh jumlah total pakan yang digunakan sampai akhir pemeliharaan sebesar 26 849.12 kg.
Total pakan harian pada hari ke 10 sebesar 57.94 kg, hari ke 20 sebesar 108.40 kg, hari ke 30 sebesar 163.67 kg, hari ke 40 sebesar 210.13 kg, hari ke 50 sebesar
241.37 kg, hari ke 60 sebesar 264.33 kg, hari ke 70 sebesar 294.21 kg, hari ke 80 sebesar 320.45 kg, hari ke 90 sebesar 361.33 kg, hari ke 100 sebesar 408.46 kg,
dan hari ke 110 sebesar 450.70 kg. Hasil uji statistik uji t beda nyata menunjukkan bahwa antara hasil penghitungan lapangan dengan simulasi model
tidak berbeda nyata db = 10, t = 0.858 , α 0.05
Limbah organik intensif 126 ekorm
2
Jumlah total limbah organik dalam bentuk TSS yang dihasilkan sampai
akhir pemeliharaan hasil penghitungan lapangan sebesar 9228.519 kg. Total
limbah organik harian hasil penghitungan lapangan pada hari ke 10 sebesar 2.84 kg, hari ke 20 sebesar 9.61 kg, hari ke 30 sebesar 19.23 kg, hari ke 40 sebesar
31.38 kg, hari ke 50 sebesar 43.88 kg, hari ke 60 sebesar 55.57 kg, hari ke 70 sebesar 133.58 kg, hari ke 80 sebesar 116.71 kg, hari ke 90 sebesar 118.70 kg,
hari ke 100 sebesar 146.12 kg, dan hari ke 110 sebesar 1007.38 kg. Hasil simulasi model diperoleh total limbah organik dalam bentuk TSS sampai akhir
pemeliharaan sebesar 9228.90 kg. Total limbah organik harian hasil simulasi model pada hari ke 10 sebesar 2.82 kg, hari ke 20 sebesar 9.55 kg, hari ke 30
sebesar 19.27 kg, hari ke 40 sebesar 33.92 kg, hari ke 50 sebesar 43.36 kg, hari ke 60 sebesar 55.07 kg, hari ke 70 sebesar 136.28 kg, hari ke 80 sebesar 116.86 kg,
hari ke 90 sebesar 118.06 kg, hari ke 100 sebesar 144.65 kg, dan hari ke 110 sebesar 1007.64 kg. Hasil uji statistik uji t beda nyata menunjukkan bahwa
TSS, N dan P
antara hasil penghitungan lapangan dengan simulasi model tidak berbeda nyata db = 10, t = 0.558
, α 0.05 . Total limbah nitrogen TN dari sisa pakan hasil penghitungan lapangan
sebesar 248.15 kg, kemudian dari feses sebesar 635.30 kg, dan dari eksresi sebesar 348.09 kg. Hasil simulasi model diperoleh total limbah nitrogen TN dari
sisa pakan sebesar 253.96 kg, kemudian dari feses 634.79 kg, dan dari eksresi sebesar 351.78 kg. Hasil uji statistik uji t beda nyata menunjukkan bahwa antara
hasil penghitungan lapangan dengan simulasi model tidak berbeda nyata db = 2, t = 1.614, α 0.05 .
Total limbah phosphor TP dari sisa pakan hasil penghitungan lapangan sebesar 59.98 kg, kemudian dari feses sebesar 200.28 kg, dan dari eksresi sebesar
43.73 kg. Hasil simulasi model diperoleh total limbah phosphor dari sisa pakan sebesar 45.91 kg, kemudian dari feses 210.29 kg, dan dari eksresi sebesar 62.97
kg. Hasil uji statistik uji t beda nyata menunjukkan bahwa antara hasil penghitungan lapangan dengan simulasi model tidak berbeda nyata db = 2, t =
0.510 , α 0.05 .
Produksi biomassa udang intensif 50 ekorm
2
Total produksi biomassa udang hasil penghitungan lapangan pada hari ke 10 sebesar 104.30 kg, hari ke 20 sebesar 439.88 kg, hari ke 30 sebesar 971 kg,
hari ke 40 sebesar 1712.34 kg, hari ke 50 sebesar 2769.20 kg, hari ke 60 sebesar 3664.43 kg, hari ke 70 sebesar 4006.78 kg, hari ke 80 sebesar 4885.93 kg, hari ke
90 sebesar 5671.68 kg, dan hari ke 93 sebesar 5886.72 kg. Hasil simulasi model diperoleh total produksi biomassa udang pada hari ke 10 sebesar 114.63 kg, hari
ke 20 sebesar 466.23 kg, hari ke 30 sebesar 997.86 kg, hari ke 40 sebesar 1473.70 kg, hari ke 50 sebesar 2682.32 kg, hari ke 60 sebesar 3583.24 kg, hari ke 70
sebesar 4220.83 kg, hari ke 80 sebesar 5069.67 kg, hari ke 90 sebesar 5721.42 kg, dan hari ke 93 sebesar 5886.91 kg. Hasil uji statistik uji t beda nyata
menunjukkan bahwa antara hasil penghitungan lapangan dengan simulasi model tidak berbeda nyata db = 9, t = 0.253, α 0.05
Pakan intensif 50 ekorm
2
Jumlah total pakan yang digunakan sampai akhir pemeliharaan hasil penghitungan lapangan sebesar 6 973.85 kg. Jumlah pakan harian pada hari ke 10
sebesar 5.41 kg, hari ke 20 sebesar 20.45 kg, hari ke 30 sebesar 43.60 kg, hari ke 40 sebesar 64.73 kg, hari ke 50 sebesar 90.00 kg, hari ke 60 sebesar 104.36 kg,
hari ke 70 sebesar 110.91 kg, hari ke 80 sebesar 131.33 kg, hari ke 90 sebesar 147.92 kg, hari ke 93 sebesar 152.52 kg. Hasil simulasi model diperoleh jmlah
pakan yang digunakan sampai akhir pemeliharaan sebesar 6973.07 kg. Total pakan harian pada hari ke 10 sebesar 5.43 kg, hari ke 20 sebesar 20.45 kg, hari ke
30 sebesar 43.60 kg, hari ke 40 sebesar 64.72 kg, hari ke 50 sebesar 90.00 kg, hari ke 60 sebesar 104.38 kg, hari ke 70 sebesar110.90 kg, hari ke 80 sebesar 131.33
kg, hari ke 90 sebesar 147.93 kg, dan hari ke 93 sebesar 150.90 kg. Hasil uji statistik uji t beda nyata menunjukkan bahwa antara hasil penghitungan
lapangan dengan simulasi model tidak berbeda nyata db = 9, t = 0.979 , α 0.05
Limbah organik intensif 50 ekorm
2
Jumlah total limbah organik dalam bentuk TSS yang dihasilkan sampai
akhir pemeliharaan hasil penghitungan lapangan sebesar 2387.462 kg. Total
limbah organik harian hasil penghitungan lapangan pada hari ke 10 sebesar 0.261 kg, hari ke 20 sebesar 1.157 kg, hari ke 30 sebesar 3.668 kg, hari ke 40 sebesar
7.706 kg, hari ke 50 sebesar 12.691 kg, hari ke 60 sebesar 18.407 kg, hari ke 70 sebesar 47.600 kg, hari ke 80 sebesar 44.376 kg, hari ke 90 sebesar 47.594 kg, dan
hari ke 93 sebesar 444.320 kg. Hasil simulasi model diperoleh jumlah total limbah organik yang dihasilkan sampai akhir pemeliharaan sebesar 2387.53 kg. Total
limbah organik harian hasil simulasi model pada hari ke 10 sebesar 0.270 kg, hari ke 20 sebesar 1.19 kg, hari ke 30 sebesar 3.71 kg, hari ke 40 sebesar 7.84 kg, hari
ke 50 sebesar 12.73 kg, hari ke 60 sebesar 18.80 kg, hari ke 70 sebesar 47.85 kg, hari ke 80 sebesar 45.11 kg, hari ke 90 sebesar 47.46 kg dan hari ke 93 sebesar
444.320. Hasil uji statistik uji t beda nyata menunjukkan bahwa antara hasil penghitungan lapangan dengan simulasi model tidak berbeda nyata db = 9, t =
1.883, α 0.05
TSS, N, dan P
Total limbah nitrogen TN dari sisa pakan hasil penghitungan lapangan sebesar 64.38 kg, kemudian dari feses sebesar 164.70 kg, dan dari eksresi sebesar
93.95 kg. Hasil simulasi model diperoleh total limbah nitrogen TN dari sisa pakan sebesar 65.16 kg, kemudian dari feses 165.76 kg, dan dari eksresi sebesar
93.45 kg. Hasil uji statistik uji t beda nyata menunjukkan bahwa antara hasil penghitungan lapangan dengan simulasi model tidak berbeda nyata db = 2, t =
0.930, α 0.05 . Total limbah phosphor TP dari sisa pakan hasil penghitungan lapangan
sebesar 18.00 kg, kemudian dari feses sebesar 60.08 kg, dan dari eksresi sebesar 12.20 kg. Hasil simulasi model diperoleh total limbah phosphor dari sisa pakan
sebesar 17.66 kg, kemudian dari feses 58.99 kg, dan dari eksresi sebesar 12.96 kg. Hasil uji statistik uji t beda nyata menunjukkan bahwa antara hasil penghitungan
lapangan dengan simulasi model tidak berbeda nyata db = 2, t = 0.416 , α 0.05.
