Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-11
Pendapatan Negara Bab 3
Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan PBB
Dilihat dari sektornya, pendapatan PBB meliputi pendapatan PBB sektor perdesaan, sektor perkotaan, sektor perkebunan, sektor kehutanan, dan sektor pertambangan. Pada periode
tahun 2008—2012, pendapatan PBB meningkat rata-rata 3,4 persen, dari Rp25,4 triliun 2008 menjadi Rp29,0 triliun 2012. Dalam periode tersebut, pendapatan PBB terutama berasal
dari pendapatan PBB pertambangan, PBB perkotaan, dan PBB perdesaan. Pendapatan ketiga jenis PBB tersebut masing-masing memberikan kontribusi rata-rata sebesar 69,8 persen, 21,6
persen, dan 4,7 persen. Sejak tahun 2012, pendapatan PBB perdesaan dan perkotaan mulai secara bertahap dialihkan ke
pemerintah daerah, sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 29 Tahun 2008 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Oleh karena itu, pendapatan PBB perdesaan dan perkotaan yang
tercatat dalam APBN akan makin menurun dan akan menjadi nihil pada saat semua pemerintah daerah telah memungut pendapatan PBB sektor perdesaan dan perkotaan di tahun 2014.
Dalam APBNP 2013, pendapatan PBB ditargetkan sebesar Rp27,3 triliun, turun 5,6 persen dari realisasinya dalam tahun 2012. Perkembangan realisasi pendapatan PBB tahun 2008—2013
disajikan pada Tabel 3.5.
Pendapatan Cukai
Pada periode 2008—2012, pendapatan cukai mengalami pertumbuhan rata-rata 16,7 persen per tahun, dari Rp51,3 triliun 2008 menjadi Rp95,0 triliun 2012. Peningkatan pendapatan
cukai dalam periode 2008—2012 terutama dipengaruhi oleh peningkatan produksi rokok dan harga jual eceran rokok, kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau setiap tahun, serta
keberhasilan dari upaya extra effort dalam pemberantasan cukai rokok ilegal. Apabila dilihat dari kontribusinya, pendapatan cukai didominasi oleh pendapatan cukai hasil tembakau yang
memberikan kontribusi rata-rata 96,2 persen. Sementara itu, kontribusi pendapatan cukai ethil alkohol EA mencapai 0,4 persen, dan cukai minuman mengandung ethil alkohol MMEA
thd thd
thd thd
thd thd
T otal T otal
T otal T otal
T otal T otal
a. Pendapatan PBB Pedesaan 1,4
5,6 1,4
5,9 1,2
4,3 1,2
3,9 1,1
4,0 0,8
3,0 b. Pendapatan PBB Perkotaan
5,0 19,6
5,5 22,7
6,4 22,3
6,6 22,1
6,1 21,1
1,5 5,6
c. Pendapatan PBB Perkebunan 0,6
2,4 0,7
2,9 0,9
3,2 1,0
3,3 1,1
3,8 1,6
6,0 d. Pendapatan PBB Kehutanan
0,2 0,6
0,2 0,7
0,2 0,8
0,3 0,8
0,3 0,9
0,4 1,4
e. Pendapatan PBB Pertambangan 18,2
7 1,7 16,5
67 ,8 19,8
69,4 20,9
69,8 20,4
7 0,3 23,0
84,1 25,4 100,0
24,3 100,0 28,6 100,0
29,9 100,0 29,0 100,0
27 ,3 100,0
Perbedaan angka di belakang koma karena pembulatan Sumber : Kementerian Keuangan
Jum lah Uraian
Real. Real.
APBNP Real.
TABEL 3.5 PERKEMBANGAN PENDAPATAN PBB, 2008
―2013 triliun rupiah
2013 2012
2008 2009
2010 2011
Real. Real.
Bab 3 Pendapatan Negara
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-12
memberikan kontribusi sebesar 3,3 persen. Perkembangan realisasi pendapatan cukai tahun
2008—2012 disajikan pada Tabel 3.6.
Sementara itu, pendapatan cukai pada APBNP 2013 ditargetkan mencapai Rp104,7 triliun, lebih tinggi 10,2 persen dari realisasinya pada tahun 2012. Proyeksi tersebut antara lain merupakan
dampak dari kenaikan volume produksi cukai hasil tembakau, serta adanya kebijakan penetapan golongan dan tarif cukai hasil tembakau terhadap pengusaha pabrik hasil tembakau yang
memiliki hubungan keterkaitan, sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 78PMK.0112013 tanggal 11 April 2013. Selain itu, kenaikan target pendapatan cukai juga didukung extra effort
dalam hal pelaksanaan program pemberantasan cukai ilegal, dan faktor eksternal yaitu berupa penambahan kapasitas produksi pabrik-pabrik rokok besar melalui penambahan shift kerja,
penambahan line produksi, pembangunan pabrik-pabrik baru, dan penggantian mesin-mesin produksi lama.
Pendapatan Pajak Lainnya
Pendapatan pajak lainnya meningkat rata-rata sebesar 8,5 persen pada periode 2008—2012. Dalam periode tersebut, pendapatan pajak lainnya terutama berasal dari pendapatan bea
meterai, yang memberikan kontribusi rata-rata sebesar 65,6 persen terhadap pendapatan pajak lainnya. Sementara itu, pendapatan pajak tidak langsung lainnya dan pendapatan bunga
penagihan pajak masing-masing memberikan kontribusi rata-rata sebesar 26,2 persen dan 8,2 persen.
Dalam APBNP 2013, pendapatan pajak lainnya ditargetkan sebesar Rp5,4 triliun, naik 28,3 persen dari realisasinya dalam tahun 2012. Kenaikan tersebut didukung oleh pertumbuhan
sektor jasa keuangan terutama transaksi-transaksi keuangan yang membutuhkan meterai. Perkembangan pendapatan pajak lainnya dalam periode tahun 2008—2013 disajikan dalam
Tabel 3.7
.
Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional
Pendapatan pajak perdagangan internasional bersumber dari pendapatan bea masuk dan bea keluar. Dalam periode 2008—2012, pendapatan pajak perdagangan internasional mengalami
thd thd
thd thd
thd thd
Total Total
Total Total
Total Total
a. Pendapatan Cukai Hasil Tembakau 49,9
97,4 55,4
97,6 63,3
95,7 73,3
95,1 90,6
95,3 100,7
96,2 b. Pendapatan Cukai Ethil Alkohol EA
0,4 0,8
0,4 0,7
0,1 0,2
0,2 0,2
0,2 0,2
0,2 0,2
c. 0,9
1,7 0,9
1,6 2,7
4,1 3,6
4,7 4,3
4,5 3,8
3,6 d. Pendapatan Denda Administrasi Cukai
0,012 0,02
0,016 0,03
0,013 0,02
0,011 0,01
0,017 0,02
0,0 0,00
e. Pendapatan Cukai Lainnya 0,015
0,03 0,010
0,02 0,015
0,02 0,011
0,01 0,009
0,01 0,00
0,00 51,3 100,0
56,7 100,0 66,2 100,0
77,0 100,0 95,0 100,0
104,7 100,0
Perbedaan angka di belakang koma karena pembulatan Sumber : Kementerian Keuangan
2009 2010
Jumlah Uraian
Pendapatan Cukai Minuman Mengandung Ethil Alkohol MMEA
2011 Real.
Real.
