52 dan ISPA. Berdasarkan hasil penelitian penyakit yang diderita oleh responden
adalah murni penyakit yang ditimbulkan akibat adanya pencemaran, bukan penyakit turunan. Hal ini dibuktikan dengan menanyakan langsung kepada
responden tentang riwayat kesehatan keluarga responden. Pada wilayah I sebanyak 5 orang mengalami gatal-gatal dan 8 orang
mengalami gangguan pernapasan. Walaupun pada wilayah I seluruh responden telah beralih menggunakan air PDAM untuk kebutuhan sehari-hari, namun
beberapa responden yang terkena penyakit gatal-gatal menyatakan bahwa sebelum beralih ke PDAM sudah terkena penyakit gatal-gatal. Penyakit gatal-gatal ini
membaik ketika beralih menggunakan sumber air PDAM untuk MCK, tetapi penyakit ini sering kali kambuh untuk selang waktu dua sampai tiga bulan sekali.
Penyakit ISPA yang diderita responden disebabkan karena asap yang keluar dan bau menyengat yang ditimbulkan pada saat proses pencelupan.
Pada wilayah II dan wilayah III jumlah responden yang mengalami gangguan kulit gatal-gatal sebanyak 12 orang dan 9 orang. Hal ini dikarenakan
masih banyak responden pada wilayah II dan III yang masih memanfaatkan air tanah yang tercemar untuk keperluan MCK. Tabel 16 menunjukan biaya berobat
yang dikeluarkan responden akibat pencemaran. Tabel 16. Biaya berobat yang dikeluarkan responden
Wilayah Gangguan
Jumlah responden yang
terkena gangguan orang
Rata-rata biaya pengobatan
RpKKbulan Total biaya
Rpbulan
I ISPA
8 162.142
1.135.000 Dermatitis
6 46.200
241.000 II
ISPA _
_ Dermatitis
12 47.222
425.000 III
ISPA _
_ Dermatitis
9 49.375
345.000 Sumber: Data primer, diolah 2014
Berdasarkan tabel 16 jumlah kerugian terbesar yang dialami responden akibat menderita dermatitis dan gangguan pernapasan terjadi pada wilayah I yaitu
sebesar Rp1.376.000 per bulan, dengan biaya rata-rata sebesar Rp210.342 per
53 bulan. Jumlah kerugian ini jauh lebih besar dibandingkan pada wilayah II dan
wilayah III. Pada wilayah II jumlah kerugian sebesar Rp425.000 dengan rata-rata Rp47.222, sedangkan pada wilayah III jumlah kerugian yang dialami masyarakat
sebesar Rp345.000 dengan rata-rata Rp49.375 per bulan. Perbedaan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh responden disebabkan
karena pada wilayah I memiliki tingkat ekonomi yang lebih tinggi sehingga responden pada wilayah I sebagian besar berobat ke rumah sakit. Berbeda dengan
responden pada wilayah II dan III yang lebih memilih berobat ke PUSKESMAS atau bidan di Desa Wanarejan Utara yang biayanya lebih murah. Selain itu jarak
tempat tinggal responden pada wilayah I yang dekat dengan kawasan industri menyebabkan responden lebih banyak merasakan dampak dari pencemaran yang
mengganggu kesehatan akibat pencemaran air dan pencemaran udara. Total rata-rata kerugian tiap KK secara keseluruhan akibat adanya biaya
yang dikeluarkan untuk berobat sebesar Rp51.829 per bulan diperoleh dari penjumlahan total biaya dibagi dengan jumlah responden yang terkena dampak
yaitu 35 orang.
6.2.3 Rata-rata kerugian per wilayah akibat pencemaran oleh industri
Akibat adanya pencemaran yang dihasilkan oleh pihak industri maka masyarakat sekitar kawasan industri harus menanggung biaya untuk mengatasi
pencemaran tersebut. Berdasarkan hasil penelitian kerugian terbesar terjadi pada wilayah I dengan total rata-rata biaya yang dikeluarkan sebesar Rp282.650.
Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh responden per wilayah dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Rata-rata kerugian perwilayah akibat pencemaran
Wilayah Jumlah
responden Rata-rata biaya untuk
mendapatkan air bersih RpKKbulan
Rata-rata biaya pengobatan
RpKKbulan Total rata-rata
biaya Rpbulan
I 35
74.308 208.342
282.650 II
30 101.174
47.222 148.396
III 30
86.575 49.375
135.950 Sumber: Data primer, diolah 2014
54 Berdasarkan Tabel 17 total rata-rata biaya yang dikeluarkan pada wilayah I,
lebih besar jika dibandingkan dengan wilayah II, dan wilayah III. Besarnya kerugian pada wilayah II juga lebih besar dari wilayah III hal ini menunjukan
bahwa hipotesis penelitian ini terbukti bahwa semakin dekat jarak tempat tinggal responden maka kerugian yang ditanggung akan semakin besar.