Produksi biomassa udang semi intensif 25 ekorm
2
Total produksi biomassa udang hasil penghitungan lapangan pada hari ke 10 sebesar 123.00 kg, hari ke 20 sebesar 317.69 kg, hari ke 30 sebesar 553.47 kg,
hari ke 40 sebesar 766.94 kg, hari ke 50 sebesar 1034.86 kg, hari ke 60 sebesar 1332.52 kg, hari ke 70 sebesar 1575.70 kg, hari ke 80 sebesar 1909.20 kg, hari ke
90 sebesar 2317.68 kg, dan hari ke 93 sebesar 2557.44 kg. Hasil simulasi model diperoleh total produksi biomassa udang pada hari ke 10 sebesar 123.73 kg, hari
ke 20 sebesar 318.30 kg, hari ke 30 sebesar 533.63 kg, hari ke 40 sebesar 767.76 kg, hari ke 50 sebesar 1036.09 kg, hari ke 60 sebesar 1338.71 kg, hari ke 70
sebesar 1577.48 kg, hari ke 80 sebesar 1909.57 kg, hari ke 90 sebesar 2317.81 kg, dan hari ke 93 sebesar 2557.44 kg. Hasil uji statistik uji t beda nyata
menunjukkan bahwa antara hasil penghitungan lapangan dengan simulasi model tidak berbeda nyata db = 9, t = 0.364, α 0.05
Pakan harian semi intensif 25 ekorm
2
Jumlah total pakan yang digunakan sampai akhir pemeliharaan hasil penghitungan lapangan sebesar 3362.82 kg. Jumlah pakan harian pada hari ke 10
sebesar 3.0 kg, hari ke 20 sebesar 9.20 kg, hari ke 30 sebesar 19.60 kg, hari ke 40 sebesar 27.20 kg, hari ke 50 sebesar 41.00 kg, hari ke 60 sebesar 51.80 kg, hari ke
70 sebesar 51.80 kg, hari ke 80 sebesar 62.00 kg, hari ke 90 sebesar 62.00 kg, hari ke 93 sebesar 62.00 kg. Hasil simulasi model diperoleh jumlah pakan yang
digunakan sampai akhir pemeliharaan sebesar 3362.82 kg. Jumlah pakan harian
hasil simulasi model pada hari ke 10 sebesar 3.05 kg, hari ke 20 sebesar 9.21 kg, hari ke 30 sebesar 19.58 kg, hari ke 40 sebesar 27.18 kg, hari ke 50 sebesar 41.00
kg, hari ke 60 sebesar 51.81 kg, hari ke 70 sebesar 51.79 kg, hari ke 80 sebesar 62.02 kg, hari ke 90 sebesar 62.01 kg, hari ke 95 sebesar 62.00 kg. Hasil
penghitungan lapangan dengan simulasi model tidak terdapat perbedaan db = 9, t = 0.764
, α 0.05
Limbah organik semi intensif 25 ekorm
2
Jumlah total limbah organik yang dihasilkan sampai akhir pemeliharaan
hasil penghitungan lapangan sebesar 1155.287 kg. Total limbah organik harian
hasil penghitungan lapangan pada hari ke 10 sebesar 0.21 kg, hari ke 20 sebesar 0.77 kg, hari ke 30 sebesar 1.67 kg, hari ke 40 sebesar 5.12 kg, hari ke 50 sebesar
8.15 kg, hari ke 60 sebesar 11.18 kg, hari ke 70 sebesar 20.04 kg, hari ke 80 sebesar 22.24 kg, hari ke 90 sebesar 22.61 kg, dan hari ke 95 sebesar 215.52 kg.
Hasil simulasi model diperoleh jumlah total limbah organik yang dihasilkan sampai akhir pemeliharaan sebesar 1155.300 kg. Total limbah organik harian hasil
simulasi model pada hari ke 10 sebesar 0.33 kg, hari ke 20 sebesar 0.85 kg, hari ke 30 sebesar 1.72 kg, hari ke 40 sebesar 5.12 kg, hari ke 50 sebesar 9.05 kg, hari
ke 60 sebesar 12.03 kg, hari ke 70 sebesar 21.81 kg, hari ke 80 sebesar 22.24 kg, hari ke 90 sebesar 22.61 kg dan hari ke 95 sebesar 215.52. Hasil uji statistik uji t
beda nyata menunjukkan bahwa antara hasil penghitungan lapangan dengan simulasi model tidak berbeda nyata db = 9, t = 0.979
, α 0.05
TSS, N, dan P
Total limbah nitrogen TN dari sisa pakan hasil penghitungan lapangan sebesar 28.24 kg, kemudian dari feses sebesar 72.32 kg, dan dari eksresi sebesar
39.92 kg. Hasil simulasi model diperoleh total limbah nitrogen TN dari sisa pakan sebesar 28.81 kg, kemudian dari feses 72.40 kg, dan dari eksresi sebesar
39.96 kg. Hasil uji statistik uji t beda nyata menunjukkan bahwa antara hasil penghitungan lapangan dengan simulasi model tidak berbeda nyata db = 2, t =
0.237, α 0.05 . Total limbah phosphor TP dari sisa pakan hasil penghitungan lapangan
sebesar 6.06 kg, kemudian dari feses sebesar 20.22 kg, dan dari eksresi sebesar 4.36 kg. Hasil simulasi model diperoleh total limbah phosphor dari sisa pakan
sebesar 5.94 kg, kemudian dari feses 19.84 kg, dan dari eksresi sebesar 4.28 kg.
Hasil uji statistik uji t beda nyata menunjukkan bahwa antara hasil penghitungan lapangan dengan simulasi model tidak berbeda nyata db = 2, t = 1.056
, α 0.05
Produksi biomassa udang tradisional plus 8 ekorm
2
Total produksi biomassa udang hasil penghitungan lapangan pada hari ke 10 sebesar 24.49 kg, hari ke 20 sebesar 50.40 kg, hari ke 30 sebesar 121.99 kg,
hari ke 40 sebesar 256.94 kg, hari ke 50 sebesar 295.19 kg, hari ke 60 sebesar 506.55 kg, hari ke 70 sebesar 534.17 kg, hari ke 80 sebesar 593.11 kg, hari ke 90
sebesar 629.80 kg, hari ke 100 sebesar 735.98 kg, hari ke 110 sebesar 778.78 kg. Hasil simulasi model diperoleh total produksi biomassa udang pada hari ke 10
sebesar 27.75 kg, hari ke 20 sebesar 57.65 kg, hari ke 30 sebesar 121.94 kg, hari ke 40 sebesar 256.99 kg, hari ke 50 sebesar 296.16 kg, hari ke 60 sebesar 520 kg,
hari ke 70 sebesar 593.50 kg, hari ke 80 sebesar 593.20 kg, hari ke 90 sebesar 629.80 kg, hari ke 100 sebesar 781.76 kg, dan hari ke 110 sebesar 778.96 kg.
Hasil uji statistik uji t beda nyata menunjukkan bahwa antara hasil penghitungan lapangan dengan simulasi model tidak berbeda nyata db = 10, t = 1.310, α 0.05
Pakan harian tradisional plus 8 ekorm
2
Jumlah total pakan yang digunakan sampai akhir pemeliharaan hasil penghitungan lapangan sebesar 1394 kg. Jumlah pakan harian pada hari ke 70
sebesar 34.58 kg, hari ke 80 sebesar 41.52 kg, hari ke 90 sebesar 44.09 kg, hari ke 100 sebesar 58.88 kg, dan hari ke 110 sebesar 40.50 kg. Hasil simulasi model
diperoleh jumlah pakan yang digunakan sampai akhir pemeliharaan sebesar 1393.99 kg. Total pakan harian hasil simulasi model pada hari ke 70 sebesar 34.57
kg, pada hari ke 80 sebesar 41.50 kg, hari ke 30 sebesar 44.07 kg, hari ke 100 sebesar 58.89 kg, dan hari ke 110 sebesar 40.52 kg. Hasil penghitungan lapangan
dengan simulasi model tidak terdapat perbedaan db = 4, t = 0.492, α 0.05
Limbah organik 8 ekorm
2
Jumlah total limbah organik dalam bentuk TSS yang dihasilkan selama pemeliharaan hasil penghitungan lapangan sebesar 487.90 kg dan hasil simulasi
model diperoleh total limbah organik dalam bentuk TSS sebesar 487.80 kg. Hasil
TSS, N, dan P
penghitungan lapangan dengan simulasi model tidak berbeda nyata kesalahan relatif sangat kecil yaitu 0.02 .
Total nitrogen TN hasil penghitungan lapangan dari sisa pakan sebesar 11.71 kg, kemudian dari feses sebesar 22.98 kg, dan dari hasil eksresi 16.55 kg.
Hasil simulasi model diperoleh total limbah nitrogen TN dari sisa pakan sebesar 11.37 kg, kemudian dari feses sebesar 29.12 kg, dan hasil eksresi sebesar 16.06
kg. Hasil uji statistik uji t beda nyata menunjukkan bahwa antara hasil penghitungan lapangan dengan simulasi model tidak berbeda nyata db = 2, t =
0.810 , α 0.05
Total limbah phosphor TP dari sisa pakan hasil penghitungan lapangan sebesar 2.51 kg, kemudian dari feses sebesar 8.38 kg, dan dari hasil eksresi
sebesar 1.81 kg. Hasil simulasi model diperoleh total limbah phosphor TP dari sisa pakan sebesar 2.44 kg, dari feses sebesar 8.14 kg, dan dari hasil eksresi 1.75
kg. Hasil uji statistik uji t beda nyata menunjukkan bahwa antara hasil penghitungan lapangan dengan simulasi model tidak berbeda nyata db = 2, t =
1.112, α 0.05
Limbah selain tambak udang antropogenik external loading
Jumlah total limbah selain tambak udangantropogenik external loading yang masuk ke lingkungan perairan pesisir dalam bentuk N organik sebesar 2
783 818.94 kg Nth atau 18 890.20 kg Nth DIN selama hari pemeliharaan 209 739.78 kg N atau 5692.94 kg dalam bentuk DIN. Sedangkan dalam bentuk P
organik sebesar 432 007.40 kg Nth atau 1741.76 kg Nth DIP selama hari pemeliharaan 32 458.50 kg N atau 520.20 kg N dalam bentuk DIP. Hasil simulasi
model diperoleh total limbah selain tambak udangantropogenik dalam bentuk N organik selama hari pemeliharaan sebesar 209 740.80 kg N atau 5641.21 kg N
DIN dan dalam bentuk P organik sebesar 32 562.52 kg N atau 520.20 kg P DIP. Hasil uji statistik uji t beda nyata menunjukkan bahwa antara hasil
penghitungan lapangan dengan simulasi model tidak berbeda nyata db = 3, t = 0.408
, α 0.05. Dari hasil evaluasi secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa model
yang dibangun memberikan hasil yang bersesuaian dengan kondisi nyata. Tidak terdapat perbedaan nyata secara statistik antara prediksi model dengan data
lapangan data empirik mengindikasikan bahwa model yang dibangun dapat digunakan untuk memprediksi total limbah, produksi udang, dan pakan yang
digunakan. Adanya perbedaan nilai yang terjadi antara hasil penghitungan lapangan dan hasil simulasi model walaupun secara analisis statistik tidak berbeda
nyata disebabkan oleh waktu penghitungan. Hasil simulasi model mengacu pada perbedaan waktu harian dt sedangkan hasil pengukuran lapangan dilakukan
berdasarkan hasil sampling secara berkala dengan interval 10 hari. Dengan demikian, prediksi model lebih mencirikan proses biologi yang terjadi dalam
sistem budidaya udang.
