Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-5
kemiskinan. Kebijakan tersebut antara lain meliputi: 1 peningkatan belanja infrastruktur untuk mendukung upaya debottlenecking, domestic connectivity, ketahanan pangan, ketahanan energi,
dan kesejahteraan masyarakat; 2 peningkatan program perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat, dan penanggulangan bencana; 3 pengendalian subsidi, khususnya subsidi energi
melalui kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak bersubsidi dan tarif tenaga listrik; 4 peningkatan kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim climate change; serta
5 pemberian dukungan kepada pelaksanaan proyekkegiatan kerjasama Pemerintah-swasta public private partnershipPPP.
Langkah lainnya yang ditempuh Pemerintah adalah penerapan kebijakan yang terkait dengan pelaksanaan anggaran, yakni kebijakan reward and punishment, yang merupakan upaya
Pemerintah untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan pelaksanaan belanja pemerintah pusat. Pada prinsipnya, dalam kebijakan reward and punishment, kementerian negara
lembaga KL yang berhasil melakukan optimalisasi penggunaan anggaran, atau dapat mencapai sasarantarget dengan biaya yang lebih rendah pada tahun sebelumnya, akan diberi
tambahan pagu belanja pada tahun berikutnya reward. Sementara itu, bagi KL yang pada tahun sebelumnya tidak bisa menyerap anggaran dan mencapai sasarantarget dengan alasan
yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka pada tahun berikutnya anggaran KL yang bersangkutan akan dikurangi punishment.
Selain itu, Pemerintah juga terus berupaya untuk meningkatkan kualitas belanja quality of spending
khususnya untuk memperbaiki efektivitas belanja pemerintah pusat. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat sebagian besar anggaran belanja pemerintah pusat merupakan
belanja yang bersifat wajib mandatory spending, seperti belanja pegawai, belanja barang operasional, pembayaran bunga utang, dan subsidi. Akibat dari besarnya belanja wajib tersebut,
maka ruang gerak yang tersedia bagi Pemerintah untuk melakukan intervensi iskal, dalam bentuk stimulasi terhadap kegiatan ekonomi masyarakat, baik untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi, menciptakan lapangan kerja produktif maupun mengentaskan kemiskinan, menjadi relatif terbatas. Rasio anggaran belanja wajib mandatory terhadap total belanja pemerintah
pusat dalam kurun waktu 2008-2013 secara rata-rata mencapai 69,4 persen, dan sisanya sebesar 30,6 persen merupakan belanja tidak wajib discretionary.
Sementara itu, langkah administratif ditempuh dalam rangka optimalisasi anggaran dari sisi pembelanjaannya, terutama melalui perbaikan sistem alokasi dan pelaksanaan anggaran agar
APBN memberikan daya dorong yang optimal bagi perekonomian. Langkah administratif yang telah ditempuh Pemerintah adalah kebijakan pembaharuan reformasi di bidang iskal terkait
dengan penyusunan dan pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan pelaksanaan pembaharuan
sistem penganggaran belanja negara, yaitu meliputi penerapan: 1 penganggaran terpadu uniied budget; 2 penganggaran berbasis kinerja performance based budgeting; dan
3 kerangka pengeluaran jangka menengah medium term expenditure framework. Untuk mewujudkan pembaharuan sistem penganggaran belanja negara tersebut, Pemerintah telah
menetapkan beberapa tahap strategi, mulai dari strategi pengenalan, yang dilaksanakan dalam kurun waktu 2005-2009; strategi pemantapan, yang dilaksanakan dalam kurun waktu 2010-
2014; dan strategi penyempurnaan, yang dijadwalkan akan dilaksanakan pada tahun 2015. Langkah administratif lain adalah dilakukannya berbagai upaya untuk mempercepat proses
penyerapan anggaran, dengan melakukan berbagai langkah penyederhanaan prosedur dengan tetap memperhatikan prinsip tata kelola yang baik dan akuntabilitas. Termasuk dalam upaya
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-6
ini adalah dikeluarkannya berbagai peraturan turunan dari UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, antara lain: 1 penerbitan PP Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan
RKAKL untuk meningkatkan transparansi proses penyusunan belanja KL dan harmonisasi antara sistem penganggaran dan sistem perencanaan pembangunan nasional, serta sinergi
antarlembaga pemerintah; 2 penerapan prinsip “let managers manage” dengan lebih memberikan keleluasaan kepada KL dalam proses penyusunan anggaran dan revisi anggaran.
Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tatacara revisi RKAKL. Untuk menjaga akuntabilitas dan governance penyusunan APBN, maka aparat pengawas internal
pemerintah APIP akan secara aktif melakukan penelitian terhadap dokumen anggaran di masing-masing KL; 3 penguatan fungsi monitoring dan evaluasi, antara lain melalui
penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249 Tahun 2011 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja atas Pelaksanaan RKAKL. Hasil dari monitoring dan evaluasi tersebut
digunakan sebagai salah satu instrumen untuk menyusun pagu anggaran tahun berikutnya; dan 4 perbaikan pengaturan sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah, antara lain
dimungkinkannya persiapan dan proses tenderlelang lebih awal. Selanjutnya, terkait dengan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat, dalam kurun waktu
2008–2013, secara nominal mengalami peningkatan, yaitu Rp693,4 triliun pada tahun 2008, menjadi Rp1.010,6 triliun pada tahun 2012, dan mencapai Rp1.196,8 triliun pada APBNP tahun
2013. Proporsinya terhadap belanja negara relatif konstan, yaitu dari 70,3 persen pada tahun 2008 menjadi 67,8 persen pada tahun 2012, dan mencapai 69,3 persen dalam APBNP tahun
2013. Perkembangan volume anggaran belanja pemerintah pusat dalam kurun waktu tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang secara signiikan
mempengaruhi antara lain adalah harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional Indonesia Crude PriceICP, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan kondisi
perekonomian global. Sementara itu, faktor internal yang mempengaruhi pelaksanaan APBN antara lain adalah kebutuhan belanja operasional untuk penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan langkah-langkah kebijakan dan administrasi di bidang belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN.
Selanjutnya, penjelasan yang lebih rinci mengenai perkembangan belanja pemerintah pusat dalam tahun 2008–2013 menurut fungsi, organisasi, dan jenis belanja dapat diuraikan sebagai
berikut.
4.2.1 Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi
Dalam pasal 11 ayat 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, diatur bahwa anggaran belanja pemerintah pusat juga dikelompokkan menurut fungsi. Kemudian,
pengelompokan menurut fungsi yang meliputi 11 fungsi menggambarkan berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat
dan untuk pertumbuhan kesejahteraan rakyat. Sebelas fungsi Pemerintah tersebut, adalah: 1 fungsi pelayanan umum, 2 fungsi pertahanan, 3 fungsi ketertiban dan keamanan,
4 fungsi ekonomi, 5 fungsi lingkungan hidup, 6 fungsi perumahan dan fasilitas umum, 7 fungsi kesehatan, 8 fungsi pariwisata dan budaya, 9 fungsi agama, 10 fungsi
pendidikan, dan 11 fungsi perlindungan sosial. Dalam periode 2008–2013, sebagian besar anggaran belanja pemerintah pusat dialokasikan untuk melaksanakan fungsi pelayanan umum,
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-7
yaitu mencapai rata-rata sebesar 65,1 persen dari total realisasi
belanja pemerintah pusat setiap tahunnya. Sementara itu, sekitar
34,9 persen dari realisasi anggaran belanja pemerintah pusat selama
periode tersebut digunakan untuk menjalankan fungsi-fungsi lainnya.
Ilustrasi mengenai perkembangan pelaksanaan anggaran belanja
pemerintah pusat menurut fungsi
disajikan dalam Grafik 4.1 dan Tabel 4.1
serta diuraikan di dalam penjelasan sebagai berikut.
Anggaran Belanja Fungsi Pelayanan Umum
Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi pelayanan umum, yang terutama digunakan untuk melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dialokasikan melalui KL dan
non-KL. Dalam periode 2008-2013, anggaran belanja fungsi pelayanan umum mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 6,1 persen per tahun, dari sebesar Rp534,6 triliun pada tahun
2008, menjadi sebesar Rp720,1 triliun pada tahun 2013. Pertumbuhan anggaran belanja fungsi pelayanan umum dalam kurun waktu tersebut mencerminkan upaya Pemerintah untuk terus
meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan umum kepada masyarakat. Belanja pemerintah pusat pada fungsi pelayanan umum terdiri atas beberapa subfungsi, yang dalam periode
2008-2013 rata-rata proporsinya terhadap fungsi pelayanan umum adalah sebagai berikut: 1 subfungsi lembaga eksekutif dan legislatif, keuangan dan iskal, serta urusan luar negeri
sebesar 18,6 persen; 2 subfungsi pelayanan umum sebesar 1,2 persen; 3 subfungsi penelitian dasar dan pengembangan Iptek sebesar 0,4 persen; 4 subfungsi pinjaman pemerintah sebesar
17,4 persen; 5 subfungsi pembangunan daerah sebesar 0,3 persen; 6 subfungsi Litbang pelayanan umum sebesar 0,02 persen; dan 7 subfungsi pelayanan umum lainnya sebesar
62,2 persen. Dalam periode 2008-2013, anggaran belanja subfungsi pelayanan umum lainnya mendominasi alokasi anggaran belanja fungsi pelayanan umum, hal tersebut terkait dengan
kebijakan Pemerintah untuk menjaga stabilitas harga komoditas tertentu melalui pengalokasian berbagai jenis subsidi untuk masyarakat.
Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada beberapa subfungsi yang menonjol pada fungsi pelayanan umum, yaitu: 1 subfungsi pelayanan umum lainnya mengalami
pertumbuhan rata-rata sebesar 5,1 persen per tahun, yaitu dari Rp353,2 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp453,8 triliun dalam tahun 2013, terutama digunakan untuk membiayai
belanja subsidi dan transfer lainnya; 2 subfungsi pinjaman pemerintah dalam kurun waktu yang sama mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 5,3 persen per tahun, yaitu dari Rp87,5 triliun
dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp113,3 triliun dalam tahun 2013, antara lain digunakan untuk pembayaran bunga utang; serta 3 subfungsi lembaga eksekutif dan legislatif, keuangan
dan iskal serta urusan luar negeri dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 8,3 persen per tahun, yaitu Rp90,5 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar
Rp134,8 triliun dalam tahun 2013. Anggaran pada subfungsi lembaga eksekutif dan legislatif,
693,4 628,8
697,4 883,7
1.010,6 1.154,4
- 200,0
400,0 600,0
800,0 1.000,0
1.200,0 1.400,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBN
T ril
iu n
R u
p ia
h
GRAFIK 4.1 PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT
MENURUT FUNGSI, 2008 - 2013
PERLINDUNGAN SOSIAL PENDIDIKAN
AGAMA PARIWISATA DAN BUDAYA
KESEHATAN PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM
LINGKUNGAN HIDUP EKONOMI
KETERTIBAN DAN KEAMANAN PERTAHANAN
PELAYANAN UMUM
Sumber: Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-8
keuangan dan iskal serta urusan luar negeri dalam periode tersebut, terutama digunakan untuk membiayai beberapa program di antaranya: 1 program dukungan manajemen dan
pelaksanaan tugas teknis lainnya; 2 program pertumbuhan dan pengamanan penerimaan pajak; serta 3 program pengawasan, pelayanan, dan penerimaan di bidang kepabeanan dan
cukai. Perkembangan realisasi anggaran fungsi pelayanan umum dalam periode tahun 2008-
2013 disajikan dalam Graik 4.2. Pencapaian dari pelaksanaan
berbagai program dan kegiatan pada fungsi pelayanan umum
dalam periode 2008-2013, antara lain yaitu: 1 terlaksananya
penyaluran subsidi BBM kepada masyarakat; 2 terlaksananya
penyediaan pasokan listrik dengan harga yang terjangkau kepada
masyarakat; 3 terlaksananya penyaluran subsidi pangan dan
penyediaan beras bersubsidi untuk masyarakat miskin; 4
LKPP LKPP
LKPP LKPP
LKPP APBN
01 PELAY ANAN UMUM
534,6 417 ,8
47 1,6 508,9
647 ,7 7 20,1
02 PERTAHANAN
9,2 13,1
17 ,1 51,1
61,2 81,8
03 KETERTIBAN DAN KEAMANAN
7 ,0 7 ,8
13,8 21,7
29,1 36,5
04 EKONOMI
50,5 58,8
52,2 87 ,2
105,6 122,9
05 LINGKUNGAN HIDUP
5,3 10,7
6,5 8,6
8,8 12,4
06 PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM
12,4 14,6
20,1 22,9
26,4 30,7
07 KESEHATAN
14,0 15,7
18,8 14,1
15,2 17 ,5
08 PARIWISATA DAN BUDAY A
1,3 1,4
1,4 3,6
2,5 2,5
09 AGAMA
0,7 0,8
0,9 1,4
3,4 4,1
10 PENDIDIKAN
55,3 84,9
90,8 97 ,9
105,2 118,5
11 PERLINDUNGAN SOSIAL
3,0 3,1
3,3 3,9
5,1 7 ,4
XX
FUNGSI TIDAK ADA -
0,0 0,9
62,3 0,3
0,0 693,4
628,8 697 ,4
883,7 1.010,6
1.154,4
Sumber : Kementerian Keuangan
TABEL 4.1 BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT FUNGSI, 2008 - 2013
triliun rupiah NO.
FUNGSI 2013
2012 2010
2011
T O T A L 2008
2009
- 100,0
200,0 300,0
400,0 500,0
600,0 700,0
800,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBN T
ri li
un R
p
GRAFIK 4.2 BELANJA FUNGSI PELAYANAN UMUM,
2008-2013
Pelayanan Umum Pelayanan Umum Lainnya
Penelitian Dasar dan Pengembangan Iptek
Pembangunan Daerah Pinjaman Pemerintah
Lembaga Eksekutif, Legislatif, Keuangan dan
Fiskal, serta Urusan LN Sumber : Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-9
terlaksananya penyaluran subsidi pupuk dan subsidi benih dalam bentuk penyediaan pupuk dan benih unggul dengan harga terjangkau bagi petani; 5 terlaksananya penyaluran subsidi
transportasi umum untuk penumpang kereta api kelas ekonomi dan kapal laut kelas ekonomi; 6 terlaksananya kewajiban Pemerintah atas pembayaran bunga utang; serta; 7 meningkatnya
kompetensi SDM PNS dalam rangka mendukung peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Anggaran Belanja Fungsi Pertahanan
Realisasi anggaran fungsi pertahanan digunakan untuk kegiatan dalam rangka membiayai penyelenggaraan pertumbuhan kemampuan dan kekuatan pertahanan negara, sesuai dengan
salah satu sasaran pokok dari agenda mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, yaitu memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD
1945, serta Bhineka Tunggal Ika, yang tercermin dari tertanganinya kegiatan-kegiatan untuk memisahkan diri dari NKRI, serta meningkatnya daya cegah dan daya tangkal negara terhadap
ancaman bahaya terorisme bagi tetap tegaknya kedaulatan NKRI, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anggaran fungsi pertahanan pada belanja pemerintah pusat digunakan oleh
Kementerian Pertahanan, yang meliputi unit Mabes TNI, TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara. Dalam periode 2008-2013, alokasi anggaran belanja pemerintah
pusat pada fungsi pertahanan antara lain dirinci dalam: 1 subfungsi pertahanan negara 77,2 persen terhadap fungsi pertahanan; 2 subfungsi dukungan pertahanan 22,0 persen; dan
3 subfungsi Litbang pertahanan 0,7 persen. Dalam tahun 2008 telah dilakukan restrukturisasi dan realokasi program, yaitu program
penerapan kepemerintahan yang baik, yang diperuntukkan bagi belanja pegawai, yang semula merupakan bagian dari fungsi pertahanan dipindah menjadi bagian dari fungsi pelayanan umum.
Pertumbuhan rata-rata realisasi anggaran fungsi pertahanan dalam periode 2008-2013 adalah sebesar 54,9 persen per tahun, yaitu dari Rp9,2 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar
Rp81,8 triliun dalam tahun 2013. Selanjutnya, realisasi anggaran pada subfungsi pertahanan negara dalam periode 2008–2013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 59,3 persen per
tahun, yaitu dari sebesar Rp5,6 triliun dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp57,7 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi pertahanan negara dalam kurun waktu tersebut
terutama ditujukan untuk membiayai program pengembangan pertahanan matra darat, program pengembangan pertahanan matra laut, program pengembangan pertahanan matra udara, dan
program pengembangan pertahanan matra integratif. Sementara itu, realisasi anggaran pada subfungsi dukungan pertahanan dalam periode 2008–2013 mengalami pertumbuhan rata-rata
sebesar 46,5 persen per tahun, yaitu dari Rp3,4 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp22,9 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi dukungan pertahanan
digunakan untuk membiayai program pengembangan industri pertahanan dan program pengembangan sistem dan strategi pertahanan. Selanjutnya, realisasi anggaran pada subfungsi
Litbang pertahanan dalam periode 2008–2013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 65,5 persen per tahun, yaitu dari Rp94,6 miliar dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp1,2
trilliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi Litbang pertahanan digunakan untuk membiayai program pengembangan ketahanan nasional dan program penelitian dan
pengembangan pertahanan. Pencapaian yang dihasilkan dari berbagai program dan kegiatan yang dibiayai dengan realisasi
anggaran pada fungsi pertahanan dalam kurun waktu 2008–2013 tersebut, antara lain meliputi:
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-10
1 meningkatnya kesejahteraan prajurit TNI terutama kecukupan perumahan, pendidikan dasar keluarga prajurit, dan jaminan kesejahteraan akhir tugas; 2 meningkatnya jumlah dan kondisi
peralatan pertahanan kearah modernisasi alat utama sistem senjata dan kesiapan operasional; 3 terdayagunakannya potensi masyarakat dalam bela negara sebagai salah satu komponen utama
bela negara; 4 meningkatnya keberhasilan Pemerintah dalam mengungkap, mencegah dan menangkap pelaku dan jaringan terorisme; 5 meningkatnya peran dan pemberdayaan industri
pertahanan dalam negeri; 6 terumuskannya kebijakan pengembangan industri pertahanan sesuai dengan kemajuan Iptek; 7 terbangunnya pos-pos perbatasan; 8 terwujudnya
penggunaan kekuatan pertahanan integratif yang mampu menangkal
ancaman secara terintegrasi dan tepat waktu; 9 menurunnya gangguan
keamanan dan pelanggaran hukum di laut; serta 10 tercapainya jumlah
dan kondisi peralatan pertahanan ke arah modernisasi alat utama sistem
senjata dan kesiapan operasional. Perkembangan realisasi anggaran
fungsi pertahanan dalam periode tahun
2008–2013 disajikan dalam Graik 4.3
.
Anggaran Belanja Fungsi Ketertiban dan Keamanan
Realisasi anggaran pada fungsi ketertiban dan keamanan dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan ketertiban dan keamanan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. Realisasi
anggaran belanja fungsi ketertiban dan keamanan terdiri atas beberapa subfungsi, yaitu: 1 subfungsi kepolisian 56,9 persen terhadap fungsi ketertiban dan keamanan; 2 subfungsi
penanggulangan bencana 4,3 persen; 3 subfungsi pembinaan hukum 17,7 persen; 4 subfungsi peradilan 13,0 persen; 5 subfungsi Litbang ketertiban dan keamanan 0,1
persen; dan 6 subfungsi ketertiban dan keamanan lainnya 8,1 persen. Fungsi ketertiban dan keamanan juga mengalami restrukturisasi dan pemindahan program dalam tahun 2008,
sebagaimana halnya pada fungsi pertahanan, yaitu program penerapan kepemerintahan yang baik dipindahkan ke dalam fungsi pelayanan umum. Terkait dengan hal tersebut realisasi
anggaran fungsi ketertiban dan keamanan dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 39,0 persen per tahun, yaitu dari Rp7,0 triliun dalam tahun
2008, menjadi sebesar Rp36,5 triliun dalam tahun 2013. Selanjutnya, gambaran realisasi subfungsi yang menonjol dalam periode 2008–2013 diuraikan
sebagai berikut. Realisasi anggaran pada subfungsi kepolisian mengalami pertumbuhan rata- rata sebesar 51,2 persen per tahun, yaitu dari Rp2,9 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar
Rp22,8 triliun pada tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi kepolisian digunakan antara lain untuk membiayai program pengembangan SDM kepolisian, program pengembangan
sarana dan prasarana kepolisian, program pengembangan strategi keamanan dan ketertiban,
serta program pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Sementara itu, realisasi anggaran pada subfungsi penanggulangan bencana dalam kurun waktu
2008–2013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 29,5 persen per tahun, yaitu dari Rp369,2
- 10,0
20,0 30,0
40,0 50,0
60,0 70,0
80,0 90,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBN
T ril
iu n
R p
GRAFIK 4.3 BELANJA FUNGSI PERTAHANAN,
2008-2013
Pertahanan Negara Dukungan Pertahanan
Litbang Pertahanan
Sumber : Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-11
miliar dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp1,3 triliun dalam tahun 2013.
Realisasi anggaran pada subfungsi penanggulangan bencana digunakan
untuk membiayai program utama, yaitu program pencarian dan penyelamatan,
d e n g a n t e t a p m e m p e r h a t i k a n upaya pengurangan risiko bencana.
