Pengelolaan Kincir Optimal Tambak Udang Intensif 126 ekorm

dimasukkan pada saat pergantian air sebesar 0.00 – 3.69 kg O 2 hari 1.74 ± 1.19 dan hasil fotosintesis sebesar 8.55 – 64.95 kg O 2 Oksigen terlarut yang dimanfaatkan output oksigen dalam sistem tambak udang selama pemeliharaan sebesar 19.78 – 200.19 kg O hari 46.95 ± 13.35. 2 hari 115.72 ± 54.10. Oksigen terlarut dalam tambak udang yang dimanfaatkan oleh udang sebesar 0.24 – 100.26 kg O 2 hari 47.38 ± 27.29, outflow air yang dibuang saat pergantian air sebesar 0.00 – 3.11 kg O 2 hari 1.22 ± 0.83, respirasi kolom air sebesar 15.04 – 103.58 kg O 2 hari 56.74 ± 27.37, dan konsumsi sedimen sebesar 4.50 – 20.70 kg O 2 hari 10.28 ± 3.87. Data input dan output oksigen terlarut ini menggambarkan ketersediaan dan keseimbangan pemanfaatan oksigen terlarut dalam budidaya tambak udang. 0.00 – 3.69 kg O 2 hari 0.00 – 3.11 kg O 2 1.74 ± 1.19 1.22 ± 0,80 hari Inflow Outflow 0.24 – 100.26 kg O 2 1.8 kg O hari 2 kondisi standar kw-h 47.38 ± 27.79 Konsumsi udang Koreksi kejenuhan oksigen : 0.90 15.04 – 103.58 kg O 2 56.74 ± 27.37 hari 8.55 – 64.95kg O 2 46.95 ± 13.35 Respirasi kolom air hari Fotosintesis F 4.50 – 20.70 kg O 2 10.28 ± 3.87 hari Konsumsi sedimen Ambient 14,85 – 24,19 kg O 2 18,08 ± 3,07 hari Gambar 50. Keseimbangan input dan output oksigen dalam tambak udang intensif 126 ekorm 2 di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103109 Lama pemeliharaan hari D O k g h a r i DO Ambien DO I nflow DO Fotosintesis DO dalam tambak udang DO LOK 50 100 150 200 250 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103109 Lama pemeliharaan hari D O k g h a r i DO Outflow DO Respirasi kolom air DO Konsumsi Udang DO Sedimen DO Output DO LOK Input oksigen terlarut Output oksigen terlarut Gambar 51. Input dan output oksigen terlarut dalam tambak udang intensif 126 ekorm 2 selama masa pemeliharaan sumber : Hasil analisis 2008 Berdasarkan data dan informasi ini dilakukan estimasi pengelolaan atau pemanfaatan kincir yang optimal selama proses budidaya udang sebagai berikut : • Pengoperasian 1 buah kincir kekuatan 1 HP pada awal pemeliharaan sampai dengan hari ke-26 cukup dilakukan 4 jamhari, dimana sampai hari ke-26 baik input oksigen maupun output oksigen cukup meningkat input 92.19 kgO 2 hari dan output 58.67 kgO 2 • Mulai hari ke-27 pengoperasian kincir ke-1 ditingkatkan menjadi 4 – 5 jamhari untuk mempertahankan oksigen sampai hari ke-45 input 87.36 kgO2hari dan output 86.43 kgO hari. 2 hari . Pada hari ke 46, input oksigen terlarut mencapai 86.69 kg O 2 hari sedangkan output oksigen terlarut mencapai 88.81 kg O 2 hari sehingga terjadi defisit oksigen sebesar – 2.13 kg O 2 • Pada hari ke 46 perlu dilakukan pengoperasian kincir ke-2 selama 5 – 12 jamhari kincir 1 selama 4 - 5 jamhari. Pengoperasian 2 kincir bertenaga 1 HP hanya mampu mempertahankan dan meningkatkan oksigen terlarut sampai hari ke – 54, dimana pada hari ke-55 terjadi defisit oksigen terlarut sebesar -1,82 kg O hari. Hal ini menunjukkan bahwa input oksigen terlarut mulai tidak sebanding dengan kebutuhan oksigen terlarut dalam tambak udang. 2 hari input 111.43 kgO 2 hari dan output 113.25 kgO 2 • Pada hari ke-55 perlu dilakukan pengoperasian kincir ke-3 selama 12 – 16 jamhari kincir 1 selama 4 – 5 jamhari dan kincir 2 selama 5 – 12 jamhari. Pengoperasian 3 kincir hanya mampu meningkatkan dan mempertahankan oksigen terlarut sampai hari ke-65, dimana pada hari ke-66 terjadi defisit hari. oksigen terlarut sebesar – 2.42 kg O 2 hari input 145.17 kgO 2 hari dan output 147.59 kgO 2 • Pada hari ke-66 perlu dilakukan pengoperasian kincir ke 4,5, dan 6 selama 16 – 24 jamhari kincir 1 selama 4 – 5 jamhari, kincir 2 selama 5 – 12 jamhari, kincir 3 selama 12 – 16 jamhari. Pengoperasian 6 kincir hanya mampu meningkatkan oksigen terlarut sampai pada hari ke – 99, dimana pada hari ke 100 terjadi defisit oksigen sebesar – 4.43 kgO hari. 2 hari input 144.35 kgO 2 hari dan output 148.77 kgO 2 • Pada hari ke-100 dilakukan pengoperasian kincir ke- 7 selama 9 jamhari kincir 1 selama 4 – 5 jamhari, kincir 2 selama 5 – 12 jamhari, kincir 3 selama 12 – 16 jamhari, kincir 4-5-6 selama 16 – 24 jamhari. Pengoperasian 7 kincir hanya mampu meningkatkan dan mempertahankan oksigen selama 3 hari sampai hari ke 102 dan hari ke -103 terjadi defisit oksigen sebesar -4.59 kgO hari. 2 hari input 159.11 kgO 2 hari dan output 163.70 kgO 2 • Pada hari ke-103 dioperasikan kincir ke-8 selama 9 jamhari kincir 1 selama 4 – 5 jamhari, kincir 2 selama 5 – 12 jamhari, kincir 3 selama 12 – 16 jamhari, kincir 4-5-6 selama 16 – 24 jamhari, kincir 7 selama 9 jamhari, dimana pengoperasian 8 kincir hanya mampu meningkatkan dan mempertahankan oksigen terlarut sampai hari ke 104 dan pada hari ke-105 terjadi defisit oksigen terlarut sebesar -0.54 kgO hari. 2 hari input 173.99 kgO 2 hari dan output 174.53 kgO 2 • Mulai hari ke-105 dioperasikan kincir ke-9 selama 9 jamhari kincir 1 selama 4 – 5 jamhari, kincir 2 selama 5 – 12 jamhari, kincir 3 selama 12 – 16 jamhari, kincir 4-5-6 selama 16 – 24 jamhari, kincir 7 selama 9 jamhari, kincir 8 selama 9 jamhari. Pengoperasian 9 kincir mampu meningkatkan dan mempertahankan oksigen terlarut sampai hari ke- 107. Pada hari ke-108 terjadi defisit oksigen terlarut sebesar -0.74 kgO hari. 2 hari input 188.65 kg O 2 hari dan output 189.39 kg O 2 • Pada hari ke-109 dioperasikan kincir ke-10 selama 9 jamhari kincir 1 selama 4 – 5 jamhari, kincir 2 selama 5 – 12 jamhari, kincir 3 selama 12 – 16 jamhari, kincir 4-5-6 selama 16 – 24 jamhari, kincir 7 selama 9 jamhari, kincir 8 selama 9 jamhari, kincir 9 selama 9 jamhari, dimana pengoperasian hari. 50 100 150 200 250 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103109 Lama pemeliharaan hari D O k g h a r i DO Out put 1 kincir DO LOK 50 100 150 200 250 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103109 Lama pemeliharaan hari D O k g h a r i DO Output 2 kincir DO LOK 50 100 150 200 250 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103109 Lama pemeliharaan hari D O k g h a r i DO Output 3 kincir DO LOK 50 100 150 200 250 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103109 Lama pemeliharaan hari D O k g h a r i DO Output 4 kincir DO LOK 50 100 150 200 250 300 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103109 Lama pemeliharaan hari D O k g h a r i DO Output 5 kincir DO LOK 50 100 150 200 250 300 350 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103109 Lama pemeliharaan hari D O k g h a r i DO Output 6 kincir DO LOK 50 100 150 200 250 300 350 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103109 Lama pemeliharaan hari D O k g h a r i DO Output 7 kincir DO LOK 50 100 150 200 250 300 350 400 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103109 Lama pemeliharaan hari D O k g h a r i DO Output 8 kincir DO LOK 50 100 150 200 250 300 350 400 450 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103109 Lama pemeliharaan hari D O k g h a r i DO Output 9 kincir DO LOK 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103109 Lama pemeliharaan hari D O k g h a ri DO Out put 10 kincir DO LOK 10 buah kincir dengan tenaga masing – masing 1 HP mampu mempertahankan dan menyeimbangkan oksigen terlarut dalam tambak udang sampai akhir masa pemeliharaan. 1 kincir 2 kincir 3 kincir 4 kincir 5 kincir 6 kincir 7 kincir 8 kincir 9 kincir 10 kincir Gambar 52. Ketersediaan oksigen terlarut dalam tambak udang intensif 126 ekorm 2 dengan pengelolaan optimal 10 kincir selama masa pemeliharaan sumber : Hasil analisis 2008 Pembudidaya tambak udang intensif 126 ekorm 2 Besarnya selisih atau efisiensi penggunaan tenaga listrik untuk operasionalisasi kincir pada kondisi saat ini dan berdasarkan estimasi input dan output oksigen adalah sebesar 11 040.80 kwhMT atau 22 081.60 kwhII MT, dimana untuk produksi 1 kg udang terjadi selisih atau efisiensi sebesar 1.61 kwhkg udangMT atau 3.22 kwhkg udangII MT. di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang selama pemeliharaan