TABEL 3.6 PERKEMBANGAN REALISASI PENDAPATAN CUKAI, 2008
―2013 triliun rupiah
2013 2012
Real. Real.
APBNP Real.
2008
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-13
Pendapatan Negara Bab 3
pertumbuhan rata-rata 8,1 persen per tahun. Berdasarkan komposisinya, pendapatan bea masuk memberikan kontribusi rata-rata 66,6 persen, sedangkan kontribusi rata-rata pendapatan
bea keluar 33,4 persen. Perkembangan pendapatan pajak perdagangan internasional sangat dipengaruhi oleh kondisi aktivitas perdagangan dunia di bidang komoditas CPO dan turunannya,
serta pergerakan harga crude palm oil CPO di pasar internasional yang berdampak terhadap kenaikan tarif bea keluar.
Dalam APBNP 2013, pendapatan pajak perdagangan internasional ditargetkan mencapai Rp48,4 triliun, turun 2,5 persen dari realisasinya dalam tahun 2012, terutama diakibatkan oleh
rendahnya pendapatan bea keluar.
Pendapatan Bea Masuk
Realisasi pendapatan bea masuk dalam periode 2008—2012 mengalami
pertumbuhan rata-rata sebesar 5,7 persen per tahun, dari Rp22,8 triliun 2008
menjadi Rp28,4 triliun 2012. Pendapatan bea masuk tersebut terutama dipengaruhi
oleh perkembangan realisasi devisa impor dutiable import dan rata-rata tarif
efektif yang tergantung pada kebijakan harmonisasi tarif. Kebijakan harmonisasi
tarif tersebut terkait dengan perjanjian perdagangan bebas dengan beberapa
negara atau kawasan tertentu yaitu ASEAN Trade In Goods Agreement
ATIGA for AFTA
; ASEAN-China Free Trade Area ACFTA; ASEAN-Korea Free Trade Area AKFTA; Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement
IJEPA; ASEAN-India Free Trade Area AIFTA; dan ASEAN-Australia-New Zealand AANZ. Perkembangan rata-rata tarif bea masuk
MFN dan kerjasama perdagangan internasional tahun 2008—2012 disajikan dalam Graik 3.4.
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
6,0 7,0
8,0 9,0
2008 2009
2010 2011
2012 AANZFTA
AIFTA AKFTA
ACFTA ATIGA
IJEPA MFN
GRAFIK 3.4 PERKEMBANGAN RATA-RATA TARIF MFN DAN KERJASAMA
PERDAGANGAN INTERNASIONAL, 2008 −2012
Sumber: Kementerian Keuangan
thd thd
thd thd
thd thd
T otal T otal
T otal T otal
T otal T otal
a. Pendapatan Bea Meterai 2,8
93,3 3,0
97 ,4 3,3
84,2 1,1
27 ,0 1,1
26,2 3,5
65,6 b.
0,001 0,04
0,001 0,04
0,001 0,02
2,6 64,9
2,8 65,9
1,4 26,2
c. Pendapatan Bunga Penagihan Pajak 0,2
6,7 0,1
2,5 0,6
15,8 0,3
8,1 0,3
7 ,9 0,4
8,2 3,0 100,0
3,1 100,0 4,0 100,0
3,9 100,0 4,2 100,0
5,4 100,0
Perbedaan angka di belakang koma karena pembulatan Sumber : Kementerian Keuangan
Jum lah 2013
Uraian Real.
Real. Real.
Real. Real.
APBNP
Pendapatan Pajak Tidak Langsung Lainnya
TABEL 3.7 PERKEMBANGAN PENDAPATAN PAJAK LAINNYA, 2008
―2013 triliun rupiah
2008 2009
2010 2011
2012
Bab 3 Pendapatan Negara
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-14
Dalam APBNP tahun 2013, pendapatan bea masuk ditargetkan mencapai Rp30,8 triliun, naik 8,4 persen dari realisasinya dalam tahun 2012. Hal ini terutama didukung oleh proyeksi impor
yang diperkirakan masih cukup tinggi sepanjang tahun 2013, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat di 2013, dan extra effort dalam mengurangi penyelundupan.
Pendapatan Bea Keluar
Pendapatan bea keluar bersumber dari pengenaan bea keluar atas
ekspor bijih mineral, kulit, kayu, biji kakao, kelapa sawit, serta CPO
dan produk turunannya. Dalam periode 2008—2012 pendapatan
bea keluar mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 11,8 persen per
tahun. Realisasi pendapatan bea keluar tertinggi terjadi pada tahun
2008 dan 2011, pada saat harga CPO di pasar internasional melampaui
level US1.200,0 per metrik ton. Hal ini disebabkan karena pendapatan bea keluar didominasi oleh bea keluar atas CPO dan
produk turunannya yang memberikan kontribusi rata-rata sebesar 91,7 persen dalam periode tersebut. Oleh karena itu, faktor utama yang memengaruhi pendapatan bea keluar CPO adalah
perkembangan harga CPO di pasar internasional yang menjadi harga referensi bagi penetapan tarif maupun perhitungan harga patokan ekspor HPE di dalam negeri.
Harga CPO internasional dalam periode 2008—2012 berluktuasi seiring dengan perkembangan permintaan CPO dunia, terutama dari negara Cina, India, dan Uni Eropa. Harga CPO tertinggi
terjadi pada awal tahun 2008 dan 2011. Pada kurun waktu tersebut, harga CPO di pasar internasional melampaui level US1.200metrik ton MT. Sementara itu, harga terendah
terjadi pada tahun 2009 pada saat terjadi krisis global, yaitu pada level di bawah US200MT. Perkembangan harga CPO dan pendapatan bea keluar pada periode 2008—2012 dapat dilihat
pada
Graik 3.5.
Dalam tahun 2013, pendapatan bea keluar diperkirakan hanya mencapai Rp17,6 triliun, atau turun 17,1 persen dari realisasinya dalam tahun 2012. Jumlah tersebut terdiri atas pendapatan
bea keluar CPO dan turunannya sebesar Rp11,1 triliun, pendapatan bea keluar atas bijih mineral sebesar Rp6,1 triliun, dan pendapatan bea keluar atas produk lainnya sebesar Rp0,4
triliun. Faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan bea keluar tahun 2013 antara lain a terjadinya kecenderungan penurunan harga CPO internasional yang diperkirakan mencapai
rata-rata sebesar US817MT sehingga tarif BK CPO diperkirakan rata-rata mencapai sebesar 10,5
persen; dan b kebijakan penghiliran industri kelapa sawit yang ditujukan untuk meningkatkan daya saing produk turunan CPO nasional, sehingga berdampak pada perubahan
komposisi kontribusi ekspor CPO terhadap total ekspor CPO dan turunannya lihat dalam
Graik 3.6. Penurunan kontribusi ekspor CPO tersebut berpengaruh terhadap pendapatan
-500 500
1000 1500
2000 2500
3000 3500
4000
200 400
600 800
1000 1200
1400 Harga CPO
Bea Keluar
GRAFIK 3.5 PERKEMBANGAN HARGA CPO INTERNASIONAL DAN PENDAPATAN BEA KELUAR, 2008
−2012
USMT Miliar Rp
Sumber : Kementerian Keuangan data diolah
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-15
Pendapatan Negara Bab 3
bea keluar mengingat tarif bea keluar yang berlaku untuk produk turunan CPO lebih rendah daripada tarif bea keluar yang berlaku untuk CPO.