Perkembangan realisasi anggaran fungsi ketertiban dan keamanan dalam
periode tahun 2008–2013 disajikan
dalam Graik 4.4. Pencapaian yang dihasilkan dari berbagai program dan kegiatan pada anggaran fungsi ketertiban
dan keamanan dalam periode 2008–2013, antara lain meliputi: 1 menurunnya angka pelanggaran hukum dan indeks kriminalitas; 2 menurunnya kejadian tindak terorisme di
wilayah hukum Indonesia; 3 terciptanya suasana aman, tertib dan kondusif dalam masyarakat; 4 meningkatnya kesadaran hukum dan peran serta masyarakat dalam menyelesaikan
permasalahan sosial dan gangguan keamanan; 5 tercapainya gangguan keamanan yang menurun pada jalur aktivitas masyarakat yang menggunakan moda transportasi laut, keamanan
pesisir dan pelabuhan nasionalinternasional; 6 menurunnya angka penyalahgunaan narkoba dan menurunnya peredaran gelap narkoba; 7 terselenggaranya tata kelola pemerintahan dan
pelayanan yang profesional di lingkungan Polri; 8 terlaksanakannya transparansi pelayanan masyarakat sebagai salah satu program quick wins bidang reserse; serta 9 menanggulangi
dan menurunnya jenis kejahatan kejahatan konvensional, kejahatan transnasional, kejahatan yang berimplikasi kontijensi dan kejahatan terhadap kekayaan negara tanpa melanggar HAM.
Anggaran Belanja Fungsi Ekonomi
Dalam periode 2008-2013 realisasi anggaran belanja pada fungsi ekonomi mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 19,5 persen per tahun, yaitu dari Rp50,5 triliun pada tahun
2008, menjadi sebesar Rp122,9 triliun pada tahun 2013. Peningkatan realisasi anggaran pada fungsi ekonomi, terutama berkaitan dengan upaya Pemerintah dalam rangka mendukung upaya
percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Realisasi dan proporsi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi ekonomi dalam periode 2008-2013 terdiri atas: 1 subfungsi
perdagangan, pengembangan usaha, koperasi dan UKM 3,0 persen terhadap fungsi ekonomi; 2 subfungsi pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan 17,6 persen; 3 subfungsi
pengairan 6,1 persen; 4 subfungsi bahan bakar dan energi 7,6 persen; 5 subfungsi pertambangan 1,8 persen; 6 subfungsi transportasi 53,1 persen; 7 subfungsi industri dan
konstruksi 2,4 persen; 8 subfungsi tenaga kerja 2,0 persen; 9 subfungsi telekomunikasi 0,7 persen; 10 subfungsi Litbang ekonomi 2,0 persen; dan 11 subfungsi ekonomi lainnya
3,8 persen. Perhatian Pemerintah kepada pengembangan infrastruktur, baik infrastruktur perhubungan maupun pertanian tercermin dari besarnya alokasi untuk subfungsi transportasi
dan subfungsi pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan. Hal tersebut selaras dengan tujuan Pemerintah untuk menyelesaikan bottleneck infrastruktur dan memperkuat ketahanan pangan.
Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada beberapa subfungsi yang menonjol pada fungsi ekonomi dijabarkan sebagai berikut. Dalam periode 2008–2013, realisasi anggaran
- 5,0
10,0 15,0
20,0 25,0
30,0 35,0
40,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBN
Tr iliu
n R
p
GRAFIK 4.4 BELANJA FUNGSI KETERTIBAN DAN KEAMANAN,
2008-2013
Ketertiban dan Keamanan Lainnya
Peradilan Pembinaan Hukum
Penanggulangan Bencana Kepolisian
Sumber : Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-12
pada subfungsi transportasi mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 21,8 persen per tahun, yaitu dari Rp24,7 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp66,3 triliun dalam tahun
2013. Realisasi anggaran pada subfungsi transportasi terutama digunakan antara lain untuk: 1 program penyelenggaraan jalan; dan 2 program pengelolaan dan penyelenggaraan
transportasi laut, darat, udara, dan perkeretaapian. Pencapaian yang dihasilkan dari berbagai program dan kegiatan pada subfungsi transportasi
dalam periode 2008–2013, antara lain meliputi: 1 terselesaikannya preservasi jalan nasional dan jembatan; 2 peningkatan kapasitas jalanpelebaran dan jembatan pada jalur lintas
utama; 3 terlaksananya program pengembangan Bus Rapid Transit BRT; 4 terlaksananya pembangunan terminal Tipe A antarpropinsi dan terminal antarlintas batas negara tersebar
di lima lokasi; 5 peningkatan dan rehabilitasi jalur rel KA pembangunan jalur rel KA baru termasuk jalur ganda; 6 terlaksananya pembangunan pelabuhan baru dan lanjutan
pembangunan pelabuhan; 7 terlaksananya pengembangan bandar udara strategis; serta 8 terbangunnya sistem jaringan transportasi perkotaan dan perdesaan di wilayah terpencil,
pedalaman, perbatasan, dan pulau terdepan. Sementara itu, dalam kurun waktu yang sama, realisasi anggaran pada subfungsi pertanian,
kehutanan, perikanan, dan kelautan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 12,1 persen per tahun, yaitu dari Rp11,2 triliun dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp19,9 triliun dalam
tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi pertanian, kehutanan, dan kelautan antara lain untuk melaksanakan: 1 program peningkatan ketahanan pangan; 2 program penyediaan
dan pengembangan prasarana dan sarana pertanian; 3 program peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman pangan untuk mencapai swasembada dan swasembada
berkelanjutan; 4 program pencapaian swasembada daging sapi dan peningkatan penyediaan pangan hewani yang aman, sehat, utuh, dan halal; serta 5 program pengembangan SDM
pertanian dan perikanan serta kelembagaan petani dan nelayanpembudidaya ikan. Pencapaian yang dihasilkan dari berbagai program dan kegiatan pada subfungsi pertanian,
kehutanan, perikanan, dan kelautan dalam periode 2008–2013, antara lain meliputi: 1 terpeliharanya dan meningkatnya penyediaan bahan pangan pokok dari produksi dalam
negeri; 2 terjaganya stabilitas harga komoditas pangan; 3 meningkatnya pemenuhan konsumsi pangan masyarakat secara kuantitas dan kualitas menuju pola pangan harapan;
4 meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk pertanian, perikanan, dan kehutanan; 5 tercapainya pertumbuhan di sektor pertanian; 6 tercapainya pelaksanaan gerakan
memasyarakatkan makan ikan Gemarikan; serta 7 meningkatnya produk perikanan prima yang berdaya saing di pasar domestik dan internasional.
Selanjutnya, realisasi anggaran pada subfungsi bahan bakar dan energi dalam periode 2008– 2013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 31,8 persen per tahun, yaitu dari sebesar
Rp3,3 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp13,2 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi bahan bakar dan energi antara lain digunakan untuk melaksanakan:
1 program pengelolaan ketenagalistrikan; 2 program peningkatan aksesibilitas pemerintah daerah, koperasi, dan masyarakat terhadap jasa pelayanan sarana dan prasarana energi;
3 program pengelolaan energi baru terbarukan dan konservasi energi; 4 program pembinaan dan pengelolaan usaha pertambangan SDA dan batubara; serta 5 program pengelolaan dan
penyediaan minyak dan gas bumi.
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-13
Pencapaian yang dihasilkan dari pelaksanaan berbagai program
dan kegiatan pada subfungsi bahan bakar dan energi dalam periode
2008-2013 di antaranya yaitu: 1 meningkatnya produksi dari
sumber daya energi terbarukan seperti tenaga air, panas bumi,
matahari, biomassa, biofuel, dan bahan bakar nabati BBN; 2
tersedianya dan terdistribusinya BPH Migas BBM diseluruh wilayah
NKRI serta tersedianya cadangan BBM nasional; 3 pembangunan
jaringan distribusi gas kota; 4 meningkatnya rasio elektriikasi; dan 5 meningkatnya rasio desa berlistrik. Perkembangan realisasi anggaran belanja fungsi ekonomi periode 2008–2013
disajikan dalam Graik 4.5.
Anggaran Belanja Fungsi Lingkungan Hidup
Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi lingkungan hidup, terutama digunakan untuk upaya peningkatan kualitas dan pelestarian lingkungan hidup. Anggaran belanja fungsi
lingkungan hidup tersebut terdiri atas beberapa subfungsi dengan proporsi alokasi anggaran masing-masing subfungsi terhadap fungsinya sebagai berikut: 1 subfungsi manajemen limbah
sebesar 17,8 persen; 2 subfungsi penanggulangan polusi sebesar 1,9 persen; 3 subfungsi konservasi sumber daya alam sebesar 44,9 persen; 4 subfungsi tataruang dan pertanahan
sebesar 23,8 persen; serta 5 subfungsi lingkungan hidup lainnya sebesar 11,6 persen. Besarnya porsi alokasi anggaran pada subfungsi konservasi sumber daya alam dalam periode 2008-2013
menunjukkan keberpihakan Pemerintah terhadap upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Dalam kurun waktu 2008-2013, realisasi anggaran belanja pada
fungsi lingkungan hidup mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 18,6 persen per tahun, dari Rp5,3 triliun pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp12,4 triliun pada tahun 2013. Peningkatan
realisasi anggaran pada fungsi lingkungan hidup dalam kurun waktu tersebut mencerminkan upaya Pemerintah untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada beberapa subfungsi yang menonjol pada fungsi lingkungan hidup adalah sebagai berikut: 1 subfungsi manajemen limbah
mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 45,8 persen per tahun, dari Rp478,4 miliar pada tahun 2008 menjadi Rp3,2 triliun pada tahun 2013, yang terutama digunakan untuk membiayai
program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman serta program pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan pelaksanaan pengembangan sanitasi dan persampahan;
2 subfungsi konservasi sumberdaya alam mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 8,5 persen, dari sebesar Rp3,2 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp4,7 triliun pada tahun 2013, yang
terutama digunakan untuk program peningkatan fungsi dan daya dukung daerah aliran sungai DAS berbasis pemberdayaan masyarakat, program perencanaan, penyelenggaraan rehabilitasi
hutan dan lahan RHL, pengembangan kelembagaan dan evaluasi DAS, serta program konservasi keanekaragaman hayati dan perlindungan hutan; 3 subfungsi tataruang dan
- 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
120,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBN Tr
ili un
R p
GRAFIK 4.5 BELANJA FUNGSI EKONOMI,
2008-2013
Industri dan Konstruksi Transportasi
Pertambangan Bahan Bakar dan Energi
Pengairan Pertanian, Kehutanan, Perikanan, dan
Kelautan Tenaga Kerja
Perdagangan, Pengembangan Usaha, Koperasi dan UKM
Sumber : Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-14
pertanahan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 21,1 persen, dari
Rp1,4 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp3,5 triliun pada tahun 2013, yang
terutama digunakan untuk membiayai program pengelolaan pertanahan
nasional, program penyelenggaraan penataan ruang, serta program survei
dan pemetaan nasional. Perkembangan realisasi anggaran fungsi lingkungan
hidup dalam tahun 2008-2013
disajikan dalam Graik 4.6. Pencapaian dari pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pada fungsi lingkungan hidup
dalam kurun waktu 2008-2013 tersebut antara lain: 1 terlaksananya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan; 2 pengembangan hutan kemasyarakatan dan hutan desa; 3 pemantauan
dan pengawasan penataan perusahaan melalui mekanisme program peningkatan kinerja perusahaan Proper; 4 pemantauan dan pengawasan penataan terhadap industri melalui
mekanisme program kali bersih Prokasih; 5 penetapan kawasan konservasi perairan yang terkelola secara efektif; 6 dilaksanakannya pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang;
7 berkurangnya jumlah hotspot; serta 8 ditetapkannya rencana tata ruang pulau dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur
pada tahun 2011 dan awal tahun 2012.
Anggaran Belanja Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum
Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi perumahan dan fasilitas umum terutama digunakan untuk pembangunan perumahan dan pengadaan fasilitas umum yang
menjadi tanggung jawab Pemerintah kepada masyarakat. Fungsi perumahan dan fasilitas umum tersebut terdiri atas beberapa subfungsi dengan proporsi alokasi anggaran masing-
masing subfungsi terhadap fungsinya pada periode 2008-2013 sebagai berikut: 1 subfungsi pembangunan perumahan sebesar 10,6 persen; 2 subfungsi pemberdayaan komunitas
pemukiman sebesar 14,9 persen; 3 subfungsi penyediaan air minum sebesar 16,1 persen; 4 subfungsi perumahan dan fasilitas umum lainnya sebesar 58,3 persen. Dalam kurun waktu
2008-2013 realisasi anggaran belanja pada fungsi perumahan dan fasilitas umum mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 19,8 persen per tahun, dari Rp12,5 triliun pada tahun 2008
menjadi sebesar Rp30,7 triliun pada tahun 2013. Hal tersebut menunjukkan perhatian yang serius dari Pemerintah terhadap kebutuhan warganya, terutama untuk memenuhi kebutuhan
terhadap lingkungan perumahan yang layak. Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada fungsi perumahan dan fasilitas
umum adalah sebagai berikut: 1 subfungsi pembangunan perumahan mengalami pertumbuhan rata-rata 20,6 persen per tahun, dari Rp 1,6 triliun pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp4,1
triliun pada tahun 2013; 2 subfungsi pemberdayaan komunitas permukiman mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 12,6 persen, dari Rp2,1 triliun pada tahun 2008 menjadi sebesar
Rp3,8 triliun pada tahun 2013; 3 subfungsi penyediaan air minum mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 20,9 persen, dari Rp2,1 triliun pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp5,5
- 2,0
4,0 6,0
8,0 10,0
12,0 14,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBN
Tr iliu
n R
p
GRAFIK 4.6 BELANJA FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP,
2008-2013
Lingkungan Hidup Lainnya Tataruang dan Pertanahan
Konservasi Sumberdaya Alam
Penanggulangan Polusi Manajemen Limbah
Sumber : Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-15
triliun pada tahun 2013; dan 4 subfungsi perumahan dan fasilitas umum lainnya mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 21,2 persen, dari sebesar Rp6,6 triliun pada tahun 2008 menjadi
Rp17,3 triliun pada tahun 2013. Pencapaian dari pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pada fungsi perumahan
dan fasilitas umum dalam kurun waktu 2008-2013 tersebut antara lain: 1 terbangunnya 435 twin block TB rumah susun
sederhana sewa Rusunawa; 2 terfasilitasinya pembangunan rumah
swadaya sebanyak 32.512 unit; 3 meningkatnya kualitas perumahan
swadaya sebanyak 285.738 unit; 4 fasilitasi pembiayaan perumahan
untuk kepemilikan rumah sebanyak 280.555 unit. Perkembangan realisasi
anggaran belanja fungsi perumahan dan fasilitas umum tahun 2008-2013
disajikan dalam Graik 4.7.
Anggaran Belanja Fungsi Kesehatan
Anggaran belanja fungsi kesehatan yang dialokasikan melalui belanja pemerintah pusat ditujukan untuk meningkatkan kesehatan rakyat. Dalam kurun waktu 2008-2013, anggaran
belanja fungsi kesehatan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 4,5 persen per tahun, dari Rp14,0 triliun pada tahun 2008, menjadi sebesar Rp17,5 triliun pada tahun 2013. Selanjutnya,
anggaran belanja pemerintah pusat yang dialokasikan melalui fungsi kesehatan terdiri atas beberapa subfungsi, yaitu: 1 subfungsi obat dan perbekalan kesehatan 11,5 persen terhadap
fungsi kesehatan; 2 subfungsi pelayanan kesehatan perorangan 60,1 persen; 3 subfungsi pelayanan kesehatan masyarakat 12,3 persen; 4 subfungsi kependudukan dan keluarga
berencana 9,5 persen; 5 subfungsi Litbang kesehatan 1,7 persen; dan 6 subfungsi kesehatan lainnya 4,9 persen. Besarnya proporsi alokasi anggaran pada subfungsi pelayanan
kesehatan perorangan, terutama disebabkan oleh digulirkannya berbagai program pelayanan kesehatan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada beberapa subfungsi yang menonjol pada fungsi kesehatan dijabarkan sebagai berikut. Anggaran belanja pada subfungsi obat dan
perbekalan kesehatan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 15,4 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp1,4 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp2,8 triliun dalam tahun
2013. Sementara itu, anggaran pada subfungsi pelayanan kesehatan perorangan dalam kurun waktu yang sama mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,7 persen per tahun, yaitu dari
sebesar Rp8,8 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp10,0 triliun dalam tahun 2013. Selanjutnya, anggaran pada subfungsi kependudukan dan keluarga berencana dalam kurun
waktu 2008-2013, mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 40,2 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp479,7 miliar dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp2,6 triliun dalam tahun 2013.
Perkembangan realisasi anggaran fungsi kesehatan dalam periode tahun 2008-2013 disajikan
dalam Graik 4.8.
- 5,0
10,0 15,0
20,0 25,0
30,0 35,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBN Tr
iliu n
R p
GRAFIK 4.7 BELANJA FUNGSI PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM,
2008-2013
Perumahan dan Fasilitas Umum Lainnya
Penyediaan Air Minum Pemberdayaan Komunitas
Pe rmukiman Pe mbangunan Pe rumahan
Sumber : Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-16
Pencapaian dari pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pada fungsi kesehatan
dalam kurun waktu tersebut, antara lain yaitu: 1 membaiknya pelayanan kesehatan
bagi ibu hamil dan bersalin, antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya ibu
bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih cakupan PN dari 81,3 persen 2011
menjadi 83,1 persen 2012 dan cakupan kunjungan ibu hamil K1 dan K4 masing-
masing dari 95,7 persen dan 88,3 persen 2011 menjadi sebesar 95,7 persen dan 90,2
persen 2012; 2 membaiknya kesehatan dan gizi anak antara lain ditandai dengan meningkatnya cakupan imunisasi dasar lengkap
dari 53,8 persen 2010 menjadi 66,0 persen 2012, meningkatnya balita ditimbang berat badannya DS dari 67,9 persen 2010 menjadi 71,4 persen 2011, dan menurunnya prevalensi
kekurangan gizi menjadi sebesar 17,9 persen; 3 membaiknya upaya pengendalian penyakit menular dan tidak menular yang ditunjukkan oleh meningkatnya kasus baru TB paru BTA
positif yang disembuhkan dari 86,2 persen 2011 menjadi 84,4 persen 2012, menurunnya angka penemuan kasus malaria annual parasite index API per 1.000 penduduk dari 1,8
2011 menjadi 1,7 per 1.000 penduduk 2012, dan meningkatnya orang yang berumur 15 tahun atau lebih yang menerima konseling dan testing HIV dari 548.256 orang 2011 menjadi
884.905 orang 2012, dan yang memiliki pengetahuan HIV dan AIDS dari 57,5 persen 2010 menjadi sebesar 79,5 persen 2012; 4 meningkatnya jumlah, kualitas, dan penyebaran sumber
daya manusia kesehatan termasuk sarana pelayanan kesehatan yang ditunjukkan dengan meningkatnya tenaga dokter menjadi 32.492 orang, perawat 220.575 orang, bidan 124.164
orang, puskesmas 9.510 unit, puskesmas perawatan 3.152 unit, puskesmas nonperawatan 6.358 unit, RS pemerintah 888 unit dan tenaga kesehatan yang didayagunakan dan diberi insentif
sebanyak 4.354 orang yang ditempatkan pada daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan kepulauan DTPK dan daerah bermasalah kesehatan DBK.
Anggaran Belanja Fungsi Pariwisata dan Budaya
Anggaran belanja fungsi pariwisata dan budaya yang dialokasikan melalui belanja pemerintah pusat ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pengembangan di bidang
pariwisata dan budaya. Dalam kurun waktu 2008-2013, anggaran belanja fungsi pariwisata dan budaya mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 14,2 persen per tahun, dari sebesar
Rp1,3 triliun pada tahun 2008, menjadi sebesar Rp2,5 triliun pada tahun 2013. Pertumbuhan anggaran pada fungsi pariwisata dan budaya dalam kurun waktu tersebut, memperlihatkan
kesungguhan Pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui diversiikasi kebijakan yang salah satunya melalui sektor pariwisata. Sektor pariwisata yang maju
mampu menggerakkan sektor riil, utamanya di wilayah destinasi pariwisata tersebut berada. Harapannya ke depan, sektor pariwisata akan menjadi unsur pendukung yang signiikan untuk
meningkatkan pendapatan nasional. Anggaran belanja pemerintah pusat yang dialokasikan melalui fungsi pariwisata dan budaya terdiri atas beberapa subfungsi, yaitu: 1 subfungsi
pengembangan pariwisata 44,1 persen terhadap fungsi pariwisata dan budaya; 2 subfungsi pembinaan penerbitan dan penyiaran 3,2 persen; 3 subfungsi Litbang pariwisata 1,1 persen;
- 2,0
4,0 6,0
8,0 10,0
12,0 14,0
16,0 18,0
20,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBN
T ril
iu n
R p
GRAFIK 4.8 BELANJA FUNGSI KESEHATAN,
2008-2013
Kesehatan Lainnya Litbang Kesehatan
Kependudukan dan Keluarga Berencana
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pelayanan Kesehatan Perorangan
Obat dan Perbekalan Kesehatan Sumber : Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-17
dan 4 subfungsi pariwisata lainnya 16,0 persen. Visi Pemerintah untuk mengembangkan pariwisata tercermin dari besarnya proporsi alokasi anggaran untuk subfungsi pengembangan
pariwisata. Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada subfungsi yang menonjol pada
fungsi pariwisata dan budaya yaitu pada subfungsi pengembangan pariwisata
mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 3,2 persen per tahun, yaitu dari
sebesar Rp611,6 miliar dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp714,4 miliar
dalam tahun 2013, terutama digunakan untuk membiayai beberapa program
antara lain: 1 program pengembangan destinasi pariwisata; dan 2 program
pengembangan pemasaran pariwisata. Perkembangan realisasi anggaran fungsi
pariwisata dalam periode tahun 2008-
2013 disajikan dalam Graik 4.9. Pencapaian dari pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pada fungsi pariwisata dan
budaya dalam periode 2008-2013, antara lain yaitu: 1 pada tahun 2012, kunjungan wisatawan mancanegara Wisman mencapai 8,0 juta orang atau meningkat 5,0 persen dibandingkan
dengan tahun 2011, dan jumlah penerimaan devisa diperkirakan sebesar USD9,12 miliar, meningkat 6,7 persen dari penerimaan devisa tahun 2011 yang sebesar USD8,55 miliar;
2 jumlah perjalanan wisatawan nusantara Wisnus pada tahun 2012 mencapai 245 juta perjalanan, dengan pengeluaran wisnus sebesar Rp171,5 triliun; 3 pertumbuhan daya saing
pariwisata Indonesia di tingkat global pada tahun 2011 menjadi posisi 74 dari 139 negara, dari peringkat 81 dari 133 negara pada tahun 2009; 4 pengelolaan terpadu cagar budaya kawasan
Candi Borobudur, kawasan Candi Prambanan, dan kawasan Situs Manusia Purba Sangiran; 5 revitalisasi 6 museum, yaitu Museum Subak Bali, Museum Asmat Jakarta, Museum Batik
Pekalongan, Museum Bekon Blewut NTT, Museum Satria Mandala Jakarta dan Museum Asimbojo Bima NTB; 6 fasilitasi penyediaan sarana seni budaya di 25 provinsi dan 399
kabupatenkota; 7 pelaksanaan 13 penelitian bidang kebudayaan dan 148 penelitian bidang arkeologi; serta 8 fasilitasi penyelenggaraan 33 pergelaran, pameran, festival, workshop dan
lomba.
