Ekowisata Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Batubara PT Arutmin Indonesia untuk Ekowisata di Batulicin Kalimantan Selatan

2.3 Kegiatan Reklamasi Pasca Tambang

Reklamasi adalah usaha memperbaiki memulihkan kembali dan meningkatkan kondisi lahan yang telah rusak kritis sebagai akibat dari kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan kemampuannya. Kegiatan reklamasi meliputi dua tahapan, yaitu: 1. Pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya. 2. Mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk pemanfaatan selanjutnya. Melalui upaya reklamasi lahan dengan menggunakan teknologi dan pemberdayaan masyarakat, maka diharapkan dapat menambah luas areal taman yang pada gilirannya dapat meningkatkan produksi tanaman Pedoman Teknis Reklamasi Lahan, 2006. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 76 tahun 2008 tentang rehabilitasi dan reklamasi hutan, reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Pada pasal 19 tertulis bahwa rencana reklamasi kawasan hutan pada lahan bekas tambang dilaksanakan oleh perusahaan pertambangan sebagai pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan sesuai dengan proposal yang diajukan oleh perusahaan pertambangan.

2.4 Ekowisata

Ekowisatapariwisata alam dalam PP No.181994 adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam serta usaha-usaha terkait di bidang tersebut. Secara umum pariwisata alam dalam kawasan hutan mengandung ciri-ciri utama sebagai berikut: 1 Meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan, 2 Menyediakan sebuah pengalaman wisata dengan lingkungan yang masih alami dan kesempatan menambah pengetahuan, 3 Secara aktif melibatkan masyarakat dalam proses pelaksanaan pariwisata alam, sehingga mereka memperoleh keuntungan, 4 Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat dalam arti penting konservasi, dan 5 Peluang pendapatan bagi pemerintah Subadia, 2003. Ekowisata merupakan sarana yang sangat baik untuk orang lokal dan kawasan alami yang bersangkutan. Ekowisata merupakan komponen ideal yang mendukung strategi pengembangan berkelanjutan dimana sumber daya alam dapat dimanfaatkan sebagai atraksi wisata tanpa merusak area alami tersebut Drumm dan Moore, 2005. Menurut Lindberg et al.1997, terdapat beberapa pihak atau “actor” dalam sebuah ekowisata, yaitu: 1. Pengunjung. 2. Area alami dan pengelolanya, baik area umum maupun pribadi. 3. Masyarakat. 4. Pebisnis, yang mencakup, hotel dan penyediaan penginapan, restoran dan lain sebagainya. 5. Pemerintah, termasuk perannya dalam pengelola area alami. 6. NGO Non-Governmental Organizations atau LSM. Pada definisi ekowisata, faktor keberlanjutan menjadi faktor terpenting yang harus diterapkan. Keberlanjutan suatu wisata ditunjukan dari hasil keseimbangan positif dari dampak lingkungan, pengunjung, sosio-budaya dan ekonomi. The Ecotourism Society dalam Drumm dan Moore, 2005 menyebutkan ada delapan prinsip ekowisata, yaitu: 1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat. 2. Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam. 3. Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dan conservation tax dapat dipergunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam. 4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula di dalam pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif. 5. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam. 6. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Apabila ada upaya disharmonize dengan alam akan merusak produk wisata ekologis ini. 7. Hindarkan sejauh mungkin penggunaan minyak untuk mengkonservasi flora dan fauna serta menjaga keaslian budaya masyarakat. 8. Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang membatasi.

2.5 Perencanaan Lanskap

Dokumen yang terkait

Perencanaan Lanskap Area Rekreasi Pada Lahan Pasca Tambang Batubara Di Pit 1 Mangkalapi PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin, Kalsel

1 15 222

Pendugaan Kandungan Karbon pada Tegakan Akasia (Acacia mangium) dan Sengon (Paraserianthes falcataria) di Lahan Reklamasi Pasca Tambang Batubara PT Arutmin Batulicin, Kalimantan Selatan

0 6 115

Strategi Manajemen Lahan Pasca-Tambang Untuk Praktik Agroforestri di PT. Arutmin Indonesia Kalimantan Selatan

0 10 195

Perencanaan reklamasi tambang batubara dalam kawasan hutan untuk pengembangan wilayah desa lingkar tambang (studi kasus PT Arutmin Indonesia tambang batulicin Kalimantan Selatan)

0 5 153

Rencana Pengelolaan Lanskap Pasca Tambang untuk Kawasan Agroforestri di PT. Arutmin Indonesia Tambang Senakin, Kalimantan Selatan

0 9 92

Studi Pertumbuhan Tanaman Revegetasi Pasca Tambang Batu Bara di PT Arutmin Indonesia Site Batulicin Kalimantan Selatan

0 5 38

Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Batubara Sebagai Arboretum di Kawasan Tanah Putih Pulau Sebuku Kalimantan Selatan

2 10 81

Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Nikel PT INCO sebagai Kawasan Ekowisata di Sorowako Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan

2 23 85

PENDAHULUAN PELAKSANAAN KEWAJIBAN REKLAMASI OLEH PERUSAHAAN TAMBANG BATUBARA DI KABUPATEN TANAH BUMBU PROPINSI KALIMANTAN SELATAN ( Studi Kasus PT ARUTMIN INDONESIA ).

0 2 10

PENUTUP PELAKSANAAN KEWAJIBAN REKLAMASI OLEH PERUSAHAAN TAMBANG BATUBARA DI KABUPATEN TANAH BUMBU PROPINSI KALIMANTAN SELATAN ( Studi Kasus PT ARUTMIN INDONESIA ).

0 3 4