3.2.1.2 Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP
Sebagai salah satu sumber pendapatan negara, PNBP memiliki peranan yang sangat penting dari tahun ke tahun.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP, PNBP dideinisikan sebagai seluruh penerimaan negara yang
tidak berasal dari perpajakan, yang meliputi 1 penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah; 2 penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam SDA; 3 penerimaan
dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan; 4 penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah; 5 penerimaan berdasarkan putusan pengadilan
dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi; 6 penerimaan hibah yang merupakan hak Pemerintah; dan 7 penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri.
Dalam struktur APBN, PNBP dikelompokkan menjadi a pendapatan sumber daya alam SDA minyak dan gas bumi migas, serta pendapatan SDA nonmigas, yang meliputi pertambangan
umum dalam nomenklatur baru disebut pertambangan mineral dan batu bara, kehutanan, perikanan, dan panas bumi; b pendapatan bagian laba BUMN; c PNBP lainnya; dan
d pendapatan badan layanan umum BLU. Penerimaan hibah, sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Kekayaan Negara, terpisah dari PNBP.
Selama periode 2008—2012, PNBP secara keseluruhan mengalami pertumbuhan yang luktuatif dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 2,3 persen. Dalam tahun 2013, PNBP mencapai
Rp349,2 triliun, lebih rendah 0,8 persen jika dibandingkan dengan realisasinya pada tahun 2012. Dilihat dari komposisinya, lebih rendahnya target tahun 2013 didorong oleh penurunan
pendapatan SDA migas sebesar 12,2 persen.
- 0,50
1,00 1,50
2,00 2,50
3,00 3,50
Ja n-
10 Fe
b-1 M
ar -1
A pr
-1 M
ei- 10
Ju n-
10 Ju
l- 10
A gu
st -1
Se p-1
O kt
-1 N
op -1
De s-
10 Ja
n- 11
F e
b -1
1 M
ar -1
1 A
p r-
11 M
ei- 11
Ju n-
11 Ju
l- 11
A g
u st
-1 1
Se p-1
1 O
kt -1
1 N
o p
-1 1
De s-
11 Ja
n- 12
Fe b-1
2 M
ar -1
2 A
pr -1
2 M
ei- 12
Ju n-
12 Ju
l- 12
A gu
st -1
2 Se
p-1 2
O kt
-1 2
N op
-1 2
De s-
12
Grafik 3.6 Perubahan Kontribusi Volume Ekspor CPO dan Produk Turunannya,
2010−2012
CPO TURUNAN
JUMLAH
Ribu MT
Sumber : Kementerian Keuangan data diolah
Bab 3 Pendapatan Negara
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-16
Dalam tahun 2013, Pemerintah akan terus berupaya untuk mengoptimalkan PNBP. Di sisi penerimaan sumber daya alam SDA, upaya dan kebijakan Pemerintah antara lain akan
difokuskan pada pencapaian target lifting minyak bumi dan gas bumi, eisiensi cost recovery dengan tetap berpedoman pada peraturan yang berlaku, peningkatan pembinaan dan pengawasan
mineral dan batu bara, pengembangan sistem penatausahaan hasil hutan berbasis teknologi, dan peningkatan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan. Sementara itu, optimalisasi
PNBP lainnya dan pendapatan BLU dilakukan antara lain melalui kegiatan intensiikasi dan ekstensiikasi peningkatan pelayanan, perbaikan administrasi, dan penyempurnaan peraturan
di bidang PNBP lainnya dan pendapatan BLU, termasuk peraturan terkait dengan jenis dan tarif PNBP KL. Dengan perkiraan realisasi tersebut, PNBP akan memberikan kontribusi sebesar
23,3 persen terhadap pendapatan dalam negeri.
Penerimaan Sumber Daya Alam SDA
Pendapatan SDA yang terdiri atas pendapatan SDA minyak bumi dan gas bumi migas dan pendapatan SDA nonmigas, merupakan sumber utama PNBP. Selama 2008—2012, pendapatan
SDA memberikan kontribusi rata-rata sebesar 64,5 persen terhadap total PNBP, dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 0,2 persen per tahun. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada
tahun 2008, yaitu sebesar 68,9 persen, dengan nilai nominal mencapai Rp224,5 triliun. Dalam APBNP tahun 2013, pendapatan SDA ditargetkan mencapai sebesar Rp203,7 triliun, lebih rendah
9,8 persen dari realisasi pada tahun 2012. Lebih rendahnya target pendapatan SDA pada tahun 2013, disebabkan oleh asumsi ICP yang lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi 2012
seiring dengan penurunan harga minyak dunia.
Pendapatan SDA Migas
Pendapatan SDA migas merupakan sumber utama pendapatan SDA. Dalam periode
2008—2012 pendapatan SDA migas memberikan kontribusi rata-rata sebesar
91,4 persen. Selama periode tersebut, pendapatan SDA migas mengalami
pertumbuhan yang berluktuasi dengan rata-rata pertumbuhan mencapai
negatif 0,7 persen. Pencapaian tersebut dipengaruhi oleh luktuasi ICP, nilai tukar,
dan produksi minyak mentah. Dalam APBNP tahun 2013, pendapatan
SDA migas ditargetkan mencapai Rp180,6 triliun, lebih rendah 12,2 persen dari
realisasi pada tahun 2012. Target pendapatan SDA migas yang lebih rendah pada tahun 2013 dihitung berdasarkan asumsi ICP US108 per barel dan lifting minyak 840 ribu barel per hari
bph. Asumsi tersebut lebih rendah dari realisasi harga ICP di tahun 2012 yang mencapai
US112,7 per barel dan lifting minyak yang mencapai 860 ribu bph. Graik 3.7 memperlihatkan
luktuasi pendapatan SDA migas dan ICP selama 2008—2013.