Anggaran Belanja Fungsi Agama
Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi agama dialokasikan guna memenuhi kewajiban Pemerintah dalam pelayanan urusan keagamaan dan menjaga keharmonisan
serta kerukunan kehidupan beragama. Dalam periode 2008-2013, anggaran fungsi agama mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 40,6 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp745,7
miliar dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp4,1 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi agama terdiri atas beberapa subfungsi, yaitu: 1 subfungsi
peningkatan kehidupan beragama 43,7 persen terhadap fungsi agama; 2 subfungsi kerukunan hidup beragama 2,3 persen; 3 subfungsi Litbang agama 34,8 persen; serta 4 subfungsi
pelayanan keagamaan lainnya 19,3 persen.
- 0,5
1,0 1,5
2,0 2,5
3,0 3,5
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBN T
ril iu
n R
p
GRAFIK 4.9 BELANJA FUNGSI PARIWISATA DAN BUDAYA,
2008-2013
Pariwisata dan Budaya Lainnya Pembinaan Olahraga Prestasi
Pembinaan Penerbitan dan Penyiaran
Pembinaan Kepemudaan dan Olah Raga
Pengembangan Pariwisata dan Budaya
Sumber : Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-18
Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada beberapa subfungsi yang menonjol pada fungsi agama dijabarkan sebagai berikut. Anggaran belanja pada subfungsi Litbang agama
dalam periode 2008–2013, mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 113,3 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp44,9 miliar pada tahun 2008, menjadi sebesar Rp2,0 triliun pada tahun
2013. Realisasi anggaran belanja untuk subfungsi Litbang agama terutama digunakan untuk membiayai program bimbingan masyarakat Islam dan program bimbingan masyarakat non-
Islam. Dalam periode yang sama, realisasi anggaran untuk subfungsi peningkatan kehidupan beragama mengalami pertumbuhan
rata-rata sebesar 17,3 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp607,8 miliar dalam
tahun 2008 menjadi sebesar Rp1,3 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran
belanja untuk subfungsi peningkatan kehidupan beragama terutama digunakan
dalam rangka meningkatkan kerukunan dan toleransi kehidupan beragama di
masyarakat. Perkembangan realisasi anggaran belanja fungsi agama dalam
periode 2008–2013 disajikan dalam
Graik 4.10. Pelaksanaan dari berbagai program yang dilakukan Pemerintah pada fungsi agama telah
diupayakan untuk menghasilkan beberapa pencapaian dalam rangka menciptakan kehidupan beragama yang harmonis dan peningkatan pelayanan ibadah keagamaan oleh Pemerintah,
beberapa capaian tersebut, antara lain : 1 kemajuan dalam perkembangan kehidupan beragama dalam beberapa hal terlihat dari semakin banyaknya momen-momen, perayaan, maupun ritual
keagamaan yang tidak hanya dinikmati oleh pemeluk agama yang bersangkutan namun juga melibatkan seluruh komponen masyarakat sebagai bentuk kohesi sosial yang mempengaruhi
terwujudnya masyarakat yang aman dan damai; 2 peningkatan kualitas penyelenggaran haji dengan melakukan optimalisasi dana setoran awal yang digunakan untuk subsidi beberapa
komponen haji seperti pemondokan dan katering. Sehingga pada tahun 2012, telah direalisasikan 98 persen pemondokan jemaah haji berada dalam radius kurang dari 2.500 meter.
Anggaran Belanja Fungsi Pendidikan
Anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi pendidikan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. Dalam periode 2008-
2013 anggaran fungsi pendidikan mengalami pertumbuhan rata-rata 16,5 persen per tahun, yaitu dari Rp55,3 triliun dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp118,5 triliun dalam tahun 2013,
sejalan dengan komitmen pemerintah untuk memenuhi kewajiban alokasi anggaran sebesar 20 persen dari APBN sebagaimana amanat konstitusi. Realisasi anggaran belanja pemerintah
pusat dan proporsi pada fungsi pendidikan terdiri atas beberapa subfungsi, yaitu: 1 subfungsi pendidikan dasar 31,4 persen terhadap fungsi pendidikan; 2 subfungsi pendidikan menengah
7,8 persen; 3 subfungsi pendidikan tinggi 31,7 persen; 4 subfungsi pelayanan bantuan terhadap pendidikan 12,2 persen; 5 subfungsi pendidikan nonformal dan informal 2,7
persen; 6 subfungsi pendidikan keagamaan 1,9 persen; 7 subfungsi pendidikan dan kebudayaan lainnya 6,2 persen; 8 subfungsi pendidikan anak usia dini 0,7 persen;
- 0,5
1,0 1,5
2,0 2,5
3,0 3,5
4,0 4,5
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBN Tr
iliu n
R p
GRAFIK 4.10 BELANJA FUNGSI AGAMA,
2008-2013
Pelayanan Keagamaan Lainnya Litbang Agama
Kerukunan Hidup Beragama Peningkatan Kehidupan Beragama
Sumber : Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-19
9 subfungsi pendidikan kedinasan 0,5 persen; 10 subfungsi Litbang pendidikan 1,0 persen; dan 11 subfungsi pembinaan kepemudaan dan olah raga 0,9 persen. Tingginya proporsi
alokasi anggaran pada subfungsi pendidikan dasar dalam periode 2008-2013 menunjukkan dukungan terhadap kebijakan pemerintah untuk penuntasan wajib belajar sembilan tahun.
Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada beberapa subfungsi yang menonjol pada fungsi pendidikan dijabarkan sebagai berikut. Dalam periode 2008–2013, anggaran belanja
pada subfungsi pendidikan dasar mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 3,3 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp24,6 triliun dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp29,0 triliun dalam
tahun 2013. Realisasi anggaran belanja pada subfungsi pendidikan dasar terutama digunakan untuk membiayai program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Dalam kurun waktu
yang sama, realisasi anggaran pada subfungsi pendidikan menengah mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 16,2 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp3,8 triliun dalam tahun 2008
menjadi sebesar Rp8,2 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi pendidikan menengah digunakan untuk membiayai program pendidikan menengah, baik pendidikan umum
maupun pendidikan agama. Sejalan dengan itu, realisasi anggaran untuk subfungsi pendidikan tinggi dalam kurun waktu yang sama mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 23,9 persen
per tahun, yaitu dari sebesar Rp13,1 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp38,2 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran belanja pada subfungsi pendidikan tinggi terutama
digunakan untuk penyediaan pelayanan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi, yang mencakup administrasi, operasional maupun dukungan untuk penyelenggaraan pendidikan
tinggi. Selanjutnya, realisasi anggaran untuk subfungsi pendidikan keagamaan dalam periode tahun 2008–2013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 57,2 persen per tahun, yaitu dari
sebesar Rp287,7 miliar dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp2,8 triliun
dalam tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi pendidikan keagamaan
terutama digunakan untuk: 1 program pendidikan Islam; 2 program
bimbingan masyarakat Kristen; 3 program bimbingan masyarakat
Hindu; serta 4 program bimbingan masyarakat Budha. Perkembangan
realisasi anggaran belanja fungsi pendidikan dalam periode 2008–2013
disajikan dalam Graik 4.11. Pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pada fungsi pendidikan dalam paruh waktu RPJMN
menunjukkan bahwa target yang ditetapkan dalam RPJMN diperkirakan dapat dicapai, antara lain meliputi: 1 terlaksananya bantuan beasiswa bagi sekitar 4,9 juta siswa tidak mampu di
jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tingkat tinggi dalam tahun 2009, dan diperkirakan mencapai 16,7 juta siswa dalam tahun 2013; 2 meningkatnya taraf pendidikan
masyarakat yang tercermin dari: a pertumbuhan rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas dari 7,7 tahun pada tahun 2009 menjadi 7,9 tahun pada tahun 2012; b penurunan
proporsi buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas dari 5,3 persen pada tahun 2009 menjadi 4,8 persen pada tahun 2012 dan diperkirakan akan mencapai 4,3 persen pada tahun 2013; c
pertumbuhan angka partisipasi murni APM SDSDLBMIPaket A dari 95,2 persen pada tahun 2009 menjadi 95,7 persen pada tahun 2012 dan diperkirakan akan mencapai 95,8 persen pada
- 10,0
20,0 30,0
40,0 50,0
60,0 70,0
80,0 90,0
100,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBN T
ri li
un R
p
GRAFIK 4.11 BELANJA FUNGSI PENDIDIKAN,
2008-2013
Litbang Pendidikan Pendidikan Keagamaan
Pelayanan Bantuan terhadap Pendidikan
Pendidikan Tinggi Pendidikan Non-Formal dan
Informal Pendidikan Menengah
Pendidikan Dasar Sumber : Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-20
tahun 2013; d pertumbuhan APM SMPSMPLBMTsPaket B dari 74,5 persen pada tahun 2009 menjadi 75,4 persen pada tahun 2012 dan diperkirakan akan mencapai 80,1 persen pada
tahun 2013; e pertumbuhan angka partisipasi kasar APK SMASMKMAPaket C dari 69,6 persen pada tahun 2009 menjadi 79,0 persen pada tahun 2012 dan diperkirakan akan mencapai
82,0 persen pada tahun 2013; f pertumbuhan APK PT usia 19-23 tahun dari 21,6 persen pada tahun 2009 menjadi 27,4 persen pada tahun 2012 dan diperkirakan akan mencapai 28,7 persen
pada tahun 2013; 3 meningkatnya proporsi jumlah guru yang telah memiliki kualiikasi minimal S1D4 dari 58,0 persen pada tahun 2011 menjadi sebesar 62,3 persen pada tahun 2012; serta
4 meningkatnya proporsi jumlah guru yang telah tersertiikasi, yaitu menjadi sebesar 59,3 persen dari jumlah guru yang masuk kriteria untuk disertiikasi, atau 42,6 persen dari total
jumlah guru di tahun 2012 dan diperkirakan meningkat menjadi 66,0 persen pada tahun 2013.
Anggaran Belanja Fungsi Perlindungan Sosial
Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi perlindungan sosial dialokasikan guna memenuhi kewajiban Pemerintah dalam upaya perlindungan sosial kepada masyarakat. Dalam
periode 2008-2013, anggaran fungsi perlindungan sosial mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 20,0 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp3,0 triliun dalam tahun 2008 menjadi
sebesar Rp7,4 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi perlindungan sosial terdiri atas beberapa subfungsi, yaitu: 1 subfungsi perlindungan
dan pelayanan sosial orang sakit dan cacat 3,4 persen terhadap fungsi perlindungan sosial; 2 subfungsi perlindungan dan pelayanan sosial Lansia 1,5 persen; 3 subfungsi perlindungan dan
pelayanan sosial anak-anak dan keluarga 13,9 persen; 4 subfungsi pemberdayaan perempuan 2,8 persen; 5 subfungsi bantuan dan jaminan sosial 19,1 persen; 6 subfungsi Litbang
perlindungan sosial 3,6 persen; dan 7 subfungsi perlindungan sosial lainnya 49,6 persen. Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada beberapa subfungsi yang menonjol
pada fungsi perlindungan sosial dijabarkan sebagai berikut. Anggaran belanja pada subfungsi Litbang perlindungan sosial dalam periode 2008–2013, mengalami pertumbuhan rata-rata
sebesar 32,8 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp65,3 miliar pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp269,9 miliar pada tahun 2013. Anggaran belanja pada subfungsi Litbang perlindungan
sosial terutama digunakan untuk melaksanakan program koordinasi pengembangan kebijakan kesejahteraan rakyat. Dalam periode yang sama, realisasi anggaran untuk subfungsi
pemberdayaan perempuan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 14,9 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp95,8 miliar dalam
tahun 2008 menjadi sebesar Rp191,8 miliar dalam tahun 2013. Realisasi
anggaran pada subfungsi perlindungan sosial lainnya mengalami pertumbuhan
rata-rata sebesar 119,1 persen per tahun yaitu dari sebesar Rp117,8 miliar dalam
tahun 2008 menjadi sebesar Rp5,9 triliun dalam tahun 2013. Perkembangan realisasi
anggaran belanja fungsi perlindungan sosial dalam periode 2008–2013 disajikan
dalam Graik 4.12.
- 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
6,0 7,0
8,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBN T
ri li
un R
p
GRAFIK 4.12 BELANJA FUNGSI PERLINDUNGAN SOSIAL,
2008-2013
Perlindungan Sosial Lainnya Litbang Perlindungan Sosial
Bantuan dan Jaminan Sosial Penyuluhan dan Bimbingan Sosial
Pemberdayaan Perempuan Perlindungan dan Pelayanan Sosial
Anak- anak dan Keluarga
Perlindungan dan Pelayanan Sosial Lansia
Perlindungan dan Pelayanan Sosial Orang Sakit dan Cacat
Sumber : Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-21
Pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pada fungsi perlindungan sosial diupayakan untuk pencapaian kebijakan terkait pengarusutamaan gender, serta perlindungan perempuan dan
anak dari tindak kekerasan. Pencapaian terkait dengan penerapan pengarusutamaan gender ditunjukkan dengan: 1 meningkatnya indeks pembangunan gender IPG yaitu dari 68,7 pada
tahun 2005 menjadi sebesar 72,77 pada tahun 2011 dan meningkatnya indeks pemberdayaan gender IDG yaitu dari 63,9 menjadi sebesar 67,8 pada tahun 2011; 2 dua puluh delapan KL
di tingkat nasional telah melaksanakan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender PPRG; dan 3 dua puluh Pemerintah Daerah provinsi telah melaksanakan PPRG dengan
dukungan dana dekonsentrasi. Pencapaian terkait dengan upaya perlindungan perempuan dan anak korban perdagangan
orang ditunjukkan dengan: 1 sebanyak 19 KL telah difasilitasi dalam penerapan kebijakan perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang Kemenko Kesra, Kemendagri, Kemenlu,
Kemendikbud, Kemenkes, Kemensos, Kemenakertrans, Kemenpora, Kemenkominfo, Kemenpar dan Ekonomi Kreatif, POLRI, BNP2TKI, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Kemkumham,
Kemenag, Kemenhub, BIN, dan BKKBN; 2 terkait akta kelahiran anak, cakupan anak balita dan anak yang memiliki akta kelahiran masing-masing telah mencapai 59 persen dan 63,7
persen; 3 diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pedoman Penetapan Pencatatan Kelahiran yang Melampaui Batas Waktu Satu Tahun
Secara Kolektif; dan 4 disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak SPPA bagi anak yang berhadapan dengan hukum.
4.2.2 Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi
Secara umum, Anggaran Belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi dibagi menjadi dua bagian kelompok besar, yaitu: 1 anggaran yang dialokasikan melalui bagian anggaran
kementerian negaralembaga BA KL dengan MenteriPimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran Chief Operational Oficer; dan 2 anggaran yang dialokasikan melalui Bagian
Anggaran Bendahara Umum Negara BA BUN yang dialokasikan melalui Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara Chief Financial Oficer.
Dalam periode 2008-2013, proporsi belanja KL terhadap belanja pemerintah pusat cenderung meningkat, yaitu dari 37,5 persen
dalam tahun 2008, menjadi 52,0 persen dalam APBNP 2013, sejalan dengan
peningkatan belanja Pemerintah Pusat, dari sebesar Rp693,4 triliun dalam
tahun 2008 menjadi Rp1.196,8 triliun pada APBNP 2013. Kecenderungan
tersebut utamanya disebabkan oleh semakin meningkatkanya alokasi
a n g g a r a n u n t u k p e l a k s a n a a n program-program pembangunan
yang dialokasikan melalui KL, dan juga diikuti oleh kebijakan untuk
mengendalikan besaran subsidi BBM
693,4 628,8
697,4 883,7
1 .010,6
1 .196,8
37,5 48,8
47,7 47,3
48,4 52,0
62,5 51,2
52,3 52,7
51,6 48,0
500 1.000
1.500
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBNP T
r il
iu n
R p
GRAFIK 4.13 PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT
2008-2013
KL Non KL
Sumber: Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-22
pada tahun 2013. Perkembangan mengenai besaran beserta proporsi belanja KL dan belanja
non-KL dalam kurun waktu 2008-2013, dapat diikuti pada Graik 4.13.
4.2.2.1 Bagian Anggaran Kementerian NegaraLembaga
Sebagaimana yang tertuang di dalam penjelasan pasal 11 ayat 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan
dengan susunan KL pemerintah pusat. Untuk memenuhi ketentuan tersebut, dalam perencanaannya, rincian belanja negara disusun berdasarkan pada organisasi yang ada beserta
dengan program-program yang diusulkannya. Dilihat dari jumlah Bagian Anggaran BA yang ada, selama periode 2008-2013 terdapat
peningkatan jumlah BA sebanyak 12 buah, yaitu dari 74 BA dalam APBN 2008 menjadi 86 BA dalam APBNP 2013. Penambahan jumlah bagian anggaran tersebut terkait dengan perubahan
struktur organisasi pemerintah pusat. Secara nominal, perkembangan alokasi belanja KL mengalami peningkatan dari Rp290,0 triliun dalam APBNP tahun 2008 menjadi Rp622,0
triliun dalam APBNP tahun 2013 dengan penyerapan berkisar pada angka 90 persen Lihat
Graik 4.14 dan Graik 4.15
Dari 86 BA tersebut, KL dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar berdasarkan bidang, yaitu: 1 KL dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 34 KL; 2 KL
dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan 32 KL; dan 3 KL dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat 20 KL.
KL yang termasuk dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, antara lain meliputi: 1 Kementerian Pekerjaan Umum; 2 Kementerian Perhubungan; 3 Kementerian
Keuangan; 4 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 5 Kementerian Pertanian; 6 Kementerian Kelautan dan Perikanan; 7 Kementerian Kehutanan; 8 Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi; 9 Badan Pusat Statistik; dan 10 Kementerian Perindustrian. KL yang termasuk dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan
Keamanan, antara lain meliputi: 1 Kementerian Pertahanan; 2 Kepolisian Negara Republik Indonesia; 3 Kementerian Dalam Negeri; 4 Komisi Pemilihan Umum; 5 Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia; 6 Mahkamah Agung; 7 Kementerian Luar Negeri; 8 Badan Pertanahan Nasional; 9 Kejaksaan Republik Indonesia; dan 10 Kementerian Komunikasi
dan Informatika.
89,5 91,8
90,9 90,5
89,3
- 20
40 60
80 100
100 200
300 400
500 600
700
2008 2009
2010 2011
2012 2013
persen triliun rupiah
APBNP LKPP
LKPP thd APBN-P rata-
rata penyerapan Sumber: Kementerian Keuangan
GRAFIK 4.15 PENYERAPAN BELANJA KL, 2008-2013
37,5 48,8
47,7 47,3
48,4 52,0
- 10,0
20,0 30,0
40,0 50,0
60,0
100 200
300 400
500 600
700
2008 2009
2010 2011
2012 2013
persen triliun rupiah
GRAFIK 4.14 PERKEMBANGAN BELANJA KL, 2008-2013
APBNP LKPP
thd BPP Sumber: Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-23
KL yang termasuk dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, antara lain meliputi: 1 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; 2 Kementerian Agama;
3 Kementerian Kesehatan; 4 Kementerian Sosial; 5 Kementerian Perumahan Rakyat; 6 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional; 7 Badan Penanggulangan
Lumpur Sidoarjo BPLS; 8 Kementerian Pemuda dan Olahraga; 9 Badan SAR Nasional; dan 10 Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Alokasi anggaran KL dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
sepanjang periode 2008–2013 mengalami peningkatan yaitu dari Rp99,9 triliun dalam
APBNP tahun 2008 menjadi Rp220,1 triliun dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu,
realisasi anggaran belanjanya dalam rentang waktu 2008–2013 secara nominal mengalami
pertumbuhan rata-rata sekitar 19,9 persen per tahun, dari sebesar Rp88,7 triliun dalam tahun
2008, menjadi Rp220,1 triliun dalam APBNP
tahun 2013 lihat Graik 4.16. Untuk KL dalam lingkup Kementerian
Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, alokasi anggarannya sepanjang
periode 2008–2013, mengalami peningkatan yaitu dari Rp99,7 triliun dalam APBNP tahun
2008 menjadi Rp203,1 triliun dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, realisasi anggaran
belanjanya dalam rentang waktu 2008–2013 secara nominal mengalami pertumbuhan rata-
rata sekitar 18,3 persen per tahun, dari sebesar Rp87,5 triliun dalam tahun 2008, menjadi
Rp203,1 triliun dalam APBNP tahun 2013 lihat
Graik 4.17.
Sementara untuk KL dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat, alokasi anggarannya sepanjang tahun 2008–2013, mengalami peningkatan dari
Rp90,5 triliun dalam APBNP tahun 2008 menjadi Rp198,8 triliun dalam APBNP tahun
2013. Sementara itu, realisasi anggaran belanjanya dalam rentang waktu 2008–2013
secara nominal mengalami pertumbuhan rata- rata sekitar 19,0 persen per tahun, dari sebesar
Rp83,5 triliun dalam tahun 2008, menjadi Rp198,8 triliun dalam APBNP tahun 2013 lihat
Graik 4.18.