5.12.7.Simulasi Skenario Pemanfatan Wilayah Pesisir Kecamatan Mangara Bombang Secara Optimal Sebagai Dasar Pengambilan Kebijakan
Pengembangan Budidaya Tambak Udang
Skenario sebagai dasar pengambilan keputusan dilakukan dengan simulasi sebagai rancangan kebijakan yang mungkin dilakukan dalam kondisi nyata real
world berdasarkan pada model sistem dinamik yang dibuat. Dalam hal ini
dilakukan perubahan pada peubah tertentu yang terdapat di dalam model sistem dinamik, sehingga skenario yang dibuat dapat disimulasikan. Variabel indikator
indicator variable dalam simulasi model sistem dinamik yaitu beban limbah organik sub model beban limbah, perubahan luasan tambak udang dan produksi
udang sub model teknologi budidaya, pendapatan usaha dan pendapatan daerah sub model ekonomi, dan tenaga kerja sub model tenaga kerja. Variabel
pembatas limiting variable adalah daya dukung lingkungan limbah organik sub model daya dukung lingkungan. Variabel keputusan decision variable adalah
beban limbah selain tambak udang antropogenik external loading. Alasan yang mendasari beban limbah selain tambak udangantropogenik external loading
yang menjadi komponen dalam skenario pengembangan budidaya tambak udang karena masukan limbah selain tambak udangantropogenik external loading
dapat memberikan pengaruh terhadap akumulasi limbah organik yang masuk dan berada di lingkungan perairan pesisir disamping tambak udang itu sendiri.
Akumulasi limbah organik yang masuk dan melebihi kemampuan perairan pesisir untuk mengasimilasi akan berdampak pada penurunan kualitas lingkunan perairan
sehingga berdampak pula terhadap keberlanjutan produkstivitas budidaya udang
itu sendiri. Beberapa skenario yang dilakukan dalam simulasi sistem dinamik optimasi ini yaitu
Skenario 1 . Kontribusi limbah selain tambak udangantropogenik yang masuk ke
lingkungan perairan pesisir pada kondisi saat ini
Skenario 2.
Kontribusi limbah selain tambak udangantropogenik yang masuk ke lingkungan perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang
meningkat 10 dari kondisi saat ini
Skenario 3. Kontribusi limbah selain tambak udangantropogenik yang masuk ke
lingkungan perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang meningkat 25 dari kondisi saat ini
Skenario 4.
Kontribusi limbah selain tambak udangantropogenik yang masuk ke lingkungan perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang
meningkat 50 dari kondisi saat ini.
Skenario 5.
Kontribusi limbah selain tambak udangantropogenik yang masuk ke kelingkungan perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang turun
15 dari kondisi saat ini. Hasil simulasi dari beberapa skenario yang digunakan sebagai berikut :
Skenario 1
. Hasil simulasi menunjukkan, total limbah organik yang masuk dan berada di lingkungan perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang mulai hari ke
1 sampai akhir pemeliharaan mengalami peningkatan. Pada hari ke 93, total limbah organik sebesar 481 511.10 kg, kemudian pada hari ke-95 sebesar 500
738.95 kg, dan pada hari ke-110 sebesar 538 504.17 kg. Peningkatan limbah organik yang masuk dan berada di lingkungan perairan pesisir Kecamatan
Mangara Bombang, mengakibatkan alokasi luas lahan tambak udang untuk masing – masing teknologi juga mengalami penurunan sesuai dengan kondisi
limbah oganik di perairan pesisir. Pada skenario ini, alokasi luas tambak udang yang bisa diusahakan secara optimal sampai akhir pemeliharaan yaitu intensif
126 ekorm
2
seluas 26.62 ha, intensif 50 ekorm
2
seluas 144.69 ha, semi intensif 25 ekorm
2
seluas 282.36 ha, dan tradisional plus 8 ekorm
2
seluas 503.43 ha.
Gambar 59. Total limbah organik dan luas tambak udang optimal sampai akhir
pemeliharaan skenario 1: kontribusi limbah selain tambak udangantropogenik pada kondisi saat ini
Luas optimal tambak udang intensif 126 ekorm
2
, intensif 50 ekorm
2
, semi intensif 25 ekorm
2
dan tradisional plus 8 ekorm
2
bisa menghasilkan total produksi udang sampai akhir pemeliharaan masing – masing sebesar 486
964.65 kg , 851 777.01 kg, 722 118.76 kg, 392 176.31 kg total produksi udang intensif, semi intensif, dan tradisional plus sebesar 2 453 036.73 kg udang.
Gambar 60. Produksi udang sampai akhir pemeliharaan pada kondisi luas tambak
udang optimal Skenario 1: kontribusi limbah selain tambak udangantropogenik pada kondisi saat ini
Total pendapatan usaha tambak udang intensif 126 ekorm
2
sampai akhir pemeliharaan pada kondisi luas tambak udang optimal sebesar Rp 7 213 894 252,
tambak udang intensif 50 ekorm
2
sebesar Rp 11 214 496 086, tambak udang semi intensif 25 ekorm
2
sebesar Rp 9 387 543 859 dan tambak udang tradisional plus 8 ekorm
2
sebesar 8 512 071 835 total pendapatan usaha luas
optimal tambak udang intensif, semi intensif, dan tradisional plus sebesar Rp 36 328 006 033. Jika dilakukan pengelolaan kincir secara optimal, maka pendapatan
usaha tambak udang intensif 126 ekorm
2
mengalami peningkatan menjadi sebesar Rp 7 715 467 837 dan pendapatan usaha tambak udang intensif 50
ekorm
2
meningkat menjadi sebesar Rp 11 779 224 242 total pendapatan usaha optimal tambak udang intensif, semi intensif, dan tradisional plus meningkat
menjadi sebesar Rp 37 394 307 774.
Pendapatan usaha Pendapatan usaha
tanpa pengelolaan kincir pengelolaan kincir Gambar 61. Pendapatan usaha tambak udang pada kondisi luas tambak udang
optimal Skenario 1: kontribusi limbah selain tambak udangantropogenik pada kondisi saat ini
Total kontribusi pendapatan yang diberikan ke daerah dari tambak udang intensif 126 ekorm
2
pada kondisi luas tambak udang optimal sebesar Rp 721 389 425, tambak udang intensif 50 ekorm
2
sebesar Rp 1 121 449 608, tambak udang semi intensif 25 ekorm
2
sebesar 938 754 385, dan tambak udang tradisional plus 8 ekorm
2
sebesar Rp 851 207 183 total kontribusi pendapatan ke daerah tambak udang intensif, semi intensif, dan tradisional plus sebesar Rp 3
632 800 603 . Jika dilakukan pengelolaan kincir secara optimal, maka kontribusi pendapatan ke daerah dari tambak udang intensif 126 ekorm
2
mengalami peningkatan menjadi sebesar Rp 771 546 783 dan kontribusi dari tambak udang
intensif 50 ekorm
2
meningkat menjadi sebesar Rp 1 177 922 424 total pendapatan usaha optimal tambak udang intensif, semi intensif, dan tradisional
plus meningkat menjadi sebesar Rp 3 739 430 777.
Kontribusi pendapatan ke daerah Kontribusi pendapatan ke daerah tanpa pengelolaan kincir pengelolaan kincir
Gambar 62. Kontribusi pendapatan ke daerah pada kondisi luas tambak udang
optimal Skenario 1: kontribusi limbah selain tambak udangantropogenik pada kondisi saat ini
Tenaga kerja aktual yang dapat diserap tambak udang intensif 126 ekorm
2
pada kondisi luas tambak udang optimal sebesar 106 orang atau 187 374 HOKth, tambak udang intensif 50 ekorm
2
sebesar 578 orang atau 861 180 HOKth, tambak udang semi intensif 25 ekorm
2
sebesar 564 orang atau 858 377 HOKth, dan tambak udang tradisional plus 8 ekorm
2
sebesar 503 orang atau 886 037 HOKth total tenaga kerja aktual optimal tambak udang intensif, semi
intensif, dan tradisional plus sebesar 1 753 orang atau 2 792 969 HOKth.
Gambar 63. Serapan tenaga kerja aktual pada kondisi luas tambak udang optimal
orang Skenario 1: kontribusi limbah selain tambak udangantropogenik pada kondisi saat ini
Hasil simulasi sistem dinamik dengan skenario 1 dapat dilihat pada Tabel 62.