93,6 169,0
90,1 111,8
141,3 144,7
129,3 31,2
42,6 35,7
40,9 52,2
61,1 51,3
69,7 101,4
58,5 79,4
95,0 112,7
108,0
20 40
60 80
100 120
- 50
100 150
200 250
2007 2008
2009 2010
2011 2012
2013 APBNP
GRAFIK 3.7 PERKEMBANGAN PENDAPATAN SDA MIGAS,
2008 −2013
Minyak Bumi Gas Bumi
ICP Rata-rata Des-Nov
Rp Triliun USbarel
Sumber: Kementerian Keuangan
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-17
Pendapatan Negara Bab 3
Pendapatan SDA Nonmigas
Pendapatan SDA nonmigas merupakan PNBP yang diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam, yang terdiri atas kegiatan di sektor pertambangan umum, kehutanan, perikanan, dan
panas bumi. Selama periode 2008—2012, pendapatan SDA nonmigas tumbuh rata-rata 11,7 persen. Pendapatan SDA nonmigas terutama didominasi oleh pendapatan pertambangan umum
dan pendapatan kehutanan. Perkembangan pendapatan SDA nonmigas selama 2008—2013
disajikan dalam Graik 3.8. Sebagai sumber penerimaan terbesar dalam
pendapatan SDA nonmigas, pendapatan pertambangan umum terus mengalami
p e n i n g k a t a n . S e l a m a 2 0 0 8 — 2 0 1 2 , pendapatan pertambangan umum meningkat
rata-rata sebesar 13,7 persen. Dalam APBNP
tahun 2013, pendapatan pertambangan umum nomenklatur baru: mineral dan
batu bara ditargetkan mencapai Rp18,1 triliun, atau meningkat 14,0 persen dari
realisasi tahun 2012. Target pendapatan pertambangan mineral dan batu bara
bersumber dari target penerimaan iuran tetap sebesar Rp0,7 triliun dan target
penerimaan royalti sebesar Rp17,4 triliun. Selanjutnya, pendapatan kehutanan selama 2008—2012 memperlihatkan perkembangan
yang cenderung meningkat, dari Rp2,3 triliun 2008 menjadi Rp3,2 triliun 2012. Dalam APBNP tahun 2013, pendapatan kehutanan ditargetkan sebesar Rp4,3 triliun, atau meningkat
33,4 persen jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2012. Faktor utama yang mendorong
peningkatan pendapatan kehutanan dalam tahun 2013 adalah peningkatan penerimaan dari provisi sumber daya hutan PSDH yang dalam tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp1,9
triliun, meningkat sebesar Rp0,9 triliun atau 92,4 persen jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2012. Pendapatan kehutanan dari dana reboisasi diperkirakan sebesar Rp1,8 triliun,
pendapatan IHPH dan pendapatan penggunaan kawasan hutan diperkirakan masing-masing mencapai sebesar Rp12,6 miliar dan Rp495,2 miliar.
Sebagai salah satu sumber pendapatan SDA nonmigas, pendapatan perikanan selama 2008— 2012 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 29,0 persen. Faktor utama yang mendukung
meningkatnya pendapatan perikanan adalah makin intensifnya upaya penagihan atas tunggakan- tunggakan kewajiban PNBP pemegang izin kapal tangkap. Dalam APBNP 2013, pendapatan SDA
perikanan ditargetkan mencapai Rp250 miliar, atau meningkat 15,9 persen jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2012. Kenaikan target PNBP perikanan disebabkan optimalisasi pungutan
pengusahaan perikanan, pungutan hasil perikanan, dan penyelesaian tunggakan atas pungutan- pungutan tahun sebelumnya.
Selanjutnya, pendapatan panas bumi diperoleh dari perhitungan setoran bagian Pemerintah sebesar 34 persen dari penerimaan bersih usaha setelah dikurangi dengan semua kewajiban
pembayaran perpajakan dan pungutan lain existing, dan juga telah memperhitungkan
12,8 13,2
16,1 20,3
20,0 23,1
0,0 5,0
10,0 15,0
20,0 25,0
2008 2009
2010 2011
2012 APBNP
2013 Pertambangan Umum
Kehutanan Perikanan
Panas Bumi Rp Triliun
GRAFIK 3.8 PERKEMBANGAN PENDAPATAN SDA NONMIGAS, 2008-2013
sejak 2013, pendapatan pertambangan umum menjadi pendapatan pertambangan mineral dan batu bara
Sumber: Kementerian Keuangan
Bab 3 Pendapatan Negara
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-18
penerimaan dari iuran tetap yang berasal dari pemegang izin usaha pertambangan IUP panas bumi. Kegiatan usaha panas bumi diutamakan untuk mendukung program Pemerintah
dalam mengembangkan energi baru terbarukan EBT dan diharapkan dalam masa mendatang akan memberikan kontribusi yang lebih besar mengingat Indonesia memiliki potensi sumber
daya panas bumi yang besar. Pendapatan panas bumi selama 2008—2012 memperlihatkan perkembangan yang berluktuasi, dengan pertumbuhan rata-rata negatif 5,9 persen per tahun.
Dalam APBNP 2013, pendapatan panas bumi ditargetkan mencapai Rp0,5 triliun, turun 30,1 persen jika dibandingkan dengan realisasi 2012. Tingginya realisasi PNBP panas bumi dalam
tahun 2012 disebabkan oleh adanya kegiatan pengeboran drilling yang ditunda sebagai akibat produksi yang tidak mencapai target. Dengan adanya penundaan kegiatan pengeboran,
menyebabkan biaya menjadi turun dan meningkatkan net operating income NOI yang menjadi perhitungan setoran bagian Pemerintah atas pendapatan panas bumi. Dalam tahun
2013, diharapkan tidak ada lagi penundaan kegiatan pengeboran, sehingga proyeksi pendapatan SDA panas bumi menjadi lebih rendah daripada realisasi tahun 2012. Untuk diketahui, bahwa
biaya pengeboran pada industri panas bumi dibebankan pada biaya operasional operational expenditure
, berbeda dengan industri migas, dimana biaya pengeboran dimasukkan pada biaya modal capital expenditure. Perbedaan pencatatan tersebut berdampak pada pelaporan
akuntansi, dimana pada biaya operasional langsung dibebankan pada tahun berjalan, sedangkan pada biaya modal akan disebar pada beberapa tahun menggunakan metode depresiasi.
Pendapatan Bagian Laba BUMN
Selama periode 2008—2012, kinerja BUMN terus mengalami perkembangan yang positif,
baik dari sisi aktiva, ekuitas, pendapatan maupun laba usaha. Selama periode tersebut,
total aktiva BUMN tumbuh rata-rata sebesar 15,5 persen per tahun, dan total ekuitas
tumbuh rata-rata sebesar 10,6 persen per tahun. Sementara itu, pendapatan dan laba
usaha masing-masing tumbuh rata-rata sebesar 14,0 persen dan 13,0 persen per tahun.
Perkembangan kinerja keuangan BUMN
periode 2008—2012 disajikan pada Graik 3.9
. Sejalan dengan perkembangan positif dari
kinerja BUMN tersebut, kontribusi BUMN terhadap APBN dalam periode 2008—2012,
khususnya dari pendapatan pajak dan dividen, juga terus mengalami peningkatan. Dalam
periode tersebut, kontribusi BUMN dari pembayaran pajak dan dividen masing-masing
meningkat rata-rata sebesar 4,5 persen dan 7,0 persen per tahun. Kontribusi BUMN terhadap
APBN periode 2008—2012 disajikan dalam
Graik 3.10.
