26
Gambar 3.1 Hubungan antara kekayaan jenis ukuran plot 40 x 5 m
2
dengan total basal area pohon di Jambi dan Lampung pada hutan sekunder
dengan agroforest karet dan agroforest buah Murdiyarso et al., 2002
Hingga saat ini, agroforest karet masih belum diakui keberadaannya baik dalam aturan perundang-undangan nasional, kebijakan pemerintah ataupun
proyek-proyek pembangunan sehingga sistem ini belum dimasukkan dalam strategi-strategi nasional pelestarian dan pengelolaan sumberdaya alam de
Foresta dan Michon, 1992. Pemerintah dan lembaga-lembaga penelitian lebih mengenal bentuk-bentuk sistem wanatani sederhana seperti sistem tanam
tumpang sari daripada sistem agrofrestri kompleks seperti agroforest.
3.1.2 Sejarah Terbentuknya Sistem Agroforest Karet di Sumatera
Walaupun biji karet yang merupakan jenis tumbuhan asli hutan Amazon, Brasil telah dimasukkan ke Kebun Raya Bogor pada tahun 1876 melalui Kebun
Raya Kew London, perkebunan karet baru dibangun pertama sekali di Sumatera sekitar tahun 1902 di bawah Pemerintahan Kolonial Belanda.
Menurut Joshi et al. 2001 karet masuk ke Sumatera melalui semenanjung Malaysia yang dibawa oleh pekerja kebun, pedagang dan jemaah
haji pada awal abad ke-20. Catatan tertua dari penyuluh pertanian tahun 1918 menyebutkan kebun karet rakyat di Jambi pertama kali dibudidayakan tahun 1904
pada sistem tebas bakar perladangan berpindah. Petani lokal berhasil
Basal area m
2
ha
-1
o Secondary and logged over forest
ยง Rubber agroforest
Plant speciesstand and plot
27
mengadaptasikan tanaman perkebunan tersebut ke dalam sistem tebas bakar yang umum dipraktekkan oleh masyarakat ketika itu. Seiring dengan
meningkatnya harga getah karet karena kebutuhan karet dunia yang semakin meningkat, telah membuat karet menjadi jenis tanaman eksotik yang paling
diinginkan untuk dibudidayakan oleh petani. Akibatnya, dalam waktu yang singkat pola penutupan lahan menjadi berubah. Dari area yang tadinya hanya didominasi
oleh hutan, sekarang terbagi menjadi hutan dan areal kebun karet rakyat. Laju perluasan kebun karet di Jambi antara tahun 1992 hingga 1998 diperkirakan
sebesar 5.520 hektartahun Joshi, et al., 2001.
3.1.3 Cara Pembuatan Agroforest Karet
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pembuatan agroforest karet di Sumatera merupakan kelanjutan dari sistem tebang bakar pada perladangan
berpindah. Hanya saja pada pembuatan agroforest karet, biji karet ikut ditanam pada tahun pertama bersamaan dengan tanaman palawija dan padi. Setelah
masa penanaman palawija selesai, anakan karet dibiarkan tumbuh sendiri bersama jenis tum buhan liar lain. Kebun akan dibersihkan jika sudah mendekati
masa untuk disadap. Biasanya karet akan disadap pada saat ukuran lingkar batang mencapai 45-50 cm. Kebun ini selanjutnya akan menjadi kebun permanen
dan menjadi hak milik petani yang mengusahakannya. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan petani pada pembuatan
agroforest karet dapat dijelaskan sebagai berikut. Tahap pertama menebang pohon dan kayu pada hutan atau belukar yang akan dijadikan ladang. Setelah
kering kemudian dibakar. Petani biasanya membakar kayu-kayu yang telah ditebang tersebut pada akhir musim kemarau dengan maksud setelah
pembakaran selesai ladang langsung dapat ditanami karena musim hujan telah tiba. Pada tahun pertama ladang ditanami dengan padi dan palawija lain serta
anakan karet dan jenis pohon buah. Setelah padi dipanen, ladang masih terus ditanam dengan palawija hingga tahun ketiga. Selama tiga tahun pertama
tersebut biasanya petani tinggal dan bermukim di ladang dengan tujuan melindungi tanaman anakan karet dari serangan hama terutama babi dan monyet.
Setelah tahun ketiga biasanya kebun dibiarkan dan hanya sesekali didatangi untuk memastikan kebun aman. Pada tahap ini anakan karet mulai tumbuh besar
bersama-sama dengan jenis pohon lain membentuk vegetasi semak. Setelah hampir mendekati masa penyadapan, rata-rata saat umur kebun sekitar 10 hingga
28
15 tahun, kebun dibersihkan lagi dari semak dan pohon kecil. Tidak semua pohon selain karet dibersihkan, biasanya petani akan membiarkan jenis-jenis tumbuhan
yang dianggap berguna seperti jenis penghasil kayu bangunan, buah dan sayuran. Lama masa penyadapan setiap kebun sangat bervariasi tergantung
kepada manajemen yang dilakukan petani dan teknik penyadapan yang dilakukan. Jika petani melakukan manajemen sisipan, masa penyadapan kebun
dapat lebih diperpanjang. Jika teknik penyadapan tidak baik, tanaman karet akan lebih cepat mati. Pada masa ini pembersihan dan penyiangan kebun umumnya
hanya dilakukan di sekitar pohon karet dan lorong untuk jalan sadap. Setelah kebun agroforest karet tidak berproduksi lagi, kebun yang dimiliki
oleh petani yang memiliki modal akan diremajakan kembali sedangkan kebun yang dimiliki oleh petani yang kurang modal akan dibiarkan hingga vegetasinya
membentuk semak belukar yang hampir menyerupai hutan sekunder. Pada saat tersebut pohon-pohon tumbuh membesar, terbentuk lapisan kanopi yang lebih
banyak, tanahnya menjadi lebih lembab dan lebih banyak serasah. Pada saat modal sudah terkumpul dan kebun akan tanami karet kembali, kayu-kayu besar
ditebang untuk dipakai sendiri atau dijual ke tempat-tempat pengolahan kayu atau penduduk yang membutuhkan. Jenis kayu yang ditebang dari kebun agroforest
karet tersebut seperti seperti kayu medang yang merupakan berbagai jenis anggota suku Euphorbiaceae dan Lauraceae, kayu kelat yang merupakan
berbagai jenis anggota suku Myrtaceae, kayu kedondong yang merupakan anggota dari suku Burseraceae, mempening Fagaceae dan lain-lain. Gambar
2.2 berikut adalah ilustrasi cara pembuatan agroforest karet yang umum dipraktekkan oleh masyarakat.
Gambar 3.2 Tahapan perkembangan agroforest karet secara umum Ekadinata
dan Vincent , 2003
Umur 1 - 3
Umur 5 - 15 Umur 20 - 40
Umur 40
29
3.1.4 Tantangan yang Dihadapi Sistem Agroforest Karet