Tabel 62.Hasil simulasi sistem dinamik pengembangan tambak udang optimal Skenario 1: kontribusi limbah selain tambak udangantropogenik pada
kondisi saat ini
Variabel Hasil simulasi sistem dinamik
Total limbah organik :
Hari ke – 93 : 481 511.10 kg Hari ke-95 : 500 738.95 kg
Hari ke -110 : 581 323.39 kg
Alokasi luas tambak optimal : Intensif 126 ekorm
2
Intensif 50 ekorm
2
Semi intensif 25 ekorm
2
Tradisional plus 8 ekorm
2
: :
: :
26.62 ha 144.69 ha
282.36 ha 503.43 ha
Total produksi udang :
2 453 036.73 kg udang Total pendapatan usaha
tanpa pengelolaan kincir :
Rp 36 328 006 033 Total pendapatan usaha
pengelolaan kincir :
Rp 37 394 307 774 Total kontribusi pendapatan ke daerah
tanpa pengelolaan kincir :
Rp 3 632 800 603
Total kontribusi pendapatan ke daerah pengelolaan kincir
: Rp 3 739 430 777
Total tingkat serapan tenaga kerja :
1 753 orang atau 2 792 969 HOKth Sumber : Hasil simulasi sistem dinamik 2009
Skenario 2 . Hasil simulasi menunjukkan, total limbah organik yang masuk dan
berada di lingkungan perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang mulai hari ke 1 sampai akhir pemeliharaan mengalami peningkatan. Pada hari ke hari ke 93,
total limbah organik sebesar 612 423.69 kg, kemudian pada hari ke-95 sebesar 632 726.07 kg, dan hari ke-110 sebesar 711 745.38 kg. Peningkatan limbah
organik yang masuk dan berada di lingkungan perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang, mengakibatkan alokasi luas lahan tambak udang untuk
masing – masing teknologi juga mengalami penurunan sesuai dengan kondisi limbah oganik di perairan pesisir. Pada skenario ini, alokasi luas tambak udang
yang bisa diusahakan secara optimal sampai akhir pemeliharaan yaitu intensif 126 ekorm
2
seluas 12.48 ha, intensif 50 ekorm
2
seluas 89.85 ha, semi intensif 25 ekorm
2
seluas 168.11 ha, dan tradisional plus 8 ekorm
2
seluas 236.12 ha.
Gambar 64. Total limbah organik dan luas tambak udang optimal sampai akhir
pemeliharaan skenario 2: kontribusi limbah selain tambak udangantropogenik meningkat 10 dari kondisi saat ini
Luas optimal tambak udang intensif 126 ekorm
2
, intensif 50 ekorm
2
, semi intensif 25 ekorm
2
dan tradisional plus 8 ekorm
2
bisa menghasilkan total produksi udang sampai akhir pemeliharaan masing – masing sebesar 228
298.98 kg, 528 938.86 kg, 429 931.24 kg, 183 928.56 kg total produksi udang intensif, semi intensif, dan tradisional plus sebesar 1 371 097.64 kg udang.
Gambar 65. Produksi udang sampai akhir pemeliharaan pada kondisi luas tambak
udang optimal Skenario 2: kontribusi limbah selain tambak udangantropogenik meningkat 10 dari kondisi saat ini
Total pendapatan usaha tambak udang intensif 126 ekorm
2
sampai akhir pemeliharaan pada kondisi luas tambak udang optimal sebesar Rp 3 382 021 047,
tambak udang intensif 50 ekorm
2
sebesar Rp 6 964 009 076, tambak udang semi intensif 25 ekorm
2
sebesar Rp 5 589 106 099, dan tambak udang tradisional plus 8 ekorm
2
sebesar Rp 3 992 353 260 total pendapatan usaha
tambak udang intensif, semi intensif, dan tradisional plus sebesar Rp 19 927 489 483. Jika dilakukan pengelolaan kincir secara optimal, maka pendapatan usaha
tambak udang intensif 126 ekorm
2
mengalami peningkatan menjadi sebesar Rp 3 617 168 993 dan pendapatan usaha tambak udang intensif 50 ekorm
2
meningkat menjadi sebesar Rp 7 314 695 543 total pendapatan usaha optimal tambak udang intensif, semi intensif, dan tradisional plus meningkat menjadi
sebesar Rp 20 513 323 896.
Pendapatan usaha Pendapatan usaha
tanpa pengelolaan kincir pengelolaan kincir Gambar 66. Pendapatan usaha tambak udang pada kondisi luas tambak udang
optimal Skenario 2: kontribusi limbah selain tambak udangantropogenik meningkat 10 dari kondisi saat ini
Total kontribusi pendapatan yang diberikan ke daerah dari tambak udang intensif 126 ekorm
2
pada kondisi luas tambak udang optimal sebesar Rp 338 202 104, tambak udang intensif 50 ekorm
2
sebesar Rp 696 400 907, tambak udang semi intensif 25 ekorm
2
sebesar Rp 558 910 609, dan tambak udang tradisional plus 8 ekorm
2
sebesar Rp 399 235 326 total kontribusi pendapatan ke daerah tambak udang intensif, semi intensif, dan tradisional plus sebesar Rp 1
992 748 948. Jika dilakukan pengelolaan kincir secara optimal, maka kontribusi pendapatan ke daerah dari tambak udang intensif 126 ekorm
2
mengalami peningkatan menjadi sebesar Rp 361 716 899 dan kontribusi dari tambak udang
intensif 50 ekorm
2
meningkat menjadi sebesar Rp 731 469 554 total pendapatan usaha optimal tambak udang intensif, semi intensif, dan tradisional
plus meningkat menjadi sebesar Rp 2 051 332 389.
Kontribusi pendapatan ke daerah Kontribusi pendapatan ke daerah tanpa pengelolaan kincir pengelolaan kincir
Gambar 67. Kontribusi pendapatan ke daerah pada kondisi luas tambak udang
optimal Skenario 2: kontribusi limbah selain tambak udangantropogenik meningkat 10 dari kondisi saat ini
Total tenaga kerja aktual yang dapat diserap tambak udang intensif 126 ekorm
2
pada kondisi luas tambak udang optimal sebesar 49 orang atau 87 881 HOKth, tambak udang intensif 50 ekorm
2
sebesar 359 orang atau 534 811 HOKth, tambak udang semi intensif 25 ekorm
2
sebesar 336 orang atau 511 069 HOKth, dan tambak udang tradisional plus 8 ekorm
2
sebesar 236 orang atau 415 566 HOKth total tenaga kerja intensif, semi intensif, dan tradisional plus
sebesar 981 orang atau 1 549 329 HOKth.
Gambar 68. Serapan tenaga kerja aktual pada kondisi luas tambak udang optimal
orang atau HOKth Skenario 2: kontribusi limbah selain tambak antropogenik
udang meningkat 10 dari kondisi saat ini Hasil simulasi sistem dinamik dengan skenario 2 dapat dilihat pada Tabel
63.
Tabel 63.Hasil simulasi sistem dinamik pengembangan tambak udang optimal Skenario 2: kontribusi limbah selain tambak udang antropogenik
meningkat 10 dari kondisi saat ini
Variabel Hasil simulasi sistem dinamik
Total limbah organik :
Hari ke – 93 : 612 423.69 kg Hari ke-95 : 632 726.07 kg
Hari ke -110 : 711 745.38 kg
Total produksi biomassa udang :
1 371 097.64 kg udang Alokasi luas tambak optimal :
Intensif 126 ekorm
2
Intensif 50 ekorm
2
Semi intensif 25 ekorm
2
Tradisional plus 8 ekorm
2
: :
: :
12.48 ha 89.95 ha
16811 ha 236.12 ha
Total pendapatan usaha tanpa pengelolaan kincir optimal
: Rp 19 927 489 483
Total pendapatan usaha pengelolaan kincir optimal
: Rp 20 513 323 896
Total kontribusi pendapatan ke daerah tanpa pengelolaan kincir optimal
: Rp 1 992 748 948
Total kontribusi pendapatan ke daerah pengelolaan kincir optimal
: Rp 2 051 332 389
Total tingkat serapan tenaga kerja :
981 orang atau 1 549 329 HOKth Sumber : Hasil simulasi sistem dinamik 2009
Skenario 3.
Hasil simulasi menunjukkan, total limbah organik yang masuk dan berada di lingkungan perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang mulai hari ke
1 sampai akhir pemeliharaan mengalami peningkatan. Pada hari ke hari ke 93, total limbah organik sebesar 758 764.29 kg, kemudian pada hari ke-95 sebesar
776 632.77 kg, dan hari ke-110 sebesar 837 550.49 kg. Peningkatan limbah organik yang masuk dan berada di lingkungan perairan pesisir Kecamatan
Mangara Bombang, mengakibatkan alokasi luas lahan tambak udang untuk masing – masing teknologi juga mengalami penurunan sesuai dengan kondisi
limbah oganik di perairan pesisir. Pada skenario ini, alokasi luas tambak udang optimal yang bisa diusahakan sampai akhir pemeliharaan yaitu intensif 126
ekorm
2
seluas 0 ha, intensif 50 ekorm
2
seluas 28.56 ha, semi intensif 25 ekorm
2
seluas 43.55 ha, dan tradisional plus 8 ekorm
2
seluas 0 ha.
Gambar 69. Total limbah organik dan luas tambak udang optimal sampai akhir
pemeliharaan skenario 3: kontribusi limbah selain tambak udang antropogenik
meningkat 25 dari kondisi saat ini Luas optimal tambak udang intensif 50 ekorm
2
, semi intensif 25 ekorm
2
bisa menghasilkan total produksi udang sampai akhir pemeliharaan masing – masing sebesar 168 130.15 kg dan 111 376.51 kg total produksi udang
intensif dan semi intensif sebesar 279 506.66 kg udang.
Gambar 70. Produksi udang sampai akhir pemeliharaan pada kondisi luas tambak
udang optimal Skenario 3: kontribusi limbah selain tambak udang antropogenik
meningkat 25 dari kondisi saat ini Total pendapatan usaha tambak udang intensif 50 ekorm
2
pada kondisi luas tambak udang optimal sebesar Rp 2 213 601 549 dan tambak udang semi
intensif 25 ekorm
2
sebesar Rp 1 447 489 656 total keuntungan tambak udang intensif dan semi intensif sebesar 3 661 496 205. Jika dilakukan pengelolaan
kincir secara optimal, maka pendapatan usaha tambak udang intensif 50 ekorm
2
meningkat menjadi sebesar Rp 232 507 183 total pendapatan usaha optimal tambak udang intensif dan semi intensif meningkat menjadi sebesar Rp 3 772 966
494.
