Analisis Pertumbuhan Sektor Berbasis Kehutanan dan Dampaknya Terhadap Distribusi Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia : Pendekatan Input-Output Miyazawa

(1)

PENDEKATAN INPUT – OUTPUT MIYAZAWA

ADI HADIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pertumbuhan Sektor Berbasis Kehutanan dan Dampaknya Terhadap Distribusi Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia : Pendekatan Input – Output Miyazawa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2010

Adi Hadianto NRP A151040071


(3)

ADI HADIANTO. A Growth Analysis of Forestry Based Sectors and Its Impact on Income Distribution and Employment in Indonesia : Miyazawa Input-Output Approach. Under the Direction of ARIEF DARYANTO2and RINA OKTAVIANI3.

Forestry based sectors have role important to economy, but its problems are output of forestry based sectors have decreased during the last one decade which showed from decreasing its contribution to total Gross Domestic Product (GDP). This condition will impact on economy as a whole especially in economic growth, employment, household income and others sectors which have related. One of the strategy to increase its output by increase factors which is become sources of its output growth are consist of exsport exspansion, domestic demand, import substitution and technological change.

This research is aimed to (1) analyze sources of output growth in forestry based sectors, (2) analyze impact of increasing output on household income distribution and employment, and (3) analyze linkages of forestry based sectors. This research analysis using the input-output miyazawa model. The model is extension from Indonesia input-output table. Forestry based sectors are divided into five sub sectors such as forestry, sawntimber industry, pulp industry, plywood industry and furniture industry. The results showed that sources of output growth in forestry, sawntimber industry, furniture industry and plywood industry mainly are caused by domestic demand factor, meanwhile in pulp industry is caused by exsport exspansion. Increasing output of forestry based sectors are able to increase household income and employment. Increasing income especially in low income group in rural area. All forestry based sectors except furniture industry, have strong forward linkages. Thre are three sectors which have strong backward linkages are furniture, pulp and plywood industry.

Key Words : Input-Output Miyazawa, Growth, Household Income, Employment, Forward and Backward Linkages


(4)

ADI HADIANTO. Analisis Pertumbuhan Sektor Berbasis Kehutanan dan Dampaknya Terhadap Distribusi Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia : Pendekatan Input-Output Miyazawa. Dibawah bimbingan ARIEF DARYANTO dan RINA OKTAVIANI.

Sektor berbasis sumberdaya alam seperti sektor berbasis kehutanan masih menjadi andalan dalam pembangunan ekonomi Indonesia ke depan. Selama ini peran sektor berbasis kehutanan telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menghasilkan devisa, sumber pendapatan masyarakat melalui penyerapan tenaga kerja dan menciptakan pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, eksploitasi berlebih terhadap sumberdaya hutan yang berlangsung hampir lebih dari tiga dekade selama ini, berdampak pada degradasi kualitas dan kuantitas sumberdaya hutan. Kondisi tersebut berimplikasi terhadap menurunnya output hasil hutan terutama kayu dan hasil kayu olahan lainnya.

Menurunnya output sektor berbasis kehutanan tersebut dapat dilihat dari penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) dan kontribusinya terhadap PDB nasional. Kondisi ini berdampak secara langsung terhadap pertumbuhan output, penyerapan tenaga kerja, pendapatan masyarakat terutama yang bekerja di sektor tersebut dan sektor lainnya yang terkait. Oleh karena itu, analisis terhadap pertumbuhan dan faktor-faktor yang menjadi sumber pertumbuhan output sektor berbasis kehutanan menjadi sangat penting sebagai informasi untuk merumuskan strategi peningkatan output sektor berbasis kehutanan ke depan.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis pertumbuhan dan sumber-sumber pertumbuhan gross output sektor berbasis kehutanan di Indonesia, (2) menganalisis dampak peningkatan gross output terhadap distribusi pendapatan rumahtangga pada berbagai golongan pendapatan rumahtangga dan penyerapan tenaga kerja, dan (3) menganalisis keterkaitan sektor berbasis kehutanan dengan sektor perekonomian lainnya. Tujuan pertama dianalisis dengan menggunakan dekomposisi pertumbuhan struktural berdasarkan tabel input-output Indonesia Tahun 2005 dan 2008 dan tujuan kedua dan ketiga dianalisis dengan

menggunakan analisis dampak berdasarkan tabel input-output Miyazawa Tahun 2008 yang merupakan pengembangan dari model input-output Indonesia

Tahun 2008. Sektor berbasis kehutanan dikelompokan menjadi sektor kehutanan (kayu dan hasil hutan lainnya), industri kayu gergajian, industri kayu lapis, industri pulp dan industri mebel dan kerajinan kayu-rotan.

Hasil analisis menunjukkan sumber pertumbuhan output selama periode 2005-2008 pada sektor kehutanan, industri kayu gergajian, industri kayu lapis dan industri mebel dan kerajinan kayu-rotan sebagian besar disebabkan oleh faktor domestic demand. Besarnya domestic demanduntuk sektor kehutanan disebabkan oleh meningkatnya permintaan kayu bulat untuk pasokan bahan baku industri kayu dalam negeri dan adanya larangan ekspor kayu bulat oleh pemerintah sejak tahun 1985. Untuk sektor industri kayu gergajian dan industri mebel dan kerajinan dari kayu-rotan, besarnya domestik demand disebabkan karena skala produksi yang kecil (kapasitas terpasang di bawah 6 000 m3) menyebabkan sebagian besar hasil produksi dialokasikan untuk pemenuhan konsumsi dalam negeri. Faktor


(5)

ekspor menyebabkan produksi banyak di jual di pasar domestik. Penurunan daya saing kayu lapis Indonesia disebabkan oleh langkanya pasokan bahan baku berkualitas tinggi sehingga dan hadirnya negara – negara produsen kayu lapis dunia. Sementara itu sumber pertumbuhan output pada sektor industri pulp lebih besar disebabkan oleh faktor exsport exspansion. Sebagian besar produksi pulp nasional untuk memenuhi permintaan pasar ekspor dan besarnya kapasitas terpasang industri pulp nasional menjadikan Indonesia sebagai produsen utama pulp dunia.

Dampak meningkatnya output pada sektor-sektor berbasis kehutanan mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar dan meningkatkan pendapatan rumahtangga terutama golongan pendapatan rendah di perdesaan. Khusus untuk sektor industri kayu lapis dan pulp, peningkatan pendapatan juga dirasakan oleh rumahtangga golongan pendapatan sedang di perkotaan. Sektor-sektor berbasis kehutanan memiliki keterkaitan yang cukup tinggi dalam mendorong pertumbuhan sektor hulu-hilirnya.. Sektor kehutanan memiliki keterkaitan ke depan terutama dengan sektor bangunan dan industri kehutanan, keterkaitan ke belakang dengan sektor industri mesin alat angkut dan jasa angkutan. Sektor industri kehutanan memiliki keterkaitan ke depan maupun ke belakang terutama dengan sektor bangunan dan industri kehutanan sendiri.

Rekomendasi kebijakan yang disarankan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan output sektor-sektor berbasis kehutanan adalah meningkatkan investasi di HTI dalam rangka peningkatan produksi kayu bulat untuk memenuhi kekurangan pasokan bahan baku bagi industri kayu olahan, pengembangan pasar ekspor untuk produk industri kehutanan bernilai tambah tinggi, revitalisasi kelembagaan pemasaran hasil hutan dengan mengefektifkan kembali sistem pemasaran bersama untuk meningkatkan daya saing dan posisi tawar, peningkatan efisiensi produksi dan pengendalian operasi industri khusus pada industri kayu lapis dan pulp untuk mengatasi masalah kapasitas industri yang terlalu besar, sehingga tingkat produksi sejalan dengan pasokan bahan baku lestari sekaligus mengurangi praktek illegal logging. Selain itu, perlu dukungan regulasi dan kebijakan pemerintah di bidang investasi dan pengelolaan sumberdaya hutan dalam rangka mendukung pengembangan sektor-sektor berbasis kehutanan. Hal ini penting dilakukan mengingat sektor-sektor berbasis kehutanan memiliki potensi besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan rumahtangga terutama rumahtangga golongan pendapatan rendah dalam rangka pengentasan kemiskinan. Kondisi ini sejalan dengan Triple Track Strategypembangunan sektor ekonomi yang menitikberatkan pada Pro-Growth, Pro-Employmentdan Pro-Poor.

Kata Kunci : Pertumbuhan, Distribusi Pendapatan, Penyerapan Tenaga Kerja, Keterkaitan, Tabel Input-Output.


(6)

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Analisis Pertumbuhan Sektor Berbasis Kehutanan dan Dampaknya Terhadap Distribusi Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia : Pendekatan Input-Output Miyazawa”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam penyelesaian studi Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

memberikan arahan, saran dan motivasi dalam penulisan tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian yang sangat membantu kelancaran penyelesaian studi. 3. Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F.Trop selaku dosen penguji utama

yang juga telah memberikan waktu luang dan masukan khususnya tentang analisis kebijakan pada sektor berbasis kehutanan.

4. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS selaku dosen penguji wakil program studi.

5. Dwi Nurlia Tjahyani Hadianto, istri yang selalu setia memberikan motivasi bagi penyelesaian tesis ini.

6. Orang Tua, Kakak dan Adik yang telah memberikan do’a dan dorongan atas penyelesaian tesis ini.

7. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MA.Ec dan Dr. Ir. Yundi Hafizrianda, M.Si yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian tesis ini. 8. Ir. Tauhid Ahmad, ME atas bantuan data dan motivasinya selama ini.

9. Ibu Aviliani, SE, M.Si yang telah memberikan saran dan motivasi bagi penyelesaian tesis ini.

10. Bapak/Ibu staf pada bagian Neraca Produksi Barang dan Jasa, Badan Pusat Statistik, yang telah memberikan kemudahan data untuk keperluan penulisan tesis ini dan waktu luang atas diskusi yang telah diberikan.


(8)

12. Rekan-rekan : Handian Purwawangsa, Yuhka Sundaya, Santi Chintya, Faisal Ali, Hendra Khaerizal, Muhammad Isbayu, Beginner Subhan dan seluruh staf pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Terimakasih atas kerjasama dan dukungannya dalam penyelesaian tesis ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat luas khususnya kalangan perguruan tinggi sebagai referensi dalam melakukan penelitian sejenis.

