2.3. Kebijakan Pembangunan Sektor Berbasis Kehutanan di Indonesia
Menurunnya output sektor-sektor berbasis kehutanan dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan kontribusi sektor berbasis kehutanan terhadap output
nasional terus berkurang. Oleh karena itu maka esensi pembangunan sektor-sektor berbasis kehutanan ke depan yaitu mendorong peningkatan produksi dan
pemasaran produk kayu olahan terutama ke pasar ekspor untuk meningkatkan output sektor tersebut. Peningkatan output yang terjadi diharapkan mampu
menyerap tenaga kerja, mengurangi kemiskinan melalui peningkatan pendapatan masyarakat dan dalam jangka panjang dapat kembali menyumbangkan perolehan
devisa dan penerimaan negara lainnya secara lebih signifikan. Hasil evaluasi terhadap RPJMN 2004 – 2009 terhadap sektor-sektor
berbasis kehutanan disebutkan bahwa salah satu kebijakan prioritas pembangunan sektor berbasis kehutanan adalah peningkatan produksi dengan mendorong
adanya investasi baru secara proporsional antara pengusaha besar, menengah dan kecil khususnya di sektor hulu dan upaya pengembangan pasar di sektor hilir
dalam rangka mendorong pertumbuhan output sektor berbasis kehutanan. Peningkatan produksi di sektor hulu dilakukan melalui penguatan aspek
legal sebagai landasan hukum untuk memberikan kepastian usaha melalui perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 menjadi Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo PP No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan beserta
berbagai aturan turunannya. Untuk jaminan berusaha diberikan selama 65 tahun sesuai dengan Undang-Undang Penanaman Modal. Adapun untuk hutan tanaman,
PMA berbadan hukum Indonesia diberi kesempatan sebagai pemegang izin usaha Departemen Kehutanan, 2008a.
Berdasarkan publikasi
Badan Koordinasi
Penanaman Modal
BKPM tahun 2009 disebutkan bahwa perkembangan investasi sektor berbasis kehutanan selama satu dekade terakhir sangat fluktuatif dan minat investor baik
asing maupun domestik cenderung menanamkan modalnya di kegiatan industri kayu hilir dibanding sektor kehutanan hulu. Kondisi ini lebih disebabkan
karakteristik usaha sektor kehutanan yang memiliki risiko usaha tinggi dan bersifat jangka penjang dibandingkan dengan usaha di sektor industri kayu olahan.
Selain itu, investasi sektor kehutanan saat ini diarahkan pada kegiatan pembukaan areal atau penanaman baru dibandingkan kegiatan penebangan logging yang
memiliki minat investasi rendah. Tabel 3. Perkembangan Investasi Asing Pada Sektor Berbasis Kehutanan
di Indonesia Tahun 2001 - 2008 Tahun
Kehutanan Industri Kayu Olahan
Jumlah Investasi
Nilai Investasi US 000
Jumlah Investasi
Nilai Investasi US 000
2001 -
- 9
44 688 2002
- -
12 19 252
2003 -
- 24
158 646 2004
- -
6 4 062
2005 2
118 768 18
75 498 2006
1 30 968
18 58 898
2007 -
- 17
127 853 2008
- -
4 64 352
Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal, 2009 Investasi asing PMA selama periode 2001 – 2008 untuk usaha kehutanan
tercatat sebesar US 149 736 dengan jumlah investasi baru sejumlah 3 investasi lebih kecil dibandingkan nilai investasi di usaha industri kayu olahan sebesar
US 702 983 dengan jumlah investasi sejumlah 108 investor. Investasi baru untuk usaha kehutanan terjadi pada tahun 2005 dan 2006, sementara investasi
masuk di industri kayu olahan terjadi sepanjang tahun. Tabel 4.
Perkembangan Investasi Domestik Pada Sektor Berbasis Kehutanan di Indonesia Tahun 2001 - 2008
Tahun Kehutanan
Industri Kayu Olahan Jumlah
Investasi ` Nilai Investasi
Rp juta Jumlah
Investasi Nilai Investasi
Rp juta 2001
- -
7 280 995
2002 2
150 398 2
232 876 2003
1 452 779
12 356 172
2004 -
- 4
888 882 2005
1 993 410
9 198 793
2006 -
- 9
709 012 2007
1 8 878
3 38 762
2008 -
- 1
17 754 Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal, 2009
Sementara itu, nilai investasi domestik PMDN di sektor berbasis kehutanan dalam periode 2001 – 2008 tercatat sebesar Rp 4.32 trilyun dimana
Rp 2.72 trilyun adalah investasi di sektor industri kayu olahan dan sisanya sebesar Rp 1.60 trilyun adalah investasi untuk sektor kehutanan. Adapun jumlah
investasi baru di sektor kehutanan sejumlah 5 investasi dan ada 47 investasi baru di industri kayu olahan.
Adapun strategi pengembangan pasar untuk sektor hilir industri kayu olahan adalah dengan mempertahankan pasar yang ada pasar tradisional, dan
menangkap pasar potensial captive market terutama untuk pasar ekspor perlu ditingkatkan. Perluasan pasar ekspor dilakukan melalui promosi, penetrasi dan
ekspansi Departemen Kehutanan, 2007b.
2.4. Kerangka Tabel Input-Output Miyazawa