Pendapatan usaha Pendapatan usaha tanpa pengelolaan kincir pengelolaan kincir
Gambar 71. Total pendapatan usaha budidaya tambak udang pada kondisi luas
tambak udang optimal Skenario 3: kontribusi limbah selain tambak udang antropogenik meningkat 25 dari kondisi saat ini
Total kontribusi pendapatan yang diberikan ke daerah dari tambak udang intensif 50 ekorm
2
pada kondisi luas tambak udang optimal sebesar Rp 221 360 154 dan tambak udang semi intensif 25 ekorm
2
sebesar Rp 144 789 465 total kontribusi pendapatan ke daerah tambak udang intensif dan semi intensif sebesar
Rp 366 149 620. Jika dilakukan pengelolaan kincir secara optimal, maka kontribusi pendapatan ke daerah dari tambak udang intensif 50 ekorm
2
meningkat menjadi sebesar Rp 232 507 183 total pendapatan usaha optimal tambak udang intensif dan semi intensif meningkat menjadi sebesar Rp 377 296
649.
Kontribusi pendapatan ke daerah Kontribusi pendapatan ke daerah tanpa pengelolaan kincir pengelolaan kincir
Gambar 72. Kontribusi pendapatan ke daerah pada kondisi luas tambak udang
optimal Skenario 3: kontribusi limbah selain tambak udang antropogenik
meningkat 25 dari kondisi saat ini Total tenaga kerja aktual yang dapat diserap tambak udang intensif 50
ekorm
2
sebesar 114 orang atau 169.981,18 HOKth dan tambak udang semi
intensif 25 ekorm
2
sebesar 87 orang atau 132.395 HOKth total tenaga kerja intensif, semi intensif, dan tradisional plus sebesar 201 orang atau 302.377
HOKth.
Gambar 73. Serapan tenaga kerja aktual pada kondisi luas tambak udang optimal Skenario 3: kontribusi limbah selain tambak udang antropogenik
meningkat 25 dari kondisi saat ini
Hasil simulasi sistem dinamik dengan skenario 3 dapat dilihat pada Tabel 64.
Tabel 64.Hasil simulasi sistem dinamik pengembangan tambak udang optimal Skenario 3: kontribusi limbah selain tambak udang antropogenik
meningkat 25 dari kondisi saat ini
Variabel Hasil simulasi sistem dinamik
Total limbah organik :
Hari ke – 93 : 758 764.29 kg Hari ke-95 : 776 632.77 kg
Hari ke -110 : 837 550.49 kg
Total produksi biomassa udang :
279 506.66 kg Alokasi luas tambak optimal :
Intensif 126 ekorm
2
Intensif 50 ekorm
2
Semi intensif 25 ekorm
2
Tradisional plus 8 ekorm
2
: :
: :
0 ha 28.56 ha
43.55 ha 0 ha
Total pendapatan usaha tanpa pengelolaan kincir
: Rp 3 661 496 205
Total pendapatan usaha pengelolaan kincir
Rp 3 772 966 494 Total kontribusi pendapatan ke daerah
tanpa pengelolaan kincir Rp 366 149 620
Total kontribusi ke daerah pengelolaan kincir
: Rp 377 296 649
Total tingkat serapan tenaga kerja :
201 orang atau 302.377 HOKth Sumber : Hasil simulasi sistem dinamik 2009
Skenario 4.
Hasil simulasi skenario 4 menunjukkan total limbah organik yang masuk dan berada dilingkungan perairan pesisir pada hari ke-82 sebesar 817
105.89 kg dan hari ke-83 total limbah organik yang berada di lingkungan perairan pesisir sebesar 829 129.76 kg. Peningkatan limbah organik yang masuk
dan berada di lingkungan perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang, mengakibatkan alokasi luas lahan tambak udang untuk masing – masing teknologi
juga mengalami penurunan sesuai dengan kondisi limbah oganik di perairan pesisir. Pada skenario ini, kegiatan budidaya tambak udang baik untuk intensif
126 ekorm
2
, intensif 50 ekorm
2
, semi intensif 25 ekorm
2
,dan tradisional plus 8 ekorm
2
tidak dapat dialokasikan karena masukan limbah organik ke lingkungan perairan pesisi telah melampaui kapasitas asimilasi atau telah
melampaui daya dukung lingkungan sehingga tidak akan memberikan dampak sosial ekonomi kepada masyarakat baik pendapatan usaha, penyerapan tenaga
kerja maupun kontribusi pendapatan ke daerah.
Gambar 74. Total limbah organik dan luas tambak udang sampai akhir
pemeliharaan skenario 4: kontribusi limbah selain tambak udang antropogenik
meningkat 50 dari kondisi saat ini Gambar 75. Produksi udang sampai akhir pemeliharaan Skenario 4: limbah
selain tambak udang antropogenik meningkat 50 dari kondisi saat ini
Pendapatan usaha Pendapatan usaha tanpa pengelolaan kincir pengelolaan kincir
Gambar 76. Total pendapatan usaha budidaya tambak udang pada kondisi luas
tambak udang optimal Skenario 4: kontribusi limbah selain tambak udang antropogenik meningkat 50 dari kondisi saat ini
Kontribusi pendapatan ke daerah Kontribusi pendapatan ke daerah tanpa pengelolaan kincir pengelolaan kincir
Gambar 77. Kontribusi pendapatan ke daerah pada kondisi luas tambak udang
optimal Skenario 4: kontribusi limbah selain tambak udang antropogenik
meningkat 50 dari kondisi saat ini Gambar 78. Serapan tenaga kerja aktual pada kondisi luas tambak udang optimal
Skenario 4: kontribusi limbah selain tambak udang antropogenik meningkat 50 dari kondisi saat ini
Hasil simulasi sistem dinamik dengan skenario 4 dapat dilihat pada Tabel 65.
Tabel 65.Hasil simulasi sistem dinamik pengembangan tambak udang optimal Skenario 4: kontribusi limbah selain tambak udang meningkat 50 dari
kondisi saat ini
Variabel Hasil simulasi sistem dinamik
Total limbah organik :
Hari ke-82 : 817 105.89 kg Hari ke -83 : 829 129.76 kg
melampaui kapasitas asimilasi perairan pesisir terhadap limbah
organik
Total produksi biomassa udang :
0 kg udang Luas tambak optimal :
Intensif 126 ekorm
2
Intensif 50 ekorm
2
Semi intensif 25 ekorm
2
Tradisional plus 8 ekorm
2
: :
: :
0 ha 0 ha
0 ha 0 ha
Total pendapatan usaha tanpa pengelolaan kincir
: Rp 0
Total pendapata usaha pengelolaan kincir
Rp 0 Total kontribusi pendapatan ke daerah
tanpa pengelolaan kincir Rp 0
Total kontribusi pendapatan ke daerah pengelolaan kincir
: Rp 0
Total tingkat serapan tenaga kerja :
0 orang atau 0 HOKth Sumber : Hasil simulasi sistem dinamik 2009
Skenario 5.
Hasil simulasi menunjukkan, total limbah organik yang masuk dan berada di lingkungan perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang mulai hari ke
1 sampai akhir pemeliharaan mengalami peningkatan. Pada hari ke 93, total limbah organik sebesar 222 711.07 kg, kemudian pada hari ke-95 sebesar 233
010.99 kg, dan pada hari ke-110 sebesar 286 010.99 kg. Peningkatan limbah organik yang masuk dan berada di lingkungan perairan pesisir Kecamatan
Mangara Bombang, mengakibatkan alokasi luas lahan tambak udang untuk masing – masing teknologi juga mengalami penurunan sesuai dengan kondisi
limbah oganik di perairan pesisir. Pada skenario ini, alokasi luas tambak udang yang bisa diusahakan secara optimal sampai akhir pemeliharaan yaitu intensif
126 ekorm
2
seluas 58.62 ha, intensif 50 ekorm
2
253.09 ha, semi intensif 513.26 ha, dan tradisional plus 1 108.70 ha.
Gambar 79. Total limbah organik sampai akhir pemeliharaan skenario 5:
kontribusi limbah selain tambak udang antropogenik turun 15 dari kondisi saat ini
Luas optimal tambak udang intensif 126 ekorm
2
, intensif 50 ekorm
2
, semi intensif 25 ekorm
2
dan tradisional plus 8 ekorm
2
bisa menghasilkan total produksi udang sampai akhir pemeliharaan masing – masing sebesar 1 072
346.64 kg, 1 489 918.05, 1 312 631.65 kg, 863 635.40 kg total produksi udang intensif, semi intensif, dan tradisional plus sebesar 4 783 531.74 kg udang.
Gambar 80. Produksi udang sampai akhir pemeliharaan pada kondisi luas tambak udang optimal Skenario 5: kontribusi limbah selain tambak udang
antropogenik turun 15 dari kondisi saat ini
Total pendapatan usaha tambak udang intensif 126 ekorm
2
sampai akhir pemeliharaan pada kondisi luas tambak udang optimal sebesar Rp 15 885 743
091, tambak udang intensif 50 ekorm
2
sebesar Rp 19 616 261 071, tambak udang semi intensif 25 ekorm
2
sebesar Rp 17 064 211 507 dan tambak udang tradisional plus 8 ekorm
2
sebesar 18 746 070 047 total pendapatan usaha luas optimal tambak udang intensif, semi intensif, dan tradisional plus sebesar Rp 71
312 285 718. Jika dilakukan pengelolaan kincir secara optimal, maka pendapatan usaha tambak udang intensif 126 ekorm
2
mengalami peningkatan menjadi sebesar Rp 16 990 260 128 dan pendapatan usaha tambak udang intensif 50
ekorm
2
meningkat menjadi sebesar Rp 20 604 076 739 total pendapatan usaha
optimal tambak udang intensif, semi intensif, dan tradisional plus meningkat menjadi sebesar Rp 73 404 618 423.