Bogor, Juli 2010


(9)

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 17 Juni 1979 dari pasangan Mamat Slamet (Almarhum) dan Murnasih yang merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Penulis menikah dengan Dwi Nurlia Tjahyani, SE pada Desember 2007 dan saat ini telah dikaruniai seorang anak bernama Aisha Kirana Putri Hadianto.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 1991 dari SDN I Lemahabang, Bekasi. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 1994 dari SMPN I Lemahabang, Bekasi. Pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan pada tahun 1997 dari SMUN I Cikarang, Bekasi. Selama menempuh studi pada SMUN I Cikarang, penulis mendapat Beasiswa dari Bank Tabungan Negara sebagai siswa berprestasi. Gelar Sarjana Pertanian diperoleh pada tahun 2003 pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh studi S1, penulis mendapatkan beasiswa dari Australian and New Zealand Association (ANZA). Penulis juga aktif pada berbagai organisasi mahasiswa antara lain Ketua KMS IPB, Dewan Perwakilan Mahasiswa IPB dan Sekretaris Umum HMI Cabang Bogor.

Tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa (BPPS) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Sejak tahun 2005 hingga sekarang, penulis bekerja sebagai Dosen pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB.


(10)

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan dan Manfaat ... 10

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

1.5. Keterbatasan Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1. Definisi Pertumbuhan Ekonomi ... 14

2.2. Sumber-Sumber Pertumbuhan ... 14

2.3. Kebijakan Pembangunan Sektor Berbasis Kehutanan di Indonesia 16

2.4. Kerangka Tabel Input-Output Miyazawa ... 19

2.5. Keterkaitan Antar Sektor ... 24

2.6. Dekomposisi Pertumbuhan Struktural dalam Sistem Input-Output 26

2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 27

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 30

3.1. Kerangka Teoritis ... 30

3.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 30

3.1.2. Konsep Permintaan Akhir ... 35

3.1.3. Pengaruh Permintaan Akhir Terhadap Pertumbuhan ... 39

3.1.4. Pengaruh Pertumbuhan Terhadap Pendapatan dan Lapangan Lapangan Kerja ... 42

3.2. Kerangka Pemikiran ... 45


(11)

ii

4.2. Struktur Tabel Input-Output Miyazawa Indonesia ... 48

4.3. Penyusunan Tabel Input-Output Miyazawa Tahun 2008 ... 54

4.3.1. Agregasi atau Disagregasi Sektor ... 54

4.3.2. Penentuan Jenis Tabel Transaksi ... 55

4.3.3. Penyusunan Matriks Inter-Relational Income Multipliers . 56

4.3.4. Rekonsiliasi Data ... 60

4.4. Analisis Data ... 61

4.4.1. Analisis Pertumbuhan Struktural ... 61

4.4.2. Analisis Dampak ... 63

4.4.3. Analisis Keterkaitan Antar Sektor ... 64

V. ANALISIS PERTUMBUHAN GROSS OUTPUT SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN ... 66

5.1. Profil Sektor Berbasis Kehutanan di Indonesia ... 66

5.1.1. Profil Sektor Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (Kehutanan) 66

5.1.2. Profil Sektor Industri Kayu Gergajian ... 69

5.1.3. Profil Sektor Industri Kayu Lapis ... 70

5.1.4. Profil Sektor Industri Pulp ... 72

5.1.5. Profil Sektor Industri Mebel dan Kerajinan Kayu-Rotan ... 73

5.2. Pertumbuhan Struktural Sektor Berbasis Kehutanan ... 74

5.2.1. Pertumbuhan Struktural Sektor Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (Kehutanan) ... 74

5.2.2. Pertumbuhan Struktural Sektor Industri Kayu Gergajian ... 76

5.2.3. Pertumbuhan Struktural Sektor Industri Kayu Lapis ... 78

5.2.4. Pertumbuhan Struktural Sektor Industri Pulp ... 79

5.2.5. Pertumbuhan Struktural Sektor Mebel dan Kerajinan Kayu-Rotan ... 81

5.3. Strategi Peningkatan Pertumbuhan Output Sektor Berbasis Kehutanan di Indonesia ... 82


(12)

iii

6.1. Struktur Pendapatan Rumahtangga dan Ketenagakerjaan ... 85

6.1.1. Struktur Pendapatan Rumahtangga ... 86

6.1.2. Struktur Ketenagakerjaan ... 87

6.2. Dampak Peningkatan Output Sektor Berbasis Kehutanan Terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga dan Penyerapan Tenaga Kerja.. 89

6.2.1. Sektor Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (Kehutanan) ... 90

6.2.2. Sektor Industri Kayu Gergajian ... 92

6.2.3. Sektor Industri Kayu Lapis ... 94

6.2.4. Sektor Industri Pulp ... 97

6.2.5. Sektor Industri Mebel dan Kerajinan Kayu-Rotan ... 99

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN . 103

7.1. Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan ... 103

7.2. Komposisi Penggunaan Input-Output Sektor Berbasis Kehutanan. 105 VIII. SIMPULAN DAN SARAN ... 109

8.1. Simpulan ... 109

8.2. Saran ... 110

8.2.1. Saran Kebijakan ... 110

8.2.2. Saran Penelitian Selanjutnya... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 113


(13)

iv

Nomor Halaman

1. Nilai Ekspor Sektor Berbasis Kehutanan Tahun 1991-2008 ... 2 2. Kontribusi Sektor Berbasis Kehutanan Terhadap PDB Nasional

Tahun 2000 – 2008 Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 ... 5

3. Perkembangan Investasi Asing Pada Sektor Berbasis Kehutanan di Indonesia Tahun 2001 - 2008 ... 17

4. Perkembangan Investasi Domestik Pada Sektor Berbasis Kehutanan di Indonesia Tahun 2001 – 2008 ... 18

5. Kerangka Dasar Tabel Input – Output ... 20 6. Kerangka Dasar Tabel Input – Output Miyazawa ... 23 7. Agregasi Sektor Pada Tabel Input – Output Miyazawa Tahun 2008 .. 49 8. Struktur Tabel Input – Output Miyazawa Tahun 2008 ... 52 9. Klasifikasi Rumahtangga Berdasarkan Golongan Pendapatan ... 57 10. Klasifikasi Konsumsi Rumahtangga Berdasarkan Golongan

Pendapatan ... 59 11. Jumlah Pekerja Menurut Lapangan Usaha, Golongan Pendapatan

dan Wilayah di Indonesia Tahun 2008... 88 12. Dampak Peningkatan Output Sektor Kehutanan Sebesar Rp.1 Miliar

Terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga ... 91 13. Dampak Peningkatan Output Sektor Kehutanan Sebesar

Rp.1 Miliar Terhadap Penciptaan Lapangan Kerja... 92 14. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Kayu Gergajian

Sebesar Rp.1 Miliar Terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga .. 93 15. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Kayu Gergajian

Sebesar Rp.1 Miliar Terhadap Penciptaan Lapangan Kerja ... 94 16. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Kayu Lapis Sebesar

Rp.1 Miliar Terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga ... 95 17. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Kayu Lapis Sebesar


(14)

v

19. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Pulp Sebesar

Rp.1 Miliar Terhadap Pencipataan Lapangan Kerja ... 99 20. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Meubel dan Kerajinan

Sebesar Rp. 1 Miliar Terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga . 100 21. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Meubel dan Kerajinan

Sebesar Rp.1 Miliar Terhadap Penciptaan Lapangan Kerja ... 101 22. Indeks Forward dan Backward Linkages Sektor – Sektor


(15)

vi

Nomor Halaman

1. Kuadran Matriks Tabel Input – Output ... 20

2. Harga Sewa Modal ... 37

3. Perubahan Konsumsi Terhadap Output Nasional ... 40

4. Hubungan Suku Bunga, Investasi dan Output Nasional ... 41

5. Perubahan Nilai Tukar Terhadap Output Nasional ... 42

6. Investasi, Pendapatan Nasional dan Harga ... 43

7. Upah Riil dan Kesempatan Kerja di Pasar Tenaga Kerja ... 44

8. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 46

9. Proses Penyusunan Tabel Input-Output Miyazawa Tahun 2008... 60

10. Produksi Kayu Gergajian Indonesia Tahun 1996 - 2008 ... 70

11. Produksi Kayu Lapis Indonesia Tahun 1996 - 2008 ... 71

12. Produksi Pulp Indonesia Tahun 1996 - 2008... 72

13. Radar Chart Sumber – Sumber Pertumbuhan Sektor Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (Kehutanan) Tahun 2005 - 2008 ... 75

14. Radar Chart Sumber – Sumber Pertumbuhan Sektor Industri Kayu Gergajian Tahun 2005 - 2008 ... 77

15. Radar Chart Sumber – Sumber Pertumbuhan Sektor Industri Kayu Lapis Tahun 2005 - 2008... 78

16. Radar Chart Sumber – Sumber Pertumbuhan Sektor Industri Industri Pulp Tahun 2005 - 2008 ... 80

17. Radar Chart Sumber – Sumber Pertumbuhan Sektor Industri Meubel dan Kerajinan Tahun 2005 - 2008 ... 82

18. Struktur Pendapatan Rumahtangga Menurut Golongan Pendapatan dan Wilayah di Indonesia Tahun 2008 ... 86

19. Backward dan Forward Linkages Sektor Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (Kehutanan) Berdasarkan Komposisi Penggunaan Input-Output Tahun 2008 ... 106


(16)

(17)

viii

Nomor Halaman

1. Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005 ... 117 2. Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008 ... 120 3. Tabel Input-Output Miyazawa Indonesia Tahun 2008 ... 123 4. Matriks Kebalikan Leontief (I-A)-1Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005 ... 127 5. Matriks Kebalikan Leontief (I-A)-1Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008 ... 129 6. Matriks Kebalikan Leontief Untuk Matriks Miyazawa (I-M)-1

Tahun 2008 ... 131 7. Matriks Rasio Penawaran Domestik ( 0= I-m) Tabel Input-Output

Indonesia Tahun 2005 ... 133 8. Matriks Rasio Penawaran Domestik ( 1= I-m) Tabel Input-Output

Indonesia Tahun 2008 ... 135 9. Hasil Analisis Dekomposisi Pertumbuhan Struktural Sektor-Sektor

Berbasis Kehutanan Tahun 2005-2008 ... 137 10. Dampak Peningkatan Output Sektor Kayu dan Hasil Hutan Lainnya

(Kehutanan) Terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga ... 138 11. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Kayu Gergajian

Terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga ... 139 12. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Kayu Lapis Terhadap

Distribusi Pendapatan Rumahtangga ... 140 13. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Pulp Terhadap

Distribusi Pendapatan Rumahtangga ... 141 14. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Mebel dan Kerajinan Kayu-Rotan Terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga ... 142 15. Dampak Peningkatan Output Sektor Kayu dan Hasil Hutan Lainnya

(Kehutanan) Terhadap Penciptaan Lapangan Kerja ... 143 16. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Kayu Gergajian


(18)

ix

18. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Pulp Terhadap Penciptaan Lapangan Kerja ... 146 19. Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Mebel dan Kerajinan

Kayu-Rotan Terhadap Penciptaan Lapangan Kerja ... 147 20. Bacward Linkages Sektor-Sektor Berbasis Kehutanan ... 148 21. Forward Linkages Sektor-Sektor Berbasis Kehutanan ... 149


(19)

1.1. Latar Belakang

Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi merupakan proses terjadinya perubahan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik. Menurut Hess dan Ross (2000) pembangunan ekonomi memerlukan adanya perubahan struktural, mengurangi tingkat kemiskinan, peningkatan derajat kesehatan, pendidikan dan kehidupan yang layak bagi masyarakat. Pembangunan ekonomi juga harus mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (sustained economic growth).