88,8 88,5
87,8 85,6
88,7
- 10
20 30
40 50
60 70
80 90
100
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
persen triliun rupiah
GRAFIK 4.16 PERKEMBANGAN BELANJA KL BIDANG
PEREKONOMIAN, 2008-2013
APBNP LKPP
LKPP thd APBNP rata-
rata penyerapan
Sumber: Kementerian Keuangan
87,8 94,0
91,5 96,2
88,7
- 20
40 60
80 100
120
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
persen triliun rupiah
GRAFIK 4.17 PERKEMBANGAN BELANJA KL BIDANG
POLHUKAM , 2008-2013
APBNP LKPP
LKPP thd APBNP rata-
rata penyerapan
Sumber: Kementerian Keuangan
92,3 93,1
93,2 90,7
90,7
- 10
20 30
40 50
60 70
80 90
100
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
persen triliun rupiah
GRAFIK 4.18 PERKEMBANGAN BELANJA KL BIDANG
KESRA, 2008-2013
APBNP LKPP
LKPP thd APBNP rata-
rata penyerapan
Sumber: Kementerian Keuangan Sumber: Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-24
Dari 86 KL tersebut, terdapat sepuluh KL yang memperoleh alokasi anggaran terbesar dalam rangka memberikan aspek stimulasi terhadap perekonomian pro-growth, pro-job,
dan pro-poor. Dengan mengacu kepada alokasi anggaran tahun 2013, sepuluh KL dengan alokasi anggaran terbesar adalah: 1 Kementerian Pertahanan 13,4 persen dari belanja KL;
2 Kementerian Pekerjaan Umum 13,4 persen; 3 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 12,8 persen; 4 Kepolisian Negara Republik Indonesia 7,6 persen; 5 Kementerian Agama
7,3 persen; 6 Kementerian Kesehatan 5,9 persen; 7 Kementerian Perhubungan 5,7 persen; 8 Kementerian Keuangan 3,0 persen; 9 Kementerian ESDM 2,8 persen; dan
10 Kementerian Pertanian 2,6 persen.
Kementerian Pertahanan
Pada Kementerian Pertahanan, perkembangan anggaran belanjanya dalam kurun waktu
2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 21,7 persen per tahun, yaitu dari Rp31,3 triliun 4,5 persen terhadap Belanja Pemerintah PusatBPP dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp83,5
triliun 7,0 persen terhadap BPP dalam APBNP tahun 2013. Sejalan dengan itu, porsi anggaran belanja Kementerian Pertahanan terhadap total belanja KL mengalami peningkatan dari 12,1
persen dalam tahun 2008 menjadi sebesar 13,4 persen dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam periode tersebut
mengalami penurunan, yaitu dari 95,4 persen terhadap pagu APBNP tahun 2008, menjadi 84,1 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Alokasi anggaran tersebut digunakan untuk
mendukung pencapaian misi Kementerian Pertahanan, yaitu mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, dengan sasaran pembangunan pertahanan negara menuju kekuatan pertahanan
pada tingkat kekuatan pokok minimum minimum essential forceMEF. Realisasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam kurun waktu 2008-2013 sebagian besar merupakan
realisasi anggaran dari: 1 program pengembangan teknologi dan industri pertahanan; 2 program penggunaan kekuatan pertahanan integratif; 3 program modernisasi alutsista dan
non alutsistasarana dan prasarana matra darat; 4 program modernisasi alat utama sistem senjata alutsista dan non alutsista serta pengembangan fasilitas dan sarana prasarana matra
laut; dan 5 program modernisasi alutsista dan non-alutsista serta pengembangan fasilitas serta sarana dan prasarana matra udara.
Realisasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam periode tersebut, antara lain digunakan untuk membiayai pelaksanaan kegiatan-kegiatan: 1 pembangunan dan
pengembangan kekuatan dan kemampuan sistem, personel, materiil dan fasilitas TNI; 2 pembentukan kemampuan pertahanan pada skala MEF mencapai kesiapan alutsista sebesar
43,67 persen sampai dengan tahun 2014; serta 3 penambahan baru, menghidupkan kembali, atau repowering
terhadap alutsista yang secara ekonomi masih bisa dipertahankan. Selain itu, realisasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan tersebut juga digunakan untuk membiayai
pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengembangan sarana, prasarana dan fasilitas TNI, dengan output
antara lain berupa terlaksananya pembangunanrenovasi asrama dan perumahan dinas perumahan prajurit, perkantoran, serta pangkalan dan fasilitas pemeliharaan.
Dalam periode 2008-2013, telah dapat dicapai beberapa kemajuan penting di bidang pertahanan, antara lain: 1 terwujudnya postur dan struktur pertahanan sebesar 28,7
persen dari kekuatan MEF yang mampu melaksanakan operasi gabungan dan memiliki efek penggentar; 2 terbangunnya 25 pos perbatasan dan 5 pos pertahanan baru di pulau terdepan
terluar beserta penggelaran prajuritnya; 3 tercapainya kemandirian industri pertahanan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-25
sebesar 15,8 persen dari akuisisi alutsista TNI; 4 menurunnya gangguan keamanan dan
pelanggaran hukum di laut; 5 terpantaunya dan terdeteksinya potensi tindak terorisme dan
meningkatnya kemampuan dan keterpaduan dalam pencegahan dan penanggulangan
tindak terorisme; 6 terlindunginya informasi negara; dan 7 tersusunnya Permenhan
tentang Pengadaan Barang dan Jasa dengan menggunakan e-procurement
di lingkungan Kemhan dan TNI. Perkembangan anggaran
belanja Kementerian Pertahanan dalam periode
2008-2013 disajikan dalam Graik 4.19.
Output dari pelaksanaan berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya jumlah
kendaraan tempur sebanyak 52 unit pada tahun 2013; 2 jumlah peserta penggelaran satgas operasi pemukul TNI sebanyak 12.596 orang; 3 tercapainya rancang bangun sebanyak 29
prototype pada tahun 2013; 4 tercapainya jumlah alutsista percepatan MEF sebanyak 1 unit
pada tahun 2013; serta 5 tercapainya peningkatan kesiapan pesawat udara sebanyak 160 unit. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertahanan
dalam periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 meningkatnya jumlah kebutuhan alutsista produksi dalam negeri yang terpenuhi secara bertahap; 2 terwujudnya
penggunaan kekuatan pertahanan integratif yang mampu mengidentifikasi, menangkal, menindak ancaman secara terintegrasi, efektif, dan tepat waktu; 3 tercapainya tingkat
kesiapan alutsista dan fasilitassarana dan prasarana dalam rangka pencapaian sasaran pembinaan kekuatan dan kemampuan TNI AD menuju MEF; 4 tercapainya kemampuan
dan kekuatan TNI AL meningkat dan siap operasional mendukung pelaksanaan tugas sesuai standar dan kebutuhan, dengan daya dukung, daya tangkal dan daya gempur yang tinggi; serta
5 terlaksananya modernisasi dan peningkatan alutsista dan fasilitassarana dan prasarana dalam rangka pencapaian sasaran pembinaan kekuatan serta kemampuan TNI AU menuju MEF.
Kementerian Pekerjaan Umum
Perkembangan anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum
dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 22,1 persen per tahun, yaitu dari Rp30,7
triliun 4,4 persen terhadap BPP dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp83,3 triliun 7,0 persen terhadap BPP dalam APBNP tahun 2013. Sejalan dengan itu, porsi anggaran belanja
Kementerian Pekerjaan Umum terhadap total belanja KL mengalami peningkatan dari 11,8 persen dalam tahun 2008 menjadi sebesar 13,4 persen dalam APBNP tahun 2013. Sementara
itu, realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam periode tersebut mengalami penurunan, yaitu dari 93,5 persen terhadap pagu APBNP tahun 2008,
menjadi 90,7 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Alokasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum selama kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan upaya
Pemerintah untuk mewujudkan salah satu agenda pembangunan nasional dalam RPJMN 2010- 2014, yaitu pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan
aksesibilitas dan mobilitas wilayah dengan penyediaan jaringan yang ada, terpadu, dan berkelanjutan guna mendukung pertumbuhan ekonomi, perbaikan tata kelola pemerintahan, dan
95,4 102,0
98,8 102,3
84,1
- 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
120,0
- 10,0
20,0 30,0
40,0 50,0
60,0 70,0
80,0 90,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
persen triliun rupiah
APBNP LKPP
LKPP thd APBNP Sumber: Kementerian Keuangan
GRAFIK 4.19 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN PERTAHANAN,
2008-2013
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-26
pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Realisasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan
Umum dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk membiayai upaya
percepatan pembangunan dan penyediaan infrastruktur guna mendorong pertumbuhan
ekonomi, yang dilaksanakan melalui berbagai program, antara lain: 1 program pembinaan
konstruksi; 2 program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman;
3 program penyelenggaraan jalan; 4 program penyelenggaraan penataan ruang;
serta 5 program pengelolaan sumber daya air. Perkembangan anggaran belanja
Kementerian Pekerjaan Umum dalam periode
2008-2013 di sajikan dalam Graik 4.20.
Output dari pelaksanaan berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya pembina
jasa konstruksi daerah pada 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota; 2 tercapainya infrastruktur kawasan pemukiman perdesaan sebanyak 553 kawasan dan pelayanan sanitasi
melalui pembangunan infrastruktur air limbah on site dan off site yang mencapai 801 kawasan, penyediaan air minum di 1.088 kawasan MBR, regional dan khusus 540 IKK dan 6.930 desa
serta capaian 158 twinblock pada akhir 2012; 3 tercapainya jumlah jalan tol yang dibangun mencapai 814 km dan pembangunan jalan baru sepanjang 2.034,2 km dan jembatan sepanjang
26.008,67 m dalam kurun waktu 2010-2012; 4 tercapainya pembinaan penataan ruang terhadap 33 provinsi dalam kurun waktu 2010-2012; dan 5 tercapainya luas layanan jaringan
irigasi dan rawa yang dibangunditingkatkan sebesar 403.674 ha, direhabilitasi sebesar 1,56 juta ha, serta dioperasi dan dipelihara rata-rata sebesar 3,27 juta ha dalam kurun waktu 2011-2012.
Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum pada periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 meningkatnya kapasitas
dan kinerja pembina jasa konstruksi pusat dan daerah; 2 meningkatnya jumlah kabupaten kota yang menerapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam pengembangan kawasan
permukiman sesuai rencana tata ruang wilayahkawasan bagi terwujudnya pembangunan permukiman, serta jumlah kawasan yang mendapat akses pelayanan infrastruktur bidang
permukiman; 3 meningkatnya kondisi mantap jaringan jalan nasional; 4 tercapainya kesesuaian rencana pembangunan dengan rencana tata ruang wilayah, tercapainya kesesuaian
perwujudan program pembangunan infrastruktur dengan rencana tata ruang wilayah nasional, dan meningkatnya kualitas manajemen; dan 5 meningkatnya kinerja pengelolaan sumber
daya air.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Anggaran belanja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
dalam kurun waktu 2008- 2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 12,9 persen per tahun, yaitu dari Rp43,5 triliun 6,3
persen terhadap BPP dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp79,7 triliun 6,7 persen terhadap BPP dalam APBNP tahun 2013. Porsi anggaran belanja Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan terhadap total belanja KL mengalami penurunan dari 16,8 persen dalam tahun 2008 menjadi sebesar 12,8 persen dalam APBNP tahun 2013. Realisasi penyerapan anggaran
93,5 96,3
90,7 90,8
90,7
- 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
120,0
- 10,0
20,0 30,0
40,0 50,0
60,0 70,0
80,0 90,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
persen triliun rupiah
APBNP LKPP
LKPP thd APBNP Sumber: Kementerian Keuangan
GRAFIK 4.20 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN
PEKERJAAN UMUM, 2008-2013
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-27
belanja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam periode tersebut juga mengalami penurunan, yaitu dari 96,1 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2008, menjadi 87,6
persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Alokasi anggaran tersebut digunakan
untuk mendukung pencapaian misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
yaitu melalui: 1 program penelitian dan pengembangan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan; 2 program pendidikan dasar; 3 program pendidikan menengah;
4 program pendidikan tinggi; 5 program pengembangan profesi pendidik dan
tenaga kependidikan dan penjamin mutu pendidikan, dan 6 program pelestarian
budaya. Perkembangan anggaran untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
dalam periode 2008-2013, disajikan
dalam Graik 4.21.
Output yang dihasilkan dari pelaksanaan berbagai program tersebut, antara lain:
1 terbangunnya unit sekolah baru USB SMP sebanyak 2.432 sekolah; 2 terbangunnya USB SMA sebanyak 283 sekolah; 3 terbangunnya perpustakaan SMA dan SMK sebanyak 2.338 dan
607 perpustakaan; 4 telah disalurkannya BOS SD dan SMP bagi 36,6 juta siswa pada tahun 2009, 36,0 juta siswa pada tahun 2010, 36,1 juta siswa pada tahun 2011 dan 36,6 juta siswa
pada tahun 2012; serta 5 tercapainya guru yang memenuhi kualiikasi S1Diploma IV sesuai dengan ketentuan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mencapai 63,5 persen
pada tahun 2012, dari realisasi sebesar 46,0 persen pada tahun 2007. Selain itu, capaian yang telah diperoleh oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selama
kurun waktu tahun 2008-2013 dapat dikelompokkan ke dalam tiga capaian kinerja utama, yaitu: 1 perluasan akses pendidikan; 2 pemerataan akses pendidikan; serta 3 peningkatan mutu
dan daya saing pendidikan. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan pada periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 tersedianya model pembelajaran, data, dan informasi, serta standar mutu pendidikan anak usia dini
PAUD, pendidikan dasar, menengah, tinggi dan pendidikan orang dewasa dan akreditasinya serta tersedianya model kurikulum, data, informasi, standar mutu PAUD, pendidikan dasar,
menengah, tinggi dan pendidikan orang dewasa dan akreditasinya; 2 tercapainya keluasan dan kemerataan akses TKTKLB, SDSDLB, dan SMPSMPLB bermutu, serta relevan dengan
kebutuhan masyarakat, berkesetaraan gender di semua provinsi, kabupaten, dan kota; 3 tercapainya keluasan dan kemerataan akses SMA, SMK, SMLB bermutu, serta relevan
dengan kebutuhan masyarakat, berkesetaraan jender di semua provinsi, kabupaten dan kota; 4 tercapainya keluasan dan kemerataan akses pendidikan tinggi bermutu, berdaya saing
internasional, berkesetaraan jender, dan relevan dengan kebutuhan bangsa dan negara; 5 meningkatnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan, serta terjaminnya mutu
pendidikan sesuai standar nasional pendidikan; serta 6 tercapainya jumlah inventarisasi perlindungan karya budaya.
96,1 95,6
93,6 90,1
87,6
- 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
120,0
- 10,0
20,0 30,0
40,0 50,0
60,0 70,0
80,0 90,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
persen triliun rupiah
APBNP LKPP
LKPP thd APBNP Sumber: Kementerian Keuangan
GRAFIK 4.21 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, 2008-2013
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-28
Kepolisian Negara Republik Indonesia
Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia Polri, perkembangan anggaran belanja
dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 17,4 persen per tahun, yaitu dari Rp21,1 triliun 3,0 persen terhadap BPP dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp47,1 triliun
3,9 persen terhadap BPP dalam APBNP tahun 2013. Porsi anggaran belanja Polri terhadap total belanja KL mengalami penurunan dari 8,1 persen dalam tahun 2008 menjadi sebesar 7,6 persen
dalam APBNP tahun 2013. Realisasi penyerapan anggaran belanja Polri dalam periode tersebut juga mengalami penurunan, yaitu dari 99,5 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2008,
menjadi 94,3 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Alokasi anggaran tersebut
digunakan untuk mendukung pencapaian visi misi Polri, yaitu melalui: 1 program
penelitian dan pengembangan Polri; 2 program pengembangan strategi keamanan
dan ketertiban; 3 program pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat; 4
program penyelidikan dan penyidikan tindak pidana; dan 5 program penanggulangan
gangguan keamanan dalam negeri berkadar tinggi. Perkembangan anggaran belanja Polri
dalam periode 2008-2013 disajikan dalam
Graik 4.22. Dengan dukungan anggaran dan rencana program tersebut, indikator kinerja dari pelaksanaan
program-program tersebut, antara lain berupa: 1 tercapainya jumlah pembuatan prototype dan pengkajian sebanyak 14 laporan; 2 tercapainya jumlah layanan strategi keamanan dan
ketertiban dan jumlah layanan keamanan dan ketertiban kewilayahan sebanyak masing- masing 12 bulan layanan; 3 tercapainya jumlah kriminalitas yang dapat ditindak oleh fungsi
Babinkam Polri sebesar 90 persen; 4 tercapainya persentase jumlah perkara dan clearance rate
tindak pidana terorisme tingkat nasional sebesar 100 persen; dan 5 tercapainya persentase modernisasi sistem peralatan utama dan peralatan khusus yang mendukung penanggulangan
keamanan dalam negeri berkadar tinggi. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Polri pada periode
tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 peralatan Polri berbasis teknologi yang mampu menghadapi berbagai tren kejahatan; 2 dapat diketahuinya sejak awal potensi gangguan
keamanan yang dapat meresahkan masyarakat, sehingga ditemukan upaya penanganannya; 3 memelihara dan meningkatkan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat agar mampu
melindungi seluruh warga masyarakat Indonesia dalam beraktivitas untuk meningkatkan kualitas hidup yang bebas dari bahaya, ancaman, dan gangguan yang dapat menimbulkan cidera;
4 menanggulangi dan menurunnya penyelesaian jenis kejahatan kejahatan konvensional, kejahatan transnasional, kejahatan yang berimplikasi kontingensi dan kejahatan terhadap
kekayaan negara tanpa melanggar HAM; dan 5 masyarakat tidak merasa tergangguresah oleh gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat terutama gangguan yang berkadar tinggi
antara lain kerusuhan massa dan kejahatan terorganisir.
99,5 103,3
96,4 110,0
94,3
- 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
120,0
- 5,0
10,0 15,0
20,0 25,0
30,0 35,0
40,0 45,0
50,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
persen triliun rupiah
GRAFIK 4.22 PERKEMBANGAN BELANJA POLRI, 2008-2013
APBNP LKPP
LKPP thd APBNP
Sumber: Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-29
Kementerian Agama
Anggaran belanja Kementerian Agama
dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 25,0 persen per tahun, yaitu dari Rp14,9 triliun 2,1 persen terhadap
BPP dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp45,4 triliun 3,8 persen terhadap BPP dalam APBNP tahun 2013. Dengan perkembangan tersebut, maka porsi anggaran belanja Kementerian Agama
terhadap total belanja KL meningkat dari 5,7 persen dalam tahun 2008 menjadi sebesar 7,3 persen dalam APBNP tahun 2013. Realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian
Agama dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan, yaitu dari 93,0 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2008, menjadi 93,7 persen terhadap pagunya dalam APBNP
tahun 2012. Peningkatan porsi alokasi anggaran belanja Kementerian Agama selama kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas kehidupan beragama,
penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas. Realisasi anggaran belanja Kementerian Agama dalam
periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendorong segenap umat beragama untuk memahami ajaran agama masing-masing, baik yang vertikal maupun horizontal, serta untuk
menekankan adanya titik temu agama-agama dalam hal sama-sama mengajarkan
perdamaian, toleransi dan kasih sayang antar sesama manusia, yang dilaksanakan
melalui berbagai program, diantaranya: 1 program penyelenggaraan haji dan umrah;
2 program pendidikan Islam; 3 program bimbingan masyarakat Kristen; 4 program
bimbingan masyarakat Katolik; 5 program bimbingan masyarakat Hindu; dan 6
program bimbingan masyarakat Buddha. Perkembangan anggaran belanja Kementerian
Agama dalam periode 2008-2013 disajikan
dalam Graik 4.23.
Output dari pelaksanaan berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya rehabilitasi
asrama hajipusat informasi dan hubungan masyarakat PIH embarkasi dan petugas pusat informasi dan hubungan masyarakat PPIH Arab Saudi sebanyak 15 lokasi dan 1.500 orang;
2 tercapainya siswa Madrasah Ibtidaiyah MIUla penerima bantuan operasional sekolah BOS dan siswa Madrasah Tsanawiyah MTsWustha penerima BOS sebanyak 3.263.741
siswa dan 3.071.015 siswa pada tahun 2012; 3 tercapainya bantuan siswa miskin bagi siswa MI, MTs, dan MA sebanyak 750.000 siswa, 600.000 siswa, dan 400.000 siswa; 4 tercapainya
jumlah mahasiswa miskin penerima beasiswa sebanyak 1.000 mahasiswa dan jumlah sertiikasi guru agama Kristen sebanyak 1.000 guru pada tahun 2013; 5 tercapainya mahasiswa miskin
penerima beasiswa sebanyak 2.000 siswa dan jumlah bantuan tempat peribadatan Katolik sebanyak 106 buah pada tahun 2013; 6 tercapainya mahasiswa miskin penerima beasiswa
sebanyak 2.500 siswa dan jumlah sertiikasi guru agama Hindu sebanyak 1.500 orang; dan 7 tercapainya mahasiswa miskin penerima beasiswa sebanyak 500 orang dan jumlah sertiikasi
guru agama Buddha sebanyak 200 orang. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama pada
periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 meningkatnya kualitas pembinaan,
93,0 93,6
93,0 93,8
93,7
- 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
- 5,0
10,0 15,0
20,0 25,0
30,0 35,0
40,0 45,0
50,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
persen triliun rupiah
APBNP LKPP
LKPP thd APBNP Sumber: Kementerian Keuangan
GRAFIK 4.23 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN AGAMA,
2008-2013
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-30
pelayanan, dan pengembangan sistem informasi haji dan umrah; 2 meningkatnya akses, mutu, dan daya saing pendidikan Islam; 3 meningkatnya kualitas pelayanan bimbingan masyarakat
dan pendidikan Kristen; 4 meningkatnya kualitas pelayanan bimbingan masyarakat dan pendidikan Katolik; 5 meningkatnya kualitas pelayanan bimbingan masyarakat dan pendidikan
Hindu; dan 6 meningkatnya kualitas pelayanan bimbingan masyarakat dan pendidikan Buddha.
