Rossi dan Breidle 1966 dalam buku Wina Sanjaya mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat
dipakai untuk tujuan pendidikan. Gagne dan Briggs dalam Latuheru 1988:14 mendefinisikan media pembelajaran sebagai alat untuk
menyampaikan isi pengajaran. Sementara itu Santoso S. Hamidjojo dalam buku yang sama mengartikan media pembelajaran sebagai media yang
penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran, yang dimaksudkan untuk mempertinggi mutu kegiatan belajar mengajar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah semua alat bantu yang digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar, dengan
tujuan untuk menyampaikan pesan pembelajaran isi pengajaranmateri dari guru sebagai pemberi pesan ke siswa sebagai penerima pesan.
2. Perkembangan Media Pembelajaran
Pada mulanya media dianggap sebagai alat bantu mengajar teaching aids untuk memberikan pengalaman konkret, memotivasi belajar, serta
mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa. Oleh karenanya, guru hanya memusatkan perhatian pada alat bantu visual yang akan
digunakannya, dan cenderung kurang memperhatikan aspek disain, pengembangan pembelajaran, produksi, dan evaluasinya. Baru pada
pertengahan abad ke-20, alat bantu visual tersebut dilengkapi dengan alat bantu audio sehingga terciptalah alat audio visual atau Audio Visual Aids
AVA.
Edgar Dale dalam Arief 2009:8 kemudian membuat klasifikasi pengalaman yang dikenal dengan nama kerucut pengalaman Cone of
Experience untuk membantu para guru menentukan alat bantu yang sesuai untuk pengalaman belajar siswa.
Gambar 2.4
Kerucut Pengalaman Cone of Experience
Kerucut pengalaman di atas memberikan gambaran bahwa sesungguhnya pengalaman belajar siswa dibangun atau didasari oleh pengalaman-
pengalaman konkret, baru kemudian mengerucut ke pengalaman yang bersifat abstrak. Dengan adanya kerucut pengalaman ini guru menjadi
terbantu untuk memilih alat bantu mengajar yang sesuai dengan pengalaman belajar siswa.
Munculnya teori komunikasi pada akhir tahun 1950 semakin memperjelas fungsi media pembelajaran. Media tidak hanya dipandang
sebagai alat bantu saja, tetapi media juga berfungsi sebagai penyalur pesan atau informasi belajar. Pada tahun 1960-1965 guru mulai memperhatikan
Abstrak
Konkret
siswa sebagai komponen yang penting dalam proses belajar mengajar. Hal tersebut tidak terlepas dari berkembangnya teori tingkah laku
Behaviorism Theory yang dikemukakan oleh B. F. Skinner. Teori tingkah laku mendorong guru untuk lebih memberikan perhatian
pada siswa dalam proses belajar mengajar. Menurut Skinner dalam Arief 2009:9, mendidik adalah mengubah tingkah laku siswa. Oleh karena itu,
teori tingkah laku yang dikemukakan oleh Skinner ini telah mendorong diciptakannya media pembelajaran yang mampu mengubah tingkah laku
positif siswa sebagai hasil dari proses pembelajaran. Media pembelajaran yang dihasilkan teori ini adalah Teaching Machine dan Programmed
Instruction. Pada tahun 1965-1970, pendekatan sistem System Approach
mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam pembelajaran. Pembelajaran harus direncanakan secara sistematis
berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa. Pembelajaran juga harus diarahkan demi terwujudnya perubahan tingkah laku pada siswa sesuai
dengan tujuan yang akan dicapai. Akibatnya, mulailah digunakan berbagai jenis dan format media yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian konsep penggunaan multi media di dalam kegiatan pembelajaran mulai
berkembang hingga saat ini. Akhirnya media tidak lagi hanya dipandang sebagai alat bantu
mengajar bagi guru. Lebih dari itu, media berfungsi sebagai alat penyalur
pesan informasi belajar dari pemberi pesan guru ke penerima pesan siswa. Maka dari itu sebagai penyalur pesan, media seharusnya tidak
hanya digunakan oleh guru, tetapi lebih penting lagi media seharusnya juga dapat digunakan oleh siswa.
3. Manfaat Media Pembelajaran
Dalam Arief 2009:17-18, sebagai perantara atau penyalur pesan, media pembelajaran mempunyai empat manfaat utama dalam proses
belajar mengajar. Keempat manfaat tersebut adalah sebagai berikut: a.
Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka.
b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indra seperti misalnya:
i. Objek yang terlalu besar, bisa digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film, atau model.
ii. Objek yang kecil, bisa dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, atau gambar.
iii. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photograpy.
iv. Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto
maupun secara verbal. v. Objek yang terlalu kompleks misalnya mesin-mesin dapat
disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain.