I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia telah mengalami perubahan paradigma dalam konsep pembangunan nasionalnya. Hal itu terjadi sejak diberlakukannya Undang-Undang
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang tersebut menerangkan dengan jelas tentang perubahan konsep perencanaan, pengelolaan
sumberdaya dan kelembagaan baik di tingkat pusat dan daerah. Dari sanalah kata desentralisasi atau yang lebih populer dengan otonomi daerah kita kenal dimana
pemerintah daerah memerankan semua fungsi pengelolaan wilayah baik administrasi maupun pembangunannya. Diharapkan dengan lahirnya otonomi
daerah tersebut, daerah dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya
berdasarkan nilai-nilai lokal.
Secara umum setiap daerah di Indonesia berusaha untuk mengembangkan seoptimal mungkin potensinya yang salah satunya adalah sektor pariwisata. Salah
satu sumberdaya wisata yang sangat potensial adalah wisata berbasis pada sumberdaya alam termasuk lanskap perdesaan dan pertanian yang memiliki
kekayaan dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentukan serta adat dan budaya lokal yang menyertainya. Basis pengembangan ini sangat vital mengingat
sebagian besar wilayah Indonesia masih berupa perdesaan yang didominasi oleh akivitas pertanian dengan segala tradisi budayanya. Kondisi tersebutlah yang
memiliki nilai atraktif dan turistik yang berpotensi untuk dikelola dan dikembangkan bagi kesejahteraan manusia.
Salah satu daerah yang sedang mengembangkan sektor pariwisatanya adalah Desa Ketep. Desa yang berada di Kecamatan Sawangan, Kabupaten
Magelang ini merupakan salah satu bagian dari Agropolitan Merapi Merbabu yang telah berkembang menjadi kawasan wisata yang populer. Objek utamanya
adalah fenomena keunikan yang dimiliki oleh Gunung Merapi dan Merbabu. Meskipun demikian, terdapat beberapa kendala dalam mengembangkan kawasan
ini seperti kerentanan kawasan terhadap potensi tanah longsor dari rombakan material vulkanik yang tinggi dan kawasan merupakan daerah rawan bencana
bahaya satu yang termasuk ke dalam daerah yang harus diwaspadai. Selain itu
kawasan ini belum memiliki strategi yang tepat dalam menghadapi serbuan pengunjung akibat adanya Ketep Pass yang memiliki dampak positif dengan
meningkatnya kegiatan ekonomi dan negatif seperti masalah sampah, limbah, tata guna lahan dan kerusakan lingkungan DPTR Jateng, 2004
Pada dasarnya, daerah ini merupakan daerah pertanian yang subur yang juga berpotensi untuk dikembangkan menjadi daerah wisata pertanian
agrowisata. Hal itu juga didukung dari terpilihnya kawasan ini menjadi penerima Program Rintisan Dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian
Prima Tani pada tahun 2005. Prima Tani merupakan program dari Balitbang Departemen Pertanian yang berfungsi sebagai jembatan penghubung langsung
antara Balitbang Pertanian sebagai penghasil inovasi dengan lembaga penyampaian inovasi delivery system maupun pelaku agribisnis receiving
system pengguna inovasi. Program ini bertujuan mempercepat waktu, meningkatkan kadar dan memperluas prevalensi adopsi teknologi inovatif yang
dihasilkan Balitbang Pertanian serta memperoleh umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat guna spesifik dalam rangka mewujudkan penelitian
dan pengembangan berorientasi kebutuhan pengguna Deptan, 2005. Pengembangan Agrowisata berbasis ecovillage di Desa Ketep merupakan
pendekatan yang ideal dikembangkan untuk menjembatani setiap potensi dan permasalahan yang ada di sana. Ecovillage merupakan sebuah konsep
permukiman berskala manusia dengan fitur-fitur yang lengkap dimana kegiatan manusia yang berkaitan dengan alam tidaklah destruktif dalam rangka mendukung
pembangunan manusia yang sehat dengan tetap mempertahankan lingkungan yang lestari dalam waktu yang tak terbatas. Konsep ini bertujuan menciptakan
lingkungan ketetanggaan yang bersifat kekeluargaan dan gaya hidup yang lestari dengan memiliki landasan spiritual Nurlaelih, 2005 dimana hal tersebut
dibutuhkan untuk memberikan keseimbangan antara kebutuhan manusia dengan daya dukung alam.
Dalam pelaksanaannya, konsep ini akan memposisikan masyarakat sebagai basis dari pengembangannya. Masyarakat akan berperan sebagai subyek
sekaligus objek dari agrowisata tersebut sehingga kepemilikan terhadap agrowisata akan meningkat. Keterlibatan tersebut dapat tercermin dari pola
kehidupan mereka yang selalu menjaga dinamisasi dan keharmonisan antar sesama dan juga selalu menerapkan pola-pola pertanian konservatif atau pola
pertanian yang mampu menjaga kelestarian lahan pertanian sebagai penyedia kebutuhan mereka.
Pengembangan daerah wisata harus memperhatikan keaslian dan lokalitas dari seluruh sumberdaya alam dan budaya serta lingkungan agar tak terjadi
degradasi Bunn dalam Yuzni, 1994. Dengan begitu, peningkatan konservasi lingkungan, estetika dan keindahan alam, memberikan nilai rekreasi,
meningkatkan kegiatan ilmiah dan ilmu pengetahuan dan juga ekonomi melalui peningkatkan pendapatan, peningkatkan standar hidup dan menstimulus sektor-
sektor produktivitas ekonomi dapat terwujud Tirtawinata, 1996. Melalui identifikasi dan perencanaan agrowisata perdesaan berbasis ecovillage ini
diharapkan potensi agrowisata yang ada di Desa Ketep dapat berkembang dan lestari.
1.2 Tujuan