Di banyak negara termasuk Indonesia, pertumbuhan ekonomi masih menjadi salah satu tujuan utama pembangunan, disamping upaya pengentasan kemiskinan dan mengurangi tingkat kesenjangan yang ada. Hal ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang kemudian dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Pertumbuhan ekonomi ini diharapkan dapat mendorong penciptaan lapangan kerja baru dan terciptanya berbagai peluang ekonomi di masa mendatang.

Tentu saja pertumbuhan ekonomi ini juga sangat tergantung pada pola dan sumber pertumbuhannya. Jika diamati lebih jauh, pembangunan ekonomi Indonesia selama ini masih bertumpu pada sektor-sektor yang berbasis sumberdaya alam (natural resources based sectors). Sejak tahun 1980-an selain sektor migas, sektor berbasis sumberdaya alam terutama sektor berbasis kehutanan telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian nasional.


(20)

Sektor berbasis kehutanan yang dimaksud adalah sektor yang outputnya terdiri dari kayu, hasil hutan non kayu, dan kayu olahan. Berdasarkan tabel Input-Ouput (I-O) Indonesia Tahun 2005 klasifikasi 175 sektor, diperoleh informasi bahwa sektor-sektor berbasis kehutanan terdiri dari sektor tanaman kayu dan hasil hutan lainnya dan sektor industri kayu olahan yang terdiri dari kayu gergajian, kayu lapis, bubur kertas dan industri perabot rumahtangga dari kayu, bambu dan rotan atau disebut industri mebel dan kerajinan.

Tabel 1. Nilai Ekspor Sektor Berbasis Kehutanan Tahun 1991 – 2008

(Juta US$)

Sektor 1991 1994 1998 2001 2003 2005 2008

I. Tan Pangan

dan Hortikultura 85 139 143 95 99 216 382

II. Peternakan dan

Perikanan 1 189 1 946 2 000 1 335 1 383 1 375 1 754

III.Perkebunan 879 1 439 1 479 987 1 023 1 273 2 411

IV. Berbasis

Kehutanan 5 477 6 095 5 691 4 317 4 313 4 079 4 353

- Kayu dan Hasil Hutan Lainnya

19 30 31 21 22 25 38

- Kayu

Gergajian 4 170 164 90 303 3 56

- Kayu Lapis 3 549 3 720 2 078 1 838 1 663 1 375 1 374

- Bubur Kertas 552 644 690 564 791 934 1 425

- Industri Mebel dan Kerajinan Kayu

1 354 1 530 2 728 1 804 1 535 1 741 1 460

V. Tekstil 2 731 3 206 4 988 4 531 7 172 8 604 10 144

VI. Lainnya 7 886 17 534 26 675 32 419 33 418 50 882 88 850 VII. Migas 10 895 9 694 7 872 12 636 13 651 19 232 29 126

TOTAL 29 142 40 053 48 848 56 321 61 058 85 660 137 020

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2005a dan 2009a

Peran yang cukup menonjol dari sektor berbasis kehutanan dapat dilihat dari kontribusinya terhadap pertumbuhan ekspor nasional. Sampai dengan tahun 1990-an, sektor berbasis kehutanan memberikan kontribusi terhadap pendapatan devisa kedua terbesar setelah migas, dan menempati urutan ketiga dibawah migas dan tekstil sejak awal tahun 2000 seperti yang terlihat pada Tabel 1. Kondisi ini


(21)

telah berhasil menciptakan “The Indonesian Miracle”dengan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata tidak kurang dari 7 persen per tahun hingga krisis ekonomi menerpa pada pertengahan Tahun 1997.

Hutan sebagai renewable resources memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan ekonomi, sosial, pembangunan, dan lingkungan hidup. Pemanfaatan hutan secara komersial dimulai sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 yang mengatur tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 mengenai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Selanjutnya lahir pula Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Undang-undang Pokok Kehutanan yang mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi nasional yang bersanding dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968. Implementasinya, lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH) serta berbagai insentif ekonomi dalam pengusahaan hutan sehingga merangsang tumbuhnya usaha bidang kehutanan khususnya dalam bentuk HPH telah menempatkan sektor kehutanan sebagai salah satu penggerak perekonomian nasional.

Pada Tabel 1, sektor berbasis kehutanan terutama industri bubur kertas (pulp) dan industri kayu lapis, menjadi salah satu kontributor utama terhadap ekspor nasional. Pada periode 1990-an, industri bubur kertas dan kayu lapis merupakan salah satu sektor penting penyumbang devisa. Nilai ekspor bubur kertas rata-rata per tahun sebesar US$ 629 juta dan untuk industri kayu lapis pada periode yang sama rata-rata per tahun sebesar US$ 3 116 juta. Komoditi kayu


(22)

lapis dan bubur kertas hingga saat ini masih merupakan salah satu komoditi unggulan nasional dan menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara eksportir utama kayu lapis dan bubur kertas di dunia.

Peran strategis lainnya dari sektor berbasis kehutanan adalah menciptakan lapangan kerja yang dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan masyarakat.

Berdasarkan data Survey Angkatan Kerja Nasional, Badan Pusat Statistik (BPS, 2008a) jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor ini pada tahun 2008

sebesar 4.09 juta orang, dimana 1.65 juta orang bekerja di sektor kayu dan hasil hutan lainnya dan sekitar 2.44 juta orang bekerja di sektor industri kayu olahan. Sektor industri kayu olahan merupakan sektor yang memberikan kontribusi paling besar dalam menyerap tenaga kerja setelah sektor industri tekstil.

Departemen Kehutanan (2006a) menyatakan bahwa pembangunan sektor berbasis kehutanan terkait erat dengan pengentasan kemiskinan karena sebagian besar penduduk miskin berada di wilayah perdesaan termasuk kawasan sekitar hutan dan bekerja di sektor tersebut. Sehingga pembangunan sektor berbasis kehutanan terkait dengan masalah pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan pada kelompok rumahtangga selama ini, maka pertumbuhan sektor berbasis kehutanan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat terutama pada kelompok rumahtangga berpendapatan rendah yang sebagaian besar berada di wilayah perdesaan.

Berdasarkan uraian di atas, sektor-sektor berbasis kehutanan memiliki peran besar dalam mendukung perekonomian nasional. Namun demikian, terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 memberikan dampak


(23)

negatif terhadap pertumbuhan sektor berbasis kehutanan serta terhadap pertumbuhan sektor-sektor perekonomian lainnya secara keseluruhan. Belum pulihnya sektor tersebut sebagai akibat dampak krisis yang berkepanjangan saat itu, menyebabkan sektor berbasis kehutanan mengalami fase dekonstruktif dan tumbuh negatif hingga akhir pertengahan tahun 2000.

Tabel 2. Kontribusi Sektor Berbasis Kehutanan Terhadap PDB Nasional Tahun 2000 – 2008 Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000

Tahun

PDB (Rp. Trilyun) Kontribusi Terhadap PDB Nasional (%)

Sektor Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Sektor Industri Kayu Olahan Sektor Berbasis Kehutanan Sektor Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Sektor Industri Kayu Olahan Sektor Berbasis Kehutanan

(a) (b) (c) = (a)+(b) (d) (e) (f) = (d)+(e)

2000 16.34 20.28 36.62 1.18 1.46 2.63

2001 16.74 20.38 37.12 1.16 1.42 2.58

2002 17.13 20.51 37.64 1.14 1.36 2.50

2003 17.21 20.75 37.97 1.09 1.32 2.41

2004 17.43 20.33 37.76 1.05 1.23 2.28

2005 17.18 20.14 37.32 0.98 1.15 2.13

2006 16.69 20.01 36.69 0.90 1.08 1.99

2007 16.50 19.66 36.16 0.84 1.00 1.84

2008 16.44 20.34 36.78 0.79 0.98 1.77

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009a

Pada Tabel 2 terlihat bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) sektor berbasis

kehutanan mengalami kecenderungan yang terus menurun sejak tahun 2000 - 2008. Hal ini menyebabkan kontribusi sektor berbasis kehutanan terhadap

PDB nasional terus menurun. Kontribusi sektor berbasis kehutanan pada tahun 2000 terhadap PDB nasional sebesar 2.63 persen terus menurun menjadi 2.58


(24)

persen pada tahun 2001, 2.50 persen pada tahun 2002, 2.41 persen pada tahun 2003, 2.28 persen pada tahun 2004, 2.13 persen pada tahun 2005, 1.99 persen pada tahun 2006, 1.84 persen pada tahun 2007 dan 1.77 persen pada tahun 2008. Kondisi ini pun diperkirakan akan terus mengalami penurunan ke depan jika tidak ada upaya untuk meningkatkan output sektor tersebut.

Menurut Departemen Kehutanan (2007a), salah satu faktor yang menyebabkan PDB sektor berbasis kehutanan dan kontribusinya terhadap PDB nasional terus mengalami penurunan antara lain belum optimalnya pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (non-timber based) dan jasa lingkungan (environmental services) dalam meningkatkan kontribusi sektor berbasis kehutanan terhadap pendapatan nasional. Artinya selama ini pemanfaatan hutan masih terfokus pada hasil hutan berbasis kayu (timber based)yang ketersediaannya semakin terbatas. Selain itu, menurunnya output sektor industri kayu olahan akibat terbatasnya pasokan bahan baku kayu bulat dan rendahnya investasi turut memicu menurunnya PDB sektor berbasis kehutanan.

