Analisis Dampak Analisis Keterkaitan Antar Sektor

dimana : Δ = perubahan nilai dari variabel dan parameter X = total output α 1 = I – A -1 1 = invers matriks identitas dikurangi matriks koefisien input-output domestik tahun proyeksi 1 = matriks rasio penawaran domestik terhadap permintaan total tahun proyeksi Fd = permintaan akhir domestik E = ekspor

4.4.2. Analisis Dampak

Sonis dan Hewings 2000, analisis dampak impact analysis pada model I-O Miyazawa dapat digunakan untuk mengukur besarnya dampak peningkatan output suatu sektor, dalam hal ini sektor-sektor berbasis kehutanan, terhadap distribusi pendapatan rumahtangga. Pada model I-O Miyazawa, pendapatan rumahtangga pada berbagai kelompok pendapatan dimasukan dalam matriks kuadran I matriks M atau matriks A pada Tabel I-O Leontief. Analisis dampak pada penelitian ini digunakan untuk melihat besarnya dampak perubahan output sektor berbasis kehutanan terhadap distribusi pendapatan rumahtangga dengan menggunakan matriks Miyazawa M dan penciptaan lapangan kerja dengan menggunakan matriks Leontief A. Miller dan Blair 1985, persamaan analisis dampak secara umum dituliskan sebagai berikut : i ij i F X     dimana : ΔX = perubahan pendapatan rumahtangga menurut golongan pendapatan atau perubahan lapangan kerja α ij = matriks kebalikan leontief I-A -1 atau matriks kebalikan leontief untuk matriks Miyazawa I-M -1 ΔF = perubahan output karena perubahan permintaan akhir i = sektor berbasis kehutanan

4.4.3. Analisis Keterkaitan Antar Sektor

Analisis keterkaitan merupakan analisis untuk melihat sejauhmana suatu sektor perekonomian, dalam hal ini sektor berbasis kehutanan, mampu mendorong pertumbuhan sektor hulu maupun sektor hilirnya. Analisis keterkaitan juga mengindikasikan apakah sektor berbasis kehutanan dapat menjadi sektor kunci dalam perekonomian nasional atau tidak. Analisis keterkaitan pada penelitian ini menggunakan Tabel I-O Indonesia tahun 2008. Analisis indeks keterkaitan mulanya dikembangkan oleh Rasmussen 1956 dan Hirschman 1958 untuk melihat keterkaitan antar sektor, terutama untuk menentukan strategi kebijakan pembangunan. Konsep ini kemudian diperbaiki oleh Cella 1984 dan diterapkan oleh Clements dan Rossi 1991. Dikenal dua jenis keterkaitan yaitu keterkaitan ke belakang backward linkages dan keterkaitan ke depan forward linkages. Keterkaitan ke belakang mencerminkan kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi apabila BL j mempunyai nilai lebih besar dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai indeks total keterkaitan ke belakang adalah : BL j =      n i n j ij n i ij n 1 1 1   dimana: BL j = indeks total keterkaitan ke belakang sektor j α ij = matriks kebalikan leontief Keterkaitan ke depan merupakan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor tersebut. Sektor i dikatakan mempunyai indeks total keterkaitan ke depan yang tinggi apabila nilai FLi lebih besar dari satu. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : FL i =      n i n j ij n j ij n 1 1 1   dimana: FL i = indeks total keterkaitan ke depan sektor i α ij = matriks kebalikan leontief Tabel I-O Indonesia Tahun 2008 merupakan bentuk model I-O sisi permintaan demand driven model yang mengasumsikan perekonomian tumbuh apabila ada peningkatan final demand sebagai exogenous factor. Sementara model I-O sisi penawaran supply side model diasumsikan perekonomian dimungkinkan dapat tumbuh bukan oleh final demand tetapi karena adanya perubahan biaya input primer sebagai exogenous factor. Terkait dengan perhitungan keterkaitan sektor, menurut West 1993 menyatakan bahwa keterkaitan ke belakang backward linkage dalam model I-O sisi permintaan merupakan forward linkage dalam model model I-O sisi penawaran.

V. ANALISIS PERTUMBUHAN GROSS OUTPUT SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN

5.1. Profil Sektor Berbasis Kehutanan di Indonesia

Sektor berbasis kehutanan adalah sektor yang outputnya terdiri dari kayu, hasil hutan non kayu, dan kayu olahan. Berdasarkan klasifikasi sektor dalam tabel I-O Indonesia, sektor berbasis kehutanan terdiri dari sektor kayu dan hasil hutan lainnya kehutanan dan sektor industri kayu yang dirinci menjadi industri kayu gergajian, industri kayu lapis, industri pulp dan industri barang yang terbuat dari kayu, bambu dan rotan atau disebut sebagai industri mebel dan kerajinan. Sektor- sektor tersebut memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Adapun perkembangan secara umum masing-masing sektor diuraikan berikut ini.

5.1.1. Profil Sektor Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Kehutanan

Peran sektor kayu dan hasil hutan lainnya atau sektor kehutanan pada dekade 1980-an merupakan sektor strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional saat itu yang masih bertumpu pada sumberdaya alam, khususnya kayu dan produk turunannya dalam menghasilkan devisa. Namun demikian, saat ini kondisi sumberdaya hutan Indonesia berada dalam kondisi yang kritis akibat eksploitasi yang berlebihan tanpa memperhitungkan aspek kelestarian dan lingkungan. Selama ini pemanfaatan hutan khususnya kayu dilakukan dengan cara menebang besar-besaran di hutan alam yang ketersediaannya semakin menipis. Oleh karena itu, esensi pembangunan kehutanan ke depan yaitu mengoptimalkan pengelolaan hutan yang masih tersisa melalui pengelolaan hutan lestari. Dengan