Kementerian Kesehatan
Pada Kementerian Kesehatan, perkembangan anggaran belanja dalam kurun waktu 2008-
2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 18,2 persen per tahun, yaitu dari Rp15,9 triliun 2,3 persen terhadap BPP dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp36,6 triliun 3,1 persen terhadap
BPP dalam APBNP tahun 2013. Selain itu, porsi anggaran belanja Kementerian Kesehatan terhadap total belanja KL mengalami penurunan dari 6,1 persen dalam tahun 2008 menjadi
sebesar 5,9 persen dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam periode tersebut mengalami peningkatan, yaitu dari 86,2
persen terhadap pagu Kementerian Kesehatan dalam APBNP tahun 2008, menjadi 98,0 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Alokasi anggaran belanja Kementerian Kesehatan
selama kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berkualitas.
Realisasi anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung upaya percepatan pembangunan dan penyediaan infrastruktur
guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, yang dijabarkan dalam beberapa program pembangunan kesehatan, antara lain: 1 program pembinaan upaya kesehatan; 2 program
pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan; 3 program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak; 4 program kefarmasian dan alat kesehatan; dan 5 program
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Indikator kinerja dari pelaksanaan berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya
puskesmas yang menjadi puskesmas perawatan di perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar berpenduduk sebesar 96 persen dan persentase rumah sakit kabupatenkota yang mampu
melaksanakan obstetik neonatal emergensi komprehensif PONEK sebesar 100 persen;
2 tercapainya persentase tenaga kesehatan yang profesional dan memenuhi standar kompetensi sebesar 90 persen dan jumlah tenaga kesehatan yang mengikuti internship sebanyak 4.000
orang; 3 tercapainya persentase balita ditimbang berat badannya DS sebesar 85 persen dan ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih sebesar 90 persen; 4 tercapainya
100 persen ketersediaan obat dan vaksin dan 95 persen produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat;
serta 5 tercapainya 90 persen bayi usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap dan 90 persen kasus zoonosa yang ditemukan, ditangani sesuai standar.
Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan pada periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 meningkatkan upaya kesehatan
dasar, rujukan, dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan; 2 meningkatnya ketersediaan dan mutu sumber daya manusia kesehatan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan;
3 meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-31
seluruh masyarakat; 4 meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat; serta 5 menurunnya angka
kesakitan, kematian, dan kecacatan akibat penyakit.
Perkembangan anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam periode
2008-2013 disajikan dalam Graik 4.24.
Kementerian Perhubungan
P e r k e m b a n g a n a n g g a r a n b e l a n j a Kementerian Perhubungan
, dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 21,2 persen per tahun, yaitu dari
Rp13,5 triliun 1,9 persen terhadap BPP dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp35,3 triliun 2,9 persen terhadap BPP dalam APBNP tahun 2013. Porsi anggaran belanja Kementerian
Perhubungan terhadap total belanja KL mengalami peningkatan dari 5,2 persen dalam tahun 2008 menjadi sebesar 5,7 persen dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, realisasi penyerapan
anggaran belanja Kementerian Perhubungan dalam periode tersebut mengalami penurunan, yaitu dari 88,1 persen terhadap pagu APBNP tahun 2008, menjadi 78,9 persen terhadap
pagunya dalam APBNP tahun 2012. Alokasi anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pencapaian misi Kementerian Perhubungan, yaitu mewujudkan sektor perhubungan sebagai
salah satu pelayanan publik inti core public service yang sangat menentukan terwujudnya kesejahteraan masyarakat welfare society, dan keberhasilan pembangunan bangsa pada
umumnya. Hal ini terutama karena transportasi merupakan salah satu tulang punggung backbone pembangunan infrastruktur, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kehidupan
berbangsa dan bernegara pada bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan- keamanan. Karena itu, pembangunan sektor transportasi diarahkan pada terwujudnya
pelayanan perhubungan yang handal, berdaya saing dan memberikan nilai tambah. Pelayanan transportasi yang handal diindikasikan oleh penyelenggaraan transportasi yang aman, selamat,
nyaman, tepat waktu, terpelihara, mencukupi kebutuhan, menjangkau seluruh pelosok tanah air, serta mampu mendukung pembangunan nasional. Realisasi anggaran belanja Kementerian
Perhubungan sebagian besar digunakan untuk membiayai upaya percepatan pembangunan dan penyediaan infrastruktur guna mendorong
pertumbuhan ekonomi, yang dilaksanakan melalui berbagai program, antara lain: 1
program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi darat; 2 program pengelolaan
dan penyelenggaraan transportasi perkeretaapian; 3 program pengelolaan
dan penyelenggaraan transportasi laut; dan 4 program pengelolaan dan
penyelenggaraan transportasi udara. P e r k e m b a n g a n a n g g a r a n b e l a n j a
Kementerian Perhubungan dalam periode
2008-2013 disajikan dalam Graik 4.25.
86,2 87,2
94,4 91,3
98,0
- 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
120,0
- 5,0
10,0 15,0
20,0 25,0
30,0 35,0
40,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
persen triliun rupiah
APBNP LKPP
LKPP thd APBNP Sumber: Kementerian Keuangan
GRAFIK 4.24 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN KESEHATAN,
2008-2013
88,1 80,4
88,6 86,9
78,9
- 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
- 5,0
10,0 15,0
20,0 25,0
30,0 35,0
40,0 45,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
persen triliun rupiah
APBNP LKPP
LKPP thd APBNP Sumber: Kementerian Keuangan
GRAFIK 4.25 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN,
2008-2013
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-32
Output dari pelaksanaan berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya satu paket
rencana induk angkutan perkotaan, rencana induk sistem informasi lalu lintas perkotaan, laporan evaluasi, terselenggarannya automatic trafic control system ATCS, jumlah fasilitas
keselamatan transportasi perkotaan dan fasilitas keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan LLAJ sebanyak 32 fasilitas pada tahun 2013; 2 tercapainya 92 unit pengadaan lokomotif,
Kereta Rel Diesel Indonesia KRDI, Kereta Rel Diesel Elektrik KRDE, Kereta Rel Listrik KRL, railbus, tram
dan jalur KA baru yang dibangun termasuk jalur ganda sepanjang 383,37 km pada tahun 2013; 3 tercapainya 79 rute angkutan perintis laut yang dilayani dan pembangunan 22
kapal perintis dan kapal penumpang yang handal guna menunjang operasional keperintisan laut pada tahun 2013; serta 4 tercapainya pelayanan 168 rute perintis udara dan 120 bandar
udara yang dikembangkan dan direhabilitasi pada tahun 2013. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Perhubungan
pada periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 meningkatnya kinerja pelayanan transportasi darat; 2 meningkatnya kinerja pelayanan transportasi perkeretaapian;
3 meningkatnya kinerja pelayanan transportasi laut; dan 4 meningkatnya pelayanan dan pengelolaan perhubungan udara yang lancar, terpadu, aman, dan nyaman sehingga mampu
meningkatkan eisiensi pergerakan orang dan barang serta memperkecil kesenjangan pelayanan angkutan udara antar wilayah serta mendorong ekonomi nasional.
Kementerian Keuangan
Pada Kementerian Keuangan, perkembangan anggaran belanja dalam kurun waktu 2008-
2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 8,8 persen per tahun, yaitu dari Rp12,1 triliun dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp18,4 triliun dalam APBNP tahun 2013. Porsi anggaran belanja
Kementerian Keuangan terhadap total belanja KL mengalami penurunan dari 4,6 persen dalam tahun 2008 menjadi sebesar 3,0 persen dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, realisasi
penyerapan anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam periode tersebut mengalami peningkatan, yaitu dari 80,6 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2008, menjadi
92,9 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Realisasi anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam periode tersebut, sebagian
besar digunakan untuk membiayai: 1 p r o g r a m p e n i n g k a t a n d a n
pengamanan penerimaan pajak; 2 program pengawasan, pelayanan, dan
penerimaan di bidang kepabeanan dan cukai; 3 program pengelolaan anggaran
negara; 4 program pengawasan dan peningk atan ak untabilitas
aparatur Kementerian Keuangan; dan 5 program pengelolaaan dan
pembiayaan utang. Perkembangan anggaran belanja Kementerian Keuangan
dalam periode 2008-2013 disajikan
dalam Graik 4.26.
80,6 76,5
84,3 85,1
92,9
- 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
- 2,0
4,0 6,0
8,0 10,0
12,0 14,0
16,0 18,0
20,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
persen triliun rupiah
APBNP LKPP
LKPP thd APBNP
Sumber: Kementerian Keuangan
GRAFIK 4.26 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN KEUANGAN,
2008-2013
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-33
Indikator kinerja dari pelaksanaan berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya persentase penyelesaian usulan pembuatan dan penyempurnaan Peraturan Pemerintah PP dan
Peraturan Menteri Keuangan PMK di bidang peraturan perpajakan I sebesar 100 persen pada tahun 2013; 2 tercapainya persentase penyelesaian perumusan peraturan di bidang fasilitas
kepabeanan sebesar 100 persen dan rata-rata persentase realisasi dari janji layanan fasilitas kepabeanan sebesar 90 persen pada tahun 2013; 3 tersusunnya draft Nota Keuangan, RAPBN,
dan RUU APBN APBNP dengan besaran yang akurat dan tepat waktu sebesar 100 persen; 4 tercapainya 33 policy recommendation hasil pengawasan; serta 5 tercapainya persentase
pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup eisien dan aman sebesar 100 persen. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan pada
periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 peningkatan penerimaan pajak negara yang optimal; 2 terciptanya administrator kepabeanan dan cukai yang memberikan fasilitasi
kepada industri, perdagangan, dan masyarakat serta optimalisasi penerimaan; 3 terlaksananya fungsi penganggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan Pemerintah;
4 terwujudnya pengawasan yang memberi nilai tambah melalui peningkatan efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian, dan tata kelola serta peningkatan akuntabilitas aparatur di
lingkungan Kementerian Keuangan; dan 5 mengoptimalkan pengelolaan surat berharga negara SBN maupun pinjaman untuk mengamankan pembiayaan APBN.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Anggaran belanja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM
dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 26,1 persen per tahun, yaitu dari Rp5,4
triliun dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp17,4 triliun dalam APBNP tahun 2013. Dengan perkembangan tersebut, maka porsi anggaran belanja Kementerian ESDM terhadap total
belanja KL meningkat dari 2,1 persen dalam LKPP tahun 2008 menjadi sebesar 2,8 persen dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian
ESDM dalam periode tersebut justru mengalami penurunan, yaitu dari 98,8 persen terhadap APBNP tahun 2008, menjadi 60,7 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012.
Upaya dalam rangka mendukung visi Kementerian ESDM “terwujudnya ketahanan dan kemandirian energi serta peningkatan nilai tambah energi dan mineral yang berwawasan
lingkungan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”, dilaksanakan melalui berbagai program,
antara lain: 1 program pengelolaan dan penyediaan minyak dan gas bumi; 2
program pengelolaan ketenagalistrikan; 3 program pembinaan dan pengusahaan
mineral dan batubara; 4 program p e n e l i t i a n d a n p e n g e m b a n g a n
Kementerian ESDM; dan 5 program pengaturan dan pengawasan penyediaan
dan pendistribusian bahan bakar minyak dan pengangkutan gas bumi melalui
pipa. Perkembangan anggaran belanja Kementerian ESDM dalam periode 2008-
2013 disajikan dalam Graik 4.27.
98,8 90,8
69,3 57,5
60,7
- 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
120,0
- 2,0
4,0 6,0
8,0 10,0
12,0 14,0
16,0 18,0
20,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
persen triliun rupiah
APBNP LKPP
LKPP thd APBNP Sumber: Kementerian Keuangan
GRAFIK 4.27 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN ESDM,
2008-2013
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-34
Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, diantaranya meliputi: 1 tercapainya
jumlah produksi migas sebesar 920 MBOPD, gas bumi 1.320 MBOEPD, dan CBM 61,34 MBOEPD pada tahun 2013; 2 jumlah ketetapan penyiapan harga dan subsidi listrik sebanyak
18 ketetapan pada tahun 2013; 3 jumlah pengelolaan wilayah usaha pertambangan sebanyak 3 wilayah usaha; 4 jumlah kegiatan penelitian dan pengembangan sebanyak 25 kegiatan
pada tahun 2013; dan 5 jumlah persentase cakupan sistem pengawasan pendistribusian BBM sebesar 30 persen dari wilayah NKRI.
Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian ESDM pada periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 meningkatnya produksi migas
yang berkelanjutan kapasitas nasional keandalan dan eisiensi pasokan bahan bakar dan bahan baku industri, keandalan infrastruktur, serta menurunnya kecelakaan dan dampak lingkungan
dari kegiatan migas; 2 meningkatnya pemanfaatan energi listrik yang andal, aman, dan akrab lingkungan; 3 meningkatnya peran sub sektor mineral, batu bara, dan panas bumi
bagi pemerintahan maupun masyarakat; 4 meningkatnya pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan bidang energi sumber daya mineral; dan 5 tersedianya dan terdistribusinya
bahan bakar minyak di seluruh wilayah NKRI.
Kementerian Pertanian
Perkembangan anggaran belanja Kementerian Pertanian
dalam kurun waktu 2008- 2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 17,9 persen per tahun, yaitu dari Rp7,2 triliun
dalam LKPP tahun 2008 menjadi Rp16,4 triliun dalam APBNP 2013. Porsi anggaran belanja Kementerian Pertanian terhadap total belanja KL mengalami penurunan dari 2,8 persen
dalam tahun 2008 menjadi sebesar 2,6 persen dalam APBNP tahun 2013. Namun demikian, penyerapan anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam periode tersebut mengalami
peningkatan, yaitu dari 86,7 persen terhadap APBNP tahun 2008, menjadi 106,7 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Alokasi anggaran tersebut digunakan untuk
mendukung pencapaian misi Kementerian Pertanian, terutama berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, khususnya petani dengan penciptaan lapangan kerja
terutama di perdesaan, dan pertumbuhan ekonomi, serta mewujudkan ketahanan pangan nasional melalui revitalisasi pertanian. Realisasi anggaran belanja Kementerian Pertanian
dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung upaya peningkatan kemampuan petani untuk dapat menghasilkan komoditas yang berdaya saing tinggi, dan menjaga
tingkat produksi beras dalam negeri dengan tingkat ketersediaan minimal 90,0 persen dari kebutuhan domestik untuk mengamankan kemandirian pangan. Upaya tersebut dilaksanakan
melalui berbagai program, antara lain: 1 program peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman pangan untuk mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan;
2 program penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana pertanian; 3 program pencapaian swasembada daging sapi dan peningkatan penyediaan pangan hewani yang aman,
sehat, utuh, dan halal; 4 program penciptaan teknologi dan varietas unggul berdaya saing; dan 5 program peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan
berkelanjutan. Perkembangan anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam periode 2008-
2013 disajikan dalam Graik 4.28. Dalam periode 2008-2013,
output dari pelaksanaan berbagai program tersebut, antara lain:
1 peningkatan produksi padi dari 57,15 juta ton gabah kering giling GKG tahun 2007 menjadi 69,06 juta ton GKG pada tahun 2012 dan peningkatan produksi jagung dari 13,29 juta ton
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-35
pipilan kering tahun 2007 menjadi 19,39 juta ton pipilan kering
pada tahun 2012; 2 alokasi anggaran subsidi langsung benih
dalam bentuk bantuan langsung benih unggul dan cadangan benih
nasional yang meningkat dari Rp341,9 miliar pada tahun 2007
menjadi Rp1,85 triliun pada tahun 2012; 3 peningkatan produksi
tembakau 9,52 persen per tahun, peningkatan produksi kelapa
sawit 6,02 persen per tahun, peningkatan produksi kakao 2,75
persen per tahun, peningkatan produksi karet 2,33 persen per
tahun, dan peningkatan produksi gula 1,65 persen per tahun; 4 peningkatan produksi susu 16,97 persen per tahun, peningkatan produksi daging sapi 8,89 persen per tahun, peningkatan
produksi daging kambing atau domba 4,49 persen per tahun, peningkatan produksi daging ayam buras 1,85 persen per tahun, peningkatan produksi daging babi 1,47 persen per tahun;
5 pertumbuhan produksi komoditas durian 13,66 persen per tahun, pertumbuhan produksi komoditas mangga 10,54 persen per tahun, pertumbuhan produksi komoditas cabe 8,19
persen per tahun, dan pertumbuhan produksi komoditas bawang merah 5,17 persen per tahun; 6 nilai tukar petani meningkat dari 100 pada tahun 2007 menjadi 105,28 pada tahun 2013;
serta 7 perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian mencakup jaringan irigasi tingkat usaha tani seluas 531.709 ha, jaringan irigasi desa seluas 353.311 ha, dan tata air mikro seluas
156.669 ha. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian
pada periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 perluasan penerapan budidaya tanaman pangan yang tepat yang didukung oleh sistem penanganan pasca panen dan penyediaan
benih serta pengamanan produksi yang eisien untuk mewujudkan produksi tanaman pangan yang cukup dan berkelanjutan; 2 terlaksananya penyediaan dan pengembangan prasarana
dan sarana pertanian melalui kegiatan perluasan dan pengelolaan lahan, pengelolaan air irigasi, fasilitasi pembiayaan pertanian, fasilitasi pupuk dan pestisida, serta fasilitasi alat dan mesin
pertanian; 3 meningkatnya ketersediaan pangan hewani daging, telur, susu; 4 meningkatnya inovasi dan diseminasi teknologi pertanian; dan 5 meningkatnya produksi, produktivitas, dan
mutu tanaman perkebunan berkelanjutan. Sementara itu, apabila dilihat dari rata-rata penyerapan tahun 2008-2012, terdapat sepuluh
KL dengan penyerapan terbesar, yaitu: 1 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 107,4 persen terhadap pagunya; 2 Badan Nasional Penanggulangan Bencana 104,3 persen;
3 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 100,9 persen; 4 Kepolisian Negara Republik Indonesia 100,7 persen; 5 Badan Pusat Statistik 100,4 persen; 6 Badan Tenaga Nuklir
Nasional 98,9 persen; 7 Badan Intelijen Negara 98,0 persen; 8 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 97,9 persen; 9 Lembaga Sandi Negara 97,4 persen; dan
10 Kementerian Riset dan Teknologi 96,6 persen. Perkembangan penyerapan beberapa KL sepanjang 2008 – 2012 dengan penyerapan terbesar tersebut adalah sebagai berikut.
86,7 90,8
90,2 90,1
106,7
- 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
120,0
- 2,0
4,0 6,0
8,0 10,0
12,0 14,0
16,0 18,0
20,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
persen triliun rupiah
APBNP LKPP
LKPP thd APBNP
Sumber: Kementerian Keuangan
GRAFIK 4.28 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN PERTANIAN,
2008-2013
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-36
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Anggaran belanja Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI
dalam kurun waktu 2008- 2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 12,3 persen per tahun, yaitu dari Rp567,1 miliar dalam
LKPP tahun 2008, menjadi Rp1.011,6 miliar dalam APBNP tahun 2013. Realisasi penyerapan anggaran belanja LIPI dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan, yaitu dari 108,5
persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2008, menjadi 128,0 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012.
Realisasi anggaran belanja LIPI dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung: 1 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia; dan 2 program penelitian, penguasaan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi iptek.
Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya 175
buah laboratorium yang tersebar di 19 lokasi pada 13 provinsi di Indonesia; 2 tercapainya pendaftaran 271 paten pada periode 2005-2013.
Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja LIPI dalam periode tersebut, di antaranya
adalah: 1 terbangunnya tata kelola litbang yang eisien dan efektif; dan 2 meningkatnya kemampuan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan iptek.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Anggaran belanja Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB
dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 73,4 persen per tahun, yaitu dari Rp94,5
miliar dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp1.479,2 miliar dalam APBNP tahun 2013. Sejalan dengan itu, realisasi penyerapan anggaran belanja BNPB dalam periode tersebut juga mengalami
peningkatan, yaitu dari 84,9 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2008, menjadi 119,0 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012.
Realisasi anggaran belanja BNPB dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung: 1 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BNPB;
2 program peningkatan sarana dan prasarana aparatur BNPB; 3 program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur BNPB; dan 4 program penanggulangan bencana.
Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 pelaksanaan kegiatan
kerjasama organisasi di bidang penanggulangan bencana sebanyak 12 dua belas kerjasama; 2 terealisasinya 1 pedoman kesiapsiagaan sistem peringatan dini; 3 terfasilitasinya
pengurangan risiko bencana pada 40 lokasi; 4 tercapainya 10.000 orang relawan yang telah disertiikasi; dan 5 tersedianya data spasial dan statistik kebencanaan, serta terlaksananya
sistem informasi dan hubungan masyarakat dibidang kebencanaan dalam 18 satuan. Outcome
yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja BNPB dalam periode tersebut, di antaranya adalah: 1 meningkatnya koordinasi dan keterpaduan perencanaan, pembinaan,
pengendalian terhadap program, administrasi dan sarana prasarana serta kerjasama di lingkungan BNPB; 2 terwujudnya pengawasan dan pemeriksaan pelaksanaan tugas unit-unit
internal BNPB yang akuntabel.
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-37
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Anggaran belanja Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi BPPT
dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 12,5 persen per tahun, yaitu dari Rp526,4
miliar dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp946,8 miliar dalam APBNP tahun 2013. Sejalan dengan itu, realisasi penyerapan anggaran belanja BPPT dalam periode tersebut juga mengalami
peningkatan, yaitu dari 91,9 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2008, menjadi 110,8 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012.
