Kondisi Terkini Lokasi Penelitian
45 tahun 1996 kerajian ini mulai berkembang pesat hingga saat ini. Di sisi lain
berkembangnya kerajinan ini juga berdampak negatif terhadap masyarakat sekitar kawasan industri. Dampak negatif yang dirasakan masyarakat adalah timbulnya
pencemaran akibat limbah sarung tenun berupa pencemaran sumber air dan pencemaran udara.
Pada tahun 2002 pencemaran mulai dirasakan oleh masyarakat sekitar kawasan industri. Warga mengeluhkan bahwa air tanah mereka mulai tercemar
dan menimbulkan aroma yang tidak sedap
2
, padahal sebelum industri sarung tenun ini beroperasi kondisi air tanah warga adalah jernih, tidak berbau, dan tidak
berwarna. Pada saat dilakukan penelitian yaitu pada tahun 2014 sebagian besar masyarakat Desa Wanarejan Utara telah beralih menggunakan sumber air PDAM
untuk kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan data BPS kabupaten Pemalang tahun 2013 Dari 1.688 KK di Desa Wanarejan Utara sebanyak 1.022 KK atau sebesar
60,54 telah berlangganan PDAM. Berdasarkan hasil survei kepada 95 KK yang terbagi menjadi tiga wilayah,
eksternalitas negatif yang paling dirasakan oleh masyarakat sekitar kawasan industri adalah perubahan kualitas air tanah. Sebesar 100 responden menyatakan
bahwa pencemaran air tanah merupakan eksternalitas yang paling dirasakan bahkan dinilai sangat merugikan akibat aktivitas industri sarung tenun. Responden
menyatakan bahwa pencemaran air tanah yang terjadi diakibatkan belum adanya IPAL, sehingga industri mengalirkan limbah cair hasil produksi ke lingkungan
atau ke saluran air sekitar warga. Kondisi air tanah di Desa Wanarejan Utara dikelompokan menjadi empat kategori yang masing-masing kategori memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Tabel 12 menjelaskan kategori air tanah masyarakat desa Wanarejan Utara.
2
http:www.suaramerdeka.com20022205ratusan-sumur-warga-tercemar-limbah-sarung- tenun
diakses tanggal 16 Desember 2014
46 Tabel 12 Kategori air tanah masyarakat Desa Wanarejan Utara
Kategori Kondisi
I Air keruh, berbau, dan berwarna
II Air keruh, berbau, namun tidak berwarna
III Air keruh, tidak berbau, dan tidak berwarna
IV Air jernih, tidak berbau, tidak berwarna
kategori pertama yaitu kondisi air keruh, berbau, dan berwarna. Kondisi kedua yaitu air keruh, berbau, namun tidak memiliki warna. Kondisi ketiga keruh,
tidak berbau, dan tidak berwarna, sedangkan kondisi keempat air jernih, tidak berbau, dan tidak berwarna.
Pada wilayah satu ≤ 100 meter dengan responden sebanyak 35 orang,
seluruh responden merasa bahwa kualitas air tanah yang berada di lingkungan mereka sudah tidak layak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau berada
pada kategori I. Pada wilayah dua 101-500 meter dengan responden sebanyak 30 orang, sebanyak 27 kepala keluarga menyatakan bahwa kondisi air tanahnya
berada pada kategori I, sedangkan tiga kepala keluarga lainnya menyatakan bahwa kondisi air tanahnya berada pada kategori II. Pada wilayah tiga 500 meter
dengan jumlah responden 30 KK sebanyak 11 responden menyatakan bahwa kondisi air tanahnya berada pada kategori I, 12 responden menyatakan kondisi air
tanahnya berada pada kategori II, dan 7 responden lainnya menyatakan kondisi air tanahnya berada pada kondisi III. Persentase persepsi responden wilayah I, II, dan
III dapat dilihat pada Tabel 13.