udang menggunakan 10 buah kincir 1 kincir berkekuatan 1 HP, dimana pada hari ke 1 sd hari 30 dioperasionalkan 2 buah kincir selama 24 jamhari. Mulai hari ke 30 dioperasionalkan 8 buah kincir selama 24 jamhari sampai akihir pemeliharaan Hasil wawancara dan pengamatan lapangan 2008. Berdasarkan hasil analisis diperoleh pengelolaan kincir berkekuatan 1 HP pada kondisi saat ini, mulai awal sampai akhir pemeliharaan menggunakan tenaga listrik sebesar 15 397.44 kwhMT atau 30 794.88 kwhII MT. Pada kondisi eksisting, setiap produksi 1 kg udang menggunakan tenaga listrik sebesar 2.25 kwhkg udangMT atau 4.49 kwhkg udangII MT. Sedangkan dengan pengelolaan kincir berdasarkan estimasi ketersediaan dan keseimbangan oksigen terlarut input dan output, maka mulai awal sampai akhir pemeliharaan menggunakan tenaga listrik sebesar 4356.64 kwhMT atau 8713.28 kwhII MT, dimana setiap produksi 1 kg udang menggunakan tenaga listirk sebesar 0.64 kwhkg udangMT atau 1.28 kwhkg udangII MT. Pada kondisi saat ini, biaya penggunaan tenaga listrik 15 397.44 kwhMT kwh dan apabila digunakan tarif dasar listrik TDL subsidi sebesar Rp 640kwh PLN 2008, maka biaya yang dikeluarkan untuk operasionalisasi kincir per musim tanam MT sebesar 15 397.44 kwh x Rp 640kwh = Rp 9 854 362MT atau Rp 19 708 723II MT. Sedangkan berdasarkan estimasi keseimbangan input dan output oksigen terlarut dalam tambak udang, biaya yang dikeluarkan untuk operasionalisasi kincir per musim tanam MT sebesar 4356.64 kwh x Rp 640 = Rp 2 788 250MT atau Rp 5 576 499II MT. Berdasarkan hal ini, maka terjadi efisiensi penggunaan tenaga listrik untuk kincir sebesar : Rp 9 854 362MT – Rp 2 788 250MT = Rp 7 066 112MT atau Rp 14 132 224II MT. Perbandingan pengelolaan dan pemanfatan kincir pada kondisi saat ini dan berdasarkan estimasi ketersediaan dan keseimbangan oksigen terlarut input – output dapat dilihat pada Tabel 57. Tabel 57. Perbandingan pengelolaan dan pemanfatan kincir pada kondisi saat ini dan berdasarkan estimasi ketersediaan dan keseimbangan oksigen terlarut input – output TDL subsidi Kondisi saat ini Keterangan Estimasi input- output oksigen Keterangan Jumlah kincir 10 kincir Jumlah kincir 10 kincir 1 HP 0.746 kwh 1 HP 0.746 kwh Penggunaan tenaga listrik kincir 15 397.44 kwhMT atau 30 794.88 kwhII MT Penggunaan tenaga listrik kincir 4356.64 kwhMT atau 8713.28 kwhII MT Biaya penggunaan tenaga listrik kincir Rp 9 854 362 MT atau Rp 19 708 723 II MT. Biaya penggunaan tenaga listrik kincir Rp 2 788 250MT atau Rp 5 576 499II MT Efisiensi tenaga listrik kincir 11 040.80 kwhMT atau 22 081.60 kwhII MT Efisiensi biaya penggunaan tenaga listrik kincir Rp 7 066 112MT atau Rp 14 132 224II MT. Tingkat produksi udang 684.813 kg udang HP Tingkat produksi udang 684.813 kg udangHP Tenaga listrik kincir per kg udang 2.25 kwhkg udangMT atau 4.50 kwhkg udangII MT Tenaga listrik kg udang 0.64 kwhkg udangMT atau 1.28 kwhkg udangII MT. Efisiensi tenaga listrik kincirkg udang 1.61 kwhkg udangMT atau 3.22 kwhkg udangII MT Sumber : Hasil analisis 2008 Selanjutnya, jika menggunakan dasar listrik TDL non subsidi sebesar Rp 1380 PLN 2008, maka biaya yang dikeluarkan untuk operasionalisasi kincir per musim tanam MT pada kondisi saat ini sebesar 15 397.44 kwh x Rp 1380kwh = Rp 21 248 467MT atau Rp 42 496 934II MT. Berdasarkan estimasi keseimbangan input dan output oksigen terlarut, biaya yang dikeluarkan untuk operasionalisasi kincir per musim tanam MT sebesar 4356.64 kwh x Rp 1380 = Rp6 012 163MT atau Rp 12 024 326II MT. Berdasarkan hal ini, maka terjadi efisiensi penggunaan tenaga listrik untuk kincir sebesar : Rp 21 248 467MT – Rp 6 012 163MT= Rp 15 236 304MT atau Rp 30 472 608II MT. Perbandingan pengelolaan dan pemanfatan kincir pada kondisi saat ini dan berdasarkan estimasi ketersediaan dan keseimbangan oksigen terlarut input – output dapat dilihat pada Tabel 58. Tabel 58.Perbandingan pengelolaan dan pemanfatan kincir pada kondisi saat ini dan berdasarkan estimasi ketersediaan dan keseimbangan oksigen terlarut input – output TDL non subsisdi Kondisi saat ini Keterangan Estimasi input- output oksigen Keterangan Jumlah kincir 10 kincir Jumlah kincir 10 kincir 1 HP 0.746 kwh 1 HP 0.746 kwh Penggunaan tenaga listrik kincir 15 397.44 kwhMT atau 30 794.88 kwhII MT Penggunaan tenaga listrik kincir 4356.64 kwhMT atau 8713.28 kwhII MT Biaya penggunaan tenaga listrik kincir Rp 21 248 467 MT atau Rp 42 496 934II MT Biaya penggunaan tenaga listrik kincir Rp 6 012 163MT atau Rp 12 024 326II MT Efisiensi tenaga listrik kincir 11.040.80 kwhMT atau 22 081.60 kwhII MT Efisiensi biaya penggunaan listrik kincir Rp 15 236 304MT atau Rp 30 472 608II MT. Tingkat produksi udang 684.813 kg udang HP Tingkat produksi udang 684.813 kg udangHP Tenaga listrik kincir per kg udang 2.25 kwhkg udangMT atau 4.50 kwhkg udangII MT Tenaga listrik kg udang 0.64 kwhkg udangMT atau 1.28 kwhkg udangII MT. Efisiensi tenaga listrik kincirkg udang 1.61 kwhkg udangMT atau 3.22 kwhkg udangII MT Sumber : Hasil analisis 2008 Hasil analisis di atas, jika dikaitkan dengan tingkat kelayakan usaha, maka total biaya operasional budidaya yang dikeluarkan menurun menjadi sebesar Rp 355 936 618haMT atau Rp 711 873 235hath. Sedangkan keuntungan yang diperoleh meningkat menjadi sebesar Rp 186 435 278haMT atau Rp 372 870 557hath, dengan nilai RC 1.52 dan Payback period selama 2.66 tahun. Net Present Value NPV sebesar Rp 679 791 064 produksi udang, total biaya yang dikeluarkan, dan keuntungan yang diperoleh sama setiap tahunnya dan Net Benefit Cost Ratio Net BC sebesar 1.69. Sedangkan nilai Internal Rate of Return IRR yang diperoleh sebesar 36.61 . Hasil analisis kelayakan usaha tambak udang intensif 126 ekorm 2 berdasarkan pengelolaan kincir optimal dapat dilihat pada Tabel 59. Tabel 59. Hasil analisis usaha budidaya tambak udang intensif 126 ekorm 2 No. di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang jika dilakukan pengelolaan kincir optimal Uraian Nilai 1. Investasi awal Rp 990 085 000,- 2. Total biaya tetap fixed cost Rp 42 254 250haMT Rp 84 508 500hath 3. Total biaya tidak tetap variable cost Rp 292 515 701haMT Rp 585 031 403hath 4. Total biaya Rp 355 936 618haMT Rp 711 873 235hath 5. Total penerimaan hasil penjualan udang Rp 602 635 440haMT Rp 1 205 270 880hatahun 6. Total penerimaan bersih hasil penjualan setelah dipotong pajak PPH 10 Rp 542 371 896haMT Rp 1 084 743 792hath 7. Kuntungan bersih Rp 186 435 278haMT Rp 372 870 557hath 8. RC 1.52 9. Payback period PP 2.66 tahun 10. NPV Rp 679 791 064 11. Net BC 1.69 12 IRR 36.61 13. Discount factor DF 20 Sumber : Hasil analisis 2008 Dari Gambar 48 dan 51 terlihat bahwa, proses fotosintensis memegang peranan penting dalam memasok oksigen terlarut dalam tambak udang dan kelarutannya dipengaruhi oleh kepadatan fitolankton, lama pencahayaan, suhu, salinitas, dan tingkat kejenuhan oksigen yang terlarut dalam air. Pasokan oksigen yang berasal dari fotosintesis akan meningkat seiring dengan lama pemeliharaan udang, kemudian cenderung menurun diakhir masa pemeliharaan. Penurunan ini diduga terkait dengan adanya perubahan kepadatan fitoplankton yang berkembang dalam tambak udang. Kemudian kebutuhan oksigen untuk respirasi kolom air cenderung meningkat sampai akhir pemeliharaan, karena diduga terkait dengan perkembangan populasi baik fitoplankton maupun zooplankton serta mikrooganisme perairan lainnya didalam tambak udang. Kepadatan fitoplankton diduga mempunyai peran yang cukup besar dalam proses respirasi dalam kolom air terutama pada malam hari, dimana saat itu proses fotosintesis tidak terjadi. Karena itu, pada malam hari sebaiknya kincir dioperasionalkan dengan jumlah jam operasional yang lebih lama dibandingkan pada siang hari. Selanjutnya kebutuhan oksigen sedimen juga cenderung mengalami peningkatan sampai akhir pemeliharaan. Hal ini diduga terkait dengan semakin meningkatnya kandungan bahan organik dalam tambak udang sebagai akibat adanya sisa pakan dan feses yang mengendap di dasar tambak. Proses dekomposisi bahan organik tersebut membutuhkan oksigen yang menyebabkan nilai kebutuhan oksigen sedimen semakin meningkat pula. Selain itu, aplikasi bakteri probiotik dan bakteri pengurai lainnya yang bersifat aerob juga memerlukan oksigen untuk hidupnya yang memberikan pengaruh pada ketersediaan oksigen terlarut dalam tambak udang. Konsumsi oksigen udang juga semakin meningkat disebabkan ukuran udang yang semakin besar sehingga bobot biomassa udang di tambak semakin tinggi dan membutuhkan oksigen terlarut yang lebih besar Gunarto 2007. Konsumsi oksigen udang vannamei di tambak dipengaruhi oleh bobot individu udang, suhu air, dan salinitas, dimana semakin besar bobot udang, konsumsi oksigen semakin tinggi, akan tetapi akan relatif stabil setelah udang mencapai bobot 3 grindividu Rachmansyah et al. 2008. Penempatan kincir yang tepat perlu juga menjadi perhatian untuk memaksimalkan daerah tambak teroksigenasi dan meminimalkan daerah tambak yang defisit oskigen Rachmansyah et al.2005. Jumlah dan penempatan aerator merupakan hal kritis untuk menghasilkan pola arus dan mempertahankan level oksigen terlarut dalam air tambak udang, dimana arus dalam tambak udang perlu dipertahankan antara 6.0 – 12.0 mmenit agar material organik tetap berada dalam kondisi tersuspensi dan apabila kecepatan arus kurang dari 6 mmenit, maka material organik akan mengendap didasar tambak udang McIntosh 2000. Semakin banyak jumlah kincir yang digunakan, maka akan semakin besar kandungan TSS air tambak, sebagai akibat gerusan tanah pematang serta pengadukan dan pelarutan bahan organik dari dasar tambak. Sirkulasi air dalam tambak sebagai akibat operasionalisasi kincir yang berlebihan akan mempengaruhi pengikisan dan pelarutan tanah pematang tambak sehingga meningkatkan kekeruhan dan siltasi McIntosh 2000. Pada penelitian ini diperoleh tingkat produksi udang 126 ekorm 2 sebesar 684.8 kgHP dan tingkat produksi udang 50 ekorm 2 sebesar 784.90 kgHP. McIntosh 2000 melaporkan bahwa tambak udang vannamei tanpa pergantian air selama pemeliharaan dapat memproduksi sekitar 550 kg udang HP kincir. Selanjutnya Rachmansyah et al 2005 juga melaporkan bahwa tingkat produksi tambak udang dengan perlakuan 2 kincir diperoleh 594 kgHP, perlakukan 3 kincir diperoleh sebesar 496 kgHP, dan perlakukan 4 kincir diperoleh sebesar 320 kgHP. 5.11. Serapan Tenaga Kerja Aktual Pengembangan Budidaya Tambak Udang Pada Kondisi Daya Dukung Luas tambak udang yang dapat dikembangkan di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang sesuai dengan daya dukung lingkungan yaitu tambak udang intensif 126 ekorm 2 seluas 89.61 ha, intensif 50 ekorm 2 seluas 346.37 ha, semi intensif seluas 25 ekorm 2 715.79 ha, dan tradisional plus 8 ekorm 2 Hasil analisis serapan tenaga kerja pengembangan budidaya tambak udang berdasarkan luas lahan pada kondisi daya dukung dapat dilihat pada Tabel 60 1694.91 ha. Hasil wawancara dengan pembudidaya tambak udang di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang bahwa jumlah tenaga kerja aktual yang dibutuhkan pada teknologi budidaya tambak udang intensif per satuan luas lahan ha yaitu 4 orang. Hasil penelitian Asbar 2005 menjelaskan bahwa tambak udang semi intensif dan tradisional plus memerlukan tenaga kerja masing – masing 2 dan 1 orang per satuan luas ha dengan jumlah jam kerja efektif hari JKE sebesar 8 jamhari. Tabel 60. Serapan tenaga kerja aktual pengembangan budidaya tambak udang per teknologi budidaya berdasarkan luas lahan pada kondisi daya dukung lingkungan di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang Teknologi Budidaya Tambak Udang Luas tambak udang pada kondisi daya dukung lingkungan ha Kebutuhan tenaga kerja aktual per satuan luas lahan orangha Jumlah tenaga kerja aktual yang diserap orang Serapan tenaga kerja aktual HOKth Intensif 126 ekorm 2 89.61 4 358 630 080 Intensif 50 ekorm 2 346.37 4 1385 2 060 880 Semi intensif 25 ekorm 2 715.79 2 1432 2 176 640 Tradisional plus 8 ekorm 2 1694.91 1 1695 2 983 200 Sumber : Hasil analisis 2008 Berdasarkan Tabel 60 