Teori Belajar Kognitivisme Pembelajaran IPA SD

Teori belajar konstruktivisme sesuai dengan penelitian yang peneliti lakukan. Implementasi metode TSTS akan membantu siswa dalam mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Selain itu, siswa dapat mengungkapkan pendapat serta saling membantu membelajarkan antarsiswa.

2.1.4.3.2 Teori Belajar Kognitivisme

Teori belajar kognitif memandang bahwa belajar merupakan proses pengolahan informasi yang ditekankan pada pengolahan internal dalam berpikir. Lapono 2008: 2.3 menjelaskan bahwa teori ini memandang manusia sebagai makhluk yang selalu aktif mencari dan menyeleksi informasi untuk diproses. Semakin tinggi tingkat perkembangan kognitif seseorang semakin tinggi pula kemampuan dan keterampilannya dalam memproses berbagai informasi atau pengetahuan yang diterimanya dari lingkungan. Tokoh yang terdapat dalam teori belajar kognitif antara lain: 1. Piaget Menurut Piaget dalam Rifa`i dan Anni, 2009: 207 mengemukakan bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Lebih lanjut, Piaget mengungkapkan 4 tahapan perkembangan kognitif individu yaitu sensory motor 0-2 tahun, pre operational 2-7 tahun, concrete operational 7-11 tahun, dan formal operational 11 tahun dalam Rifa’i dan Anni, 2010: 207. Ciri-ciri teori belajar kognitif menurut Piaget:  Memfokuskan pada proses berpikir anak, tidak sekedar pada produknya  Pengenalan dan pengakuan atas peranan atau keterlibatan aktif anak dalam kegiatan pembelajaran  Penerimaan perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan Berdasarkan penjelasan tersebut, teori belajar kognitif sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Siswa yang dibelajarkan menggunakan metode TSTS akan ditekankan pada proses berfikir anak baik dalam penyelesaikan masalah dalam tim maupun dalam pencarian informasi dari kelompok lain. Dengan ini, siswa akan berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. 2. Vygotsky Teori Vygotsky mengatakan bahwa siswa belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada pada daerah perkembangan terdekat atau zone of proximal development siswa. Daerah perkembangan terdekat adalah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang saat ini Ingidwati, 2008: 3-6. Vigotsky memfokuskan pada konteks sosiokultural perkembangan anak. Selanjutnya, Vygotsky meyakini bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerja sama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Ingidwati, 2008:8 Ciri-ciri teori belajar kognitif menurutVigotsky  Menekankan pada hakekat sosiokultural dari pembelajaran  Menyebutkan bahwa fungsi mental lebih tinggi ketika ada kerja sama antar individu zone of proximal development  Memberi bantuan pada proses awal pembelajaran scaffolding  Menghendaki susunan kelas seingga terbentuk pembelajaran yang kooperatif Dengan ini dapat disimpulkan bahwa teori belajar Vygotsky sesuai dengan pembelajaran yang peneliti lakukan. Metode TSTS dilakukan dengan pengelompokan siswa untuk bekerjasama menyelesaikan masalah. Selain itu, metode ini juga menekankan pada sosial siswa untuk mampu mengungkapkan pendapat dan bersosialisasi antarsiswa. 2.1.5 Metode Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray TSTS 2.1.5.1 Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menonjolkan kerjasama siswa dalam kelompok agar saling membantu dalam memahami materi pelajaran. Kerjasama tersebut dapat dibangun dengan berbagai kegiatan belajar misalnya dengan saling membantu memecahkan persoalan, diskusi membahas suatu permasalahan, mencari sumber belajar untuk saling disajikan, dan lain sebagainya. Slavin 2010:4 mengungkapkan gagasannya bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Pembelajaran kooperatif mengingatkan bahwa manusia merupakan mahluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain. Menilik akan hal ini, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menekankan pada aspek sosial individu dalam berinteraksi. Inti dari pembelajaran kooperatif adalah bekerjasama untuk saling mendukung dalam keberhasilan bagi semua anggota kelompok. Slavin 2010:8 menyebutkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif, siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beraggotakan 4 orang untuk menguasai materi yang disampaikan guru. Jika Slavin menegaskan anggota kelompok berjumlah 4 orang, lain halnya dengan pendapat Chaplin 1886, yaitu sebagai berikut. “a collection of individuals who have some charactericticin commonor who are pursuing a common goal. Two or more persons who interact in any way constitute a group. It is not necessary, however, for the members of a group to interact directly or in face to face manner.”Suprijono, 2013:56. Maksud dari pendapat Chaplin 1886 tersebut dapat ditafsirkan bahwa kelompok dapat terdiri dari 2 orang anggota atau lebih. Anggota kelompok tidak harus selamanya bertatapan secara langsung dalam berinteraksi. Jadi, kelompok yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif dapat beranggotakan 2 siswa atau lebih yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Interaksi tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara dan tidak hanya sekedar berinteraksi secara langsung. Pembelajaran kooperatif identik dengan belajar dengan cara berkelompok. Namun, untuk disebut sebagai pembelajaran kooperatif terdapat 5 unsur yang harus dipenuhi, yaitu Positive interdependence saling ketergantungan positif, Personal responsibility tanggung jawab perseorangan, Face to face promotive interaction interaksi promotif, Interpersonal skill komunikasi antaranggota, dan Group processing pemprosesan kelompok Suprijono, 2013: 58. Dari penjelaskan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif atau cooperative learning adalah pembelajaran yang beraksen pada kerjasama siswa dalam kelompok yang beranggotakan 2 siswa atau lebih untuk saling berinterkasi dan saling mempengaruhi agar dapat mencapai keberhasilan dalam memahami materi pelajaran.

2.1.5.2 Metode Pembelajaran Two Stay Two Stray TSTS

Dokumen yang terkait

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Terhadap Aktivitas Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN Lowokwaru 3 Malang

3 64 24

perbedaan hasil belajar biologi siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik jigsay dengan teknik two stay two stray (kuasi eksperimen di MTs PUI Bogor)

0 5 185

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V MIN 15 Bintaro Jakarta Selatan

1 10 130

Perbedaan hasil belajar ips siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik inside outside circle dan two stay two stray

0 12 0

Perbedaan Hasil Belajar Antara Siswa yang Menggunakan Metode Pembelajaran Two Stay Two Stray dan Jigsaw Pada Konsep Pencernaan

2 14 198

Pengaruh teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) terhadap hasil belajar siswa pada konsep archaebacteria dan eubacteria: kuasi eksperimen di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan.

0 9 243

perbedaan hasil belajar peserta didik menggunakan pendekatan sts, sets, dan stem pada pembelajaran konsep virus

3 22 77

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI METODE “TWO STAY TWO STRAY” (TSTS) Peningkatan Hasil Belajar Ipa Melalui Metode “Two Stay Two Stray” (Tsts) Pada Siswa Kelas Iv Sdn 02 Jatiharjo Kecamatan Jatipuro Tahun Ajaran 2011/2012.

0 1 16

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI METODE “TWO STAY TWO STRAY” (TSTS) Peningkatan Hasil Belajar Ipa Melalui Metode “Two Stay Two Stray” (Tsts) Pada Siswa Kelas Iv Sdn 02 Jatiharjo Kecamatan Jatipuro Tahun Ajaran 2011/2012.

0 1 11

PenGARUH MOdel PeMBelAJARAn kOOPeRATIF TIPe TWO STAY TWO STRAY (TSTS) TeRHAdAP HASIl BelAJAR IPA

0 0 5