29,1 26,1
30,1 28,2
30,8 96,4
136,3 180,6
115,6 114,8
2,1 0,4
0,1
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
2008 2009
2010 2011
2012 Rp triliun
Chart Title
Privatisasi Pajak
Dividen
GRAFIK 3.10 KONTRIBUSI BUMN TERHADAP APBN, 2008−2012
Sumber: Kementerian Keuangan
1. 16
1, 7
98 5,
7 1.
07 7,
7 1.
37 8,
3 1.
55 5,
3 1.
97 7,
8 2.
23 4,
4 2.
50 5,
5 2.
94 6,
8 3.
52 2,
100 200
300 400
500 600
700 800
900
500 1.000
1.500 2.000
2.500 3.000
3.500 4.000
2008 2009
2010 2011
2012
GRAFIK 3.9 KINERJA KEUANGAN BUMN, 2008
−2012
Total Penjualan Total Aktiva
Total LabaRugi Bersih RHS Total Ekuitas RHS
Rp triliun Rp triliun
Sumber: Kementerian Negara BUMN
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-19
Pendapatan Negara Bab 3
Sejalan dengan hal tersebut, pendapatan bagian laba BUMN meningkat dari Rp29,1 triliun 2008 menjadi Rp30,8 triliun 2012. Tingginya pendapatan bagian laba BUMN dalam tahun
2012 tersebut terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas pertambangan di pasar global sehingga meningkatkan laba BUMN sektor pertambangan.
Dalam APBNP 2013, pendapatan bagian laba BUMN ditargetkan sebesar Rp36,5 triliun,
meningkat 18,4 persen jika dibandingkan dengan realisasi 2012. Pendapatan bagian laba
BUMN di tahun 2013 bersumber dari kenaikan realisasi laba BUMN tahun buku 2012 dan
kenaikan harga komoditas pertambangan di pasar internasional yang menyebabkan
omzet bisnis BUMN sektor pertambangan juga diperkirakan meningkat. Perkembangan
pendapatan bagian laba BUMN tahun 2008—
2013 disajikan dalam Graik 3.11. PNBP Lainnya
Sumber utama PNBP lainnya adalah jasa pelayanan yang diberikan oleh kementerian negaralembaga KL sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing KL.
Secara garis besar, PNBP lainnya terbagi dalam beberapa jenis pendapatan, antara lain a pendapatan dari pengelolaan barang milik negara BMN serta pendapatan dari penjualan;
b pendapatan jasa; c pendapatan bunga; d pendapatan kejaksaan dan peradilan; e pendapatan pendidikan; f pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi;
g pendapatan iuran dan denda; serta h pendapatan lain-lain. Dalam periode tahun 2008—2012, PNBP
lainnya meningkat rata-rata 3,8 persen per tahun. Dalam periode tersebut, pendapatan dari
pengelolaan barang milik negara BMN dan pendapatan dari penjualan, serta pendapatan
jasa mengalami peningkatan tertinggi, yaitu mencapai rata-rata 36,2 persen dan 30,2 persen.
Sementara itu, dalam APBNP 2013, PNBP lainnya ditargetkan Rp85,5 triliun, meningkat
16,4 persen jika dibandingkan dengan realisasi 2012. Lebih tingginya target tersebut terutama
disebabkan oleh peningkatan pendapatan premium obligasi negara, peningkatan
pendapatan dari selisih kurs, dan pendapatan
DMO. Perkembangan PNBP lainnya selama periode 2008—2013 disajikan dalam Graik 3.12. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat tujuh KL yang memberikan kontribusi terbesar
dalam PNBP lainnya. Ketujuh KL tersebut adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika Kemenkominfo, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud, Kementerian
29,1 26,1
30,1 28,2
30,8 36,5
0,0 5,0
10,0 15,0
20,0 25,0
30,0 35,0
40,0
2008 2009
2010 2011
2012 APBNP
2013 Rp triliun
GRAFIK 3.11 PERKEMBANGAN PENDAPATAN BAGIAN LABA BUMN,
2008 −2013
Sumber: Kementerian Keuangan
63,3 53,8
59,4 69,4
73,5 85,5
10 20
30 40
50 60
70 80
90
2008 2009
2010 2011
2012 APBNP
2013 Rp triliun
Pendapatan lain-lain Pendapatan iuran dan denda
Pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi
Pendapatan pendidikan Pendapatan kejaksaan dan
peradilan Pendapatan bunga
Pendapatan jasa Pendapatan dari pengelolaan
BMN serta pendapatan dari penjualan
GRAFIK 3.12 PERKEMBANGAN PNBP LAINNYA, 2008
−2013
Sumber: Kementerian keuangan
Bab 3 Pendapatan Negara
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-20
Kesehatan Kemenkes, Kepolisian Negara Republik Indonesia Polri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenkumham, Badan Pertanahan Nasional BPN, dan Kementerian
Perhubungan Kemenhub. Perkembangan PNBP lainnya yang bersumber dari kementerian
negaralembaga besar disajikan pada Tabel 3.8.
Selama 2008—2012, PNBP Kementerian Komunikasi dan Informatika mengalami
peningkatan rata-rata sebesar 8,9 persen per tahun. Dalam APBNP 2013, PNBP
Kemenkominfo ditargetkan mencapai sebesar Rp10,4 triliun. Sumber PNBP
Kementerian Komunikasi dan Informatika antara lain berasal dari pendapatan jasa
penyelenggaraan telekomunikasi serta pendapatan hak dan perizinan. Untuk
mendukung pencapaian target tersebut, Pemerintah akan melakukan berbagai
upaya yaitu pertama , melaksanakan
penagihan PNBP secara intensif kepada penyelenggara telekomunikasi dan
pengguna frekuensi secara optimal dengan bekerja sama dengan BPKP untuk melakukan audit kepada para wajib bayar. Kedua, melaksanakan penegakan hukum terhadap penyelenggara
telekomunikasi dan pengguna frekuensi. Ketiga, melakukan otomatisasimodernisasi proses perizinan dalam rangka peningkatan pelayanan publik. Perkembangan PNBP Kemenkominfo
disajikan pada Graik 3.13.