Realisasi anggaran belanja BPPT dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung: 1 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BPPT;
2 program peningkatan sarana dan prasarana aparatur BPPT; dan 3 program pengkajian dan penerapan teknologi.
Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 pembangunan pilot
plant PLTP condensing turbine dengan kapasitas 3 MW di lapangan panas bumi Kamojang, Jawa
Barat; 2 telah dilakukan analisis kenaikan muka laut Jawa, perubahan parameter cuaca terkait pemanasan global, dan perancangan model hidrologi untuk identiikasi parameter isik daerah
aliran sungai Citarum; 3 terciptanya teknologi pengolahan air payau atau asin dengan sistem osmosa balik yaitu untuk menghasilkan air siap minum; dan 4 pemanfaatan hasil teknologi
pesawat udara nir awak BPPT untuk pengawasan daerah perbatasan, monitoring daerah pasca bencana, dan pengawasan terhadap illegal ishing.
Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja BPPT dalam periode tersebut, di
antaranya adalah: 1 terselenggaranya pembinaan dan pelayanan administrasi umum melalui penerapan SOP, pengukuran dan evaluasi kinerja atas pelaksanaan rencana kerja dan anggaran,
administrasi pemerintahan dan layanan teknologi yang akuntabel; 2 terbangunnya fasilitas laboratoria dan perkantoran BPPT di Serpong; dan 3 terlaksanannya intermediasi teknologi
bidang teknologi SDA untuk pelayanan publik instansi pemerintah dan teknologi kebencanaan untuk meningkatkan daya saing industri.
Badan Pusat Statistik
Anggaran belanja Badan Pusat Statistik BPS
dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 26,4 persen per tahun, yaitu dari Rp1.318,2 miliar dalam LKPP tahun
2008, menjadi Rp4.255,9 miliar dalam APBNP tahun 2013. Sejalan dengan itu, realisasi penyerapan anggaran belanja BPS dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan, yaitu
dari 92,4 persen terhadap APBNP tahun 2008, menjadi 116,8 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012.
Realisasi anggaran belanja BPS dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung: 1 program penyediaan dan pelayanan informasi statistik; 2 program pengawasan
dan peningkatan akuntabilitas aparatur BPS; 3 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BPS; dan 4 program peningkatan sarana dan prasarana aparatur BPS.
Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 terselesaikannya 5 dokumen diseminasi statistik pada tahun 2013; 2 tersusunnya LAKIP sesuai ketentuan
sebesar 100 persen; 3 terwujudnya manajemen eisien, efektif, bersih dan bertanggung jawab, transparan, serta bebas KKN melalui sistem pengawasan yang ketat berbasis teknologi informasi
yang mutakhir; dan 4 meningkatnya persentase cakupan pelayanan menyeluruh kepada BPS sebesar 100 persen.
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-38
Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja BPS dalam periode tersebut, di antaranya
adalah: 1 meningkatnya penyediaan data dan informasi statistik yang lengkap, akurat, dan tepat waktu; 2 meningkatnya kualitas akuntabilitas pengelolaan administrasi keuangan dan
barang; 3 terwujudnya good governance dan clean government; dan 4 terpenuhinya sarana dan prasarana yang mendukung peningkatan kinerja kegiatan teknis.
Badan Tenaga Nuklir Nasional
Anggaran belanja Badan Tenaga Nuklir Nasional BATAN
dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 19,8 persen per tahun, yaitu dari Rp308,4 miliar dalam LKPP
tahun 2008, menjadi Rp760,3 miliar dalam APBNP tahun 2013. Sejalan dengan itu, realisasi penyerapan anggaran belanja BATAN dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan,
yaitu dari 94,3 persen terhadap APBNP tahun 2008, menjadi 114,6 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012.
Realisasi anggaran belanja BATAN dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung: 1 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BATAN;
dan 2 program penelitian pengembangan dan penerapan energi nuklir, isotop dan radiasi. Output
yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya 1 laporan pengawasan dan pemeriksaaan INSP; dan 2 tercapainya 3 varietas hasil pengembangan
aplikasi teknologi isotop dan radiasi di bidang pertanian, industri, SDAL PATIR. Outcome
yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja BATAN dalam periode tersebut, di antaranya adalah: 1 peningkatan kinerja manajemen kelembagaan mendukung program litbang
energi nuklir, isotop dan radiasi; dan 2 meningkatnya peran iptek nuklir dalam mendukung program pembangunan nasional.
Badan Intelijen Negara
Anggaran belanja Badan Intelijen Negara BIN
dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 10,2 persen per tahun, yaitu dari Rp932,0 miliar dalam LKPP tahun
2008, menjadi Rp1.511,8 miliar dalam APBNP tahun 2013. Sejalan dengan itu, realisasi
penyerapan anggaran belanja BIN dalam periode tersebut mengalami peningkatan, yaitu dari 96,1 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2008, menjadi 99,4 persen terhadap pagunya
dalam APBNP tahun 2012. Realisasi anggaran belanja BIN dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk
mendukung: 1 program pengembangan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan keamanan negara; 2 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya
intelijen negara; dan 3 program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur intelijen negara.
Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya kegiatan
intelijen pihak lain atau negara lain yang terpantau sebesar 75 persen; 2 meningkatnya dukungan pelayanan secara teknis dan administrasi intelijen sebesar 31 persen; dan 3 kualitas
pengawasan dan pemeriksaaan sebesar 31 persen.
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-39
Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja BIN dalam periode tersebut, di antaranya
adalah: 1 meningkatnya pelaksanaan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan keamanan negara; 2 meningkatnya dukungan pelayanan secara teknis dan administrasi intelijen negara;
dan 3 meningkatnya pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan intelijen negara.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Anggaran belanja Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BKKBN dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 17,2 persen per tahun,
yaitu dari Rp1.156,0 miliar dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp2.551,9 miliar dalam APBNP tahun 2013. Realisasi penyerapan anggaran belanja BKKBN dalam periode tersebut mengalami
peningkatan, yaitu dari 96,6 persen terhadap APBNP tahun 2008, menjadi 104,9 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012.
Realisasi anggaran belanja BKKBN dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung: 1 program kependudukan dan keluarga berencana; 2 program pelatihan dan
pengembangan BKKBN; 3 program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur BKKBN; dan 4 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BKKBN.
Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 menurunnya persentase
jumlah wanita yang sudah tidak ingin anak lagi dan atau masih ingin mempunyai anak tetapi ditunda dan tidak menggunakan salah satu cara kontrasepsi
unmed need dari 9,1 persen pada tahun 2007 menjadi 8,5 persen pada tahun 2012; 2 tercapainya bayi yang lahir dari ibu
yang berada pada kelompok umur 15-19 tahun pada suatu daerah dan suatu tahun tertentu dan banyaknya ibu pada umur tersebut pada daerah dan tahun yang sama dari 51 bayi pada tahun
2007 menjadi 48 bayi pada tahun 2012; 3 terbentuknya 16.573 kelompok pusat informasi dan konseling kesehatan reproduksi bagi remaja PIK-R sampai dengan bulan April 2013; dan
4 terbentuknya 5 badan kependudukan dan keluarga berencana daerah BKKBD di kabupaten dan kota di 4 provinsi.
Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja BKKBN dalam periode tersebut,
di antaranya adalah: 1 tercapainya penduduk tumbuh seimbang 2015; 2 meningkatnya kualitas pelaksanaan pelatihan sumber daya manusia SDM aparatur, serta penelitian
program kependudukan dan keluarga berencana; 3 meningkatnya akuntabilitas pengelola bidang program, ketenagaan dan administrasi umum serta keuangan dan perbekalan good
governance ; dan 4 tersedianya dukungan manajemen dalam rangka penyelenggaraan program
kependudukan dan keluarga berencana.
Lembaga Sandi Negara
Anggaran belanja Lembaga Sandi Negara
dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 23,0 persen per tahun, yaitu dari Rp598,7 miliar dalam LKPP tahun
2008, menjadi Rp1.685,1 miliar dalam APBNP tahun 2013. Pada sisi lain, realisasi penyerapan anggaran belanja Lembaga Sandi Negara dalam periode tersebut mengalami penurunan, yaitu
dari 98,9 persen terhadap APBNP tahun 2008, menjadi 98,5 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012.
Realisasi anggaran belanja Lembaga Sandi Negara dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung: 1 program pengembangan persandian nasional; dan 2 program
dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Lembaga Sandi Negara.
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-40
Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 terbangunnya aplikasi
sistem timestamp authority untuk pengamanan distribusi dokumen elektronik daftar isian
pelaksanaan anggaran DIPA; 2 terlibat dalam bimbingan teknik kepada para administrator database
dan pejabat yang membidangi data informasi administrasi kependudukan dari 33 provinsi dan 497 kabupatenkota; 3 tercapainya 281 orang ahli sandi tingkat II, 1.008 orang
ahli tingkat I, dan 329 orang ahli tingkat II; dan 4 tercapainya sosialisasi persandian di 34 kementerian, 28 Lembaga Pemerintahan Non Kementerian, 7 lembaga tinggi negara, 6 TNI
PolriKejaksaan, dan 1 BUMN. Outcome
yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja Lembaga Sandi Negara dalam periode tersebut, di antaranya adalah: 1 terselenggaranya persandian sesuai kebijakan nasional; dan
2 pelayanan administrasi perkantoran Lembaga Sandi Negara secara akuntabel.
Kementerian Riset dan Teknologi
Anggaran belanja Kementerian Riset dan Teknologi
dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 6,8 persen per tahun, yaitu dari Rp451,2 miliar dalam
LKPP tahun 2008, menjadi Rp628,1 miliar dalam APBNP tahun 2013. Sejalan dengan itu, realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Riset dan Teknologi dalam periode tersebut
mengalami peningkatan, yaitu dari 96,8 persen terhadap APBNP tahun 2008, menjadi 101,5 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012.
Realisasi anggaran Kementerian Riset dan Teknologi dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung: 1 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis
lainnya Kementerian Riset dan Teknologi; dan 2 program peningkatan kemampuan iptek untuk penguatan sistem inovasi nasional.
Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya 5 hasil
penelitian unggulan di bidang kesehatan dan obat kelainan sel darah merah, infeksi malaria, resistensi obat, keanekaragaman genom dan penyakit, patogenesis, infeksi virus hepatitis B,
dan identiikasi DNA forensik berupa draft manuskrippublikasi ilmiah internasional atau uji diagnostik molekul; dan 2 terselesaikannya uji sistem peluncur roket mobil GAZ dan
penyusunan rekomendasi pengembangan roket balistik dan guided system. Outcome
yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja Kementerian Riset dan Teknologi dalam periode tersebut, di antaranya adalah: 1 meningkatnya dukungan manajemen bagi
pelaksanaan tugas serta pelaksanaan tugas lainnya untuk meningkatkan kinerja organisasi; dan 2 meningkatnya relevansi dan produktivitas litbang iptek bagi peningkatan daya saing
ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandirian bangsa.
4.2.2.2 Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara atau Belanja Non KL, yang terkait dengan belanja Pemerintah Pusat, terdiri atas: 1 BA BUN Pengelola Utang Pemerintah BA 999.01 untuk
pembayaran bunga utang; 2 BA BUN Pengelola Hibah BA 999.02 untuk belanja hibah; 3 BA BUN Pengelola Belanja Subsidi BA 999.07; 4 BA BUN Pengelola Belanja Lainnya BA
999.08 untuk belanja lain-lain dan cadangan penanggulangan bencana alam pada bantuan sosial; serta 5 BA BUN Pengelola Transaksi Khusus BA 999.99 untuk pembayaran pensiun,
cadangan dana dukungan kelayakanviability gap fund VGF dan kontribusi terhadap lembaga internasional, serta iuran asuransi kesehatan PNS dan penerima pensiun.
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-41
Secara umum, belanja pemerintah pusat yang dialokasikan melalui BA BUN cenderung meningkat, dari Rp433,7 triliun dalam tahun 2008 menjadi Rp574,8 triliun pada APBNP tahun
2013. Peningkatan tersebut utamanya disebabkan oleh peningkatan beban pembayaran bunga utang, sebagai akibat dari peningkatan outstanding utang Pemerintah, dan subsidi, khususnya
subsidi energi, sebagai akibat dari peningkatan volume konsumsi serta perubahan harga minyak mentah Indonesia dan nilai tukar sebagai dasar perhitungan besaran subsidi energi.
Sementara itu, realisasi belanja lain-lain, yang dialokasikan melalui BA 999.08, dalam kurun waktu 2008-2013 cenderung berfluktuasi seiring dengan kebijakan yang diambil
Pemerintah. Dalam tahun 2008 terdapat kebijakan bantuan langsung tunai BLT dan alokasi dana untuk persiapan penyelenggaraan Pemilu tahun 2009. Dalam tahun 2009, terdapat
kebijakan pendanaan Pemilu, pendanaan untuk sarana dan prasarana konversi energi, BLT, serta penuntasan kesinambungan rehabilitasi dan rekonstruksi di provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatra Utara pasca berakhirnya mandat Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi BRR NAD-Nias. Sementara itu, dalam tahun 2013
terdapat alokasi anggaran untuk kegiatan prioritas Pemerintah.
4.2.3 Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Belanja
Pemerintah Pusat Menurut Jenis
Sesuai dengan Pasal 11 ayat 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, rincian belanja pemerintah pusat menurut jenis terbagi atas: 1 belanja pegawai;
2 belanja barang; 3 belanja modal; 4 pembayaran bunga utang; 5 subsidi; 6 belanja hibah; 7 bantuan sosial; dan 8 belanja lain-lain.
Dalam periode 2008–2013, secara nominal belanja pemerintah pusat menunjukkan pertumbuhan rata-rata 11,5 persen, yaitu dari Rp693,4 triliun 14,0 persen terhadap PDB dalam tahun 2008
menjadi Rp1.196,8 triliun 12,7 persen terhadap PDB dalam APBNP tahun 2013. Dilihat dari komposisi menurut jenis, belanja yang mengalami peningkatan adalah belanja barang dan
belanja modal, sementara yang mengalami penurunan adalah belanja subsidi. Proporsi belanja barang terhadap total belanja pemerintah
pusat meningkat dari 8,1 persen dalam tahun 2008, menjadi 17,3 persen dalam
APBNP tahun 2013. Sedangkan, proporsi belanja modal terhadap total belanja
pemerintah pusat mengalami peningkatan dari 10,5 persen dalam tahun 2008,
menjadi 16,1 persen dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, subsidi menurun dari
39,7 persen dalam tahun 2008 menjadi 29,1 persen dalam APBNP tahun 2013.
Perkembangan belanja pemerintah pusat
menurut jenis disajikan dalam Tabel 4.2 dan Graik 4.29.
14,0 11,2
10,9 11,9
12,3 12,5
12,7
- 2,0
4,0 6,0
8,0 10,0
12,0 14,0
16,0
200 400
600 800
1.000 1.200
1.400 1.600
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBN 2013
APBNP
triliun rupiah
GRAFIK 4.29 BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT JENIS, 2008-2013
Belanja Pegawai Belanja Barang
Belanja Modal Pembayaran Bunga Utang
Subsidi Belanja Hibah
Bantuan Sosial Belanja Lain-lain
Persentase thd PDB Sumber: Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-42
Belanja Pegawai
Dalam kurun waktu tahun 2008-2013, belanja pegawai secara nominal mengalami pertumbuhan rata-rata 15,6 persen per tahun, yaitu dari Rp112,8 triliun 2,3 persen terhadap PDB dalam
tahun 2008 menjadi Rp233,0 triliun 2,5 persen terhadap PDB dalam tahun 2013. Sementara itu, kinerja penyerapan belanja pegawai terhadap pagunya dalam APBNP periode tahun 2008-
2012 selalu di atas 90 persen, yaitu 91,3 persen dalam tahun 2008 dan 93,2 persen dalam tahun 2012. Dalam tahun 2013, kinerja penyerapannya diperkirakan mencapai 100 persen dari pagunya
dalam APBNP tahun 2013. Sebagian besar realisasi belanja pegawai dalam
periode tahun 2008-2012 tersebut digunakan untuk membayar gaji dan
tunjangan serta honorarium, vakasi, lembur, dan lain-lain sebesar rata-
rata sekitar 64,6 persen, sedangkan sisanya sekitar 35,4 persen digunakan
untuk kontribusi sosial yaitu iuran asuransi kesehatan dan pembayaran
manfaat pensiun. Ilustrasi mengenai perkembangan belanja pegawai dalam
periode tersebut disajikan dalam
Graik 4.30. Meningkatnya alokasi dan realisasi belanja pegawai dalam periode tersebut antara lain berkaitan
dengan langkah-langkah kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah dalam rangka memperbaiki penghasilan dan kesejahteraan pegawai negeri sipil, anggota TNIPolri dan para pensiunan.
Kebijakan tersebut antara lain adalah: 1 kenaikan gaji pokok bagi PNS dan TNIPolri secara berkala; 2 pemberian gaji bulan ke-13; 3 kenaikan tunjangan fungsional dan tunjangan
struktural termasuk tunjangan hakim; 4 kenaikan uang lauk pauk bagi anggota TNIPolri;
2008 2009
2010 2011
2012 2013
LKPP LKPP
LKPP LKPP
LKPP APBNP
Kontribusi Sosial 37,3
48,5 52,8
61,8 69,9
79,0 Honorarium Vakasi
7,8 8,5
14,3 22,4
25,8 39,4
Gaji Tunjangan 67,8
70,7 81,0
91,5 102,2
114,5 Total
112,8 127,7
148,1 175,7
197,9 233,0
112,8 127,7
148,1 175,7
197,9 233,0
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
triliun Rp
GRAFIK 4.30 PERKEMBANGAN BELANJA PEGAWAI,
2008-2013
Sumber: Kementerian Keuangan
Real thd
total Real
thd total
Real thd
total Real
thd total
Real thd
total APBN
thd total
APBNP thd
total
1. Belanja Pegawai 112,8
16,3 127,7
20,3 148,1
21,2 175,7
19,9 197,9
19,6 241,6
20,9 233,0
19,5 2. Belanja Barang
56,0 8,1
80,7 12,8
97,6 14,0
124,6 14,1
140,9 13,9
200,7 17,4
206,5 17,3
3. Belanja Modal 72,8
10,5 75,9
12,1 80,3
11,5 117,9
13,3 145,1
14,4 184,4
16,0 192,6
16,1 4. Pembayaran Bunga Utang
88,4 12,8
93,8 14,9
88,4 12,7
93,3 10,6
100,5 9,9
113,2 9,8
112,5 9,4
5. Subsidi 275,3
39,7 138,1
22,0 192,7
27,6 295,4
33,4 346,4
34,3 317,2
27,5 348,1
29,1 6. Belanja Hibah
- -
- -
0,1 0,0
0,3 0,0
0,1 0,0
3,6 0,3
2,3 0,2
7. Bantuan Sosial 57,7
8,3 73,8
11,7 68,6
9,8 71,1
8,0 75,6
7,5 73,6
6,4 82,5
6,9 8. Belanja Lain-lain
30,3 4,4
38,9 6,2
21,7 3,1
5,5 0,6
4,1 0,4
20,0 1,7
19,3 1,6
693,4 100,0
628,8 100,0
697,4 100,0
883,7 100,0
1.010,6 100,0
1.154,4 100,0
1.196,8 100,0
Sumber: Kementerian Keuangan
2012 2013
Total
TABEL 4.2 PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2008-2013
triliun rupiah No.
Uraian 2008
2009 2010
2011
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-43
5 pemberian uang makan kepada PNS mulai tahun 2008; serta 6 kenaikan pensiun pokok dan pemberian pensiun bulan ke-13. Selain itu, peningkatan alokasi belanja pegawai juga
berkaitan dengan pemberian remunerasi dalam rangka reformasi birokrasi yang dimulai sejak tahun 2008 dan terus diperluas pelaksanaannya. Reformasi birokrasi yang pada tahun 2008
baru mencakup 3 tiga KL, pada tahun 2013 diharapkan telah mencakup sekitar 64 enam puluh empat KL yang melaksanakannya. Ilustrasi mengenai perkembangan kebijakan belanja
pegawai disajikan dalam Tabel 4.3.
Melalui kebijakan-kebijakan belanja pegawai yang ditempuh dalam periode tersebut, penghasilan dan kesejahteraan pegawai pemerintah mengalami peningkatan, yang tercermin pada kenaikan
take home pay THP bagi PNS dari waktu ke waktu. THP untuk PNS dengan pangkat terendah
golongan Ia tidak kawin mengalami peningkatan dari sekitar Rp1.569.300 dalam tahun 2008 menjadi sekitar Rp2.337.400 dalam tahun 2013. Khusus bagi guru, THP guru dengan pangkat
terendah golongan IIa tidak kawin mengalami peningkatan dari sekitar Rp2.111.900 dalam tahun 2008 menjadi sekitar Rp3.049.500 dalam tahun 2013, sedangkan bagi anggota TNI
Polri dengan pangkat terendah TamtamaBintara take home pay-nya mengalami peningkatan dari sekitar Rp2.153.340 dalam tahun 2008 menjadi sekitar Rp2.983.500 dalam tahun 2013.
Perkembangan take home pay pegawai pemerintah tahun 2008-2013 dapat dilihat dalam
Graik 4.31.