Pendapatan usaha Pendapatan usaha tanpa pengelolaan kincir pengelolaan kincir
Gambar 81. Total pendapatan usaha budidaya tambak udang pada kondisi luas
tambak udang optimal Skenario 5: kontribusi limbah selain tambak udang antropogenik turun 15 dari kondisi saat ini
Total kontribusi pendapatan yang diberikan ke daerah dari tambak udang intensif 126 ekorm
2
pada kondisi luas tambak udang optimal sebesar Rp 1 588 574 309, tambak udang intensif 50 ekorm
2
sebesar Rp 1 961 626 107, tambak udang semi intensif 25 ekorm
2
sebesar Rp 1 706 421 150, dan tambak udang tradisional plus 8 ekorm
2
sebesar Rp 1 874 607 604 total kontribusi pendapatan ke daerah tambak udang intensif, semi intensif, dan tradisional plus sebesar Rp 1 7
131 228 571. Jika dilakukan pengelolaan kincir secara optimal, maka kontribusi pendapatan ke daerah dari tambak udang intensif 126 ekorm
2
mengalami peningkatan menjadi sebesar Rp 1 699 026 012 dan kontribusi dari tambak udang
intensif 50 ekorm
2
meningkat menjadi sebesar Rp 2 060 407 673 total pendapatan usaha optimal tambak udang intensif, semi intensif, dan tradisional
plus meningkat menjadi sebesar Rp 7 340 461 842.
Kontribusi pendapatan ke daerah Kontribusi pendapatan ke daerah tanpa pengelolaan kincir pengelolaan kincir
Gambar 82. Kontribusi pendapatan ke daerah pada kondisi luas tambak udang
optimal orang atau HOKth Skenario 5: kontribusi limbah selain tambak udang antropogenik turun 15 dari kondisi saat ini
Total tenaga kerja aktual yang dapat diserap pada kondisi luas tambak udang optimal yaitu tambak udang intensif 126 ekorm
2
sebesar 234 orang atau 412 654 HOKth, tambak udang intensif 50 ekorm
2
sebesar 1012 orang atau 1 506 374 HOKth, tambak udang semi intensif 25 ekorm
2
sebesar 1026 orang atau 1 560 320 HOKth, dan tambak udang tradisional plus 8 ekorm
2
sebesar 1108 orang atau 1 951 316 HOKth total tenaga kerja intensif, semi intensif, dan
tradisional plus sebesar 3382 orang atau 5 430 666 HOKth. Gambar 83. Serapan tenaga kerja aktual pada kondisi luas tambak udang optimal
orang atau HOKth Skenario 5: kontribusi limbah selain tambak udang antropogenik turun 15 dari kondisi saat ini
Hasil simulasi sistem dinamik dengan skenario 5 dapat dillihat pada Tabel 66.
Tabel 66.Hasil simulasi sistem dinamik pengembangan tambak udang optimal
Skenario 5: kontribusi limbah selain tambak udang antropogenik turun 15 dari kondisi saat ini
Variabel Hasil simulasi sistem dinamik
Total limbah organik :
Hari ke – 93 : 222 711.07 kg Hari ke-95 : 233 980.42 kg
Hari ke -110 : 286 010.99 kg
Total produksi biomassa udang :
4 783 531.74 kg udang Luas tambak optimal :
Intensif 126 ekorm
2
Intensif 50 ekorm
2
Semi intensif 25 ekorm
2
Tradisional plus 8 ekorm
2
: :
: :
58.62 ha 253.09 ha
513.26 ha 1 108.70 ha
Total pendapatan usaha tanpa pengelolaan kincir
: Rp 71 312 285 718
Total pendapatan usaha pengelolaan kincir
: Rp 73 404 618 423
Total kontribusi pendapatan ke daerah tanpa pengelolaan kincir
: Rp 7 131 228 571
Total kontribusi pendapatan ke daerah pengelolaan kincir
: Rp 7 340 461 842
Total tingkat serapan tenaga kerja :
3382 orang atau 5 430 666 HOKth
Sumber : Hasil simulasi sistem dinamik 2009
Berdasarkan hasil simulasi sistem dinamik 5 lima skenario yang digunakan, maka skenario pemanfaatan lahan untuk budidaya tambak udang yang
terbaik atau paling optimal ekologi, ekonomi dan sosial adalah skenario 1, dimana dengan mempertahankan limbah selain tambak udang pada kondisi saat
ini, maka dapat dialokasikan tambak udang intensif 126 ekorm
2
secara optimal sampai akhir pemeliharaan seluas 26.62 ha, intensif 50 ekorm
2
Luas tambak udang intensif 126 ekorm 144.69 ha, semi
intensif 282.36 ha, dan tradisional plus 503.43 ha. Total luas lahan optimal intensif dan semi intensif seluas 453.67 ha 29.13 dari total luas lahan yang
layak secara biogeofisik untuk intensifsemi intensif. Sedangkan tradisional plus sebesar 22.60 dari total luas lahan yang layak secara biogeofisik untuk
tradisionaltradisional plus. Pada skenario 1, produksi udang cukup tinggi dan kontribusi terhadap daerah sebesar melampaui target pendapatan Pemerintah
Kabupaten Takalar untuk subsektor perikanan budidaya khususnya tambak udang sebesar Rp 1 Milyartahun Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.Takalar 2008.
Begitu pula dengan tingkat serapan tenaga kerja cukup tinggi dan beban limbah yang dihasilkan sampai pada akhir pemeliharaan masih berada dalam batas daya
dukung lingkungan.
2
yang saat ini terdapat di lokasi penelitian seluas 27.20 ha dan hasil simulasi sistem dinamik diperoleh luas
tambak udang optimal 26.62 ha. Karena itu, untuk mencapai luas yang optimal, maka tambak udang intensif 126 ekorm
2
terjadi pengurangan luasan sebesar 1.58 ha dari yang ada saat ini atau dapat dapat dialihkan ke teknologi budidaya
udang yang lebih sederhana. Sedangkan luas tambak udang intensif 50 ekorm
2
yang saat ini terdapat dilokasi penelitian seluas 8.78 ha dan hasil simulasi sistem dinamik diperoleh luas tambak udang optimal 144.69 ha. Karena itu, tambak
udang intensif 50 ekorm
2
Kemudian skenario 2 sebagai alternatif ke-2, yaitu dengan mempertahankan kenaikan limbah selain tambak udang maksimum sebesar 10
dari kondisi saat ini, dapat dialokasi tambak udang intensif 126 ekorm masih dapat ditingkatkan seluas 136.91 ha untuk
mencapai luas yang optimal.
2
seluas 12.48 ha, intensif 50 ekorm
2
89.95 ha, semi intensif 168.11 ha, dan tradisional plus 236.12 ha. Total luas lahan optimal intensif dan semi intensif seluas 270.54
ha 17.37 dari total luas lahan yang layak secara biogeofisik untuk intensifsemi intensif. Sedangkan tradisional plus sebesar10.60 dari total luas lahan yang
layak secara biogeofisik untuk tradisionaltradisional plus. Pada skenario 2, produksi udang juga masih cukup tinggi dan kontribusi pendapatan terhadap
daerah juga masih melampaui target pendapatan Pemerintah Kabupaten Takalar untuk subsektor perikanan budidaya khususnya tambak udang sebesar Rp 1
Milyartahun Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.Takalar 2008. Begitu pula dengan tingkat serapan tenaga kerja masih tinggi dan beban limbah yang
dihasilkan sampai pada akhir pemeliharaan walaupun cukup tinggi akan tetapi masih berada dalam batas daya dukung lingkungan Apabila skenario ini
diterapkan, maka tambak udang intensif 126 ekorm
2
terjadi pengurangan luasan sebesar 14.72 ha dari yang ada saat ini untuk mencapai luas yang optimal atau
dapat dapat dialihkan ke teknologi budidaya yang lebih sederhana. Sedangkan luas tambak udang intensif 50 ekorm
2
yang saat ini terdapat dilokasi penelitian seluas 8.78 ha dan hasil simulasi sistem dinamik diperoleh luas tambak udang
optimal 89.98 ha. Karena itu, tambak udang intensif 50 ekorm
2
Alokasi luas tambak udang pada skenario 5 bisa diusahakan dengan syarat mengupayakan 90 limbah yang berasal dari kegiatan selain tambak
udangantropogenik eksternal loading tidak dibuang ke lingkungan perairan pesisir atau sudah dilakukan proses asimilasi atau pengolahan limbah di daratan
sebelum dibuang ke lingkungan perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang. Sedangkan untuk skenario 3 tiga dan 4 empat tidak direkomendasikan. Pada
skenario 3, produksi udang dan tingkat pendapatan usaha rendah sehingga kontribusi ke daerah masih dibawah target Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar
untuk subsektor perikanan budidaya khususnya tambak udang, begitu pula dengan serapan tenaga kerja rendah. Sedangkan untuk skenario 4, tidak dapat
dialokasikan untuk budidaya tambak udang karena beban limbah organik yang masuk dan berada di lingkungan perairan pesisir telah melampaui kapasitas
asimilasi perairan pesisir Kecamatan Mangara Bombang terhadap limbah organik. masih dapat
ditingkatkan seluas 81.20 ha untuk mencapai luas yang optimal.
