66 Dimana:
P
max
= jumlah pohon yang ditemukan dalam sel i W
= lebar sel d
= jarak pohon kelima terjauh dalam sel Li atau panjang L
max
jika jumlah pohon dalam sel kurang dari lima
Sedangkan besarnya nilai estimator densitas untuk sel yang memiliki kurang dari 5 pohon p
max
adalah:
wd x
i
1 =
Jika dalam sel tidak terdapat satu pohonpun dalam panjang L
max
maka nilai estimator x
i
adalah 0. Rata-rata kerapatan pohon per jenis dalam satu plot dihitung berdasarkan
persamaan berikut:
= N
x D
i
Dimana: x
i
= estimator densitas per individu pohon N
= jumlah sel Untuk menghitung kerapatan pohon per ha nilai D dikalikan dengan faktor
luas 10000.
2. Umur dan Vegetasi Asal Agroforest Karet
Setelah umur setiap agroforest karet plot contoh diperoleh, plot-plot ini selanjutnya diklasifikasikan menjadi empat kelas umur. Kelompok umur ini
dilakukan untuk mengurangi bias data yang disebabkan informasi umur agroforest karet yang tidak terlalu akurat karena banyak agroforest karet sudah beberapa
kali berpindah kepemilikan. Kelompok umur tersebut adalah kelompok umur I yaitu agroforest karet yang berumur 20 tahun ke bawah, kelompok umur II yaitu
67 agroforest karet yang berumur 20 tahun hingga 40 tahun, kelompok umur III
yaitu agroforest karet yang berumur 40 tahun hingga 60 tahun dan kelompok umur IV yaitu agroforest karet yang berumur 60 tahun. Untuk melihat pengaruh
umur agroforest karet terhadap kekayaan jenis, keragaman jenis dan kemiripan jenis dengan hutan, dilakukan analisis ANOVA, PCA, analisis indeks kemiripan
jenis dan kurva akumulasi jenis. Vegetasi asal agroforest karet dikategorikan menjadi dua yaitu agroforest
karet yang berasal dari hutan alam dan yang berasal dari belukar atau agroforest karet yang gagal tanam. Seperti halnya pada umur, di sini analisis juga dilakukan
untuk mengetahui pengaruh asal vegetasi agroforest karet terhadap kekayaan jenis, keragaman jenis dan kemiripan jenis dengan hutan. Analisis dilakukan
dengan metode ANO VA, analisis indeks kemiripan jenis dan kurva akumulasi jenis.
3. Intensitas Manajemen Agroforest Karet
Untuk manajemen agroforest karet, intensitas pembersihan agroforest karet weeding
tidak dimasukkan sebagai salah satu faktor dalam menentukan tingkat intensitas manajemen. Hal ini dikarenakan semua petani dalam penelitian
ini menerapkan sistem tebas lorong untuk membersihkan agroforest karetnya. Kalaupun dilakukan penyiangan total, penyiangan tersebut dilakukan secara tidak
teratur dan dalam selang waktu yang lama sehingga petani tidak dapat memberikan jawaban yang pasti saat diwawancara. Oleh karena itu intensitas
manajemen agroforest karet ditentukan hanya berdasarkan status sadapan dan kerapatan pohon karet per ha. Status sadapan menggambarkan tingkat intensitas
interaksi manusia dengan agroforest karet, sedangkan proporsi pohon karet menggambarkan intensitas penggunaan lahan.
Intensitas agroforest karet dibuat menjadi tiga kelompok. Yang pertama adalah intensitas manajemen tinggi intensive-productive, yaitu agroforest karet
disadap dan memiliki proporsi pohon karet 60. Yang kedua adalah intensitas manajemen rendah extensive-productive, yaitu agroforest karet disadap dengan
proporsi pohon karet = 60. Sedangkan yang ketiga adalah agroforest karet yang sudah tidak ada manejemen karena agroforest karet sudah ditinggalkan dan tidak
disadap lagi. Agroforest yang belum disadap tidak dipakai untuk analisis pengaruh intensitas manajemen.
68 Selanjutnya data dianalisa untuk mengetahui pengaruh intensitas
manajemen agroforest karet terhadap kekayaan jenis, keragaman jenis dan kemiripan jenis dengan hutan. Analisis dilakukan dengan metode ANOVA, indeks
kemiripan jenis dan kurva akumulasi jenis.
4.7.2 Indeks Keragaman Beta
Indeks keragaman beta mengindikasikan perubahan komposisi jenis di sepanjang gradient pada suatu habitatkomunitas. Selain perubahan kemiripan
jenis, juga dihitung indeks keragaman beta Whittaker ß
w
yang didasarkan pada hadir-tidaknya jenis presence-absence data dan tidak mempertimbangkan
kelimpahan. Dibandingkan dengan beberapa indeks keragaman beta lain seperti ß Cody, ß Routledge dan ß Wilson dan Shmida, ß Whittaker adalah pengukur
keragaman beta paling bagus berdasarkan hasil dari beberapa pengujian Magurran, 1998. Adapun persamaan ß Whittaker adalah sebagai berikut:
1 −
= α
β s
w
Dimana: ß
w
= indeks keragaman beta Whittaker S
= jumlah jenis total pasangan plot a
= jumlah jenis rata-rata per plot pada pasangan yang diperbandingkan Nilai keragaman beta Whittaker ß
w
setiap pasangan plot di hutan dan di agroforest karet per lokasi kemudian dirata-ratakan dan dianalisa lebih lanjut
dengan analisis ANOVA.
4.7.3 Ekologi Regenerasi Anakan Tumbuhan Berkayu
Analisis data dilakukan dengan uji Chi-square Pearson untuk melihat pola distribusi jenis terhadap faktor ekologi yang diuji. Faktor ekologi yang dianalisa
adalah cahaya, tanah dan kelompok pemencar biji. Selain dilihat secara keseluruhan, juga dianalisa berdasarkan tipe vegetasi, yaitu jenis anakan yang
terdapat paling melimpah di agroforest karet dan di hutan. Jika dari hasil uji Chi-
69 square menunjukkan distribusi jenis anakan tidak random, analisis dilanjutkan
dengan mencari nilai deviasi yang distandarkan standardized deviates. Berdasarkan nilai ini dapat ditentukan jenis asosiasi positif atau negatif antara
kekayaan dan kelimpahan jenis anakan dengan faktor ekologi yang dianalisa.
4.7.3.1 Cahaya
Nilai Indeks metode canopy scope, ditentukan berdasarkan jumlah titik yang masuk pada lempengan mika. Menurut Brown jumlah titik ini dapat
menggambarkan bukaan kanopi dengan nilai bukaan maksimum 25 dan minimum 0. Satuan ukur adalah dalam bentuk indeks, yaitu n indeks moosehorn Brown,
2000. Untuk metode hemiphot, hasil foto yang diperoleh dianalisa dengan perangkat lunak hemiview untuk mendapatkan nilai persentase bukaan kanopi
atau vissky. Sedangkan untuk metode LAI-L, dihitung persentase cahaya masuk ke bawah kanopi. Besarnya cahaya yang sampai di bawah kanopi dihitung
dengan menggunakan persamaan regresi yang buat oleh Cournac et al. 2002: 422804
. 6
ln 524881
. 1
ln 062854
. ln
2
+ −
= R
R I
Dimana: ln I = Logaritma alam 2.7182 dari jumlah cahaya yang ditransmisikan ke
bawah kanopi R
= Tahanan cahaya yang terbaca pada multimeter alat LAI-L Besarnya nilai I didapat dengan mengeksponenkan nilai lnI:
ln I EXP
I =
Besarnya Photosynthetic Active Radiation PAR atau irradiasi cahaya di atas kanopi I
o
diasumsikan sama dengan yang disarankan oleh Cournac et al. 2002, yaitu sekitar 100 µE atau 455 Wm
-2
pada kondisi langit cerah kelas cahaya B=bright. Untuk mengkoreksi adanya tutupan sinar matahari yang
disebabkan oleh awan, Cournac et al. 2002 membagi kondisi cahaya in situ menjadi 5 kelas seperti yang terlihat pada Tabel 4.5. Indeks bukaan kanopi
70 merupakan rasio dari nilai cahaya di bawah kanopi dengan cahaya di atas`kanopi
I
o
dan dikoreksi sesuai dengan kelas kondisi cahaya in situ.
Tabel 4. 7 Deskripsi kelas kondisi cahaya in situ dan nilai faktor koreksi untuk metode LAI-L
Kelas cahaya W Deskripsi
Faktor koreksi B bright
Sunflect terlihat jelas BL bright light
Kondisi cahaya antara kelas B dan kelas L - 0.26
L light Sunflect tidak jelas tetapi bayangan masih dapat terlihat
-0.53 LC light close
Kondisi cahaya antara kelas L dan kelas C -0.79
C close Bayangan tidak dapat dilihat
-1.06 Sumber: Cournac et al., 2002
Semua data yang dihasilkan dari ketiga metode yang dipakai dianalisa dengan metode regresi sederhana. Jika data dari metode LAI-L dan canopy
scope memiliki korelasi yang bagus dengan data dari metode hemiphot = 0.7 maka data yang dipakai untuk analisis selanjutnya adalah data dari canopy scope.
Sedangkan jika tidak ada satupun dari metode LAI-L dan canopy scope memiliki korelasi yang bagus dengan hemiphot, maka data yang dipakai hanya data
cahaya dari metode hemiphot saja.
4.7.3.2 Kelompok Pemencar Biji
Analisis data dilakukan dengan memakai uji chi-square X
2
untuk mengetahui kelompok pemencar biji yang paling berperan pada kedua tipe
penggunaan lahan agroforest karet dan hutan.
4.7.3.3 Tanah
Untuk menentukan jenis tekstur tanah dipakai tabel Segitiga Tekstur Tanah Amerika American Texture Triangle sedangkan untuk data kimia tanah
diinterpretasikan berdasarkan beberapa literatur yang relevan untuk setiap lokasi. Data fisik dan kimia tanah juga dianalisa dengan metode ANOVA untuk melihat
perbedaan karakteristik fisik dan kimia tanah berdasarkan lokasi. Untuk melihat pengaruh karakteristik fisik dan kimia tanah terhadap jumlah dan kelimpahan
jenis, jenis-jenis yang kelimpahannya mencukupi akan dianalisa dengan memakai metode chi-square X
2
.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN