41
5.3.6 Status kepemilikan tempat tinggal
Dalam penelitian ini status kepemilikan tempat tinggal dari semua responden adalah milik sendiri atau sebesar 100 tempat tinggal responden
adalah milik sendiri.
5.3.7 Lama tinggal
Lama tinggal di lokasi penelitian dapat mempengaruhi besarnya nilai WTA masyarakat akibat pencemaran limbah cair sarung tenun. Semakin lama responden
tinggal di lokasi tersebut maka kerugian dan dampak negatif yang dirasakan akibat pencemaran limbah cair sarung tenun akan semakin tinggi sehingga akan
mempengaruhi besarnya nilai WTA. Lama tinggal responden di lokasi penelitian paling tinggi pada kisaran 45 sampai dengan 59 tahun yaitu sebanyak 45 orang
atau sebesar 47,37. Distribusi lama tinggal responden di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Lama tinggal responden di lokasi penelitian
Lama tinggal tahun Jumlah responden
orang Persentase
15 2
2,11 15
– 29 9
9,47 30
– 44 38
40,00 44
– 59 45
47,37 59
1 1,05
Total 95
100 Sumber: Data primer, diolah 2014
5.2.8 Sebaran tempat tinggal
Responden pada penelitian ini merupakan warga dari RW 03 yang tersebar di dua RT yaitu RT 13 dan RT 14 dimana jaraknya kurang dari 100 meter dari
wilayah industri. RW 04 yang tersebar di RT 08, RT 09, RT 10 yang jaraknya 101 sampai dengan 500 meter dari wilayah industri, serta RW 01 yang terdiri dari
RT 01, RT 02, RT 03 yang jaraknya lebih dari 500 meter dari wilayah industri. Wilayah yang dipilih merupakan tempat yang berbatasan dengan wilayah industri.
Distribusi sebaran tempat tinggal responden dapat dilihat pada Tabel 11.
42 Tabel 11 Sebaran tempat tinggal responden
Jarak tempat tinggal meter Jumlah responden
orang Persentase
≤ 100 35
36,84 101-500
30 31,58
500 30
31,58 Total
95 100
Sumber: Data primer, diolah 2014
43
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Dampak negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas industri sarung tenun
Ada dua dampak yang diberikan akibat adanya aktivitas suatu industri yaitu berupa manfaat dan kerugian. Manfaat yang diperoleh dari adanya suatu industri
yaitu terciptanya lapangan pekerjaan sehingga mengurangi angka pengangguran. Namun, disisi lain kerugian yang dirasakan masyarakat sekitar kawasan industri
juga tidak dapat dihindarkan jika dalam pengolahan hasil sisa produksi berupa limbah tidak diolah dengan baik. Salah satu industri yang memiliki maanfaat dan
kerugian adalah industri sarung tenun Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten pemalang.
6.1.1 Aktivitas industri sarung tenun Desa Wanarejan Utara
Industri sarung tenun Desa Wanarejan Utara merupakan sentra industri sarung tenun di Kabupaten Pemalang. Dalam proses penenunan industri ini
menggunakan alat tenun bukan mesin ATBM yang setiap harinya bisa menghasilkan satu sampai dua sarung tenun per alat tenun. Rata-rata setiap
industri memiliki ATBM sebanyak 30 sampai 90 ATBM. Hasil produksi sarung tenun Desa Wanarejan Utara dipasarkan ke berbagai daerah di Jawa tengah
bahkan sampai di ekspor ke luar negeri. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi sarung tenun menggunakan benang wol, air, dan bahan pewarna
tekstil. Air dibutuhkan dalam proses pencelupan dan proses pewarnaan. Pada proses pencelupan memerlukan suhu tinggi diatas 100
o
C agar penyerapan warna menjadi lebih sempurna. Menurut BPS Kabupaten Pemalang tahun 2013 jumlah
industri sarung tenun di Desa Wanarejan Utara sebanyak 169 industri yang setiap industri menghasilkan sarung tenun sebanyak delapan kodi per hari dengan total
limbah yang dihasilkan 1.014 m
3
per hari. Belum adanya IPAL menjadi salah satu faktor pengrajin sarung tenun
membuang limbah hasil produksinya langsung ke lingkungan. Kandungan bahan kimia dari limbah menyebabkan terjadinya pencemaran di Desa Wanarejan Utara
terutama pencemaran air tanah dan udara. Berdasarkan Tabel 2 hasil analisis limbah cair sarung tenun Desa Wanarejan Utara sebagian besar parameter berupa
44 suhu, pH, TSS, BOD, COD, fenol, amonia, dan sulfida melebihi baku mutu yang
telah ditetapkan pada Peraturan Daerah provinsi Jawa Tengahn No. 10 Tahun 2004. Hal ini menggambarkan bahwa air limbah hasil produksi sarung tenun
sangat berbahaya jika tidak diolah terlebih dahulu dalam pembuangannya. Pencemaran yang terjadi di Desa Wanarejan Utara menimbulkan kerugian
bagi masyarakat sekitar kawasan industri. Kerugian yang dialami masyarakat diestimasi dengan menggunakan dua metode yaitu biaya pengganti replacement
cost dan biaya pengobatan cost of illness. Biaya pengganti yang dihitung yaitu biaya yang dikeluarkan untuk kembali mendapatkan air bersih setelah air yang
biasa mereka gunakan tercemar, baik untuk konsumsi, maupun untuk mandi, cuci, kakus MCK. Biaya pengobatan yaitu biaya yang dikeluarkan karena terjadinya
gangguan kesehatan akibat pencemaran air dan udara.
6.1.2 Keadaan masyarakat akibat pencemaran
Keberadaan industri sarung tenun di Desa Wanarejan Utara tidak hanya menyebabkan kerugian atas penurunan kualitas air tanah, tetapi juga berdampak
pada kesehatan masyarakat sekitar kawasan industri. Sebagian besar masyarakat yang mengalami penurunan kualitas kesehatannya adalah masyarakat yang tinggal
tidak jauh dari kawasan industri dan masyarakat yang masih menggunakan air tanah untuk kebutuhan MCK. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat
sekitar penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah gatal-gatal dermatitis dan infeksi saluran pernapasan atas ISPA.
Kondisi ini menjelaskan bahwa pencemaran air dan udara yang diakibatkan dari keberadaan industri berdampak langsung pada kesehatan masyarakat
setempat. ISPA menunjukan adanya pencemaran udara yang disebabkan dari asap dan bau menyengat yang dihasilkan dari proses pencelupan. Dermatitis atau gatal-
gatal yang sebagian besar diderita oleh responden yang masih menggunakan air tanah untuk MCK menunjukan adanya pencemaran air.
6.1.3 Kondisi air tanah sebelum dan sesudah industri sarung tenun beroperasi
Kerajinan tenun ikat ATBM di Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang sudah ada sejak tahun 1930-an. Namun, kerajinan ini belum
berkembang baik karena terkendala modal dan permasalahan krisis ekonomi. Pada