Tabel 67. Luas tambak udang optimal hasil simulasi sistem dinamik Skenario
Intensif 126
ekorm
2
Intensif 50
ekorm
2
Semi intensif 25 ekorm
2
Tradisional plus
8 ekorm
2
1 direkomendasikan 26.62 ha
144.69 ha 282.36 ha
503.43 ha 2 alternatif
12.48 ha 89.95 ha
168.11 ha 236.12 ha
3 0 ha
28.56 ha 43.55 ha
0 ha 4
0 ha 0 ha
0 ha 0 ha
5 58.62 ha
253.09 ha 513.26 ha
1 108.70 ha Sumber : Hasil simulasi sistem dinamik 2009
Tabel 68. Beban limbah organik hasil simulasi sistem dinamik
Skenario Limbah organik kghari
Kapasitas asimilasi
limbah organik
kghari Hari 93
Hari 95 Hari 110
1direkomendasikan 481 511.10
500 738.95 581 323.39
826 947.02 2 alternatif
612 423.69 632 726.07
711 745.38 3
758 764.29 776 632.77
837 550.49 4
817 105.89 829 129.76 -
5 222 711.07
233 980.42 286 010.99
Sumber : Hasil simulasi sistem dinamik 2009 Tabel 69. Total produksi, pendapatan usaha, total kontribusi pendapatan ke
daerah, dan total serapan tenaga kerja hasil simulasi sistem dinamik Simulasi
sistem dinamik
Total produksi
udang Ton
Total pendapatan usaha
Rp Total kontribusi
pendapatan ke daerah
Rp Tenaga
kerja di serap
orang Skenario 1
direkomen- dasikan
2 453.03 Rp 36 328 006 033 tanpa peng.kincir
Rp 37 394 307 774 pengelolaan kincir
Rp 3 632 800 603 tanpa peng.kincir
Rp 3 739 430 777 pengelolaan kincir
1753
Skenario 2 alternatif
1 371.09 Rp 19 927 489 483 tanpa peng.kincir
Rp 20 513 323 896 pengelolaan kincir
Rp 1 992 748 948 tanpa peng.kincir
Rp 2 051 332 389 pengelolaan kincir
981
Skenario 3 279.50
Rp 3 661 496 205 tanpa peng.kincir
Rp 3 772 966 494 pengelolaan kincir
Rp 366 149 620 tanpa peng.kincir
Rp 377 296 649 pengelolaan kincir
201
Skenario 4 Rp 0
Rp 0 Skenario 5
4 783.53 Rp 71 312 285 718 tanpa peng.kincir
Rp 73 404 618 423 pengelolaan kincir
Rp 7 131 228 571 tanpa peng.kincir
Rp 7 340 461 842 pengelolaan kincir
3382
Bontomanai Lengkese
Panyangkalang Pattopakkang
Cikowang Punaga
Laikang Banggae
Bontoparang Topejawa
Lakatong Mangadu
4 4
8 Kilometers
N E
W S
Desa : Banggae
Bontomanai Bontoparang
Cikowang Laikang
Lakatong Lengkese
Mangadu
Panyangkalang Pattopakkang
Punaga
Topejawa Green Belt
Batas Kabupaten Batas Kecamatan
Laut Jalan
Sungai Sungai
Mangrove Pemukiman
Kesesuaian intensifsemi intensif: Sangat sesuai
Sesuai
sangat sesuai sesuai
Kesesuaian tradisionaltradisional plus:
765000
765000 770000
770000 775000
775000 780000
780000 785000
785000
9 3
8 9
3 8
9 3
8 5
9 3
8 5
9 3
9 9
3 9
9 3
9 5
9 3
9 5
SELAT MAKASSAR
TELUK LAIKANG KABUPATEN
JENEPONTO KECAMATAN
PALOBANGKENG SELATAN KECAMATAN
MAPPAKASUNGGU
PETA ALOKASI TAMBAK UDANG OPTIMAL KONDISI DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DI
WILAYAH PESISIR KEC. MANGARA BOMBANG
Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia RBI2010-24 dan 2010-52 Skala 1 : 50.000
Peta Lingkungan Pantai Indonesia LPI2010-2 dan 2010-5 Skala 1 :50.000 Peta Penggunaan Lahan Kab. Takalar, BPN Prop.Sul-Sel 2008
Peta Kemampuan Tanah Kab. Takalar, BPN Prop.Sulsel 2008 Citra Landsat 7 ETM Path Row 1140642005
Hasil Analisis Data Lapangan 2008
Setelah diperoleh alokasi luas tambak udang optimal pada kondisi daya dukung lingkungan di atas, kemudian ditentukan pada wilayah desa mana saja
tambak udang tersebut dapat dikembangkan sebagai acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar. Pertimbangan yang digunakan yaitu: i kondisi
tambak eksisting; 2 jarak dari sumber air, dan iii luas lahan yang sesuai SIG. Peta komposit hasil analisis kesesuaian lahan kemudian dioverlay dengan peta
adminsitrasi Kecamatan Mangara Bombang untuk mengetahui luas tambak udang yang layak pada masing – masing wilayah desa. Hasil overlay peta komposit
kesesuaian lahan dengan peta administrasi dapat dilihat pada Gambar 84.
Gambar 84.Peta alokasi pengembangan tambak udang optimal di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang
Hasil overlay diperoleh luas tambak udang optimal pada masing – masing wilayah desa, yaitu :
Tabel 70. Alokasi luas tambak udang optimal setiap wilayah desa
Teknologi Budidaya Tambak Udang
Lokasi desa Luas tambak udang
ha
Intensifsemi intensif Cikowang
78.988 Lakatong
99.585 Punaga
283.364
Tradisionaltradisional plus Laikang
280.246 Pattopakkang
180.051 Topejawa
245.010 Sumber : Hasil analisis SIG 2008
Hasil analisis terungkap bahwa lokasi pengembangan tambak udang pada kondisi optimal dengan beberapa batasan di atas yaitu desa Punaga seluas 283.364
ha, desa Cikowang seluas 78.988 ha, dan desa Lakatong seluas 99.585 ha. Sedangkan lokasi pengembangan tambak udang tradisionaltradisional plus berada
di desa Laikang seluas 280.246 ha, desa Pattopakkang seluas 180.051 ha, dan desa Topejawa seluas 245.010 ha.
6. IMPLIKASI PENGEMBANGAN BUDIDAYA TAMBAK UDANG BERKELANJUTAN BERBASIS DAYA DUKUNG DI WILAYAH PESISIR
KECAMATAN MANGARA BOMBANG
Pengembangan budidaya tambak udang di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang sangat dipengaruhi oleh aspek ekologi lingkungan, ekonomi
dan sosial secara simultan. Oleh karena itu, perlu dilakukan antisipasi terhadap segala kemungkinan yang mengganggu keseimbangan ekologi lingkungan,
ekonomi, dan sosial tersebut. Sebagai contoh sejak dimulainya intensifikasi budidaya udang tahun 1984, pembukaan lahan tambak banyak dilakukan oleh
masyarakat tanpa memperhatikan kaidah – kaidah lingkungan, seperti yang terjadi di pantai utara Jawa, kawasan Delta Mahakam, serta di wilayah pesisir Lampung
Timur. Suatu yang dilematis, disatu sisi harus meningkatkan produksi udang, namun disis lain masih belum dapat mengantisipasi terjadinya kerusakan alam
konversi mangrove yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya degradasi lingkungan.
Pemilihan lokasi yang baik dalam pengembangan budidaya tambak udang dan sesuai dengan daya dukung lingkungan akan mempengaruhi keberlanjutan
kegiatan budidaya tambak udang secara ekologi lingkungan,ekonomi, dan sosial Lawson 1995; Bengen 2005; Perez et al.2003.
Tahapan awal yang sering dijumpai bagi pembudidaya udang adalah sulitnya mendapatkan informasi tentang penetapan lokasi yang tepat, sementara
pemilihan lokasi yang tepat merupakan langkah awal bagi penentu keberhasilan budidaya udang yang berkelanjutan. Informasi yang diperlukan pembudidaya
udang dalam menetapkan lokasi tambak udang sering dan bahkan sulit diperoleh dari pihak yang berwenang yang diharapkan mempunyai kapabilitas serta akses
informasi tentang kondisi biogeofisik lahan, biofisik perairan serta daya dukung dari lokasi yang tepat pada wilayah kerjanya. Sementara pembudidaya juga
dihadapkan pada masalah konflik kepentingan yang sulit diselesaikan dalam suatu kawasan pesisir. Kompleksitas masalah dalam pemilihan lokasi budidaya tambak
udang akan dapat diminimasi apabila penetapan dari sistem pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dapat memberikan akses informasi pembangunan perikanan
budidaya khususnya tambak udang.
Kebutuhan informasi perikanan budidaya khusunya menyangkut distribusi spasial pengembangan budidaya tambak udang yang dilengkapi dengan informasi
daya dukung lingkungan perairan yang mencakup data kapasitas produksi, luas maksimum tambak udang intensif, semi intensif, dan tradisional plus yang
diperkenankan, intensitas, dan praktek – praktek budidaya udang yang sesuai dengan standar operasional, jumlah maksimum beban limbah yang diperkenankan
serta kondisi biogeofisik lahan dan rona awal lingkungan berperan sangat penting dalam memformulasi kebijakan pengelolaan, regulasi dan pemberian lisensi yang
dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi yang diperlukan untuk kawasan pengembangan budidaya
tambak udang serta acuan dalam perencanaan pengelolaan dan pengembangan budidaya tambak udang yang berkelanjutan.
