masalah lingkungan Poernomo 1992. Pengalaman membuktikan bahwa lokasi pertambakan, teknologi yang diterapkan dan pola sebaran tambak di suatu
kawasan pantai akan berdampak luas terhadap mutu lingkungan, stabilitas produksi tambak dan keuntungan ekonomi usaha pertambakan.
Lahan untuk usaha pertambakan harus memenuhi persyaratan ekologis, biologis, teknis, sosial ekonomi, dan hiegienis, karena kesesuaian lahan
pertambakan akan sangat menentukan produktivitas budidaya tambak Gunarto 2007; Mustafa et al. 2008. Kawasan yang sesuai untuk tambak harus memenuhi
persyaratan Widigdo 2000; Csavas 1994: 1 lahan terletak di daerah pasang surut dengan elevasi air sedalam 0.5 – 1.0 m selama periode pasang naik, dapat
dikeringkan tuntas ketika air pasang terendah; 2 memiliki kemiringan dan ketinggian lahan yang ideal untuk tambak; 3 memiliki sumber air tawar dan
payau sepanjang tahun untuk menjaga salinitas pertumbuhan; 4 memiliki sumber air yang kualitasnya memenuhi baku mutu untuk kehidupan biota akuatik; 5
kualitas tanah tanah tekstur liat, lempung sampai berpasir; 6 lahan tambak harus bebas banjir rutin dan terlindung dari gelombang laut yang basar; 7
pembukaan tambak pada lahan mangrove wajib mempertahankan jalur hijau di sepanjang pantai dan alur sungai dan; 8 total luas tambak setiap hamparan
merupakan satu kesatuan ekosistem tidak boleh melebihi daya dukung lingkungan pada hamparan tersebut; 9 kemudahan pemasaran; 10 tata guna lahan;
11kebijakan pemerintah, keamanan, dan sarana sosial. Perkembangan pertambakan yang tidak terkendali telah membawa
dampak negatif terhadap mutu lingkungan, dimana mutu air secara fisik, kimiawi dan mikrobiologis akan mengalami penurunan yang tajam. Gejala ini akan
diperburuk lagi oleh adanya perkembangan permukiman, pencemaran, perindustrian dan konversi hutan mangrove di wilayah pesisir.
2.5. Sistem Informasi Geografis SIG
Sistem informasi geografis SIG dapat digunakan dalam aplikasi manajemen sumberdaya di wilayah pesisir. Sistem informasi geografis SIG
mempunyai kemampuan memberikan gambaran secara bersamaan dari berbagai faktor yang kompleks dengan proses tumpang susun overlay operation Aronoff
1989; Esri 1990; Prahasta 2001; Radiarta et al. 2003. Sistem informasi geografis SIG dapat memudahkan dalam melakukan analisis keruangan spasial analysis
dan pemantauan terhadap perubahan lingkungan wilayah pesisir. Kemampuan sistem informasi geografis SIG dalam analisis keruangan dan pemantauan dapat
digunakan untuk mempercepat dan mempermudah penataan ruang pemetaan potensi sumberdaya wilayah pesisir yang sesuai dengan daya dukung
lingkungannya Maguire 1999; Barus dan Wiradisastra 2000. Menurut Gunawan 1998, tipe penggunaan sistem informasi geografis
SIG dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan secara terpadu antara lain untuk: imengetahui tingkat eksploitasi sumberdaya alam SDA; ii
mempertemukan keinginan manusia yang bervariasi, dan iii menjaga keberadaan kelangsungan ekosistim pesisir. Sistem informasi geografis SIG paling tidak
terdiri atas subsistem pemrosesan, subsistem analisis data dan subsistem yang menggunakan informasi; iv membantu memfasilitasi berbagai pihak sektoral,
swasta dan pemerintah daerah dalam perencanaan sesuatu, pemetaan, dan pengintegrasian untuk mengetahui pilihan – pilihan manajemen dan alternatif
perencanaan yang optimal; v merupakan alat yang digunakan untuk menunjang pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang berwawasan lingkungan.
Gambar 6. Tipe penggunaan sistem informasi geografis SIG dalam pengelolaan wilayah pesisir Gunawan 1998
Beberapa kriteria utama yang harus menjadi pertimbangan dalam melakukan evaluasi kesesuaian lahan dengan menggunakan sistem informasi geografis SIG
bagi pengelolaan wilayah pesisir antara lain Dahuri 1998 :
TUJUAN PERENCANAAN Keseimbangan dari :
Prospek ekspliotasi Mempertemukan
keinginan masyarakat
Menjaga Keberadaan INFORMASI KERUANGAN
PROSPEK : - Lokasi sumberdaya
- Kualitas sumberdaya KEINGINAN :
-Rencana tertulis -Rencana tidak tertulis
KEBERADAAN : -Penggunaan lahanlaut
-Penutupan lahanlaut ANALISIS :
Kepentingan Konflik
Jika apa KEPUTUSAN :
Pengembangan Pemanfaatan
Pemantauan dan Perlindungan
Pemecahan Konflik
1. Model dan struktur data digunakan dapat dipakai pada wilayah yang luas dengan ketelitian dan resolusi yang tinggi .
2. Data spasial maupun non spasial yang telah tersusun, dapat diperbaiki, disimpan, diambil pada saat tertentu dan dapat ditampilkan secara efisien dan
efektif . 3. Tersedianya peralatan dengan kemampuan analisis spasial untuk pemodelan
wilayah pesisir, yang dapat melakukan proses–proses analisis dan pemodelan tersebut.
Sistem informasi geografis SIG pertama kali digunakan dalam bidang perikanan budidaya pada tahun 1980-an Kapetsky et al. 1987; Raharjo 1996.
Pemanfaatan data penginderaan jauh Landsat TM, Landsat 7 ETM+, SPOT, IKONOS
, QUICKBIRD yang dipadukan dengan SIG akan membantu membentuk data base
terutama penutupan atau penggunaan lahan di wilayah pesisir. Sistem informasi geografis SIG mempunyai keunggulan dalam penerapannya dibidang
sumberdaya perikanan budidaya dengan menyederhanakan pemasalahan dan pemanfaatan waktu yang lebih efektif dan efisien.
Aplikasi sistem informasi geografis SIG dalam pengelolaan basis data sumberdaya alam seperti areal konservasi dan perikanan budidaya mempunyai
beberapa keuntungan Kam et al.1992; Lo 1996: i mampu mengintegrasikan data dari berbagai format grafik, teks dari berbagai sumber; iimampu bertukar
data diantara berbagai disiplin ilmu dan lembaga; iiimampu memproses dan menganalisis data secara lebih efesien dan efektif; ivmampu melakukan
pemodelan, pengujian dan perbandingan beberapa altematif kegiatan sebelum diaplikasikan di Iapangan; vmampu melakukan pembaruan data secara efesien
terutama grafik; dan vimampu menampung data dalam jumlah besar. Meskipun demikian, pemanfaatan sistem informasi geografis SIG dalam
bidang perikanan budidaya masih sangat terbatas dan ada beberapa hal penyebab keterbatasan dalam pemanfaatan sistem informasi geografis SIG Nurwadjedi
1995; Nath et al.2000 dalam Perez et al. 2003; Radiarta et al. 2003, yaitu: 1 kurang dirasakannya keuntungan SIG ini dalam bidang perikanan budidaya; 2
terbatasnya pengetahuan akan dasar – dasar SIG dan meotodologinya; 3 interaksi antar pengguna SIG.
2.6. Kelayakan Kualitas Air untuk Kegiatan Budidaya Tambak Udang