44 suhu, pH, TSS, BOD, COD, fenol, amonia, dan sulfida melebihi baku mutu yang
telah ditetapkan pada Peraturan Daerah provinsi Jawa Tengahn No. 10 Tahun 2004. Hal ini menggambarkan bahwa air limbah hasil produksi sarung tenun
sangat berbahaya jika tidak diolah terlebih dahulu dalam pembuangannya. Pencemaran yang terjadi di Desa Wanarejan Utara menimbulkan kerugian
bagi masyarakat sekitar kawasan industri. Kerugian yang dialami masyarakat diestimasi dengan menggunakan dua metode yaitu biaya pengganti replacement
cost dan biaya pengobatan cost of illness. Biaya pengganti yang dihitung yaitu biaya yang dikeluarkan untuk kembali mendapatkan air bersih setelah air yang
biasa mereka gunakan tercemar, baik untuk konsumsi, maupun untuk mandi, cuci, kakus MCK. Biaya pengobatan yaitu biaya yang dikeluarkan karena terjadinya
gangguan kesehatan akibat pencemaran air dan udara.
6.1.2 Keadaan masyarakat akibat pencemaran
Keberadaan industri sarung tenun di Desa Wanarejan Utara tidak hanya menyebabkan kerugian atas penurunan kualitas air tanah, tetapi juga berdampak
pada kesehatan masyarakat sekitar kawasan industri. Sebagian besar masyarakat yang mengalami penurunan kualitas kesehatannya adalah masyarakat yang tinggal
tidak jauh dari kawasan industri dan masyarakat yang masih menggunakan air tanah untuk kebutuhan MCK. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat
sekitar penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah gatal-gatal dermatitis dan infeksi saluran pernapasan atas ISPA.
Kondisi ini menjelaskan bahwa pencemaran air dan udara yang diakibatkan dari keberadaan industri berdampak langsung pada kesehatan masyarakat
setempat. ISPA menunjukan adanya pencemaran udara yang disebabkan dari asap dan bau menyengat yang dihasilkan dari proses pencelupan. Dermatitis atau gatal-
gatal yang sebagian besar diderita oleh responden yang masih menggunakan air tanah untuk MCK menunjukan adanya pencemaran air.
6.1.3 Kondisi air tanah sebelum dan sesudah industri sarung tenun beroperasi
Kerajinan tenun ikat ATBM di Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang sudah ada sejak tahun 1930-an. Namun, kerajinan ini belum
berkembang baik karena terkendala modal dan permasalahan krisis ekonomi. Pada
45 tahun 1996 kerajian ini mulai berkembang pesat hingga saat ini. Di sisi lain
berkembangnya kerajinan ini juga berdampak negatif terhadap masyarakat sekitar kawasan industri. Dampak negatif yang dirasakan masyarakat adalah timbulnya
pencemaran akibat limbah sarung tenun berupa pencemaran sumber air dan pencemaran udara.
Pada tahun 2002 pencemaran mulai dirasakan oleh masyarakat sekitar kawasan industri. Warga mengeluhkan bahwa air tanah mereka mulai tercemar
dan menimbulkan aroma yang tidak sedap
2
, padahal sebelum industri sarung tenun ini beroperasi kondisi air tanah warga adalah jernih, tidak berbau, dan tidak
berwarna. Pada saat dilakukan penelitian yaitu pada tahun 2014 sebagian besar masyarakat Desa Wanarejan Utara telah beralih menggunakan sumber air PDAM
untuk kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan data BPS kabupaten Pemalang tahun 2013 Dari 1.688 KK di Desa Wanarejan Utara sebanyak 1.022 KK atau sebesar
60,54 telah berlangganan PDAM. Berdasarkan hasil survei kepada 95 KK yang terbagi menjadi tiga wilayah,
eksternalitas negatif yang paling dirasakan oleh masyarakat sekitar kawasan industri adalah perubahan kualitas air tanah. Sebesar 100 responden menyatakan
bahwa pencemaran air tanah merupakan eksternalitas yang paling dirasakan bahkan dinilai sangat merugikan akibat aktivitas industri sarung tenun. Responden
menyatakan bahwa pencemaran air tanah yang terjadi diakibatkan belum adanya IPAL, sehingga industri mengalirkan limbah cair hasil produksi ke lingkungan
atau ke saluran air sekitar warga. Kondisi air tanah di Desa Wanarejan Utara dikelompokan menjadi empat kategori yang masing-masing kategori memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Tabel 12 menjelaskan kategori air tanah masyarakat desa Wanarejan Utara.
2
http:www.suaramerdeka.com20022205ratusan-sumur-warga-tercemar-limbah-sarung- tenun
diakses tanggal 16 Desember 2014