7,0 9,0
10,9 9,5
9,8 10,4
2 4
6 8
10 12
2008 2009
2010 2011
2012 APBNP
2013
Rp triliun
GRAFIK 3.13 PERKEMBANGAN PNBP KEMENKOMINFO,
2008 −2013
Sumber: Kemenkominfo 1
Kementerian Komunikasi dan Informatika 7,0
9,0 10,9
9,5 9,8
10,4 2
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 1,6
0,3 2,6
2,4 2,1
2,0 3
Kementerian Kesehatan 2,9
3,3 0,4
0,4 0,9
0,3 4
Kepolisian Negara Republik Indonesia 1,7
1,8 2,6
3,4 3,6
4,8 5
Badan Pertanahan Nasional 0,9
1,0 1,2
1,3 1,5
1,7 6
Kementerian Hukum dan HAM 1,2
1,4 1,8
2,1 2,4
2,6 7
Kementerian Perhubungan 0,5
0,9 0,8
1,2 1,1
0,8 15,8
17,7 20,3
20,3 21,4
22,6
Perbedaan angka di belakang koma karena pembulatan Sumber: Kementerian Keuangan
2008 Real.
No Kementerian NegaraLembaga
TABEL 3.8 PERKEMBANGAN PNBP 7 KL BESAR, 2008–2013
triliun rupiah 2009
Real. 2010
Real. 2011
Real. 2013
APBNP 2012
Real.
Jumlah
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-21
Pendapatan Negara Bab 3
Sementara itu, PNBP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selama periode 2008— 2012 mengalami pertumbuhan yang luktuatif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,9
persen per tahun. Dalam APBNP tahun 2013, PNBP Kemendikbud ditargetkan mencapai sebesar Rp2,0 triliun. Sumber PNBP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan antara
lain berasal dari pendapatan pendidikan, yang meliputi a pendapatan uang pendidikan; b pendapatan uang ujian masuk, kenaikan tingkat, dan akhir pendidikan; c pendapatan uang
ujian untuk menjalankan praktik; dan d pendapatan pendidikan lainnya. Untuk pencapaian target tersebut, akan dilakukan upaya-upaya antara lain 1 melaksanakan sistem anggaran
yang bersifat transparan dan akuntabel serta berbasis pada aktivitas activity based budgeting; 2 perguruan tinggi negeri PTN tidak
menaikkan tarif uang kuliah SPP; 3 mulai tahun 2013, uang kuliah pada
PTN menggunakan tarif tunggal. Tarif ini dihitung berdasarkan harga satuan dari
semua komponen yang terkait dengan proses pembelajaran di perguruan tinggi;
4 Pemerintah menyediakan bantuan operasional PTN; 5 PTN dapat
menerima sumbangan murni dari masyarakat yang tidak ada kaitannya
dengan penerimaan mahasiswa
baru; dan 6 PTN mengoptimalkan pemanfaatan aset yang dimilikinya
dalam rangka meningkatkan nilai tambah lembaga sesuai visi, misi, dan tujuan pendidikan
tinggi. Perkembangan PNBP Kemendikbud disajikan pada Graik 3.14. PNBP Kementerian Kesehatan selama
periode 2008—2012 mengalami pertumbuhan negatif rata-rata sebesar
25,0 persen per tahun. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan pola
pengelolaan rumah sakit Pemerintah sebagai satker di bawah Kementerian
Kesehatan menjadi BLU. Dalam APBNP 2013, PNBP Kemenkes ditargetkan
mencapai Rp0,3 triliun. Sumber PNBP Kementerian Kesehatan antara lain
berasal dari pendapatan rumah sakit dan instansi kesehatan lainnya, serta
pendapatan registrasi dokter dan dokter gigi. Untuk mencapai target tersebut, akan dilakukan upaya-upaya antara lain 1 meningkatkan
ketertiban pengelolaan PNBP serta penyetoran PNBP; 2 meningkatkan mutu pelayanan secara berkelanjutan sesuai dengan yang dipersyaratkan; dan 3 meningkatkan profesionalisme
sumber daya manusia dengan perkembangan iptek. Perkembangan PNBP Kementerian
Kesehatan disajikan pada Graik 3.15.
1,6 0,3
2,6 2,4
2,1 2,0
1 1
2 2
3 3
2008 2009
2010 2011
2012 APBNP
2013 Rp triliun
GRAFIK 3.14 PERKEMBANGAN PNBP KEMENDIKBUD,
2008 −2013
Sumber: Kemendikbud
2,9 3,3
0,4 0,4
0,9 0,3
0,0 0,5
1,0 1,5
2,0 2,5
3,0 3,5
2008 2009
2010 2011
2012 APBNP
2013
Rp triliun
GRAFIK 3.15 PERKEMBANGAN PNBP KEMENKES, 2008
−2013
Sumber: Kemenkes
Bab 3 Pendapatan Negara
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-22
Selama 2008—2012, PNBP Polri mengalami peningkatan rata-rata sebesar 19,9 persen per tahun. Sementara itu, target PNBP Polri dalam APBNP 2013 adalah sebesar Rp4,8 triliun. Sumber PNBP
Polri terutama berasal dari pendapatan jasa kepolisian, yang meliputi antara lain pendapatan surat izin mengemudi SIM, pendapatan surat tanda nomor kendaraan STNK, pendapatan
buku kepemilikan kendaraan bermotor BPKB, dan pendapatan tanda nomor kendaraan bermotor TNKB. Untuk mencapai target tersebut, akan dilakukan upaya-upaya, antara lain
1 memperkuat polres sebagai unit pelayanan terdepan polantas yang meliputi pelayanan sistem administrasi manunggal satu atap samsat, satuan penyelenggara administrasi SIM
satpas, pelayanan BPKB dan pelayanan kecelakaan, serta mendekatkan akses pelayanan kepada masyarakat; 2 meningkatkan kemampuan SDM Polri melalui pendidikan dan pelatihan teknis
dan fungsional lalu lintas; 3 membangun jaringan online samsat di seluruh polda dalam rangka on line system national trafic management center NTMC; 4 menyiapkan pembangunan
trafic management centre TMC di wilayah yang terintegrasi dari tingkat Mabes Polri sampai dengan tingkat polres dalam rangka mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan
kelancaran lalu lintas kamseltibcar; 5 menyelenggarakan kegiatan open
government information OGI dalam
rangka keterbukaan informasi terhadap pelayanan publik di bidang SIM, BPKB,
STNK, dan TNKB SBST, antara lain dengan mengikuti kompetisi pelayanan
publik yang diselenggarakan oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan
Pengendalian Pembangunan UKP4; 6 mencukupi kebutuhan blangko
formulir dalam rangka penyelenggaraan pelayanan di bidang fungsi lalu lintas dan
fungsi intelijen keamanan intelkam,
serta mencukupi biaya listrik, telepon satpas, dan honor petugas pelaksana kegiatan PNBP; serta 7 memperluas pelayanan surat
keterangan catatan kepolisian SKCK sampai dengan tingkat polsek kecamatan sebagai ujung tombak pelayanan Polri kepada masyarakat. Perkembangan PNBP Polri disajikan pada
Graik 3.16. Selama periode 2008—2012, PNBP Kementerian Hukum dan HAM mengalami peningkatan
rata-rata sebesar 18,5 persen per tahun, dengan faktor utama yang memengaruhi adalah peningkatan penerimaan keimigrasian dan pelayanan jasa hukum. Dalam APBNP
tahun 2013, PNBP Kementerian Hukum dan HAM ditargetkan mencapai sebesar Rp2,6 triliun. Sumber PNBP Kementerian Hukum dan HAM terutama berasal dari
pendapatan keimigrasian yaitu pendapatan surat keterangan, visa, dan paspor. Untuk mencapai target tersebut, Pemerintah akan melakukan berbagai upaya, antara lain
1 mengembangkan sistem informasi manajemen keimigrasian SIMKIM secara berkelanjutan; 2 melakukan sosialisasi tentang hak atas kekayaan intelektual; 3 pelaksanaan e-paspor,
elektronik kartu izin tinggal terbatas e-KITAS dan elektronik kartu izin tinggal tetap e-KITAP; 4 membentuk desk pelayanan jasa hukum fidusia untuk mendekatkan pelayanan
1,7 1,8
2,6 3,4
3,6 4,8
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
6,0
2008 2009
2010 2011
2012 APBNP
2013
Rp triliun
GRAFIK 3.16 PERKEMBANGAN PNBP POLRI, 2008
−2013
Sumber: Kepolisian RI
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-23
Pendapatan Negara Bab 3
kepada masyarakat; 5 mempermudah pembayaran fidusia melalui bank,
sekaligus mewujudkan transparansi transaksi; dan 6 meningkatkan
pelayanan berbasis teknologi informasi. Perkembangan PNBP Kementerian
Hukum dan HAM disajikan pada Graik 3.17
. Dalam periode 2008—2012, PNBP BPN
mengalami peningkatan rata-rata sebesar 14,4 persen per tahun. Dalam APBNP 2013,
PNBP BPN ditargetkan mencapai sebesar Rp1,7 triliun. Sumber PNBP BPN terutama
berasal dari pendapatan pelayanan pertanahan. Untuk mencapai target
tersebut, Pemerintah akan melakukan berbagai upaya, seperti 1 membangun
kepercayaan masyarakat pada BPN trust building melalui sosialisasi
tarif pengurusan tanah di media cetak; 2 meningkatkan pelayanan dan
p e l a k s a n a a n p e n d a f t a r a n s e r t a sertifikasi tanah secara menyeluruh;
3 memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah; 4 menyelesaikan
persoalan pertanahan di daerah korban bencana alam dan daerah konflik; serta 5 membangun sistem informasi dan manajemen pertanahan nasional SIMTANAS dan sistem
pengaman dokumen pertanahan di seluruh Indonesia. Perkembangan PNBP BPN disajikan pada
Graik 3.18.
PNBP Kementerian Perhubungan selama 2008—2012 mengalami peningkatan
rata-rata sebesar 24,3 persen per tahun. Dalam APBNP 2013, PNBP Kementerian
Perhubungan ditargetkan mencapai sebesar Rp0,8 triliun. Sumber PNBP
Kementerian Perhubungan antara lain berasal dari pendapatan jasa bandar udara,
kepelabuhan, dan kenavigasian. Untuk mencapai target tersebut, Pemerintah
akan melakukan upaya antara lain 1 memperbaiki keselamatan dan kualitas
pelayanan lalu lintas angkutan sungai, danau, dan penyeberangan LLASDP; 2 melaksanakan pengujian kendaraan bermotor sesuai
standar Euro -2 untuk mobil penumpang berkategori bahan bakar bensin dan sepeda motor;
1 ,2
1,4 1,8
2,1 2,4
2,6
0,0 0,5
1,0 1,5
2,0 2,5
3,0
2008 2009
2010 2011
2012 APBNP
2013
Rp triliun
GRAFIK 3.17 PERKEMBANGAN PNBP KEMENKUMHAM, 2008
−2013
Sumber: Kemenkumham
0,5 0,9
0,8 1,2
1,1 0,8
0,0 0,2
0,4 0,6
0,8 1,0
1,2 1,4
2008 2009
2010 2011
2012 APBNP
2013
Rp triliun
GRAFIK 3.19 PERKEMBANGAN PNBP KEMENHUB, 2008
−2013
Sumber: Kementerian Perhubungan
0,9 1,0
1,2 1
,3 1,5
1,7
0,0 0,2
0,4 0,6
0,8 1,0
1,2 1,4
1,6 1,8
2,0
2008 2009
2010 2011
2012 APBNP
2013
Rp triliun
GRAFIK 3.18 PERKEMBANGAN PNBP BPN, 2008
−2013
Sumber: BPN
Bab 3 Pendapatan Negara
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-24
3 investasi terkait sarana dan prasarana pelayanan publik; 4 memberikan kepastian usaha di bidang angkutan laut untuk membina dan memberdayakan ekonomi kepulauan Indonesia,
melayani dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional guna menjamin kontinuitas arus barang; 5 menciptakan iklim usaha yang sehat untuk melindungi kelangsungan hidup dan
pengembangan usaha pelayaran termasuk pembinaan usaha-usaha tradisional dan golongan ekonomi lemah; 6 intensiikasi PNBP dengan cara meningkatkan penagihan terhadap wajib
bayar; 7 meninjau kembali tarif pelayanan jasa dalam PP Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas PNBP Departemen Perhubungan; dan 8 ekstensiikasi PNBP dengan
cara mengoptimalkan asetbarang milik negara BMN dan meningkatkan kualitas sarana
dan prasarana. Perkembangan PNBP Kementerian Perhubungan disajikan pada Graik 3.19. Pendapatan Badan Layanan Umum BLU
Salah satu tujuan didirikannya BLU adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendapatan BLU sangat dipengaruhi oleh volume kegiatan pelayanan, tarif atas kegiatan pelayanan yang dilaksanakan dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kualitas pelayanan yang
diberikan, serta administrasi pengelolaan BLU. Pendapatan BLU dalam periode
2 0 0 8 − 2 0 1 2 t e r u s m e n g a l a m i
peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 55,3 persen per
tahun. Kebijakan yang dilaksanakan dalam periode tersebut, difokuskan
untuk 1 mendorong peningkatan pelayanan publik instansi Pemerintah;
2 meningkatkan pengelolaan keuangan BLU yang efisien dan efektif; dan
3 meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
instansi Pemerintah. Pengelolaan keuangan dengan mekanisme BLU
mulai diberlakukan pada tahun 2007 oleh 9 KL yang bergerak di bidang
layanan barangjasa dan pembiayaan, dan mengalami peningkatan pada tahun 2012 yang dilaksanakan oleh 19 KL yang bergerak di bidang kesehatan, pembiayaan, telekomunikasi,
pendidikan, teknologi, pengelolaan kawasan, dan lain-lain. Target pendapatan BLU dalam APBNP tahun 2013 adalah sebesar Rp23,5 triliun. Untuk
mendukung pencapaian target tersebut, upaya yang dilakukan adalah meningkatkan pelayanan publik melalui peningkatan kualitas SDM, meningkatkan efektivitas dan eisiensi pengelolaan
keuangan BLU, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
instansi Pemerintah. Perkembangan pendapatan BLU disajikan pada Graik 3.20.