di atas menunjukkan bahwa jika dikembangkan tambak udang intensif 126 ekorm 2 seluas 89.61 ha, maka jumlah tenaga kerja aktual yang diserap sebesar 358 orang atau 630 080 HOKth. Jika dikembangkan tambak udang 50 ekorm 2 seluas 346.37 ha, maka jumlah tenaga kerja aktual yang diserap sebesar 1385 orang atau 2 060 880 HOKth. Jika dikembangkan tambak udang semi intensif 25 ekorm 2 seluas 715.79 ha, maka jumlah tenaga kerja aktual yang diserap sebesar 1432 orang atau 2 176 640 HOKth. Jika dikembangkan tambak udang tradisional plus 8 ekorm 2 Saat ini total jumlah tenaga kerja yang bekerja pada kegiatan budidaya tambak udang intensif di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang berjumlah 144 orang atau 253 440 HOKth. Jika dikembangkan tambak udang intensif 126 ekorm seluas 1 694.91 ha, maka jumlah tenaga kerja aktual yang diserap sebesar 1695 orang atau 2 983 200 HOKth. 2 , masih dapat menyerap tenaga kerja aktual sebesar 214 orang atau 376 640 HOKth. Jika dikembangkan tambak udang intensif 50 ekorm 2 , masih dapat menyerap tenaga kerja aktual sebesar 1241 orang atau 1 846 608 HOKth. Jika dikembangkan tambak udang semi intensif 25 ekorm 2 , masih dapat menyerap tenaga kerja aktual sebesar 1288 orang atau 1 957 760 HOKth. Jika dikembangkan tambak udang tradisional plus 8 ekorm 2 , masih apat menyerap tenaga kerja aktual sebesar 1551 orang atau 2 729 760 HOKth. 5.12.Pemanfaatan Wilayah Pesisir Secara Optimal untuk Pengembangan Budidaya Tambak Udang Pendekatan sistem dinamik ini dikembangkan sebagai alat analisis untuk dapat dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan dalam memformulasikan pengembangan perikanan budidaya tambak udang secara tepat dan optimal. Model umum keterkaitan antar sub model dapat dilihat pada Gambar 53. Gambar 53. Model umum keterkaitan antar sub model Sistem dinamik ini dikembangkan dengan mengacu dari beberapa parameter ilmiah yang diperoleh melalui hasil penelitian serta menggunakan data dari referensi yang terkait. Sistem dinamik ini dioperasionalkan pada berbagai skala waktu dan intensitas kegiatan budidaya tambak udang sehingga dapat diprediksi konsekuensi atau respon dari sistem yang dipelajari akibat intervensi manusia. Oleh karena itu, sistem dinamik dapat digunakan untuk pemahaman, pendugaaan, dan optimasi alokasi sumberdaya perikanan budidaya tambak udang pada batas minimum resiko kerusakan lingkungan atau degradasi lingkungan yang lebih luas. Nilai atau informasi dasar yang digunakan dalam sistem dinamik optimasi pengembangan budidaya tambak udang di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang dapat dilihat pada Tabel 61. Tabel 61. Nilai atau informasi dasar yang digunakan dalam sistem dinamik optimasi pengembangan budidaya tambak udang di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang No Parameter Nilai Sumber data 1. Kisaran pasang surut 0.9983 m Penelitian ini 2 Panjang garis pantai 38.000 m Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Takalar, 2008; Hasil analisis SIG, 2008 3 Kemiringan pantai 9.75 o Penelitian ini tg θ 0.174 4. Jarak pengambilan air untuk keperluan air tambak udang 854 m Penelitian ini 5. Pola pasang surut nilai Formzal 1,5687 2 kali pasang dan 2 kali surut Penelitian ini 6. Volume total perairan pesisir V tot 129 152 399.22 m Penelitian ini 3 7. Densitas tebar : a. Intensif 126 ekorm Hasil monitoring 2008 2 b. Intensif 50 ekorm Hasil monitoring 2008 2 c. Semi intensif 25 ekorm Gunarto 2007 2 d. Tradisional plus 8 ekor900 m Erfan dan Mangampa 2007 2 8. MBW Mean Body Weight awal tebar dan akhir pemeliharaan : a.Intensif 126 ekorm 2 0.01 gramekor dan 17.09 gramekor Hasil monitoring 2008 b. Intensif 50 ekorm 2 0.01 gramekor dan 12.29 gramekor Hasil monitoring 2008 c. Semi intensif 0.05 gramekor dan 11.52 gramekor Gunarto 2007 d. Tradisional plus 0.05 gramekor dan 12.77 gramekor Erfan dan Mangampa 2007 9. Survival Rate SR : a. Intensif 126 ekorm 2 84.36 Hasil monitoring 2008 b. Intensif 50 ekorm 2 89.60 Hasil monitoring 2008 