Meningkatnya output sektor berbasis kehutanan sangat penting dalam memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian nasional di masa mendatang, tidak hanya berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mampu menyediakan lapangan kerja dan menjadi sumber pendapatan masyarakat. Selain itu, adanya keterkaitan sektor berbasis kehutanan dengan sektor perekonomian lainnya maka sektor berbasis kehutanan berperan dalam mendorong pertumbuhan sektor hulu maupun sektor hilirnya.

Hasil evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004 – 2009 terhadap sektor-sektor berbasis kehutanan


(25)

disebutkan bahwa salah satu upaya untuk lebih meningkatkan peranan sektor tersebut dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan nilai tambah atau output melalui pengelolaan kawasan hutan yang didukung oleh regulasi yang

mendorong pengembangan usaha kehutanan dari hulu hingga hilir (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, untuk mengetahui pertumbuhan output sektor berbasis kehutanan dalam pembangunan ekonomi nasional, maka dilakukan penelitian yang menganalisis pertumbuhan sektor berbasis kehutanan dan dampaknya terhadap distribusi pendapatan dan tenaga kerja di Indonesia dengan menggunakan pendekatan input – output Miyazawa. Sonis dan Hewings (2000), menyatakan bahwa model input-output Miyazawa mampu memotret pembangunan sektoral suatu negara dengan melihat keterkaitan dan kontribusi suatu sektor terhadap perekonomian serta dampak peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap output, penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan.

1.2. Perumusan Masalah

Sektor berbasis sumberdaya alam seperti sektor berbasis kehutanan masih menjadi andalan dalam pembangunan ekonomi Indonesia ke depan. Selama ini peran sektor berbasis kehutanan telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menghasilkan devisa, sumber pendapatan masyarakat melalui penyerapan tenaga kerja dan menciptakan pertumbuhan ekonomi.

Eksploitasi berlebih terhadap sumberdaya hutan yang berlangsung hampir lebih dari tiga dekade selama ini, berdampak pada degradasi kualitas dan kuantitas sumberdaya hutan. Kondisi tersebut berimplikasi terhadap menurunnya produksi hasil hutan terutama kayu yang merupakan output utama sektor kehutanan.


(26)

Menurunnya produksi kayu secara langsung tidak hanya berdampak terhadap penurunan output sektor kehutanan tetapi juga berdampak terhadap menurunnya output sektor berbasis kehutanan lainnya seperti industri kayu olahan yang menggunakan kayu sebagai input produksinya. Menurut Departemen Kehutanan (2007b), kebutuhan terhadap kayu bulat untuk memenuhi pasokan bahan baku industri kayu olahan dalam negeri saat ini mencapai 50 - 60 juta m3 per tahun, sementara pasokan kayu bulat hanya sekitar 25 - 30 m3 yang artinya terjadi kesenjangan permintaan dan pasokan sekitar 25 - 30 m3 per tahun. Menurunnya produksi tersebut berimplikasi terhadap menurunnya kontribusi sektor-sektor berbasis kehutanan terhadap PDB nasional selama beberapa tahun terakhir.

Pada Tabel 2 terlihat bahwa PDB sektor berbasis kehutanan relatif konstan sejak tahun 2000 hingga tahun 2008 yaitu dari Rp 36.62 trilyun pada tahun 2000 menjadi sebesar Rp 36.16 trilyun pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 hanya sebesar Rp 36.78 trilyun. Berbeda dengan nilai PDB, kontribusi relatif sektor berbasis kehutanan terhadap PDB nasional terus mengalami penurunan setiap tahunnya yaitu rata-rata penurunan sebesar 0.11 persen. Penurunan kontribusi ini diperkirakan akan terus berlanjut apabila tidak ada upaya perbaikan dalam meningkatkan output sektor tersebut.

Menurunnya output pada sektor berbasis kehutanan juga berimplikasi secara langsung terhadap penyerapan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat terutama yang bekerja di sektor tersebut. Oleh karena itu, analisis terhadap pertumbuhan dan faktor-faktor yang menjadi sumber pertumbuhan output sektor berbasis kehutanan menjadi sangat penting sebagai informasi untuk merumuskan


(27)

strategi peningkatan output sektor berbasis kehutanan ke depan. Selain itu, dapat diketahui sejauh mana dampak pertumbuhan output sektor berbasis kehutanan terhadap perekonomian makro khususnya dari sisi penyerapan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat serta keterkaitannya dengan sektor lainnya.

Berdasarkan Triple Track Strategy pembangunan ekonomi nasional, agenda pertumbuhan ekonomi (pro-growth)di sektor berbasis kehutanan ke depan diarahkan pada peningkatan output seperti pengembangan pasar ekspor dan investasi baru. Sementara itu, agenda penyediaan lapangan kerja (pro-job) dimaksudkan untuk menggerakkan industri kayu olahan dalam rangka menyerap tenaga kerja. Adapun agenda pengentasan kemiskinan(pro-poor)diarahkan pada peningkatan pendapatan masyarakat melalui pemberian akses atas usaha pemanfaatan hutan produksi dan kegiatan industri perkayuan (Departemen Kehutanan, 2008a).

Oleh karena itu, upaya pembangunan sektor berbasis kehutanan ke depan diarahkan untuk mendorong faktor-faktor yang menjadi sumber pertumbuhan output sektor berbasis kehutanan sehingga dalam jangka pendek mampu menyerap tenaga kerja dan mendorong pertumbuhan sektor lainya, kemudian dalam jangka panjang mampu mengurangi tingkat kemiskinan melalui peningkatan pendapatan masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, ada tiga pokok permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini yaitu :

1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi sumber pertumbuhan sektor berbasis kehutanan di Indonesia ?


(28)

2. Bagaimanakah dampak pertumbuhan sektor berbasis kehutanan terhadap distribusi pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia ?

3. Seberapa jauh keterkaitan sektor berbasis kehutanan dengan sektor perekonomian lainnya ?

1.3. Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu :

1. Menganalisis pertumbuhan dan sumber-sumber pertumbuhan gross output sektor berbasis kehutanan di Indonesia.

2. Menganalisis dampak peningkatangross output sektor berbasis kehutanan terhadap distribusi pendapatan rumahtangga pada berbagai golongan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja.

3. Menganalisis keterkaitan sektor berbasis kehutanan dengan sektor perekonomian lainnya.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak terkait khususnya pemerintah, dalam hal ini Departemen Kehutanan sebagai masukan dalam merumuskan kebijakan nasional pembangunan sektor kehutanan ke depan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi nasional.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini meliputi analisis pertumbuhan gross output sektor berbasis kehutanan di Indonesia. Sektor berbasis kehutanan yang menjadi fokus analisis dalam penelitian ini diklasifikasi menjadi lima sektor perekonomian yang terdiri dari sektor kayu dan hasil hutan lainnya, industri kayu gergajian, industri


(29)

kayu lapis dan sejenisnya, industri bubur kertas dan industri meubel yang didapat dari hasil agregasi tabel I-O Indonesia Tahun 2008. Periode analisis pertumbuhan gross output yaitu antara tahun 2005 – 2008 berdasarkan tabel I-O Indonesia Tahun 2005 dan 2008.

Adapun golongan pendapatan rumahtangga dalam analisis distribusi

pendapatan diklasifikasi menjadi enam golongan pendapatan, yaitu (1) rumahtangga kota pendapatan rendah, (2) rumahtangga kota pendapatan

sedang, (3) rumahtangga kota pendapatan tinggi, (4) rumahtangga desa pendapatan rendah, (5) rumahtangga desa pendapatan sedang, dan (6) rumahtangga desa pendapatan tinggi. Klasifikasi golongan rumahtangga tersebut didasarkan pada analisis I-O Miyazawa Tahun 2008 yang dikembangkan dari model I-O Indonesia Tahun 2008. Menurut Jackson dan Murray (2002), model I-O Miyazawa adalah pengembangan model input-output dengan melakukan up-dating matriks Leontief input-output dengan memasukan informasi struktur pendapatan rumahtangga.

Adapun keunggulan model I-O Miyazawa adalah sebagai berikut :

1. Model I-O Miyazawa telah memasukan klasifikasi pendapatan rumahtangga kedalam matriks transaksi antar industri. Dengan demikian, model ini dapat menganalisis dampak pertumbuhan output suatu sektor terhadap pendapatan rumahtangga pada berbagai golongan pendapatan.

2. Sebagai analisis kuantitatif, model I-O Miyazawa dapat digunakan untuk menganalisis dampak perubahan output atau permintaan akhir suatu sektor terhadap sektor perekonomian lainnya.


(30)

3. Sebagai pengembangan model I-O Leontief, model I-O Miyazawa dapat menganalisis transaksi antar industri dalam suatu perekonomian.

1.5. Keterbatasan Penelitian

Penggunaan model I-O Miyazawa sebagai instrumen pengkajian dan analisis mengandung banyak keterbatasan. Sebagai pengembangan model

input-output, secara umum keterbatasan model I-O Miyazawa sama dengan model I-O Leontief. Menurut West (1993), transaksi-transaksi yang digunakan dalam

penyusunan Tabel I-O didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut :

1. Asumsi keseragaman (Homogenitas)

Artinya tiap sektor dalam perekonomian memproduksi satu output tunggal dengan struktur input tunggal.

2. Asumsi kesebandingan (Proporsionalitas)

Artinya dalam proses produksi, hubungan antara input dan output merupakan fungsi linier yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik (atau turun) sebanding dengan kenaikan (atau penurunan) output tersebut.

3. Asumsi penjumlahan (Additivitas)

Asumsi ini menjelaskan bahwa dampak total pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Ini

berarti di luar sistem input-output semua pengaruh dari luar diabaikan.

Sebagai sebuah model analisis kuantitatif, adanya asumsi-asumsi tersebut menandakan adanya keterbatasan model I-O itu sendiri. Asumsi keseragaman menganggap setiap sektor memiliki struktur input tunggal, maka asumsi ini tidak mempertimbangkan adanya kemungkinan setiap sektor produksi untuk melakukan


(31)

substitusi input, misalnya karena faktor harga yang lebih murah. Setiap sektor hanya memproduksi suatu output tunggal, maka setiap sektor tidak mungkin melakukan variasi produk. Asumsi kesebandingan menganggap rasio input-output tetap dan konstan sepanjang periode analisis, dengan demikian produsen tidak dapat menyesuaikan perubahan-perubahan inputnya atau mengubah proses produksinya. Asumsi ini tidak mempertimbangkan adanya kemajuan teknologi atau produktivitas. Selanjutnya asumsi penjumlahan menganggap proses produksi hanya dipengaruhi faktor dalam sistem input-output. Asumsi ini tidak mempertimbangkan faktor luar yang sebenarnya berpengaruh terhadap proses produksi.


(32)

2.1. Definisi Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Hess dan Ross (2000), pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan total barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara pada periode waktu tertentu yang direpresentasikan oleh peningkatan output per kapita. Lebih jauh menurut Mankiw (2000), dalam terminologi fungsi produksi pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan total output dalam proses produksi akibat peningkatan faktor produksi dan kemajuan teknologi pada periode waktu tertentu.

Dornbush (1992) mengklasifikasikan pengukuran output suatu perekonomian melalui indikator PDB, dibagi dalam dua pendekatan yaitu pendekatan sisi penerimaan (income side) dan pendekatan sisi pengeluaran (expenditure side). PDB dari sisi penerimaan merupakan nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu perekonomian. Sementara PDB dari sisi pengeluaran terdiri dari konsumsi masyarakat, pengeluaran pemerintah, pengeluaran investasi dan ekspor bersih.

2.2. Sumber – Sumber Pertumbuhan

Output merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan perekonomian suatu negara. Analisis terhadap pertumbuhan output, perlu didasarkan pada sumber-sumber yang menjadi pendorong pertumbuhan output itu sendiri.

Hess dan Ross (2000), menjelaskan sumber pertumbuhan output dilihat dari sisi produksi terdiri dari tenaga kerja, modal, sumberdaya alam dan teknologi. Tenaga kerja yang dimaksud adalah jumlah angkatan kerja yang merupakan input


(33)

produksi. Stok barang modal merupakan input produksi yang akan mendorong pertumbuhan output nasional di masa yang akan datang. Menurut Dornbusch (1992) stok barang modal terdiri dari pabrik, mesin, kantor dan produk-produk tahan lama lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Barang modal juga meliputi pembelian rumah tempat tinggal baru dan persediaan. Investasi adalah pengeluaran yang ditambahkan kepada komponen-komponen barang modal ini. Sedangkan sumberdaya alam seperti lahan, sumber energi, merupakan faktor produksi tetap (fix input) yang dapat digunakan dalam proses produksi. Sementara itu, teknologi direpresentasikan sebagai pengetahuan yang dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Kemajuan teknologi melalui penemuan baru (inventions)dan inovasi (innovations)akan menghasilkan output yang lebih besar dengan sejumlah input yang sama.

Menurut Miller dan Blair (1985), output suatu negara dalam model input-output merupakan penjumlahan antara input antara (intermediate input) dan permintaan akhir (final demand). Permintaan akhir terdiri atas permintaan domestik (domestic final demand)dan permintaan luar negeri atau disebut sebagai ekspor. Selain itu, dalam proses perdagangan internasional, produksi barang dan jasa membutuhkan faktor input yang berasal dari impor. Dengan demikian, sumber pertumbuhan output suatu negara ditentukan oleh perubahan koefisien input antara yang merupakan bentuk kemajuan teknologi (technological change), ekspansi permintaan domestik (expansion of domestic final demand), ekspansi ekspor (exsport expansion) dan substitusi impor (import substitution). Empat faktor tersebut dapat menjelaskan sumber-sumber pertumbuhan output sektoral dalam perekonomian suatu negara.


(34)

2.3. Kebijakan Pembangunan Sektor Berbasis Kehutanan di Indonesia Menurunnya output sektor-sektor berbasis kehutanan dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan kontribusi sektor berbasis kehutanan terhadap output nasional terus berkurang. Oleh karena itu maka esensi pembangunan sektor-sektor berbasis kehutanan ke depan yaitu mendorong peningkatan produksi dan pemasaran produk kayu olahan terutama ke pasar ekspor untuk meningkatkan output sektor tersebut. Peningkatan output yang terjadi diharapkan mampu menyerap tenaga kerja, mengurangi kemiskinan melalui peningkatan pendapatan masyarakat dan dalam jangka panjang dapat kembali menyumbangkan perolehan devisa dan penerimaan negara lainnya secara lebih signifikan.

Hasil evaluasi terhadap RPJMN 2004 – 2009 terhadap sektor-sektor berbasis kehutanan disebutkan bahwa salah satu kebijakan prioritas pembangunan sektor berbasis kehutanan adalah peningkatan produksi dengan mendorong adanya investasi baru secara proporsional antara pengusaha besar, menengah dan kecil khususnya di sektor hulu dan upaya pengembangan pasar di sektor hilir dalam rangka mendorong pertumbuhan output sektor berbasis kehutanan.

Peningkatan produksi di sektor hulu dilakukan melalui penguatan aspek legal sebagai landasan hukum untuk memberikan kepastian usaha melalui perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo PP No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan beserta berbagai aturan turunannya. Untuk jaminan berusaha diberikan selama 65 tahun sesuai dengan Undang-Undang Penanaman Modal. Adapun untuk hutan tanaman,


(35)

PMA berbadan hukum Indonesia diberi kesempatan sebagai pemegang izin usaha (Departemen Kehutanan, 2008a).

Berdasarkan publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tahun 2009 disebutkan bahwa perkembangan investasi sektor berbasis

kehutanan selama satu dekade terakhir sangat fluktuatif dan minat investor baik asing maupun domestik cenderung menanamkan modalnya di kegiatan industri kayu (hilir) dibanding sektor kehutanan (hulu). Kondisi ini lebih disebabkan karakteristik usaha sektor kehutanan yang memiliki risiko usaha tinggi dan bersifat jangka penjang dibandingkan dengan usaha di sektor industri kayu olahan. Selain itu, investasi sektor kehutanan saat ini diarahkan pada kegiatan pembukaan areal atau penanaman baru dibandingkan kegiatan penebangan (logging) yang memiliki minat investasi rendah.

Tabel 3. Perkembangan Investasi Asing Pada Sektor Berbasis Kehutanan di Indonesia Tahun 2001 - 2008

Tahun

Kehutanan Industri Kayu Olahan

Jumlah Investasi

Nilai Investasi (US$ 000)

Jumlah Investasi

Nilai Investasi (US$ 000)

2001 - - 9 44 688

2002 - - 12 19 252

2003 - - 24 158 646

2004 - - 6 4 062

2005 2 118 768 18 75 498

2006 1 30 968 18 58 898

2007 - - 17 127 853

2008 - - 4 64 352

Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal, 2009

Investasi asing (PMA) selama periode 2001 – 2008 untuk usaha kehutanan tercatat sebesar US$ 149 736 dengan jumlah investasi baru sejumlah 3 investasi lebih kecil dibandingkan nilai investasi di usaha industri kayu olahan sebesar


(36)

US$ 702 983 dengan jumlah investasi sejumlah 108 investor. Investasi baru untuk usaha kehutanan terjadi pada tahun 2005 dan 2006, sementara investasi masuk di industri kayu olahan terjadi sepanjang tahun.

Tabel 4. Perkembangan Investasi Domestik Pada Sektor Berbasis Kehutanan di Indonesia Tahun 2001 - 2008

Tahun

Kehutanan Industri Kayu Olahan

Jumlah Investasi

` Nilai Investasi (Rp juta)

Jumlah Investasi

Nilai Investasi (Rp juta)

2001 - - 7 280 995

2002 2 150 398 2 232 876

2003 1 452 779 12 356 172

2004 - - 4 888 882

2005 1 993 410 9 198 793

2006 - - 9 709 012

2007 1 8 878 3 38 762

2008 - - 1 17 754

Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal, 2009

Sementara itu, nilai investasi domestik (PMDN) di sektor berbasis

kehutanan dalam periode 2001 – 2008 tercatat sebesar Rp 4.32 trilyun dimana Rp 2.72 trilyun adalah investasi di sektor industri kayu olahan dan sisanya

sebesar Rp 1.60 trilyun adalah investasi untuk sektor kehutanan. Adapun jumlah investasi baru di sektor kehutanan sejumlah 5 investasi dan ada 47 investasi baru di industri kayu olahan.

Adapun strategi pengembangan pasar untuk sektor hilir (industri kayu olahan) adalah dengan mempertahankan pasar yang ada (pasar tradisional), dan menangkap pasar potensial (captive market) terutama untuk pasar ekspor perlu ditingkatkan. Perluasan pasar ekspor dilakukan melalui promosi, penetrasi dan ekspansi (Departemen Kehutanan, 2007b).


(37)

2.4. Kerangka Tabel Input-Output Miyazawa

Tabel Input-Output (I-O) pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Wassily W. Leontief pada tahun 1951 sebagai instrumen yang digunakan untuk mengukur dampak ekonomi. Publikasi pertama dilakukan pada tahun 1965 hingga akhirnya mendapatkan nobel di bidang ekonomi pada tahun 1973. Review untuk penemuannya dilakukan pada maret 1999 melalui Survey of Current Business.

Tabel I-O pada dasarnya merupakan uraian statitstik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antar satu satuan kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu. Dalam analisisnya Tabel I-O menggunakan prinsip keseimbangan umum (General Equilibrium), artinya jika terjadi keseimbangan (atau ketidakseimbangan) di satu sektor berpengaruh terhadap keseimbangan (atau ketidakseimbangan) di sektor-sektor lain.

Hasil analisis dari Tabel I-O dapat menggambarkan seberapa besar kontribusi setiap sektor terhadap pembentukan output wilayah, penyerapan tenaga kerja, struktur permintaan akhir (PDRB dari sisi pengeluaran) dan komponen nilai tambah (PDRB dari sisi penerimaan). Selain itu analisis Input-Output dapat merekomendasikan sektor kunci dalam perekonomian wilayah tersebut melalui hasil analisis keterkaitan sektor baik ke belakang (backward linkage) maupun keterkaitan ke depan (forward linkage).

Badan Pusat Statistik (BPS) mengembangkan Tabel Input-Output sebagai dasar pengembangan model Input-Output dengan tiga kuadran yaitu matriks input – output (kuadran I), matriks permintaan akhir (kuadran II) dan matriks input antara (kuadran III) seperti pada Gambar 1.


(38)

Xij ( Kuadran I )

Fik ( Kuadran II ) Vmj

( Kuadran III )

Gambar 1. Kuadran Matriks Tabel Input - Output

Keterangan :

Kuadran I : transaksi antar industri; output sektor i menjadi input sektor j, Kuadran II : transaksi antara konsumen akhir (rumahtangga, pemerintah,

investor dan ekspor) dengan industri penghasil barang dan jasa. Kuadran III : menggambarkan transaksi antara pihak-pihak pemilik faktor

produksi (tenaga kerja dan pemilik modal) dengan unit-unit ekonomi yang menggunakannya.

Secara ilustratif, kerangka dasar Tabel Input-Output disajikan seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Kerangka Dasar Tabel Input-Output

Sektor Penjual Sektor Pembeli Permintaan Akhir Total Output

1 2 … n

1 2 . . . n x11 x21 . . . xn1 x12 x11 . . . xn2 . . . x1n x2n . . . xnn F1 F2 . . . Fn X1 X2 . . . Xn Nilai Tambah

v1 v2 vn Impor IM1 IM2 IMn Total

Input X1 X2 … Xn Sumber : Badan Pusat Statistik, 2000


(39)

Keterangan :

1) Permintaan akhir (F) terdiri dari konsumsi rumahtangga (C), konsumsi pemerintah (G), pembentukan modal/investasi (I), dan ekspor (E)

2) xij= besarnya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j, dan Fi (Ci, Gi , Ii , Ei)besarnya output sektor i yang digunakan sebagai permintaan akhir

3) vj adalah nilai tambah dan IMjadalah impor

4) Xi=

n

j1

aijXj +fiadalah total input = total output

5) Koefisien langsung, aij= xij / Xj, xij= aijXj, matriks A = [ aij ]

6) AX + F = Xdengan melakukan transformasi maka diperoleh (I-A)-1 F = X 7) (I-A)-1adalah matriks kebalikan Leontief.

Matriks kebalikan Leontief mengandung informasi penting tentang bagaimana kenaikan produksi dari suatu sektor (industri) akan mempengaruhi pertunbuhan sektor-sektor lainnya. Karena setiap sektor memiliki pola transaksi pembelian maupun penjualan dengan sektor lain yang berbeda-beda, maka dampak dari perubahan produksi dari suatu sektor terhadap total produksi sektor-sektor lainnya juga berbeda-beda. Matriks kebalikan Leontief merangkum seluruh dampak dari perubahan produksi dari suatu sektor terhadap total produksi sektor-sektor lainnya ke dalam koefisien-koefisien yang disebut sebagai multiplier (ij). Multiplierini adalah angka-angka yang terlihat di dalam matriks (I - A)-1.

Tabel I-O nasional yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik saat ini hanya hanya memperlihatkan struktur transaksi dari beberapa industri yang berbeda dalam satu negara atau wilayah. Tabel ini tidak memberikan informasi


(40)

lebih lanjut tentang strata rumahtangga (pemilik faktor produksi tenaga kerja) yang berpendapatan tinggi, sedang atau rendah. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan model input-output yang memasukan informasi mengenai strata rumahtangga ke dalam suatu model. Pada penelitian ini, pengembangan model tersebut digunakan model Input-Output Miyazawa yang merupakan pengembangan model Input-Output Leontief.

Input-Output Miyazawa diperkenalkan pada tahun 1960 dan 1968 yang kemudian ditulis kembali pada tahun 1976. Model ini membuat generalisasi keynesian income multipliers kedalam bentuk matriks inter-relational income multipliers(Sonis and Hewings, 2000).

Model matriks Miyazawa dalam tabel input-output diformulasikan seperti pada persamaan (1). Variabel A merupakan matriks koefisien langsung, X merupakan gross output, F adalah permintaan akhir, vektor T merupakan total pendapatan, matriks V merupakan rasio pendapatan rumahtangga, g merupakan pendapatan eksogen dan matriks C menunjukan pengeluaran konsumsi rumahtangga.                           g F T X C V A T X

0 ……….………. (1)

Pada model Miyazawa ini, permintaan akhir (final demand) merupakan komponen yang terdiri selain dari konsumsi rumahtangga yaitu antara lain konsumsi pemerintah, pembentukan modal (investasi), dan ekspor. Sama halnya dengan nilai tambah (value added), merupakan komponen nilai tambah selain pendapatan rumahtangaa atau upah. Pada penelitian ini kerangka dasar model Input-Output Miyazawa disajikan pada Tabel 6.


(41)

Tabel 6. Kerangka Dasar Tabel Input-Output Miyazawa Sektor Penjual Sektor Pembeli Permintaan Akhir Total Output

1 2 … n Konsumsi RT

Menurut Golongan Pendapatan 1 2 . . . n x11 x21 . . . xn1 x12 x11 . . . xn2 . . . x1n x2n . . . xnn C11 C21 . . . Cnn F1 F2 . . . Fn X1 X2 . . . Xn

Pendapatan RT V11 V12 Vnn 0 gn Tn

Nilai Tambah v1 v2 … vn 0

Impor IM1 IM2 … IMn Cm

Total

Input X1 X2 … Xn Cn

Sumber : Sonis and Hewings, 2000

Pada persamaan (1), jika diilustrasikan kerangka tabel input-output Miyazawa terdiri dari 2x2 blok matriks, maka matriks Miyazawa dapat dituliskan sebagai berikut :

       0 C V A

M ………...………….………. (2)

M adalah matriks Miyazawa yang merupakan matriks koefisien input-output dalam model Leontief, disimbulkan dengan A. Dengan demikian, matriks kebalikan Leontief untuk matriks Miyazawa dapat dituliskan sebagai berikut :

1

I M

B ………...……… (3)

Dengan melakukan transformasi pada persamaan (2) dan (3), maka diperoleh persamaan matriks koefisien antar strata pendapatan adalah sebagai berikut :


(42)

1 )

(  

I M

B =       I BC 0 I       N 0 0 I       I 0 VB

B =

       N BCN NVB BCNVB B =       I 0 V I        I 0

0 

    I C 0 I =          C V I AC

VB ………...………….… (4)

H = VBC adalah matriks koefisien antar golongan pendapatan (matriks of inter-income coefficients). Pada persamaan (4) diperoleh persamaan multiplier antar pendapatan Miyazawa (Miyazawa interreltional income multiplier) atau disebut jugaKeynesian multiplieryang ditulis sebagai berikut :

C V I VBC I H I

N (  )1(  )1    ………...………..(5)

Pada persamaan (4) diperoleh matriks kebalikan Leontief yang diperbesar yaitu dengan memasukan matriks V dan matriks C yang dituliskan menjadi sebagai berikut :

BBCNVB B

CV A

I   

 1

)

( …………...……… (6)

Pada persamaan (6) maka diperoleh VΔ = nVB dan ΔC = BCN.

2.5. Keterkaitan Antar Sektor

Menurut Miller dan Blair (1985) dalam model input-output, produksi barang dan jasa suatu sektor ekonomi memiliki dampak ekonomi terhadap sektor lainnya. Apabila suatu sektor j meningkatkan outputnya, maka akan berdampak terhadap sektor penyedia input sektor j dan sektor pengguna output sektor j. Keterkaitan antar sektor perekonomian tersebut dinamakan backward linkagedan forward linkage.


(43)

Adanya penggunaan input antara yang berasal dari output sektor produksi lain dan penggunaan input primer seperti tenaga kerja dan modal, membuat suatu sektor produksi menjadi terintegrasi dengan sektor-sektor lainnya dalam suatu perekonomian.

Lebih lanjut menurut Miller dan Blair, keterkaitan ke belakang (backward linkage) terdiri dari keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) dan keterkaitan total ke belakang (total backward linkage). Sementara itu, keterkaitan ke depan (forward linkage)terdiri dari keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage) dan keterkaitan total ke depan (total forward linkage). Pada model input-output, direct dan forward linkage merupakan pengaruh langsung atau pengaruh tidak langsung dari kegiatan produksi suatu sektor terhadap sektor lain baik sektor hulu maupun hilirnya. Sedangkan total backward dan forward linkage merupakan pengaruh total baik langusng maupun tidak langsung dari kegiatan produksi suatu sektor terhadap sektor lain baik sektor hulu maupun hilirnya.

Secara operasional, pengaruh langsung (direct effect) adalah pengaruh yang secara langsung dirasakan oleh suatu sektor yang menggunakan output sektor lain sebagai input produksinya. Sebagai contoh kenaikan produksi industri furnitur akan menyebabkan bertambahnya permintaan input kayu yang merupakan input langsung digunakan dalam produksi industri furnitur. Sementara pengaruh tidak langsung atau indirect effect menunjukkan pengaruh tidak langsung yang dirasakan oleh suatu sektor akibat kenaikan output sektor lain. Misalkan kenaikan produksi industri furnitur bisa menyebabkan pula kenaikan permintaan jasa-jasa transportasi untuk mengangkut hasil produksinya ke pasar, di mana dalam hal ini


(44)

jasa transportasi bukan merupakan input langsung untuk memproduksi furniture. Sementara itu, pengaruh total atau total effectadalah pengaruh secara keseluruhan dalam perekonomian dimana sektor yang bersangkutan berada. Misalkan dalam dua contoh di atas yang dimaksud pengaruh total adalah penjumlahan dari pengaruh langsung dengan tidak langsung dari produksi pakaian dalam perekonomian.

2.6. Dekomposisi Pertumbuhan Struktural dalam Sistem Input-Output Dekomposisi pertumbuhan dalam sistem input-output merupakan upaya mengidentifikasi sumber-sumber pertumbuhan gross output X dari suatu sektor perekonomian. Adapun sumber-sumber pertumbuhan gross output X terdiri dari empat sumber, yaitu :

1. The expansion of domestic Final Demand (FD) menjelaskan dampak langsung dan tidak langsung dari perluasan permintaan akhir domestik (expantion of domestic final demand).

2. Export Expansion (EE) merupakan dampak langsung dan tidak langsung dari perluasan perdagangan internasional ekspor (expantion of international export).

3. Import Substitution (IS) adalah dampak langsung dan tidak langsung akibat perubahan dalam proporsi perdagangan internasional impor (change in international import proportions).

4. Technological change menunjukkan dampak langsung dan tidak langsung dari perubahan koefisien input-output (change in input-output coefficients).