6.2.3 Estimasi total biaya kerugian akibat pencemaran yang dihasilkan industri sarung tenun
Pencemaran yang terjadi di Desa Wanarejan Utara menyebabkan kerugian yang harus diterima oleh masyarakat. Kerugian yang diterima masyarakat
diestimasi dengan menghitung besar biaya yang dikeluarkan untuk kembali mendapatkan sumber air bersih untuk konsumsi maupun MCK dan menghitung
besar biaya pengobatan atas gangguan kesehatan akibat pencemaran air dan pencemaran udara. Potensi biaya eksternal akibat aktivitas industri sarung tenun
dapat dirasakan oleh masyarakat Desa Wanarejan Utara dengan jumlah KK sebanyak 1.688 KK. Estimasi total biaya eksternal masyarakat sekitar kawasan
industri Desa Wanarejan Utara didapat dengan cara mengkalikan rata-rata biaya eksternal per komponen biaya dengan populasi KK di Desa Wanarejan Utara. Hal
ini dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Total biaya kerugian akibat pencemaran industri sarung tenun
Komponen biaya eksternal
Rata-rata biaya eksternal
RpKKbulan Populasi KK
Total biaya eksternal Rpbulan
Biaya pengganti air bersih
61.568 1.688
103.926.784 Biaya berobat
51.829 1.688
87.478.352 Total
191.405.136 Sumber: Data primer, diolah 2014
Berdasarkan Tabel 18 total kerugian ekonomi yang harus ditanggung oleh masyarakat sekitar kawasan industri sarung tenun adalah Rp191.405.136 per
bulan. Hasil survei menyimpulkan total biaya eksternal untuk penggantian sumber air bersih lebih besar dibandingkan dengan total biaya eksternal untuk berobat.
Hal ini dikarenakan limbah cair sarung tenun yang dialirkan langsung kelingkungan tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu memiliki
55 pengaruh yang besar terhadap penurunan kualitas air tanah warga. Penurunan
kualitas air tanah ini menyebabkan sebagian besar masyarakat beralih menggunakan sumber air lainnya seperti PDAM dan vendor-water.
6.3 Estimasi besarnya nilai dana kompensasi masyarakat dengan pendekatan metode
contingent valuation method
Teknik CVM didasarkan pada asumsi hak kepemilikan, jika individu yang ditanya tidak memiliki hak-hak atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh
sumberdaya alam, maka pengukuran yang relevan adalah dengan mengukur seberapa besar keinginan membayar untuk memperoleh barang tersebut WTP.
Sebaliknya, jika individu yang kita tanya memiliki hak atas sumberdaya maka pengukuran yang relevan adalah seberapa besar keinginan untuk menerima
kompensasi yang paling minimum WTA atas hilang atau rusaknya sumberdaya yang dia miliki Fauzi 2006. Kompensasi diperlukan kerena sebenarnya
masyarakat sekitar kawasan industri di Desa Wanarejan Utara memiliki hak untuk memanfaatkan air tanahsumur mereka tanpa tercemar. Pada penelitian ini pihak
industrilah yang mulai berkembang di daerah pemukiman masyarakat sehingga timbulnya penurunan kualitas lingkungan akibat berkembangnya industri di
pemukiman warga berupa pencemaran air karena adanya hasil buangan limbah industri yang tidak diolah. Metode CVM digunakan untuk menganalisis kesediaan
responden menerima kompensasi terhadap pencemaran air dan udara oleh pihak industri. Hasil dari pelaksanaan enam langkah CVM adalah sebagai berikut:
1 Membangun pasar hipotetis
Setiap responden diberikan informasi bahwa pihak industri akan memberlakukan kebijakan pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat di
sekitar kawasan industri yang merasakan eksternalitas negatif. Dana kompensasi tersebut merupakan cerminan dari besarnya nilai kerugian yang dirasakan dan
kesediaan menerima karena adanya penurunan kualitas lingkungan di sekitar kawasan industri.
2 Memperoleh penawaran nilai WTA
Besarnya nilai WTA diperoleh berdasarkan hasil wawancara kepada 95 responden dengan menggunakan metode bidding game. Metode ini diterapkan