1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai nilai esensial yang tinggi dalam kehidupan sehingga sudah selayaknya pendidikan mendapatkan perhatian yang vital baik di kalangan
pemerintah maupun pelaku pendidikan. Dalam kurikulum KTSP di jenjang SD pemerintah telah menetapkan kompetensi-kompetensi dasar yang disesuaikan
dengan kebutuhan anak usia SD. Ilmu Pengetahuan Alam IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang
esensinya diberikan kepada anak usia wajib belajar SDsederajat sampai SMPsederajat. Pembahasan IPA menyangkut segala sesuatu yang terdapat di alam
baik di bumi maupun diluar bumi antariksa. Urgensi IPA disebutkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan pengalaman langsung untuk menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pentingnya IPA yang
disebutkan dalam regulasi tersebut menjadi entitas utama bagi siswa untuk
memahami materi yang telah di tetapkan pemerintah dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Tujuan mata pelajaran IPA SD dalam KTSP 2006, diantaranya agar siswa memiliki kemampuan memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan YME,
mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan
rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
Penetapan kompetensi siswa oleh pemerintah ditujukan untuk mewujudkan regulasi dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Regulasi tersebut
merumuskan bahwa
pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Dalam KTSP 2006 mata pelajaran IPA kelas IV semester 1 KD 4.1 terdapat
materi yang menyinggung tentang daur hidup hewan. Daur hidup merupakan tahapan proses hidup yang berlangsung secara berkesinambungan. Materi ini
menjadi hal yang esensial untuk dipelajari siswa karena menyangkut perubahan mahluk hidup dalam proses perkembangbiakannya. Proses perkembangbiakan
tersebut berhubungan dengan bagaimana mahluk hidup mempertahankan jenisnya.
Tahapan hidup hewan yang berbeda sering kali tidak disadari bahwa hewan yang indah seperti kupu-kupu adalah berasal dari sebuah kepompong yang tidak
bergerak. Hal ini erat kaitannya dengan metamorfosis hewan yang mengalami perubahan bentuk yang berbeda dalam setiap tahapan daur hidupnya. Aplikasi
materi daur hidup hewan dalam kehidupan sehari-hari oleh siswa dapat digunakan untuk membantu atau mencegah hewan tersebut untuk berkembangan biak.
Misalnya, ulat yang terdapat pada tanaman dapat dibasmi atau dipindahkan agar tidak mengganggu tanaman itu, nyamuk yang merupakan hewan berbahaya dapat
dicegah dengan sering membersihkan bak mandi atau tempat air yang tergenang, dan sebagainya. Dengan ini, materi daur hidup hewan merupakan materi yang
menjadi kompetensi penting baik untuk diri siswa sendiri maupun untuk mahluk hidup lain disekitarnya.
Berdasarkan data dokumen yang peneliti himpun di SDN Bendan Ngisor, hasil belajar siswa mata pelajaran IPA baik di kelas IVA maupun di Kelas IVB telah
mencapai standar KKM 65 dengan ketuntasan klasikal 50 siswa. Data nilai ulangan harian IPA kelas IVA terdapat sebanyak 67 27 siswa yang
mendapatkan nilai ≥ 65 dan 33 13 siswa lainnya belum tuntas hasil belajarnya. Sedangkan data nilai kelas IVB, siswa yang memperoleh nilai diatas KKM adalah
sebanyak 60 24 siswa sementara 40 siswa 16 siswa belum memenuhi standar KKM Lampiran 2.
Ketuntasan belajar tersebut ditentukan oleh banyak faktor baik faktor dalam maupun faktor luar. Faktor dalam dapat disebabkan oleh faktor keluarga misalnya
perhatian orang tua terhadap anak belum cukupkurang, atau terdapat masalah
keluarga yang dibawa ke sekolah. Sedangkan faktor luar dapat ditunjukkan dengan adanya kreativitas guru dalam menyampaikan materi ajar walaupun hanya dengan
menggunakan metode ceramah bervariasi ceramah, tanya jawab, penugasan dan terkadang inkuiri. Selain itu, dapat juga ditinjau dari penggunaan media yang
dimanfaatkan oleh guru dengan baik. Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, di SDN Bendan Ngisor mempunyai banyak media pembelajaran yang diletakkan di
laboratorium pembelajaran dan perpustakaan Lampiran 7. Selain hasil belajar, faktor-faktor tersebut juga mempengaruhi aktivitas siswa
dalam belajar. Berdasarkan wawancara dengan guru kelas IVB, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA di SDN Bendan Ngisor kebanyakan masih pasif,
komunikasi edukatif yang dikehendaki masih minim terbangun, dan siswa sering melakukan kesibukan sendiri dan bahkan mengganggu teman yang lain walaupun
terkadang guru menggunakan media pembelajaran Lampiran 1. Kondisi riil di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak pelaku pendidikan
yang mengharapkan siswanya duduk rapi, diam, dan lakukan lakukan perintah. Hal tersebut tentunya akan membatasi siswa dalam mengembangkan aktivitasnya
dalam proses belajar. Pada hakikatnya, siswa tidak hanya belajar dari guru saja, namun siswa dapat juga belajar dari teman sebayanya. Belajar merupakan suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya
Sutikno, 2010:5. Jika siswa kurang diberikan ruang gerak untuk belajar dengan siswa lain maka tidak menutup kemungkinan siswa yang kurang faham akan
cenderung untuk diam saja. Seyogyanya, siswa perlu dilibatkan secara aktif dalam
kegiatan belajar sehingga siswa mampu menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya dengan baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
menerapkan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran koooperatif merupakan pembelajaran yang dilakukan secara
berkelompok oleh siswa untuk saling membantu dalam memahami materi pelajaran. Slavin 2010:4 mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif
merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam
mempelajari materi pelajaran. Pembelajaran ini mempunyai banyak varian metode. Diantaranya yaitu Jigsaw, NHT Numbered Head Together, STAD Student Teams
Achievement Division, TGT Team Games Tournament, TSTS Two Stay Two Stray, dll.
