Topografi dan Kemiringan Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Batubara PT Arutmin Indonesia untuk Ekowisata di Batulicin Kalimantan Selatan

jalan tidak diberi perawatan sehingga batang dan daunnya menghalangi sebagian badan jalan dan menyebabkan penyempitan jalan. Jalan ini berlekuk-lekuk dengan mengelilingi pegunungan sehingga memiliki pemandangan hutan alam yang menarik Gambar 7. Potensi visual pada kedua jalan ini dapat dikembangkan dengan pemanfaatan titik-titik istirahat yang memperlihatkan potensi visual tersebut. Gerbang utama pit Ata Selatan terletak sebelah utara tapak yang berdekatan dengan bangunan-bangunan kantor milik kontraktor. Gerbang ini sudah menjadi identitas pit Ata selama tambang ini dibuka maka sangat sesuai apabila dipertahankan menjadi gerbang utama wisata. Selain itu letaknya yang relatif dekat dengan pumukiman Desa Produksi akan menjadi potensi karena dekat dengan masyarakat lokal.

b. Topografi dan Kemiringan

Berdasarkan ANDAL PT AI Tambang Batulicin, wilayah tambang Batulicin pada umumnya memiliki topografi berombak hingga bergelombang. Topografi pada tapak diperoleh dari rencana rona akhir tambang Pit Ata yang dimiliki oleh PT AI Tambang Batulicin. Pada rencana rona akhir tambang, ketinggian maksimum mencapai 110 m dpl dengan rata-rata ketinggian berkisar Gambar 7. Kondisi Jalan menuju Tapak 1 Kondisi jalan dan good view menuju tapak dari Kec. Batulicin 2 Good view pada jalan menuju tapak dari Kec. Kandangan 50-100 m dpl. Pada tapak penelitian terdapat beberapa daerah yang datar dan daerah yang bergelombang. Peta Topografi dapat dilihat pada Gambar 8 dan peta klasifikasi kemiringan lahan dapat dilihat pada Gambar 9. Luas klasifikasi kemiringan pada tapak dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase Luas Klasifikasi Kemiringan Kemiringan Persentase Luas ha 0 - 8 28,05 145,37 8 – 15 15,65 81.13 15 – 25 15,76 81.68 25 – 40 15,49 80,27 Lebih dari 40 6,17 31,95 Luas DanauBadan Air 18,88 96,8 Luas Keseluruhan 100 518,1 Tingkat kemiringan pada tapak beragam dimana kemiringan 0-8 memiliki persentase luas terbesar. Beberapa area memiliki kemiringan lebih dari 40 yang pada umumnya merupakan high wall dinding terjal bekas tambang. Ketinggian high wall pada void pertama direncanakan mencapai 38 m sedangkan pada void kedua mencapai 42 m. Pemandangan void dengan high wall akan menjadi daya tarik tapak ini dimana menunjukan karakter area bekas tambang. Perlakuan yang diberikan pada high wall dalam mencegah erosi adalah dengan metode hydroseeding yaitu metode revegetasi dengan menggunakan media air dan campuran berbagai macam biji benih serta unsur hara yang diperlukan untuk perbaikan tanah sebagai media tempat tumbuhnya tanaman. Secara keseluruhan tapak memiliki bentukan lahan yang bergelombang sehingga menjadi potensi visual dan pengalaman pengunjung yang tidak monoton, akan tetapi pada area yang bergelombang sebaiknya dimanfaatkan untuk aktivitas yang bersifat pasif karena memiliki area dengan kemiringan curam sehingga rawan longsor. Menurut Hardjowigeno dan Widyatmaka 2001 kesesuaian lahan untuk wisata ditentukan oleh drainase tanah, bahaya banjir, permeabilitas, lereng, tekstur tanah, kerikil dan kerakal, batu serta batuan. Pada studi ini parameter yang diambil yaitu kesesuaian lahan untuk kegiatan wisata berdasarkan kemiringan lereng karena aspek lain kondisinya cenderung homogen. Area dengan kemiringan 0-15 atau area yang baik dan sangat sesuai untuk pengembangan wisata, area dengan kemiringan 15-25 atau area yang sedang yaitu cukup sesuai Gambar 8. Peta Topografi Gambar 9. Peta Klasifikasi Kemiringan Lereng untuk pengembangan wisata dan area dengan kemiringan lebih dari 25 atau area yang buruk yaitu tidak sesuai untuk pengembangan wisata. Danau atau badan air tergolong area yang buruk karena bentukan lahan danau berupa cekungan sehingga memiliki kemiringan yang curam. Pada area yang sedang tetap dapat dilakukan aktivitas pada area ini tapi diperlukan penerapan teknologi seperti pelandaian bentukan lahan. Area yang buruk merupakan area yang berbahaya sehingga sebaiknya dikonservasi, akan tetapi area ini masih dapat dilakukan pengembangan aktivitas yang hanya bersifat pasif seperti jalan-jalan dan melihat-melihat. Peta analisis kemiringan lereng dapat dilihat pada Gambar 10.

c. Jenis dan Karakteristik Tanah

Dokumen yang terkait

Perencanaan Lanskap Area Rekreasi Pada Lahan Pasca Tambang Batubara Di Pit 1 Mangkalapi PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin, Kalsel

1 15 222

Pendugaan Kandungan Karbon pada Tegakan Akasia (Acacia mangium) dan Sengon (Paraserianthes falcataria) di Lahan Reklamasi Pasca Tambang Batubara PT Arutmin Batulicin, Kalimantan Selatan

0 6 115

Strategi Manajemen Lahan Pasca-Tambang Untuk Praktik Agroforestri di PT. Arutmin Indonesia Kalimantan Selatan

0 10 195

Perencanaan reklamasi tambang batubara dalam kawasan hutan untuk pengembangan wilayah desa lingkar tambang (studi kasus PT Arutmin Indonesia tambang batulicin Kalimantan Selatan)

0 5 153

Rencana Pengelolaan Lanskap Pasca Tambang untuk Kawasan Agroforestri di PT. Arutmin Indonesia Tambang Senakin, Kalimantan Selatan

0 9 92

Studi Pertumbuhan Tanaman Revegetasi Pasca Tambang Batu Bara di PT Arutmin Indonesia Site Batulicin Kalimantan Selatan

0 5 38

Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Batubara Sebagai Arboretum di Kawasan Tanah Putih Pulau Sebuku Kalimantan Selatan

2 10 81

Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Nikel PT INCO sebagai Kawasan Ekowisata di Sorowako Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan

2 23 85

PENDAHULUAN PELAKSANAAN KEWAJIBAN REKLAMASI OLEH PERUSAHAAN TAMBANG BATUBARA DI KABUPATEN TANAH BUMBU PROPINSI KALIMANTAN SELATAN ( Studi Kasus PT ARUTMIN INDONESIA ).

0 2 10

PENUTUP PELAKSANAAN KEWAJIBAN REKLAMASI OLEH PERUSAHAAN TAMBANG BATUBARA DI KABUPATEN TANAH BUMBU PROPINSI KALIMANTAN SELATAN ( Studi Kasus PT ARUTMIN INDONESIA ).

0 3 4