3,7 8,4
10,6 20,1
21,7 23,5
5 10
15 20
25
2008 2009
2010 2011
2012 APBNP
2013 Rp triliun
GRAFIK 3.20 PERKEMBANGAN PENDAPATAN BLU, 2008
−2013
Sumber: Kementerian Keuangan
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-25
Pendapatan Negara Bab 3
3.2.2 Penerimaan Hibah
Realisasi penerimaan hibah selama t a h u n 2 0 0 8 — 2 0 1 2 m e n g a l a m i
pertumbuhan rata-rata sebesar 25,9 persen. Dalam APBNP 2013,
penerimaan hibah diproyeksikan sebesar Rp4,5 triliun. Penerimaan
hibah tersebut merupakan hibah yang diterima dari negara-negara donor
maupun dari organisasi internasional. Hibah-hibah tersebut akan digunakan
untuk membiayai program-program yang dilaksanakan oleh KL seperti
pendidikan, infrastruktur, kesehatan, pemberdayaan kaum wanita, konservasi
lingkungan hidup dan keaneka ragaman hayati, serta penegakan hukum dan
pemberantasan korupsi, sesuai dengan perjanjian hibah yang dilakukan antara negaralembaga donor dengan KL penerima hibah. Perkembangan penerimaan hibah selama periode 2008—
2013 disajikan pada Graik 3.21.
3.3 Tantangan dan Peluang Kebijakan Pendapatan Negara
Secara umum kondisi perekonomian domestik dalam tahun 2014 diperkirakan lebih baik daripada kondisi ekonomi di tahun 2013. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor di
antaranya adalah membaiknya kondisi perekonomian global, meningkatnya volume perdagangan dunia, dan kondisi iskal yang lebih sehat. Selain itu, tetap terpeliharanya iklim investasi dan
daya beli masyarakat turut memberikan dampak positif bagi peningkatan kegiatan ekonomi domestik. Sejalan dengan hal tersebut, pendapatan negara diperkirakan akan mengalami
peningkatan dalam tahun 2014. Namun, sebagai sumber utama dalam membiayai pembangunan, penerimaan perpajakan
masih dihadapkan pada berbagai tantangan dan peluang, terutama terkait dengan penggalian sumber-sumber penerimaan pajak dari sektor-sektor informal dan UMKM. Sektor informal dan
UMKM yang hingga pertengahan tahun 2013 masih belum memberikan kontribusi signiikan bagi pendapatan negara, akan diupayakan untuk ditingkatkan kontribusinya. Pelaksanaan PP
Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Upah yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, menjadi salah satu kunci bagi optimalisasi
penerimaan perpajakan ke depan. Dari sisi perdagangan internasional, tantangan dan peluang penggalian sumber-sumber
pendapatan, diperkirakan berasal terutama dari kebijakan free trade area FTA dan kebijakan penghiliran industri kelapa sawit. Terkait kebijakan FTA, tantangan terutama berasal dari
potensi penurunan pendapatan negara yang bersumber dari pendapatan bea masuk dan pajak
2,3 1,7
3 ,0
5,3 5,8
4,5
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
6,0 7,0
2008 2009
2010 2011
2012 APBNP
2013 Rp triliun
GRAFIK 3.21 PERKEMBANGAN PENERIMAAN HIBAH, 2008
−2013
Sumber: Kementerian Keuangan
Bab 3 Pendapatan Negara
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-26
dalam rangka impor PDRI. Penurunan pendapatan bea masuk dan PDRI tersebut disebabkan adanya pemberian konsesi tarif bea masuk nol persen terhadap impor bahan baku. Namun,
dalam jangka panjang kebijakan kerjasama perdagangan tersebut memberikan peluang bagi Indonesia dalam mengakses pasar dan meningkatkan volume perdagangan barang dan jasa yang
berasal dari produk-produk Indonesia. Untuk memanfaatkan peluang tersebut, Pemerintah telah meratiikasi perjanjian perdagangan internasional terutama di bidang perdagangan barang dan
jasa trade in goods TIG dan trade in services TIS, di antaranya melalui ASEAN Trade in Goods Agreement
ATIGA for AFTA, ASEAN-China Free Trade Area ACFTA, ASEAN-Korea Free Trade Area
AKFTA, dan ASEAN-India Free Trade Area AIFTA dan Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement
IJEPA. Sementara itu, upaya penggalian sumber pendapatan yang berasal dari pendapatan bea keluar
dalam tahun mendatang masih dihadapkan pada tantangan luktuasi harga CPO internasional dan penetapan tarif bea keluar sesuai dengan jenjang penghiliran produk kelapa sawit, CPO,
dan turunannya. Kebijakan penghiliran tersebut bertujuan meningkatkan nilai tambah dan daya saing industri hilir kelapa sawit di dalam negeri, sehingga devisa ekspor dalam bentuk
produk hilirolahan akan makin meningkat. Namun, pergeseran volume ekspor dari CPO ke produk hilir CPO dan turunannya akan berdampak terhadap pengenaan tarif bea keluar yang
lebih rendah sehingga berdampak pada penurunan potensi pendapatan bea keluar. Di sisi lain, tantangan untuk optimalisasi PNBP dalam tahun 2014 berkaitan dengan peningkatan
pembinaan dan pengawasan PNBP SDA nonmigas sebagai upaya Pemerintah untuk lebih mengoptimalkan pendapatan dari sektor tersebut. Sementara itu, upaya pencapaian target
PNBP SDA migas masih dihadapkan pada tantangan pencapaian target lifting migas dan perkembangan ICP yang terus berluktuasi, seiring dengan perkembangan harga minyak
internasional. Tantangan selanjutnya adalah pencapaian target pendapatan bagian laba BUMN tanpa mengganggu kebutuhan belanja modal BUMN. Di samping itu, Pemerintah juga masih
dihadapkan pada belum optimalnya mekanisme penagihan, penyetoran, dan pengelolaan PNBP KL dan pendapatan BLU. Berkaitan dengan hal itu, Pemerintah akan melaksanakan
perbaikan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP, serta menyempurnakan mekanisme pengelolaan PNBP, terutama untuk PNBP yang diterima oleh KL.
3.4 Sasaran Pendapatan Negara Tahun 2014
Dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional dan menjawab tantangan pokok perekonomian dalam tahun 2014, Pemerintah akan menerapkan kebijakan iskal yang sehat
dan efektif dalam upaya memperkuat pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkualitas, dan berkelanjutan. Dalam tahun 2014, Pemerintah akan melakukan kebijakan pengendalian deisit
maksimal 1,5 persen terhadap PDB dan pengendalian primary balance melalui optimalisasi pendapatan negara dan perbaikan kualitas belanja quality spending. Selain itu, juga akan
dilakukan pengendalian rasio utang terhadap PDB melalui pengendalian pembiayaan yang bersumber dari pinjaman, kebijakan net negative low, dan pemanfaatan pinjaman untuk
kegiatan produktif. Untuk mendukung kebijakan iskal tersebut, pendapatan negara dalam tahun 2014 ditargetkan
mencapai Rp1.662,5 triliun, terdiri atas pendapatan dalam negeri sebesar Rp1.661,1 triliun, dan