2008 2009
2010 2011
2012 2013
PNS Gol. Ia tidak kawin 1.569.300
1.728.600 1.907.765
2.019.850 2.243.700
2.337.400 Guru Gol. IIa tidak kawin
2.111.900 2.313.200
2.508.165 2.661.250
2.924.900 3.049.500
TNIPolri TamtamaBintara 2.153.340
2.304.100 2.521.317
2.644.790 2.897.104
2.983.500 500.000
1.000.000 1.500.000
2.000.000 2.500.000
3.000.000 3.500.000
rupiah
Sumber: Kementerian Keuangan
GRAFIK 4.31 PERKEMBANGAN TAKE HOME PAY TERENDAH
APARATUR NEGARA, 2008-2013
1. Pemberian GajiPensiun ke-13 1 x bl Juni
1 x bl Juni 1 x bl Juni
1 x bl Juni 1 x bl Juni
1 x bl Juni 2. Kenaikan Gaji Pokok rata-rata
20 15
5 10
10 7
3. Kenaikan Pensiun Pokok rata-rata 20
15 5
10 10
7 4. Uang makan dan lauk pauk
- ULP TNIPolri Rp
35.000 35.000
40.000 40.000
45.000 45.000
- Uang Makan PNS
15.000 15.000
20.000 20.000
25.000 25.000
5. Perkembangan Pelaksanaan Remunerasi 3 KL
2 KL 9 KL
2 KL 20 KL
28 KL
Sumber : Kementerian Keuangan
TABEL 4.3 KEBIJAKAN BELANJA PEGAWAI, 2008-2013
Uraian 2008
2009 2010
2011 2012
2013 APBNP
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-44
Belanja Barang
Dalam kurun waktu yang sama, realisasi anggaran belanja barang secara nominal mengalami pertumbuhan rata-rata 29,8 persen per tahun, yaitu dari Rp56,0 triliun 1,1 persen terhadap
PDB dalam tahun 2008 meningkat menjadi Rp206,5 triliun 2,2 persen terhadap PDB dalam APBNP tahun 2013.
Peningkatan realisasi anggaran belanja barang dalam kurun waktu tersebut, antara lain disebabkan oleh: 1 meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana kerja, baik perangkat
keras hardware maupun perangkat lunak software serta pengadaan peralatan kantor guna memenuhi kebutuhan administrasi yang semakin meningkat di berbagai instansi, termasuk
penyediaan belanja operasional bagi satuan kerja baru guna peningkatan
pelayanan; 2 seiring bertambahnya jumlah satuan kerja yang baru, sehingga
menyebabkan bertambahnya jumlah aset dan barang inventaris pemerintah yang
memerlukan pemeliharaan operasional; serta 3 meningkatnya harga barang
dan jasa yang sangat mempengaruhi biaya pemeliharaan maupun perjalanan
dinas. Meski demikian, upaya-upaya peningkatan efisiensi terus dilakukan
untuk pengendalian belanja barang, antara lain melalui penerapan lat policy.
Perkembangan realisasi belanja barang tahun 2008-2013 dapat dilihat dalam
Graik 4.32.
Belanja Modal
Sementara itu, dalam rentang waktu tahun 2008-2013, realisasi anggaran belanja modal secara nominal mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 21,5 persen per tahun, yaitu dari Rp72,8
triliun 1,5 persen terhadap PDB dalam tahun 2008 dan menjadi Rp192,6 triliun 2,0 persen terhadap PDB dalam APBNP tahun 2013. Peningkatan alokasi belanja modal dalam periode
tersebut lebih difokuskan pada pembangunan infrastruktur yang mempunyai daya dorong kuat terhadap pertumbuhan ekonomi seperti listrik, jalan, pelabuhan, serta pengembangan
infrastruktur pada 6 enam koridor ekonomi untuk mendukung program-program penyediaan infrastruktur, berupa pembangunan infrastruktur dasar untuk mendukung pencapaian target
pertumbuhan ekonomi, dan perbaikan kesejahteraan rakyat; pembangunan infrastruktur pertanian untuk mendukung pencapaian program ketahanan pangan, serta pembangunan
infrastruktur energi dan komunikasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan alokasi belanja modal dalam periode tersebut juga merupakan cermin dari besarnya perhatian
Pemerintah terhadap pembangunan infrastruktur Dalam periode 2008-2013, belanja modal yang cukup besar dialokasikan pada KL antara lain,
yaitu: 1 Kementerian Pekerjaan Umum, 2 Kementerian Perhubungan, 3 Kementerian Pertahanan, 4 Kementerian Agama, dan 5 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
56,0 80,7
97,6 124,6
140,9 206,5
- 50
100 150
200 250
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBNP
GRAFIK 4.32 PERKEMBANGAN BELANJA BARANG, 2008-2013
Belanja Barang Belanja Jasa
Belanja Pemeliharaan Belanja Perjalanan
Sumber Kementerian Keuangan
T r
il iu
n R
p
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-45
Realisasi anggaran belanja modal pada 5 KL tersebut dalam kurun waktu 2008-2013 digunakan untuk melaksanakan berbagai program antara lain, yaitu: 1 program pengelolaan
sumber daya air; 2 program peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana kereta api; 3 program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi darat, udara, dan laut; 4 program
pengembangan pertahanan; 5 program pendidikan tinggi; 6 program pengelolaan jalan; dan 7 program pendidikan agama Islam.
Outcome yang dihasilkan dari realisasi belanja modal dalam kurun waktu 2008-2013 antara
lain adalah: 1 meningkatnya kinerja pengelolaan sumber daya air; 2 meningkatnya kinerja pelayanan transportasi perkereta-apian; dan 3 meningkatnya pelayanan dan pengelolaan
perhubungan darat, laut dan udara yang lancar, terpadu, aman, dan nyaman, sehingga mampu meningkatkan eisiensi pergerakan orang dan barang, memperkecil kesenjangan pelayanan
angkutan udara antar wilayah serta mendorong ekonomi nasional.
Selanjutnya, outcome lain yang dihasilkan adalah 4 meningkatnya
akses, mutu, dan daya saing pendidikan Islam; dan 5 tercapainya keluasan dan
kemerataan akses pendidikan tinggi bermutu, berdaya saing internasional,
berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan bangsa dan negara.
Perkembangan realisasi belanja modal tahun 2008-2013 disajikan dalam
Graik 4.33.
Pembayaran Bunga Utang
Variabel-variabel yang mempengaruhi pembayaran bunga utang memiliki kecenderungan yang semakin membaik.
Tren yield SPN 3 bulan cenderung menurun sepanjang tahun 2011 sampai dengan kuartal pertama tahun 2013, dan cenderung meningkat pada kuartal kedua
tahun 2013. Hal tersebut tidak terlepas dari ekspektasi inlasi yang relatif terkendali selama tahun 2012 – 2013, kondisi ekonomi dalam negeri yang cukup kondusif, dan penerbitan SPN
yang dilakukan secara terukur dengan mempertimbangkan kebutuhan dan biaya penerbitan. Sampai dengan akhir bulan Juni tahun 2013 lelang SPN 3 bulan telah dilakukan sebanyak
6 kali dengan rata-rata tertimbang yield
weighted average yield - WAY sebesar 3,7 persen. Ilustrasi mengenai
perkembangan WAY lelang SPN 3
bulan disajikan dalam Graik 4.34. Di sisi lain, nilai tukar mata uang rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat USD dalam periode 2008-2013 cenderung
berfluktuasi. Dalam tahun 2008, rata-rata nilai tukar mata uang rupiah
terhadap USD berada pada kisaran Rp9.692,3 per USD, kemudian sedikit
72,8 75,9
80,3 11
7,9 145,1
192,6
50 100
150 200
250
2008 2009
2010 2011
2012 2013 APBNP
T ri
li u
n R
p
GRAFIK 4.33 PERKEMBANGAN BELANJA MODAL, 2008-2013
Tanah Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan Jalan, Irigasi dan Jaringan
Belanja Pemeliharaan yang dikapitalisasi Belanja Modal Fisik Lainnya
Dana Bergulir Belanja Modal Badan Layanan Umum BLU
Sumber : Kementerian Keuangan
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
6,0
GRAFIK 4.34 PERKEMBANGAN WEIGHTED AVERAGE YIELD WAY LELANG SPN 3 BULAN
2011 - 2013
Sumber: Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-46
menguat menjadi Rp9.384,2 per USD pada tahun 2012. Dalam tahun 2013 rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan berada pada kisaran Rp9.600,0 per USD. Sejalan dengan kondisi tersebut,
Pemerintah tetap berupaya untuk dapat meminimalkan volatilitas nilai tukar rupiah dengan menjaga kecukupan pasokan valuta asing valas di pasar domestik dalam rangka terjaganya
stabilitas ekonomi sehingga mampu mendorong penurunan yield SPN 3 bulan dan dapat meningkatkan
conidence investor di pasar keuangan domestik. Sementara itu, Sovereign Credit Rating Indonesia yang semakin membaik dari tahun ke
tahun telah memberikan pengaruh positif terhadap besaran biaya pengadaan utang SBN oleh pemerintah yang cenderung semakin eisien. Peningkatan rating satu notch berpotensi
menurunkan yield SBN valas baru sekitar 75-115 bps. Posisi rating Indonesia dalam tahun 2013
berada pada level BBB- Fitch, BB+ dengan outlook stabil SP, dan Baa3 Moody’s. Bunga pinjaman luar negeri terdiri dari beberapa kelompok, meliputi bunga atas pinjaman
luar negeri yang telah ditarik disbursed and outstanding, dan feebiaya pinjaman, seperti commitment fee
, front end fee, insurance premium, dan lain-lain. Besaran bunga pinjaman luar negeri, terutama dipengaruhi oleh faktor outstanding pinjaman luar negeri yang bersangkutan,
besarnya penarikan pinjaman luar negeri dalam tahun berjalan, tingkat bunga acuan LIBOR, EURIBOR, SIBOR
untuk pinjaman luar negeri berbunga mengambang variable rate loans, dan nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Sementara itu, Country Risk
Classiication CRC juga dapat mempengaruhi tingkat bunga pinjaman luar negeri melalui skema kredit ekspor. Penurunan satu level CRC berpotensi menurunkan biaya pinjaman luar
negeri melalui skema kredit ekspor sekitar 130-150 bps. Posisi CRC Indonesia pada
tahun 2013 adalah level tiga. Selama periode 2008 – 2013, realisasi
pembayaran bunga utang dalam APBN secara nominal menunjukkan pertumbuhan
rata-rata 4,94 persen per tahun, yaitu dari Rp88,4 triliun dalam tahun 2008 dan
mencapai Rp112,5 triliun dalam APBNP tahun 2013. Ilustrasi mengenai perkembangan
pembayaran bunga utang periode 2008 –
2013 disajikan dalam Graik 4.35. Dalam periode yang sama,
rasio pembayaran bunga utang terhadap total belanja negara rata-rata mencapai 7,97 persen per tahun. Namun demikian, seiring dengan peningkatan
eisiensi pengelolaan utang, dan semakin kondusifnya perekonomian domestik, rasio tersebut menunjukkan tren penurunan. Dalam APBNP 2013, pagu pembayaran bunga utang dianggarkan
sebesar 6,5 persen terhadap total belanja negara, yang berarti lebih rendah apabila dibandingkan dengan realisasi APBN tahun 2008 yang mencapai 9,0 persen. Kecenderungan penurunan juga
dapat dilihat dari rasio pembayaran bunga utang terhadap PDB dari 1,8 persen dalam realisasi APBN tahun 2008 menjadi 1,2 persen dalam APBNP tahun 2013. Hal serupa juga terlihat dari
rasio pembayaran bunga utang terhadap outstanding utang Pemerintah yang mencapai 5,4 persen dalam realisasi APBN tahun 2008, kemudian menjadi 5,1 persen dalam APBNP tahun
2013. Tren penurunan rasio-rasio tersebut terutama disebabkan, antara lain, oleh: a dampak penerbitan SBN dengan tenor pendek; b dampak perbaikan rating negara yang ditunjukkan
melalui Sovereign Credit Rating Indonesia yang semakin membaik dari tahun ke tahun; dan
897,3 843,6
953,7 1.202,8
1.390,9 1.613,7
88,4 93,8
88,4 92,0
100,5 112,5
9,0 10,0
8,5 7,1
6,7 6,5
0,0 2,0
4,0 6,0
8,0 10,0
12,0
0,0 200,0
400,0 600,0
800,0 1000,0
1200,0 1400,0
1600,0 1800,0
2000,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
P e
rs e
n T
ri li
u n
R u
p ia
h
GRAFIK 4.35 PERKEMBANGAN PEMBAYARAN BUNGA UTANG TERHADAP
TOTAL BELANJA NEGARA, 2008 – 2013
Belanja Non-Bunga Utang Pembayaran Bunga Utang
Rasio Pembayaran Bunga thd. Total Belanja Negara Keterangan:
APBNP 2013 Sumber : Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-47
c penurunan imbal hasil yield SBN yang cukup signiikan karena kondisi perekonomian yang semakin baik. Ilustrasi mengenai perkembangan pembayaran bunga utang tahun 2008 – 2013
disajikan dalam Tabel 4.4.
Selanjutnya, porsi pembayaran bunga utang yang digunakan untuk SBN domestik dan valas rata-rata mencapai 81,8 persen, dan selebihnya rata-rata 18,2 persen digunakan untuk
pembayaran bunga Pinjaman Luar Negeri PLN dan Pinjaman Dalam Negeri PDN. Alokasi belanja pembayaran bunga utang SBN secara umum terdiri atas komponen pembayaran bunga,
discount penerbitan SBN, biaya penerbitan SBN, dan biaya loss on bonds redemption pada saat
Pemerintah melakukan operasi debt switch ataupun buyback. Besaran bunga SBN dipengaruhi, antara lain oleh: jumlah outstanding SBN, jumlah penerbitan SBN dalam tahun berjalan, hasil
lelang SPN 3 bulan, yield pada saat penerbitan SBN, nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing pada saat pembayaran bunga SBN valas, dan sovereign credit rating yang mempengaruhi
besaran yield SBN.
Dalam periode terkini, SBN memegang peranan utama sebagai sumber pembiayaan utang. Hal tersebut tetap menjadi komitmen Pemerintah dalam tahun 2014, yaitu: memprioritaskan sumber
dana pengelolaan utang dari pasar keuangan domestik sehingga berdampak pada peningkatan kebutuhan alokasi pembayaran bunga utang dalam negeri. Porsi pembayaran bunga utang SBN
terhadap total pembayaran bunga utang dalam lima tahun terakhir menunjukkan tren yang semakin meningkat dari Rp65,2 triliun atau 74,5 persen dari total pembayaran bunga utang
dalam realisasi APBN tahun 2008 menjadi Rp95,5 triliun atau 85,8 persen dari total pagunya dalam APBNP tahun 2013. Dalam periode yang sama, rata-rata pertumbuhan pembayaran bunga
utang SBN sebesar 6,8 persen per tahun lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan pembayaran bunga utang luar negeri sebesar 5,5 persen per tahun. Ilustrasi porsi pembayaran bunga utang
berdasarkan instrumen disajikan dalam Graik 4.36. Selama periode 2008-2012, pembayaran bunga utang luar negeri cenderung lebih rendah
dari pembayaran bunga utang dalam negeri. Hal ini berkaitan dengan outstanding
APBN APBNP
Pembayaran Bunga Utang 88,4
93,8 88,4
93,3 100,5
113,2 112,5
a. Utang Dalam negeri
59,9
63,8 61,5
66,8 70,2
80,7 96,8
b. Utang Luar Negeri 28,5
30,0 26,9
26,4 30,3
32,5 15,8
terhadap Belanja Negara 9,0
10,0 8,5
7,2 6,7
6,7 6,5
a. Utang Dalam negeri 6,1
6,8 5,9
5,2 4,7
4,8 5,6
b. Utang Luar Negeri 2,9
3,2 2,6
2,0 2,0
1,9 0,9
terhadap Produk Domestik Bruto 1,8
1,7 1,4
1,3 1,2
1,2 1,2
a. Utang Dalam negeri 1,2
1,1 1,0
0,9 0,9
0,9 1,0
b. Utang Luar Negeri 0,6
0,5 0,4
0,4 0,4
0,4 0,2
terhadap Outsanding Utang Pemerintah 5,4
5,9 5,3
5,2 5,1
5,3 5,1
Asumsi dan Parameter
a. Rata-rata nilai tukar RpUSD 9.692,3
10.408,1 9.086,9
8.776,0 9.384,2
9.300,0 9.600,0
b. Rata-rata SPN 3 bulan 9,5
7,5 6,6
4,8 3,2
5,0 5,0
Pembiayaan Utang triliun Rupiah: 67,5
83,9 86,9
102,7 137,0
161,5 215,4
a. Penerbitan SBN neto 85,9
99,5 91,1
119,9 159,7
180,4 231,8
b. Penarikan Pinjaman Dalam Negeri Neto -
- 0,4
0,6 0,8
0,5 0,5
c. Penarikan Pinjaman Luar Negeri Neto 18,4
15,5 4,6
17,8 23,5
19,5 16,9
Sumber: Kementerian Keuangan
2013 Tabel 4.4
PERKEMBANGAN PEMBAYARAN BUNGA UTANG, 2008-2013 triliun Rupiah
Uraian 2008
2009 2010
2011 2012
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-48
pinjaman luar negeri yang semakin menurun akibat kebijakan pemerintah
untuk mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri,
sehingga penerbitan SBN valas di pasar internasional hanya dilakukan sebagai
pelengkap dengan mempertimbangkan biaya dan risiko utang yang harus
ditanggung. Kebijakan pembiayaan melalui pinjaman luar negeri tetap
diarahkan pada posisi negatif, yaitu penarikan pinjaman luar negeri lebih
kecil dari pembayaran pokok pinjaman luar negeri.
Khusus untuk APBNP tahun 2013, penyebab lain terjadinya peningkatan pembayaran bunga
utang dalam negeri adalah dampak dari reklasiikasi perubahan pembayaran bunga utang SBN valas dari akun bunga utang luar negeri menjadi akun bunga utang dalam negeri.
Perubahan akun tersebut menyebabkan alokasi kebutuhan pembayaran bunga
utang dalam negeri meningkat sebesar 21,6 persen dalam APBNP tahun 2013.
Sementara itu, alokasi kebutuhan pembayaran bunga utang luar negeri
mengalami penurunan sebesar 52,7 persen dalam APBNP tahun 2013. Perubahan ini
dilakukan berdasarkan atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan BPK agar
konsisten dengan pencatatan akun SBN valas pada sisi pembiayaan dalam negeri.
Ilustrasi mengenai perkembangan belanja pembayaran bunga utang sebagaimana
dilihat dalam Graik 4.37.
Subsidi
Subsidi merupakan alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaanlembaga yang memproduksi, menjual barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian
rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Belanja subsidi terdiri dari subsidi energi subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, dan LGV serta subsidi listrik dan subsidi nonenergi
subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi PSO, subsidi bunga kredit program, dan subsidi pajakDTP. Walaupun penyediaan anggaran subsidi oleh Pemerintah dalam
beberapa tahun terakhir ini jumlahnya mengalami peningkatan yang cukup besar, penyediaan anggaran subsidi tersebut harus tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara. Dalam
rentang waktu 2008-2013, realisasi anggaran belanja subsidi cukup berluktuasi, dan secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp72,8 triliun atau tumbuh rata-rata 4,8 persen per
tahun. Pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut antara lain disebabkan oleh: 1 perubahan
65,2 74,3
72,5 78,3
85,5 95,5
22,3 18,4
18,6 13,7
14,4 15,9
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
120,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
GRAFIK 4.36 PORSI PEMBAYARAN BUNGA UTANG BERDASARKAN INSTRUMEN, 2008 - 2013
triliun Rupiah
SBN Pinjaman LN
APBNP 2013 Sumber : Kementerian Keuangan
2008 2009
2010 2011
2012 2013
Utang Dalam negeri 59,9
63,7 61,5
66,8 70,2
96,8 Utang Luar Negeri
28,5 30,1
26,9 26,5
30,3 15,8
Pembayaran Bunga Utang 88,4
93,8 88,4
93,3 100,5
112,5 0,0
20,0 40,0
60,0 80,0
100,0 120,0
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
120,0
GRAFIK 4.37 PERKEMBANGAN PEMBAYARAN BUNGA UTANG, 2008 – 2013
triliun Rupiah
Keterangan: APBNP
1. Tahun 2008 - 2012, Bunga Utang Dalam Negeri berasal dari SBN domestik, Pinjaman Dalam Negeri dan Belanja Pembayaran Denda ; sementara Bunga Utang Luar Negeri berasal dari Pinjaman Luar Negeri dan SBN valas
2. Tahun 2013 Bunga Utang Dalam Negeri berasal dari SBN domestik, SBN valas, dan Pinjaman Dalam Negeri; sementara Bunga Utang Luar Negeri berasal dari Pinjaman Luar Negeri.
Sumber : Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-49
asumsi dasar ekonomi makro, antara lain harga minyak mentah Indonesia Indonesian Crude Price
, ICP, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan parameter
subsidi seperti volume BBM bersubsidi, kuantum raskin, jumlah rumah tangga
sasaran RTS, volume pupuk dan benih bersubsidi; dan 2 berbagai kebijakan
Pemerintah antara lain berupa kebijakan penyesuaian harga jual eceran BBM
dalam negeri dan tarif tenaga listrik serta kebijakan dalam rangka mendukung
program ketahanan pangan nasional. Perkembangan realisasi belanja subsidi
tahun 2008-2013 disajikan dalam
Graik 4.38.
Subsidi Energi
Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaanlembaga yang menyediakan dan mendistribusikan bahan bakar minyak BBM, bahan bakar nabati BBN,
liqueied petroleum gas LPG tabung 3 kilogram, dan liqueied gas for vehicle LGV serta tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat. Realisasi anggaran belanja
subsidi energi, dalam rentang waktu 2008–2013 secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp76,8 triliun atau tumbuh rata-rata 6,1 persen per tahun, yaitu dari Rp223,0 triliun
pada tahun 2008, dan sebesar Rp299,8 triliun pada APBNP tahun 2013. Peningkatan realisasi anggaran subsidi energi yang cukup signiikan dalam kurun waktu tersebut,
antara lain berkaitan dengan: 1 perubahan parameter subsidi energi, diantaranya ICP,
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, volume konsumsi BBM bersubsidi,
bauran energi dalam produksi tenaga listrik dan penjualan tenaga listrik; dan 2 kebijakan
penyesuaian harga jual eceran bahan bakar minyak bersubsidi dan tarif tenaga listrik.