Pada implementasi pembelajaran IPA materi Daur Hidup Hewan, peneliti menerapkan metode pembelajaran TSTS. Karena, dengan metode ini siswa akan
diberikan kesempatan belajar bukan sekedar menerima apa yang diberikan guru, namun juga dapat belajar dari siswa yang lain, sehingga siswa dapat membantu
membelajarkan siswa lain yang kesulitan terhadap materi ajar. Selain itu, siswa akan dituntut untuk melakukan tugas kelompok dengan tanggung jawab yang jelas
sehingga ketergantungan positif akan terbangun dalam kelompok tersebut. Dengan ini, Metode Two Stay Two Stray TSTS akan menumbuhkan aktivitas siswa dan
komunikasi edukatif dalam proses pembelajaran sehingga unsur monotonsatu arah dapat dihilangkan.
Implementasi metode Two Stay Two Stray TSTS adalah dengan pembentukan kelompok yang anggotanya sekurang-kurangnya ada 4 orang.
Mekanisme kerja kelompokya, setelah setiap kelompok mendiskusikan suatu permasalahan, 2 anggota duta dari setiap kelompok berkunjung ke kelompok lain
untuk mencari informasi tentang apa yang didiskusikan kelompok lain tersebut. Apabila duta tersebut telah selesai mengunjungi semua kelompok, kemudian
mereka kembali ke kelompoknya dan memberitahukan informasi yang diperoleh kepada semua anggota kelompok Suprijono, 2013:93.
Pemilihan metode Two Stay Two Stray dalam penelitian eksperimen ini berdasarkan penelitian eksperimen oleh Wijana, dkk 2014 yang berjudul
“Pengaruh Model Pembelajaran TSTS terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Di Desa Kaliasem Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng”. Hasil penelitian
membuktikan bahwa rata-rata skor hasil belajar IPA dengan model pembelajaran TSTS sebesar 32,54. Sedangkan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa dengan
pembelajaran konvensional sebesar 18,94. Dari data tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar IPA dengan pembelajaran TSTS lebih baik dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional. Dalam penelitian Mahyuni,
dkk 2014 dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray TSTS terhadap Prestasi
Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri 8 Padangsambian, Kecamatan Denpasar Barat Tahun Ajaran 20132014” menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray TSTS dengan siswa yang
dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 8 Padangsambian, Kecamatan Denpasar Barat tahun ajaran
20132014. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil
ℎ �
lebih dari yaitu
sebesar 6,336 2,000 dengan perolehan nilai rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih dari pada kelas kontrol yaitu sebesar 78,50 70,58.
Dari latar belakang tersebut, hal-hal yang dapat diidentifikasi dari data yang diperoleh di kelas IV SDN Bendan Ngisor adalah :
1. Metode pembelajaran yang digunakan guru lebih condong pada metode
konvensional yaitu ceramah bervariasi. Namun, terkadang juga menggunakan metode diskusi, dan inkuiri. Dengan metode tersebut, hasil belajar siswa telah
mencapai KKM dengan ketuntasan klasikal 50 siswa. 2.
Media pembelajaran yang ada dimanfaatkan dengan baik oleh guru sehingga proses belajar menjadi lebih efektif. Namun, masih terdapat beberapa siswa
yang sibuk sendiri, bergumam, atau menggannggu teman lain. 3.
Aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA kebanyakan masih pasif, komunikasi edukatif yang dikehendaki masih minim terbangun.
4. Data dokumen hasil belajar IPA kelas IVA terdapat sebanyak 67 27 dari
40 siswa yang mendapatkan nilai ≥ 65 KKM sedangkan di kelas IVB, siswa yang memperoleh nilai diatas KKM adalah sebanyak 60 24 dari 40 siswa.
Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar secara klasikal telah mencapai ketuntasan diatas 50 siswa.
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah yang terfokus pada penggunaan metode pembelajaran Two Stay Two Stray TSTS yang dibandingkan
dengan metode pembelajaran ceramah bervariasi terhadap aktivitas dan hasil belajar IPA di Kelas IV SDN Bendan Ngisor.
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan, urgensi IPA dalam materi daur hidup hewan sangat penting untuk dipelajari. Dengan menilik referensi jurnal
tentang TSTS, peneliti berupaya mengimplementasikan metode pembelajaran Two Stay Two Stray
TSTS dalam penelitian eksperimen dengan judul “Pengaruh Metode Pembelajaran Two Stay Two Stray TSTS terhadap aktivitas dan hasil
belajar IPA kelas IV SDN Bendan Ngisor”.
1.2 Rumusan Masalah