(45)

2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian yang terkait dengan peranan sektor berbasis kehutanan dalam perekonomian telah banyak dilakukan sebelumnya diantaranya oleh Departemen Kehutanan (2007a) tentang reposisi kehutanan Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kontribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian nasional dengan menggunakan model input-output. Hasil penelitian menunjukan bahwa kontribusi sektor kehutanan terhadap PDB nasional sangat rendah yaitu di bawah satu persen dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Namun demikian, sektor kehutanan memiliki kontribusi besar dalam menyumbang devisa. Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kontribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian nasional yaitu dengan meningkatkan investasi.

Penelitian lainnya yang terkait dilakukan oleh Suwarna (2007) tentang dampak bantuan dana rehabilitasi lahan milik terhadap pendapatan masyarakat dan perekonomian wilayah di Kabupaten Garut. Metode analisis yang digunakan adalah sistem neraca sosial ekonomi, model ekonometrika dan analisis biaya

manfaat. Hasil analisis menunjukan bahwa dana rehabilitasi lahan milik di Kabupaten Garut belum dapat secara nyata memperbaiki pendapatan

masyarakat yang melaksanakan kegiatan rehabilitasi. Namun demikian dana rehabilitasi tersebut berperan untuk meningkatkan perekonomian wilayah. Kegiatan rehabilitasi lahan milik dengan komoditi utama tanaman kayu secara finansial memberikan manfaat lebih kepada petani pemilik apabila dilakukan pemanfaatan lahan diantara tanaman kayu dengan mengusahakan komoditi tanaman sela. Kelembagaan kelompok tani memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap produktivitas kelompok dalam kegiatan rehabilitasi lahan.


(46)

Santosa (2006) meneliti tentang peranan ekonomi kehutanan di Propinsi Jawa Tengah. Berbeda dengan penelitian lainnya, pada penelitian ini analisis peranan sektor kehutanan tidak hanya dilihat dari sisi PDRB saja tetapi juga dari manfaat ekonomi lain seperti jasa lingkungan yang dihasilkan sumber daya hutan. Manfaat ekonomi lain yang diperhitungkan berupa hasil yang langsung dikonsumsi masyarakat, illegal logging, illegal trading, nilai tambah, nilai air, udara bersih dan manfaat berupa efisiensi kelembagaan dan keberadaan/pelestarian hutan yang memberikan tambahan output sektor kehutanan. Disamping itu, juga diperhitungkan manfaat ekonomi yang bersifat negatif berupa deforestasi dan erosi. Dengan demikian dihasilkan kontribusi bersih sektor kehutanan terhadap perekonomian wilayah dalam bentuk PDRB hijau Propinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukan bahwa kontribusi sektor kehutanan akan lebih kecil dengan memperhitungkan kerusakan lingkungan sehingga PDRB bersih Propinsi Jawa Tengah juga mengalami penurunan.

Noor (2004) menganalisis sektor ekonomi yang berpengaruh terhadap adanya deforestasi dan reforestasi hutan di Kabupaten Kutai Timur dengan menggunakan pendekatan sistem neraca sosial ekonomi (SNSE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi yang mempengaruhi kegiatan deforestasi disebabkan adanya pengaruh Perdagangan, Restoran, dan Hotel (PRH) yang ditunjukkan oleh empat jalur Modal Swasta Dalam Kabupaten (MSDK) ke kayu yang memiliki pengaruh global paling kuat adalah melalui PRH. Dengan kata lain pengaruh MSDK terhadap kegiatan penebangan hutan paling besar terjadi melalui PRH. Sektor PRH ini sangat besar pengaruhnya, karena sektor inilah yang banyak menggunakan kayu untuk keperluan usaha, bangunan, dan untuk bahan bakar.


(1)

Lampiran 16.Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Kayu Gergajian

Terhadap Penciptaan Lapangan Kerja

FINAL DEMAND EMPLOYMENT EFFECTS (u) IO 2008 TESIS

───────────────────────────────────────────────────────────────────────── SECTOR F.DEMAND INDUST CONS'M TOTAL (%) FLOW-ON (%) ───────────────────────────────────────────────────────────────────────── 1 0.00 0.11 4.53 4.65 10.7 4.65 21.4 2 0.00 0.32 0.66 0.98 2.3 0.98 4.5 3 0.00 0.01 0.34 0.35 0.8 0.35 1.6 4 0.00 0.00 0.07 0.07 0.2 0.07 0.3 5 0.00 6.24 0.07 6.31 14.5 6.31 29.0 6 21.73 2.06 0.03 23.82 54.8 2.10 9.6 7 0.00 0.01 0.01 0.01 0.0 0.01 0.1 8 0.00 0.01 0.05 0.07 0.2 0.07 0.3 9 0.00 0.01 0.02 0.02 0.1 0.02 0.1 10 0.00 0.05 0.06 0.11 0.2 0.11 0.5 11 0.00 0.01 0.26 0.27 0.6 0.27 1.2 12 0.00 0.00 0.01 0.01 0.0 0.01 0.0 13 0.00 0.00 0.04 0.04 0.1 0.04 0.2 14 0.00 0.00 0.01 0.01 0.0 0.01 0.1 15 0.00 0.02 0.21 0.23 0.5 0.23 1.0 16 0.00 0.01 0.03 0.04 0.1 0.04 0.2 17 0.00 0.08 0.17 0.24 0.6 0.24 1.1 18 0.00 0.04 0.03 0.06 0.1 0.06 0.3 19 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0 0.00 0.0 20 0.00 0.00 0.01 0.01 0.0 0.01 0.1 21 0.00 0.01 0.02 0.03 0.1 0.03 0.2 22 0.00 0.10 0.18 0.28 0.6 0.28 1.3 23 0.00 0.02 0.02 0.04 0.1 0.04 0.2 24 0.00 0.04 0.03 0.07 0.2 0.07 0.3 25 0.00 1.18 1.59 2.77 6.4 2.77 12.7 26 0.00 0.03 0.30 0.33 0.8 0.33 1.5 27 0.00 0.59 0.54 1.13 2.6 1.13 5.2 28 0.00 0.02 0.09 0.11 0.3 0.11 0.5 29 0.00 0.13 0.15 0.28 0.7 0.28 1.3 30 0.00 0.32 0.79 1.11 2.6 1.11 5.1 ───────────────────────────────────────────────────────────────────────── TOTAL 21.73 11.43 10.32 43.48 100.0 21.75 100.0 MULTIPLIER 1.00 0.53 0.47 2.00 1.00


(2)

Lampiran 17.Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Kayu Lapis

Terhadap Penciptaan Lapangan Kerja

FINAL DEMAND EMPLOYMENT EFFECTS (u) IO 2008 TESIS

───────────────────────────────────────────────────────────────────────── SECTOR F.DEMAND INDUST CONS'M TOTAL (%) FLOW-ON (%) ───────────────────────────────────────────────────────────────────────── 1 0.00 0.32 3.60 3.92 13.2 3.92 20.7 2 0.00 0.52 0.52 1.05 3.5 1.05 5.5 3 0.00 0.05 0.27 0.32 1.1 0.32 1.7 4 0.00 0.00 0.05 0.06 0.2 0.06 0.3 5 0.00 3.82 0.05 3.88 13.0 3.88 20.5 6 0.00 1.05 0.03 1.07 3.6 1.07 5.7 7 10.86 0.54 0.01 11.41 38.3 0.55 2.9 8 0.00 0.03 0.04 0.08 0.3 0.08 0.4 9 0.00 0.01 0.01 0.03 0.1 0.03 0.1 10 0.00 0.11 0.05 0.16 0.5 0.16 0.8 11 0.00 0.02 0.21 0.23 0.8 0.23 1.2 12 0.00 0.00 0.01 0.01 0.0 0.01 0.0 13 0.00 0.00 0.03 0.03 0.1 0.03 0.2 14 0.00 0.01 0.01 0.02 0.1 0.02 0.1 15 0.00 0.10 0.16 0.26 0.9 0.26 1.4 16 0.00 0.02 0.02 0.05 0.2 0.05 0.2 17 0.00 0.36 0.13 0.49 1.6 0.49 2.6 18 0.00 0.06 0.02 0.08 0.3 0.08 0.4 19 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0 0.00 0.0 20 0.00 0.01 0.01 0.02 0.1 0.02 0.1 21 0.00 0.02 0.02 0.03 0.1 0.03 0.2 22 0.00 0.16 0.14 0.30 1.0 0.30 1.6 23 0.00 0.03 0.02 0.05 0.2 0.05 0.2 24 0.00 0.04 0.03 0.07 0.2 0.07 0.4 25 0.00 1.43 1.26 2.69 9.0 2.69 14.2 26 0.00 0.14 0.24 0.38 1.3 0.38 2.0 27 0.00 1.13 0.43 1.56 5.2 1.56 8.2 28 0.00 0.03 0.07 0.10 0.3 0.10 0.5 29 0.00 0.17 0.12 0.29 1.0 0.29 1.5 30 0.00 0.57 0.63 1.20 4.0 1.20 6.3 ───────────────────────────────────────────────────────────────────────── TOTAL 10.86 10.76 8.19 29.81 100.0 18.95 100.0 MULTIPLIER 1.00 0.99 0.75 2.75 1.75


(3)