c. Semi intensif 25 ekorm 2 88,80 Hasil monitoring 2008 d.Tradisional plus 8 ekorm 2 60.97 Hasil monitoring 2008 12 Limbah pakan TSS 35 Primavera 1994, Boyd 1999 13. N Pakan 126 ekorm 2 6.16 Hasil analisis proksimat 2008 P Pakan 126 ekorm 2 1.59 Hasil analisis proksimat 2008 N Retensi 126 ekorm 2 7.77 Hasil analisis proksimat 2008 P Retensi 126 ekorm 2 1.4 Hasil analisis proksimat 2008 14 N Pakan 50 ekorm 2 6.15 Hasil analisis proksimat 2008 P Pakan 50 ekorm 2 1.72 Hasil analisis proksimat 2008 N Retensi 50 ekorm 2 4.68 Hasil analisis proksimat 2008 P Retensi 50 ekorm 2 0.98 Hasil analisis proksimat 2008 15 N Pakan semi intensif dan tradisional plus 5.6 Boyd 1999 P Pakan semi intensif dan tradisional plus 1.2 N Retensi semi intensif dan tradisional plus 7 P Retensi semi intensif dan tradisional plus 2.73 17. Kecernaan N Pakan Vannamei 37.23 Rachmansyah et al.2005 18 Kecernaan P pakan Vannamei 18.15 Rachmansyah et al.2005 19. Oksigen terlarut tersedia di perairan pesisir 24 jam untuk menguraikan limbah organik 3.65 mglhari Hasil pengamatan 2008 20. Limbah selain tambak udangantropogenik N organik: 2 783 818.94 kgth DIN: 18 890.20 kgth P organik: 432 007.40 kgth DIP: 1741.76 kgth Hasil analisis 2008 21. Batasan daya dukung lingkungan limbah organik 826 947.02 kg limbah organikhari Hasil analisis 2008 22 Biaya produksi intensif 126 ekorm 2 Rp 18 186 kg udang Rp 17 156kg udang kincir optimal Hasil analisis 2008 Biaya produksi intensif 50 ekorm 2 Rp 19 834 kg udang Rp 19 171kg udang kincir optimal Hasil analisis 2008 Biaya produksi semi intensif 25 ekorm 2 Rp 20 000kg Gunarto 2007 Biaya produksi tradisio- nal plus 8 ekorm 2 Rp 11 294 kg udang Erfan dan Mangampa 2008 23. Harga jual udang Vannamei di tingkat pembudidaya udang Rp 33 000kg udang Hasil pengamatan lapangan 2008 24. Tenaga kerja aktualha Intensif Semi intensif Tradisional plus 4 orangha 2 orangha 1 orangha Asbar 2005; Hasil pengamatan lapangan 2008 25 Jam kerja efektirhari 8 jamhari Hasil wawancara 2008 26 Pergantian air tambak udang : Intensif : Semi intensif : Tradisional plus : 3 bln 1 dan 2 ; 10 bln 3; 15 bln 4 3 bln 1; 5 bln 2; 10 bln 3 dan 4 Pasang surut Hasil pengamatan lapangan 2008; Widigdo dan Soewardi 2002 Beberapa asumsi yang digunakan dalam sistem dinamik optimasi pengembangan budidaya tambak udang di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang, yaitu : ◊ Tipe model yang digunakan adalah kompartemen yaitu variabel didefinisikan dan dikuantifikasi dimana waktu sebagai faktor penentu. ◊ Padat penebaran, dosis pakan, lama pemeliharaan, pertumbuhan udang MBW, dan Survival Rate SR untuk tambak udang intensif sesuai yang terdapat dilokasi penelitian yaitu tambak udang intensif 126 ekorm 2 dan tambak udang intensif 50 ekorm 2 . Sedangkan tambak udang semi intensif 25 ekorm 2 berdasarkan hasil penelitian Gunarto 2007 dan tradisional plus 8 ekorm 2 ◊ Tambak udang inensif 126 ekorm berdasarkan hasil penelitian Erfan dan Mangampa 2007. 2 , intensif 50 ekorm 2 , semi intensif 25 ekorm 2 , dan tradisional plus 8 ekorm 2 melakukan penebaran udang dan pembuangan limbah ke lingkungan perairan secara bersamaan pertimbangan resiko lingkungan maksimum. ◊ Buangan limbah organik yang masuk ke lingkungan perairan pesisir merupakan akumulasi limbah organik yang berasal dari kegiatan budidaya tambak udang yaitu setiap kg pakan yang diberikan akan terurai menjadi limbah organik sebesar 35 Primavera dan Apud 1994; Boyd et al. 1998 dan buangan limbah selain tambak udangantropogenik external loading di sekitar wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang San Diego- McGlone et al .1999 ◊ Batasan maksimum limbah organik yang dapat ditampung oleh perairan pesisir tanpa melampaui daya dukung lingkungan sebesar 826 947.02 kg limbah organikhari. ◊ Dinamika yang ada merupakan nilai hasil pengamatan dari setiap parameter selama penelitian. Sub model pengembangan tambak udang secara optimal di wilayah pesisir Kecamatan Mangara Bombang dapat dilihat pada Gambar 54 sd 98