Status bioekologi dan lingkungan wilayah pesisir. Kecamatan Mangara Bombang bagi pengembagan budidaya tambak udang yang berkelanjutan dapat
dilihat pada Tabel 71. Tabel 71. Status bioekologi dan lingkungan wilayah pesisir Kecamatan Mangara
Bombang bagi pengembagan budidaya tambak udang yang berkelanjutan
Parameter Nilai
Keterangan
Luas wilayah Kecamatan
Mangara Bombang 10 050 ha luas total
Citra Landsat 7 ETM+, Path Row 114064 2005; BPN
2008
Luas tutupan tambak
863.897 ha Citra landsat 2005; BPN 2008;
Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Takalar 2008
Luas tambak intensif saat ini
35.980 ha Dinas Perikanan dan Kelautan
Kab. Takalar 2008; Hasil Pengamatan 2008
Luas tambak tradisional dan
tambak tidak terpakai
827.117 ha Dinas Perikanan dan Kelautan
Kab. Takalar 2008; Hasil pengamatan 2008
Luas lahan pada kondisi daya
dukung lingkungan 89.61 ha
Intensif 126 ekorm
2
346.37 ha Intensif 50 ekorm
2
715.79 ha Semi intensif 25 ekorm
2
1 694.91 ha Tradisional plus 8 ekorm
2
Tipe pasang surut Formzhal-F
1.5687 Campuran dengan tipe ganda
lebih menonjol
Tunggang pasang surut
27.91 cm Neap tide
99.83 cm Spring tide
Kecepatan arus musim kemarau
0.281 mdt Spring tide
0.124 mdt Neap tide
Kecepatan arus musim hujan
0.249 mdt Spring tide
0.195 mdt Neap tide
Volume total air yang tersedia di
perairan pesisir 129 152 399.22 m
2 siklus pasang surut per hari
3
Flushing time 2.78 hari
dibulatkan 2,8 hari Laju pengenceran limbah
oganik di perairan pesisir
Lama tinggal air di pantai retention
time 2.0 jam
4.0 jam 1 siklus pasang suruthari
2 siklus pasang suruthari
Kapasitas oksigen yang tersedia di
perairan pantai 165 389.40 kg
O
2
Oksigen terlarut tersedia untuk menguraikan limbah organik di
perairan pesisir hari
Jumlah limbah organik yang dapat
ditampung oleh perairan pesisir
826 947.02 kg limbah organikhari
Daya dukung limbah organik
Jumlah buangan limbah organik
tambak udang dalam bentuk TSS
9 228.519 kgha Intensif 126 ekorm
2
2 387.462 kgha Intensif 50 ekorm
2
1 155.287 kgha Semi intensif 25 ekorm
2
487.90 kgha Tradisional plus 8 ekorm
2
Jumlah buangan limbah nitrogen
1 231.54 kgha Intensif 126 ekorm
2
322.24 kgha Intensif 50 ekorm
2
140.49 kgha Semi intensif 25 ekorm
2
58.24 kgha Tradisional plus 8 ekorm
2
Jumlah buangan limbah phosphor
324.24 kgha Intensif 126 ekorm
2
91.28 kgha Intensif 50 ekorm
2
30.62 kgha Semi intensif 25 ekorm
2
12.70 kgha Tradisional plus 8 ekorm
2
Limbah selain tambak
udangantropogenik N organik:
2 783 818.94 kgth DIN:
18 890.20 kgth P organik:
432 007.40 kgth DIP :
1741.76 kgth Pemukiman
Peternakan Perikanan hatchery
Erosi lahan pertanian
Luas optimal tambak udang
skenario 1 direkomendasikan
26.62 ha Intensif 126 ekorm
2
144.69 ha Intensif 50 ekorm
2
282.36 ha Semi intensif 25 ekorm
2
503.43 ha Tradisional plus 8 ekorm
2
Luas optimal tambak udang
skenario 2 alternatif
12.48 ha Intensif 126 ekorm
2
89.85 ha Intensif 50 ekorm
2
168.11 ha Semi intensif 25 ekorm
2
236.12 ha Tradisional plus 8 ekorm
2
Luas optimal tambak udang
skenario 3 0 ha
Intensif 126 ekorm
2
28.56 ha Intensif 50 ekorm
2
43.55 ha Semi intensif 25 ekorm
2
0 ha Tradisional plus 8 ekorm
2
Luas optimal tambak udang
skenario 4 0 ha
Intensif 126 ekorm
2
0 ha Intensif 50 ekorm
2
0 ha Semi intensif 25 ekorm
2
0 ha Tradisional plus 8 ekorm
2
Luas optimal tambak udang
skenario 5 58.62 ha
Intensif 126 ekorm
2
253.09 ha Intensif 50 ekorm
2
513.26 ha Semi intensif 25 ekorm
2
1108.70 ha Tradisional plus 8 ekorm
2
Diperlukan : 259.06 ha N
780.77 ha P Reboisasi:
114.67 ha N 636.38 ha P
Luas mangrove saat ini : 144.393 ha
luas tambak udang saat ini
Kebutuhan luas hutan mangrove
untuk pengembangan
tambak udang Diperlukan:
645.19 ha N 1994.54 ha P
Reboisasi : 500.80 ha N
1800.14 ha P Luas mangrove saat ini :
144.393 ha Luas tambak udang intensif
126 ekorm
2
kondisi daya dukung lingkungan seluas 89.61
ha
Diperlukan: 2493.86 ha N
7516.23 ha P Reboisasi:
2349.47 ha N 7371.84 ha P
Luas mangrove saat ini : 144.393 ha
Luas tambak udang intensif 50 ekorm
2
kondisi daya dukung lingkungan seluas 346.37 ha
Diperlukan: 1717.90 N
2004.21 P Reboisasi:
1573.50 ha N 1859.82 P
Luas mangrove saat ini : 144.393 ha
Luas tambak udang semi intensif 25 ekorm
2
kondisi daya dukung lingkungan seluas
715.79 ha
Diperlukan : 6419.13 ha
N dan P Reboisasi :
6274.74 ha N dan P
Luas mangrove saat ini : 144.393 ha
Luas tambak udang optimal Skenario 1: direkomendasikan
Intensif 126 ekorm
2
Intensif 50 ekorm : 26.62 ha
2
Semi intensif 25 ekorm :144.69 ha
2
Tradisional plus 8 ekorm :
282.36 ha
2
Diperlukan: :
503.43 ha 3834.40 ha
N dan P Reboisasi:
3690.93 ha N dan P
Luas mangrove saat ini : 144.393 ha
Luas tambak udang optimal Skenario 2: alternatif
Intensif 126 ekorm
2
Intensif 50 ekorm : 12.48 ha
2
Semi intensif 25 ekorm :89.95 ha
2
Tradisional plus 8 ekorm :
168.11 ha
2
: 236.12 ha
6.1. Implikasi Ekologi lingkungan, Ekonomi dan Sosial 6.1.1. Implikasi Ekologi Lingkungan
Pengembangan tambak udang harus memperhatikan kondisi biogeofisik spesifik wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang serta aspek bioteknis.
Oleh karena itu, lahan di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang tidak seluruhnya dapat dijadikan lokasi untuk kegiatan tambak udang. Beberapa
modifikasi parameter kunci yang menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan lokasi yang layak untuk kegiatan tambak udang yaitu: 1 kemiringan lahan; 2
kandungan liat tanah; 3 ketinggian lahan; 4 jarak dari pantai; 5 jarak dari sungai; 6 salinitas; 7 kedalaman solum tanah; 8pH tanah; bahan organik
tanah; dan 9 pirit tanah. Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan yang digunakan diperoleh secara spasial luas lahan yang sangat sesuai SS untuk budidaya
tambak udang intensifsemi intensif seluas 894.284 ha, sesuai S seluas 663.071 ha, dan kurang sesuai KS seluas 1517.469 ha. Sedangkan luas lahan yang sangat
sesuai SS untuk tambak udang tradisionaltradisional plus seluas 1148.478 ha, sesuai S seluas 1078.667 ha, dan kurang sesuai KS seluas 1031.941 ha. Luas
lahan yang kurang sesuai S3 untuk tambak udang intensifsemi intensif masuk kategori sangat sesuai SS untuk tambak udang tradisionaltradisional plus seluas
653.333 ha dan masuk kategori sesuai S untuk tambak udang tradisionaltradisional plus seluas 244.013 ha total 897.346 ha. luas lahan yang
kurang sesuai KS untuk intensifsemi intensif dan tradisionaltradisional plus seluas 1652.244 ha.
Pertimbangan ekologilingkungan perairan pesisir harus juga menjadi perhatian utama dalam pengembangan budidaya tambak udang selain kedua
pertimbangan diatas biogeofisik lahan dan aspek bioteknis. Perairan pesisir mempunyai keterbatasan untuk menampung sejumlah beban limbah yang
dihasilkan dari berbagai kegiatan di wilayah pesisir termasuk budidaya tambak udang. Kegiatan budidaya tambak udang di wilayah pesisir Kecamatan Mangara
Bombang yang membuang limbah organik ke lingkungan perairan pesisir, yaitu intensif 126 ekorm
2
sebesar 9228.519 kghaMT, tambak udang intensif 50 ekorm
2
sebesar 2387.462 kghaMT, semi intensif 25 ekorm
2
sebesar 1155.287 kghaMT, dan tradisional plus 8 ekorm
2
sebesar 487.90 kghaMT. Sedangkan kegiatan lain selain tambak udangantropogenik yang berpotensi
membuang limbah ke lingkungan perairan yaitu pemukiman, peternakan, perikanan hatchery, dan erosi lahan pertanian, yang menghasilkan beban limbah
organik N organik sebesar 2 783 818.94 kg Nth dan P organik sebesar 432
007.40 kg Pth. Beban limbah organik yang dihasilkan dari kegiatan budidaya tambak udang internal loading dan kegiatan selain tambak udangantropogenik
external loading sangat berpotensi mencemari lingkungan perairan pesisir. Berdasarkan kondisi fisik perairan pesisir Kecamata Mangara Bombang,
beban limbah organik yang mampu diasimilasi sebesar 826 947.02 kghari, sehingga luas tambak udang yang dapat dikembangkan yaitu intensif 126
ekorm
2
seluas 89.61 ha 5.75 dari total luas lahan yang layak secara biogeofisik untuk intensifsemi intensif, intensif 50 ekorm
2
seluas 346.37 ha 22.24 dari total luas lahan yang layak secara biogeofisik untuk intensifsemi
intensif, semi intensif 25 ekorm
2
715.79 ha 45.96 dari total luas lahan yang layak secara biogeofisik untuk intensifsemi intensif, dan tradisional plus seluas
8 ekorm
2
1694.91 ha 76.10 dari total luas lahan yang layak secara biogeofisik untuk tradisionaltradisional plus. Pengembangan tambak udang yang
mempertimbangkan aspek ekologilingkungan perairan pesisir, yang didasarkan pada informasi beban limbah organik tambak udang dan selain tambak
udangantropogenik serta informasi kapasitas asimilasi perairan pesisir terhadap limbah organik akan berdampak terhadap keberlanjutan produktivitas budidaya
tambak udang.