Lampiran 18.Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Pulp Terhadap

Penciptaan Lapangan Kerja

FINAL DEMAND EMPLOYMENT EFFECTS (u) IO 2008 TESIS

───────────────────────────────────────────────────────────────────────── SECTOR F.DEMAND INDUST CONS'M TOTAL (%) FLOW-ON (%) ───────────────────────────────────────────────────────────────────────── 1 0.00 1.33 4.42 5.75 16.4 5.75 22.8 2 0.00 0.50 0.64 1.15 3.3 1.15 4.6 3 0.00 0.07 0.33 0.40 1.1 0.40 1.6 4 0.00 0.00 0.07 0.07 0.2 0.07 0.3 5 0.00 2.03 0.07 2.10 6.0 2.10 8.3 6 0.00 0.07 0.03 0.10 0.3 0.10 0.4 7 0.00 0.01 0.01 0.02 0.1 0.02 0.1 8 0.00 0.05 0.05 0.10 0.3 0.10 0.4 9 9.82 4.28 0.02 14.13 40.3 4.30 17.0 10 0.00 0.16 0.06 0.21 0.6 0.21 0.8 11 0.00 0.03 0.26 0.28 0.8 0.28 1.1 12 0.00 0.00 0.01 0.01 0.0 0.01 0.0 13 0.00 0.00 0.04 0.04 0.1 0.04 0.1 14 0.00 0.01 0.01 0.02 0.0 0.02 0.1 15 0.00 0.04 0.20 0.24 0.7 0.24 1.0 16 0.00 0.05 0.03 0.07 0.2 0.07 0.3 17 0.00 0.39 0.16 0.56 1.6 0.56 2.2 18 0.00 0.09 0.03 0.11 0.3 0.11 0.4 19 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0 0.00 0.0 20 0.00 0.01 0.01 0.01 0.0 0.01 0.1 21 0.00 0.02 0.02 0.04 0.1 0.04 0.2 22 0.00 0.25 0.17 0.42 1.2 0.42 1.7 23 0.00 0.03 0.02 0.05 0.1 0.05 0.2 24 0.00 0.06 0.03 0.09 0.3 0.09 0.4 25 0.00 3.01 1.55 4.57 13.0 4.57 18.1 26 0.00 0.20 0.30 0.50 1.4 0.50 2.0 27 0.00 1.48 0.53 2.01 5.7 2.01 8.0 28 0.00 0.06 0.09 0.15 0.4 0.15 0.6 29 0.00 0.35 0.15 0.50 1.4 0.50 2.0 30 0.00 0.61 0.77 1.38 3.9 1.38 5.5 ───────────────────────────────────────────────────────────────────────── TOTAL 9.82 15.19 10.06 35.08 100.0 25.25 100.0 MULTIPLIER 1.00 1.55 1.02 3.57 2.57


(4)

Lampiran 19.Dampak Peningkatan Output Sektor Industri Mebel dan

Kerajinan Kayu-Rotan Terhadap Penciptaan Lapangan Kerja

FINAL DEMAND EMPLOYMENT EFFECTS (u) IO 2008 TESIS

───────────────────────────────────────────────────────────────────────── SECTOR F.DEMAND INDUST CONS'M TOTAL (%) FLOW-ON (%) ───────────────────────────────────────────────────────────────────────── 1 0.00 0.46 4.16 4.62 12.6 4.62 17.3 2 0.00 1.00 0.61 1.61 4.4 1.61 6.0 3 0.00 0.03 0.31 0.35 0.9 0.35 1.3 4 0.00 0.00 0.06 0.07 0.2 0.07 0.3 5 0.00 4.83 0.06 4.89 13.3 4.89 18.3 6 0.00 5.31 0.03 5.34 14.5 5.34 20.0 7 0.00 0.41 0.01 0.42 1.1 0.42 1.6 8 9.94 0.28 0.05 10.26 28.0 0.33 1.2 9 0.00 0.02 0.02 0.03 0.1 0.03 0.1 10 0.00 0.09 0.05 0.14 0.4 0.14 0.5 11 0.00 0.04 0.24 0.29 0.8 0.29 1.1 12 0.00 0.00 0.01 0.01 0.0 0.01 0.0 13 0.00 0.00 0.03 0.03 0.1 0.03 0.1 14 0.00 0.01 0.01 0.02 0.1 0.02 0.1 15 0.00 0.08 0.19 0.27 0.7 0.27 1.0 16 0.00 0.03 0.02 0.05 0.1 0.05 0.2 17 0.00 0.24 0.15 0.39 1.1 0.39 1.5 18 0.00 0.05 0.03 0.07 0.2 0.07 0.3 19 0.00 0.00 0.00 0.00 0.0 0.00 0.0 20 0.00 0.02 0.01 0.03 0.1 0.03 0.1 21 0.00 0.03 0.02 0.05 0.1 0.05 0.2 22 0.00 0.11 0.16 0.28 0.8 0.28 1.0 23 0.00 0.03 0.02 0.05 0.1 0.05 0.2 24 0.00 0.06 0.03 0.08 0.2 0.08 0.3 25 0.00 2.31 1.46 3.77 10.3 3.77 14.1 26 0.00 0.06 0.28 0.34 0.9 0.34 1.3 27 0.00 0.98 0.49 1.48 4.0 1.48 5.5 28 0.00 0.05 0.08 0.13 0.4 0.13 0.5 29 0.00 0.20 0.14 0.34 0.9 0.34 1.3 30 0.00 0.56 0.72 1.29 3.5 1.29 4.8 ───────────────────────────────────────────────────────────────────────── TOTAL 9.94 17.30 9.46 36.69 100.0 26.76 100.0 MULTIPLIER 1.00 1.74 0.95 3.69 2.69


(5)

Lampiran 20.Backward Linkages Sektor - Sektor Berbasis Kehutanan

OPEN INVERSE MATRIX COLUMN OUTPUT LINKAGES IO 2008 TESIS

───────────────────────────────────────────────────────────────────────── Sector Column Column Standard Coefficient Backward Backward Total Mean Deviation Variation Linkage Spread ───────────────────────────────────────────────────────────────────────── 1 1.3806 0.0460 0.1898 4.1246 0.7029 1.2614 2 1.7467 0.0582 0.1995 3.4258 0.8892 1.0477 3 2.0455 0.0682 0.2260 3.3150 1.0413 1.0138 4 1.4610 0.0487 0.2035 4.1785 0.7438 1.2779 5 1.4423 0.0481 0.1844 3.8351 0.7342 1.1729 6 1.7178 0.0573 0.2000 3.4921 0.8745 1.0680 7 2.0114 0.0670 0.1901 2.8350 1.0240 0.8670 8 2.2390 0.0746 0.1884 2.5247 1.1398 0.7721 9 2.6584 0.0886 0.2602 2.9368 1.3534 0.8982 10 1.3252 0.0442 0.2088 4.7259 0.6746 1.4453 11 2.2094 0.0736 0.2255 3.0614 1.1248 0.9363 12 2.1812 0.0727 0.1884 2.5918 1.1104 0.7927 13 1.7188 0.0573 0.1987 3.4689 0.8750 1.0609 14 2.4130 0.0804 0.2062 2.5633 1.2284 0.7839 15 2.3260 0.0775 0.2267 2.9240 1.1841 0.8943 16 2.3568 0.0786 0.2196 2.7951 1.1998 0.8548 17 2.3527 0.0784 0.2643 3.3699 1.1977 1.0306 18 1.5640 0.0521 0.2014 3.8637 0.7962 1.1816 19 1.8976 0.0633 0.1986 3.1397 0.9660 0.9602 20 1.9341 0.0645 0.1870 2.8999 0.9846 0.8869 21 2.1047 0.0702 0.2245 3.2000 1.0714 0.9787 22 2.5565 0.0852 0.2907 3.4119 1.3015 1.0435 23 2.0500 0.0683 0.2136 3.1258 1.0436 0.9560 24 2.2164 0.0739 0.1866 2.5256 1.1283 0.7724 25 1.8697 0.0623 0.1887 3.0280 0.9518 0.9261 26 2.0706 0.0690 0.1864 2.7009 1.0541 0.8260 27 2.1201 0.0707 0.2026 2.8668 1.0793 0.8767 28 1.3865 0.0462 0.1953 4.2262 0.7058 1.2925 29 1.5979 0.0533 0.2146 4.0282 0.8135 1.2319 30 1.9756 0.0659 0.1916 2.9088 1.0057 0.8896 ───────────────────────────────────────────────────────────────────────── Total 58.9296 1.9643 6.2616 98.0931 30.0000 30.0000 Average 1.9643 0.0655 0.2087 3.2698 1.0000 1.0000 ───────────────────────────────────────────────────────────────────────── Backward Linkage = Column Mean / Average Column Mean


(6)

Lampiran 21. Forward Linkages Sektor - Sektor Berbasis Kehutanan

OPEN INVERSE MATRIX COLUMN OUTPUT LINKAGES IO 2008 TESIS

───────────────────────────────────────────────────────────────────────── Sector Column Column Standard Coefficient Forward Forward Total Mean Deviation Variation Linkage Spread ───────────────────────────────────────────────────────────────────────── 1 2.0108 0.0670 0.2177 3.2487 0.9717 0.9640 2 2.8298 0.0943 0.2257 2.3928 1.3676 0.7101 3 1.8787 0.0626 0.2233 3.5664 0.9079 1.0583 4 1.6125 0.0538 0.2099 3.9049 0.7793 1.1588

5 2.3918 0.0797 0.2081 2.6101 1.1559 0.7746

6 2.3708 0.0790 0.2272 2.8749 1.1457 0.8531 7 2.0626 0.0688 0.2274 3.3081 0.9968 0.9817 8 1.3690 0.0456 0.1889 4.1404 0.6616 1.2287 9 3.2732 0.1091 0.3051 2.7964 1.5818 0.8298 10 2.8801 0.0960 0.2181 2.2719 1.3919 0.6742 11 1.5340 0.0511 0.2205 4.3122 0.7413 1.2796 12 1.4256 0.0475 0.1858 3.9102 0.6890 1.1604 13 1.1502 0.0383 0.2007 5.2346 0.5559 1.5534 14 2.2005 0.0733 0.2415 3.2919 1.0634 0.9769 15 1.4586 0.0486 0.2276 4.6813 0.7049 1.3892 16 2.3531 0.0784 0.2230 2.8427 1.1372 0.8436 17 3.0452 0.1015 0.2599 2.5607 1.4717 0.7599 18 2.5610 0.0854 0.1928 2.2583 1.2377 0.6702 19 2.1691 0.0723 0.2517 3.4818 1.0483 1.0332 20 2.0684 0.0689 0.2255 3.2704 0.9996 0.9705 21 2.5703 0.0857 0.2632 3.0723 1.2422 0.9117 22 2.2686 0.0756 0.2913 3.8527 1.0964 1.1433 23 2.3962 0.0799 0.2049 2.5654 1.1580 0.7613 24 1.1623 0.0387 0.1841 4.7506 0.5617 1.4097 25 1.7545 0.0585 0.1875 3.2062 0.8479 0.9514 26 1.3754 0.0458 0.1826 3.9825 0.6647 1.1818 27 2.0921 0.0697 0.1998 2.8644 1.0110 0.8500 28 1.8397 0.0613 0.1967 3.2070 0.8891 0.9517 29 2.5382 0.0846 0.2217 2.6201 1.2267 0.7775 30 1.4342 0.0478 0.1919 4.0151 0.6931 1.1915 ───────────────────────────────────────────────────────────────────────── Total 62.0764 2.0692 6.6042 101.0949 30.0000 30.0000 Average 2.0692 0.0690 0.2201 3.3698 1.0000 1.0000 ───────────────────────────────────────────────────────────────────────── Forward Linkage = Column Mean / Average Column Mean