5.12.1 Sub Model Beban Limbah

Sub model ini dibangun berdasarkan dosis pakan, N pakan, P pakan, N udang, P udang, N cerna udang, P cerna udang, jumlah pakan yang tidak termakan uneaten food, jumlah pakan termakan eaten food, limbah selain tambak udangantropogenik external loading, waktu pemeliharaan rearing period, volume tambak udang, dan volume air tambak yang dibuang. Sub model ini menggambarkan akumulasi beban limbah organik yang masuk ke lingkungan perairan pesisir baik dari kegiatan tambak udang dan selain tambak udangantropogenik selama satu siklus pemeliharaan udang MT. Gambar 54.Konsep sub model limbah budidaya tambak udang Keterangan : Dosis pakan per ha per hari = jumlah pakan per hari intensif 126 ekorm 2 Dosis pakan per ha per hari 50 = jumlah pakan per hari intensif 50 ekorm 2 Dosis pakan per ha hari SI = jumlah pakan per hari semi intensif 25 ekorm 2 Pakan TP = jumlah pakan tradisional plus 8 ekorm 2 Tot L organik 126 = total limbah organik tambak udang intensif 126 ekorm 2 Tot L organik 50 = total limbah organik tambak udang intensif 50 ekorm 2 Tot organik SI = total limbah organik tambak udang semi intensif 25 ekorm 2 Tot organik TP = total limbah organik tambak udang tradisional plus 8 ekorm 2 LSTU = Beban limbah selain tambak udangantropogenik

Dokumen yang terkait

Dampak Perbaikan Saluran Irigasi Tambak Terhadap Prospek Pengembangan Usaha Budidaya Udang (Kasus di Wilayah Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan)

0 5 104

Dampak Perbaikan Saluran Irigasi Tambak Terhadap Prospek Pengembangan Usaha Budidaya Udang (Kasus di Wilayah Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan)

0 9 104

Kajian Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Lingkugan Perairan untuk Pengembangan Tambak Udang Semi Intensif di Wilayah Pesisir Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau.

0 11 158

Optimalisasi pemanfaatan kawasan pesisir untuk pengembangan budidaya tambak berkelanjutan di Kabupaten Sinjai , Sulawesi Selatan

0 37 197

Analisis kesesuaian lahan dan daya dukung lingkungan pesisir untuk perencanaan strategis pengembangan tambak udang semi intensif di wilayah pesisir teluk awarange, kabupaten Barru, provinsi Sulawesi Selatan

1 11 213

Analisi dampak kegiatan pertambakan terhadap daya dukung kawasan pesisir (Studi kasus tambak udang Kabupaten Barru Sulawesi Selatan )

0 11 308

Optimalisasi pemanfaatan kawasan pesisir untuk pengembangan budidaya tambak berkelanjutan di Kabupaten Sinjai , Sulawesi Selatan

0 8 395

Analisis kesesuaian lahan dan daya dukung lingkungan pesisir untuk perencanaan strategis pengembangan tambak udang semi intensif di wilayah pesisir teluk awarange, kabupaten Barru, provinsi Sulawesi Selatan

0 4 203

Kajian Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Lingkugan Perairan untuk Pengembangan Tambak Udang Semi Intensif di Wilayah Pesisir Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau

0 6 148

Biodiversitas Makroalga di Pantai Puntondo Kecamatan Mangara’bombang Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 128