untuk mendukung keberlanjutan lanskap tersebut. Melihat PT Arutmin Indonesia memiliki komitmen tinggi dalam pelestarian lingkungan dan kesejahteraan
masyarakat, maka salah satu pemanfaatan lahan pasca tambang adalah ekowisata. Ekowisata adalah perjalanan wisata yang berbasiskan alam yang bersifat
konservatif terhadap lingkungannya dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat lokal Ecotourism Society, 1990 dalam Drumm dan Moore, 2005.
Berdasarkan uraian di atas maka, perlu adanya perencanaan lanskap kawasan pasca tambang untuk ekowisata guna mendukung keberlanjutan lanskap
yang sudah diawali oleh proses reklamasi. Perencanaan ini melihat aspek ekologis, sosial dan ekonomi dari kawasan tersebut agar dapat bermanfaat dalam
jangka panjang atau berkelanjutan.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk: a. Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik lanskap pertambangan
khususnya pasca tambang. b. Membuat rencana penataan lanskap pasca tambang untuk kegiatan ekowisata.
1.3 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat: a.
Menjadi masukan bagi PT Arutmin Indonesia khusunya dalam pemanfaatan area reklamasi.
b. Menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah dalam pengembangan kawasan
pasca tambang.
1.4 Kerangka Pikir
Penelitian ini akan melihat kondisi lanskap pasca tambang yang sudah mengalami proses reklamasi lahan dengan kondisi ekologi yang cukup baik. Pada
lahan yang sudah pulih akan dilihat aspek sumber daya alamnya SDA sehingga dapat dianalisis kesesuaian lahan kawasan tersebut untuk kegiatan ekowisata.
Aspek SDA juga dilihat untuk menentukan objek wisata beserta atraksinya. Selain itu perencanaan ini akan melihat sumber daya manusia SDM pada kawasan yang
menyangkut potensi pengunjung dan preferensi masyarakat, pihak PT Arutmin Indonesia, dan pihak pemerintah. Hal ini terkait dengan aspek legal dalam
perencaanan kawasan pasca tambang. Diagram kerangka pikir penelitian dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Reklamasi Tahap Awal Pengembalian fungsi ekologi
Pemanfaatan Kawasan Reklamasi sebagai Ekowisata
SDA
-Fisik jenis tanah, topografi dan kemiringan,
hidrologi, iklim -Biofisik vegetasi,
satwa
SDM -
potensi pengunjung - preferensi masyarakat
- preferensi pihak PT Arutmin Indonesia
-preferensi pemerintah aspek legal
Analisis Kesesuaian Lahan
Rencana Lanskap Kawasan Pasca Tambang untuk Ekowisata
Analisis Aspek Legal dan Preferensi
Analisis Daya Dukung
SD Wisata -
obyek wisata -atraksi wisata
-Visual pemandangan
Zonasi
Lanskap Pasca Tambang
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penambangan Batubara
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Proses penambangan merupakan salah satu mata rantai dari kegiatan
penambangan yang berfungsi untuk menyediakan bahan baku. Agar penyediaan bahan baku tersebut dapat terjamin maka kegiatan penambangan harus ditangani
secara baik dan sistematik. Bapedal 2001 mengemukakan bahwa kegiatan pertambangan pada
umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan sebagai berikut: 1. Eksplorasi.
2. Pembangunan infrastruktur, jalan akses dan sumber energy. 3. Pembangunan kamp kerja dan kawasan pemukiman.
4. Ekstraksi dan pembuangan limbah batuan. 5. Pengolahan bijih dan operasional.
6. Penampungan tailing, pengolahan dan pembuangannya. Sistem penambangan batubara di Indonesia pada umumnya adalah sistem
tambang terbuka dengan metode konvensional yang merupakan kombinasi penggunaan excavatorshovel dan truk. Urutan kegiatan penambangan batubara
dengan metode ini meliputi: 1. Pembukaan lahan.
2. Pengupasan dan penimbunan tanah tertutup. 3. Pengambilan dan pengangkatan batubara serta pengecilan ukuran tanpa
proses pencucian batubara Setyawan, 2004. Setyawan 2004 juga mengemukakan bahwa sistem penambangan ini
belum memungkinkan untuk dilaksanakan pengisian lubang bekas tambang back filling
sehingga tanah pucuk yang terkumpul segera disebarkan pada lahan yang sudah siap direklamasi brech final. Apabila brech final belum tersedia, maka
tanah pucuk tersebut harus dikumpulkan keluar batas daerah penimbunan atau diamankan ke tempat kumpulan tanah pucuk. Kemudian lapisan tanah penutup
ditimbun di luar areal tambang dengan sistem terasering dan recountoring. Pada kaki daerah penimbunan waste dump dibuat kolam pengendapan settling pond
untuk menangkap air permukaan dan mengendapkan lumpur yang terangkut.
2.2 Lanskap Pasca Tambang