Perkembangan realisasi belanja subsidi energi tahun 2008-2013 disajikan dalam
Graik 4.39. Subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg dan LGV diberikan dalam rangka mengendalikan harga jual
BBM, BBN, LPG tabung 3 kg dan LGV bersubsidi, sebagai salah satu kebutuhan dasar masyarakat, sehingga dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah.
Hal ini disebabkan harga pasar keekonomian BBM sangat dipengaruhi oleh perkembangan berbagai faktor eksternal, antara lain harga minyak mentah di pasar dunia, dan nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat. Pada saat ini, subsidi BBM hanya diberikan pada beberapa jenis BBM tertentu minyak tanahkerosene, minyak solargas oil, dan premium. Selain itu,
Pemerintah juga memberikan subsidi untuk LPG tabung 3 kg dan LGV serta biofuel dalam rangka mendorong pemanfaatan energi nonfosil.
5,6
2,5 3,0
4,0 4,2
3,4
- 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
6,0
- 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0 350,0
400,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBNP
Rp Triliun
APBNP LKPP
thd PDB
GRAFIK 4.38 PERKEMBANGAN SUBSIDI, 2008-2013
Sumber : Kementerian Keuangan
- 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
120,0
- 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBNP Subsidi BBM
Subsidi Listrik ICP USDbarel
GRAFIK 4.39 PERKEMBANGAN SUBSIDI ENERGI, 2008-2013
Rp Triliun USDbarrel
Sumber : Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-50
Dalam rentang waktu 2008–2013, realisasi anggaran subsidi BBM, BBN, dan LPG tabung 3 kg secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp60,8 triliun atau tumbuh rata-rata 7,5
persen per tahun, dari sebesar Rp139,1 triliun pada tahun 2008, dan sebesar Rp199,9 triliun pada APBNP tahun 2013.
Perkembangan realisasi anggaran belanja subsidi dalam kurun waktu tersebut antara lain berkaitan dengan peningkatan volume BBM
dan LPG tabung 3 kg bersubsidi. Volume konsumsi BBM bersubsidi dalam beberapa
tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2008, realisasi
konsumsi BBM bersubsidi mencapai 38,2 juta kiloliter dan pada tahun 2012
realisasinya mencapai 43,3 juta kiloliter. Pada APBNP tahun 2013 volume konsumsi
BBM bersubsidi mencapai 48,0 juta kiloliter. Perkembangan volume konsumsi BBM
bersubsidi tahun 2008-2013 disajikan
dalam Graik 4.40. Dengan kecenderungan semakin meningkatnya beban subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, LGV
dari tahun ke tahun, maka perlu dilakukan langkah-langkah pengendalian agar beban subsidi tersebut tidak memberatkan APBN. Untuk itu, dalam periode 2008-2013, Pemerintah telah
melakukan beberapa langkah kebijakan, antara lain: 1 meningkatkan program pengalihan pemakaian minyak tanah bersubsidi ke LPG tabung 3 kg; 2 meningkatkan pemanfaatan energi
alternatif dan diversiikasi energi; 3 melakukan pembatasan kategori pengguna BBM bersubsidi serta pembatasan volume; dan 4 mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi melalui sistem
distribusi tertutup secara bertahap dan penyempurnaan regulasi. Selain berbagai kebijakan di atas, kebijakan lain yang sudah dilakukan Pemerintah dalam rangka mengendalikan beban
subsidi BBM adalah melalui penyesuaian harga jual eceran BBM bersubsidi. Dalam kurun waktu 2008-2013, pemerintah telah melakukan penyesuaian harga BBM sebanyak
5 lima kali, yaitu pada bulan Mei 2008, awal Desember 2008, pertengahan Desember 2008, pertengahan Januari 2009 dan bulan Juni 2013. Pada bulan Mei 2008, rata-rata harga BBM
bersubsidi dinaikkan sebesar 28,7 persen sebagai akibat dari meningkatnya ICP yang pada periode Januari-Mei 2008 rata-rata mencapai USD104,8 per barel, atau lebih tinggi USD44,8
per barel dibandingkan dengan asumsi dalam APBN 2008 sebesar USD60,0 per barel. Sementara itu, sejalan dengan penurunan ICP, hingga mencapai USD38,5 per barel, maka dalam rentang
periode bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Januari 2009, dilakukan penurunan harga BBM bersubsidi hingga 3 tiga kali, yaitu 1 pada awal Desember 2008 sebesar 8,3 persen,
2 pada pertengahan bulan Desember 2008 sebesar 10,9 persen, dan 3 pada pertengahan bulan Januari 2009 sebesar 8,1 persen. Pada akhir Juni 2013, Pemerintah menyesuaikan harga
jual BBM bersubsidi yaitu premium dari Rp4.500,0liter menjadi Rp6.500,0liter dan solar
dari Rp4.500,0liter menjadi Rp5.500,0liter lihat Tabel 4.5. Selanjutnya, anggaran subsidi listrik diberikan dengan tujuan agar harga jual listrik dapat
terjangkau oleh pelanggan dengan golongan tarif tertentu. Subsidi listrik dialokasikan karena rata-rata harga jual tenaga listrik HJTL-nya lebih rendah dari biaya pokok penyediaan BPP
tenaga listrik pada golongan tarif tersebut. Anggaran subsidi listrik juga dialokasikan untuk
- 5,0
10,0 15,0
20,0 25,0
30,0 35,0
40,0 45,0
50,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBNP Premium
19,0 20,9
23,0 24,5
27,3 30,8
Minyak Tanah 7,7
4,6 2,4
1,7 1,2
1,2 Solar
11,5 11,8
12,8 14,1
14,8 16,0
38,2 37,3
38,2 40,3
43,3 48,0
Solar Minyak Tanah
Premium
GRAFIK 4.40 PERKEMBANGAN VOLUME KONSUMSI BBM,
2008-2013
Juta kilo liter
Sumber : LKPP
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-51
mendukung ketersediaan listrik bagi industri, komersial, dan pelayanan masyarakat. Selain itu, pemberian subsidi listrik diharapkan dapat menjamin program investasi dan rehabilitasi sarana
prasarana dalam penyediaan tenaga listrik. Sementara itu, dalam rangka mengurangi beban subsidi listrik yang terus meningkat, Pemerintah dan PT PLN Persero berupaya menurunkan
BPP tenaga listrik, antara lain melalui: 1 program penurunan susut jaringan losses; dan 2 program diversiikasi energi primer di pembangkit listrik dengan melakukan optimalisasi
penggunaan gas, panas bumi, batubara, biodiesel, dan penggantian high speed diesel HSD menjadi marine fuel oil MFO.
Dalam rentang waktu 2008-2013, realisasi belanja subsidi listrik secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp16,1 triliun, atau tumbuh rata-rata 3,6 persen per tahun dari sebesar
Rp83,9 triliun pada tahun 2008 dan dalam APBNP tahun 2013 belanja subsidi listrik mencapai Rp100,0 triliun. Perkembangan realisasi belanja subsidi listrik dalam kurun waktu tersebut,
antara lain berkaitan dengan: 1 naiknya BPP tenaga listrik sebagai dampak dari masih dominannya penggunaan BBM dalam sistem pembangkit listrik nasional; 2 perubahan kurs
dan ICP; dan 3 semakin meningkatnya penjualan tenaga listrik. Dalam rangka mengendalikan subsidi listrik, Pemerintah bersama DPR-RI sepakat untuk
menurunkan subsidi listrik secara bertahap, dengan tidak mengorbankan masyarakat berpenghasilan rendah. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah telah melakukan penyesuaian
tarif tenaga listrik TTL rata-rata sebesar 15 persen pada tahun 2013 secara bertahap.
Subsidi Nonenergi
Subsidi nonenergi adalah alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaanlembaga yang memproduksi danatau menjual barang danatau jasa tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah
selain produk energi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, LGV, dan tenaga listrik, sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat berpendapatan rendah. Perkembangan realisasi subsidi
nonenergi dalam rentang waktu 2008–2013 mengalami penurunan sebesar Rp4,0 triliun, atau turun rata-rata 1,6 persen per tahun, dari sebesar Rp52,3 triliun pada tahun 2008, dan
mencapai Rp48,3 triliun pada APBNP tahun 2013. Perkembangan realisasi anggaran subsidi nonenergi dalam kurun waktu tersebut antara lain berkaitan dengan: 1 perubahan parameter
subsidi, antara lain volume pupuk dan benih bersubsidi, jumlah RTS penerima raskin, dan biaya pokok produksi; dan 2 adanya realokasi ke bagian anggaran kementerian negara
lembaga. Perkembangan realisasi belanja subsidi nonenergi tahun 2008-2013 disajikan dalam
Graik 4.41.
1 Jan 2006 - 23 Mei 2008
24 Mei - 30 Nov 2008
1 Des - 14 Des 2008
15 Des 2008 - 14 Jan 2009
15 Jan 2009 - 21 Juni 2013
22 Juni 2013 - Sekarang
1. Premium 4.500
6.000 5.500
5.000 4.500
6.500 2. Solar
4.300 5.500
5.500 4.800
4.500 5.500
3. Minyak Tanah 2.000
2.500 2.500
2.500 2.500
2.500 Sumber : Kementerian ESDM
TABEL 4.5 PERKEMBANGAN HARGA ECERAN BBM BERSUBSIDI TAHUN 2006-2013
RupiahLiter Uraian
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-52
Perkembangan realisasi anggaran subsidi pangan, selama kurun waktu 2008–2013,
secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp9,4 triliun, atau tumbuh rata-
rata 12,2 persen per tahun dari sebesar Rp12,1 triliun pada tahun 2008 menjadi
Rp21,5 triliun pada APBNP tahun 2013. Perkembangan realisasi anggaran subsidi
pangan dipengaruhi oleh beberapa parameter, antara lain: 1 jumlah RTS
yang diberi hak untuk membeli raskin; 2 harga tebus raskin; 3 kuantum raskin
yang diberikan per RTS per bulan; 4 durasi penyaluran raskin; dan 5 harga pembelian beras HPB oleh Perum Bulog. Kenaikan realisasi anggaran subsidi pangan dalam kurun
waktu tersebut berkaitan dengan: 1 bertambahnya volume raskin yang disalurkan; 2 makin tingginya RTS penerima raskin; 3 makin tingginya subsidi harga raskin; dan 4 adanya
kebijakan tambahan durasi penyaluran raskin. Sementara itu, dalam kurun waktu 2008–2013, realisasi subsidi pupuk bagi petani yang
disalurkan melalui BUMN produsen pupuk, menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Perkembangan realisasi anggaran subsidi pupuk selama kurun waktu 2008–2013 secara
nominal mengalami peningkatan sebesar Rp2,8 triliun atau tumbuh rata-rata 3,4 persen per tahun, dari sebesar Rp15,2 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp17,9 triliun pada APBNP
tahun 2013. Kenaikan realisasi anggaran subsidi pupuk tahun 2008-2013 berkaitan dengan: 1 meningkatnya volume pupuk bersubsidi; 2 bertambahnya anggaran untuk kurang bayar
subsidi pupuk tahun sebelumnya; dan 3 semakin besarnya subsidi harga pupuk selisih antara harga pokok produksiHPP dengan harga eceran tertinggiHET.
Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk subsidi benih. Pemberian subsidi benih tersebut ditujukan untuk menyediakan benih padi, jagung, dan kedelai dengan harga terjangkau
oleh para petani. Dalam kurun waktu 2008–2013, dalam pos subsidi benih, selain menampung subsidi harga juga menampung anggaran belanja untuk bantuan langsung benih unggul BLBU
dan cadangan benih nasional CBN. Realisasi anggaran subsidi benih dalam kurun waktu tersebut secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp0,5 triliun, dari sebesar Rp985,2
miliar pada tahun 2008 menjadi Rp1,5 triliun pada APBNP tahun 2013, atau tumbuh rata-rata 8,1 persen per tahun. Namun pada tahun 2011, alokasi anggaran subsidi benih menurun signiikan
dari tahun 2010 menjadi sebesar Rp96,9 miliar, sedangkan tahun 2012 mencapai Rp60,3 miliar. Hal ini disebabkan karena sejak tahun 2011, subsidi benih hanya menampung subsidi harga,
sedangkan alokasi anggaran untuk BLBU dan CBN masing-masing telah direalokasi ke bagian anggaran kementerian negaralembaga dan belanja lain-lain. Realokasi tersebut dilakukan dalam
rangka meningkatkan akuntabilitas pengelolaan bagian anggaran bendahara umum negara BA BUN dan sebagai tindak lanjut dari hasil temuan BPK. Selanjutnya, pada APBNP tahun
2013 subsidi benih meningkat menjadi Rp1,5 triliun termasuk menampung realokasi anggaran Bantuan Langsung Benih Unggul BLBU dari BA Kementerian Pertanian.
Selain itu, Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk subsidibantuan dalam rangka kewajiban pelayanan publik public service obligationPSO kepada BUMN tertentu, sehingga
- 0,4
0,8 1,2
- 20,0
40,0 60,0
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBNP Subsidi Nonenergi
thd PDB
GRAFIK 4.41 PERKEMBANGAN SUBSIDI NONENERGI,
2008-2013
Rp Triliun
Sumber : Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-53
harga jual pelayanan yang diberikan dapat terjangkau masyarakat. Dalam kurun waktu 2008– 2013, realisasi anggaran subsidi dalam rangka PSO secara nominal mengalami penurunan
sebesar Rp208,0 miliar, dari sebesar Rp1,7 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp1,5 triliun pada APBNP tahun 2013, atau turun rata-rata 2,5 persen per tahun. Anggaran belanja subsidi
PSO tersebut dialokasikan masing-masing kepada PT Kereta Api Indonesia Persero untuk penugasan layanan jasa angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi; PT Pelni Persero
untuk penugasan layanan jasa angkutan penumpang kapal laut kelas ekonomi; PT Posindo Persero untuk penugasan layanan jasa pos di daerah terpencil untuk PSO PT Posindo telah
direalokasi ke Belanja Lain-Lain pada APBN tahun 2013; dan Perum Lembaga Kantor Berita Nasional LKBN Antara untuk penugasan layanan berita kepada masyarakat.
Sementara itu, perkembangan realisasi subsidi bunga kredit program dalam kurun waktu 2008- 2013, secara nominal mengalami kenaikan sebesar Rp309,2 miliar, dari sebesar Rp939,3 miliar
pada tahun 2008 menjadi Rp1,2 triliun pada APBNP tahun 2013, atau tumbuh rata-rata 5,9 persen per tahun. Kenaikan realisasi anggaran subsidi bunga kredit program yang signiikan
dalam kurun waktu tersebut, selain dipengaruhi oleh perkembangan suku bunga kredit, juga ditentukan oleh besarnya outstanding kredit program, berasal dari skema kredit ketahanan
pangan dan energi KKP-E, termasuk risk sharing KKP-E dan kredit pengembangan energi nabati dan revitalisasi perkebunan KPEN-RP. Selain itu, peningkatan realisasi subsidi
bunga kredit program juga berkaitan dengan penambahan skema kredit baru yaitu Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD Nias KPP NAD Nias, Kredit Usaha Pembibitan Sapi KUPS,
Skema Subsidi Resi Gudang SSRG, dan imbal jasa penjaminan untuk Kredit Usaha Rakyat KUR dalam rangka membantu usaha mikro, kecil, dan menengah UMKM, serta subsidi
bunga untuk air bersih. Selain berbagai jenis subsidi tersebut, pemerintah juga mengalokasikan anggaran subsidi pajak
untuk mendukung program stabilisasi harga kebutuhan pokok dan perkembangan industri nasional yang strategis. Perkembangan realisasi subsidi pajak ini sangat tergantung kepada
jenis komoditas atau sektor-sektor tertentu yang diberikan fasilitas pajak dalam bentuk pajak ditanggung pemerintah DTP. Dalam kurun waktu 2008–2013, perkembangan realisasi subsidi
pajak DTP secara nominal mengalami penurunan sebesar Rp16,4 triliun atau turun dengan rata-rata 26,1 persen per tahun, dari sebesar Rp21,0 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp4,6
triliun pada APBNP tahun 2013.
Belanja Hibah
Belanja hibah merupakan belanja Pemerintah Pusat dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah kepada pemerintah negara lain, lembagaorganisasi internasional, dan pemerintah
daerah khususnya pinjaman danatau hibah luar negeri yang diterushibahkan ke daerah. Belanja hibah memiliki karakteristik tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak
mengikat, tidak secara terus menerus, bersifat sukarela dengan pengalihan hak dan dilakukan dengan naskah perjanjian antara pemberi hibah dan penerima hibah. Dalam perkembangannya,
Pemerintah mulai mengalokasikan anggaran belanja hibah dalam APBNP tahun 2009 sebesar Rp31,6 miliar, namun dari anggaran yang dialokasikan tersebut seluruhnya tidak dapat diserap
karena proses penerbitan dokumen pencairan yang tidak terselesaikan sampai akhir tahun. Pada tahun 2010, realisasi belanja hibah mencapai Rp70,0 miliar atau 28,8 persen dari pagunya dalam
APBNP tahun 2010 sebesar Rp243,2 miliar, dengan rincian: 1 program Local Basic Education Capacity
L-BEC mencapai Rp24,5 miliar;2 program Hibah Air Minum mencapai Rp37,4
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-54
miliar; dan 3 program Hibah Air Limbah mencapai Rp8,1 miliar. Realisasi belanja hibah pada tahun 2010 tersebut seluruhnya merupakan belanja hibah kepada pemerintah daerah.
Sementara itu, realisasi belanja hibah pada tahun 2011 tidak hanya untuk mendanai belanja hibah kepada pemerintah daerah, tetapi juga belanja hibah kepada pemerintah asing yaitu
Palestina. Realisasi belanja hibah pada tahun 2011 mencapai Rp300,1 miliar. Realisasi tersebut mengalami peningkatan dari realisasi belanja hibah pada tahun 2010 sebesar Rp70,0 miliar.
Rincian realisasi belanja hibah pada tahun 2011 adalah sebagai berikut: 1 Mass Rapid Transit MRT Project mencapai Rp6,8 miliar; 2 program L-BEC mencapai Rp45,9 miliar; 3 program
Hibah Air Minum mencapai Rp161,7 miliar; 4 program Hibah Air Limbah mencapai Rp16,0 miliar; 5 program Water and Sanitation Program, Subprogram D-Sanitation WASAP-D
mencapai Rp6,3 miliar; 6 Infrastructure Enhancement Grant-Sanitasi IEG mencapai Rp43,4 miliar; dan 7 Hibah kepada Pemerintah Palestina sebesar Rp20,0 miliar untuk pembangunan
Cardiac Centre at Shifa Hospital Gaza. Dalam tahun 2012, realisasi belanja hibah sebesar Rp75,1 miliar, dengan rincian sebagai berikut:
1 MRT project sebesar Rp3,5 miliar; 2 Program L-BEC sebesar Rp42,0 miliar; 3 WASAP-D sebesar Rp9,6 miliar; 4 IEG-Transportasi sebesar Rp5,4 miliar; dan 5 Water Resources and
Irrigation Sector Management Project – Phase II WISMP-2 sebesar Rp14,6 miliar. Rendahnya
realisasi belanja hibah dalam tahun 2012 terutama karena rendahnya realisasi kegiatan MRT karena belum dimulainya kegiatan konstruksi.
Dalam APBNP tahun 2013, belanja hibah diperkirakan mencapai sebesar Rp2,3 triliun, dengan rincian sebagai berikut: 1 MRT project sebesar Rp1,8 triliun; 2 Hibah Air Minum sebesar
Rp303,7 miliar; 3 Hibah Air Limbah sebesar Rp15,2 miliar; 4 WISMP-2 sebesar Rp166,9 miliar; 5 Development of Seulawah Agam Geothermal in NAD Province sebesar Rp17,7 miliar;
dan 6 Hibah Australia-Indonesia untuk Pembangunan Sanitasi sebesar Rp22,5 miliar. Dari realisasi belanja hibah pada tahun 2010 sampai dengan 2012 telah dilakukan peningkatan
pelayanan publik di daerah baik berupa kegiatan maupun pembangunan infrastruktur, diantaranya peningkatan kapasitas pendidikan dasar melalui 691 kegiatan di 50 kabupaten
kota dan Tender Assistance Services-1 untuk kegiatan jasa konsultan proyek MRT. Selain itu, pada tahun 2010-2011, terdapat pembangunan infrastruktur perpipaan sebanyak 77.000
Sambungan Rumah SR untuk peningkatan cakupan pelayanan air minum yang diprioritaskan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dimana 15.441 SR telah dibangun pada pelaksanaan
tahun 2010, dan 61.559 SR pada pelaksanaan tahun 2011; pembangunan infrastruktur untuk sistem pengelolaan air limbah sebanyak 4.826 SR, yaitu sebanyak 1.620 SR dibangun pada tahun
2010 dan 3.206 SR pada tahun 2011; dan pembangunan sarana persampahan dan air limbah di 21 kabupatenkota. Sedangkan pada tahun 2012, telah dicapai pembangunan sarana isik sanitasi
baik berbasis masyarakat maupun berbasis institusi untuk masyarakat miskin di 6 kabupaten kota; desain irigasi, isik irigasi dan pelatihan kelompok tani di wilayah daerah penerima hibah
WISMP-2; dan pembangunan 53 halte tambahan untuk mendukung pengoperasian Bus Rapid Transit
di 2 kota yaitu Surakarta dan Palembang. Dengan meningkatnya cakupan pelayanan air minum perpipaan, pengelolaan air limbah, sarana sanitasi, dan sarana persampahan bagi
masyarakat khususnya masyarakat berpenghasilan rendah serta peningkatan pelayanan sarana transportasi, diharapkan akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di daerah penerima
hibah tersebut.
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-55
Bantuan Sosial
Dalam kurun waktu 2008-2013, realisasi bantuan sosial mengalami pertumbuhan rata-rata 7,4 persen per tahun, yaitu dari Rp57,7 triliun 1,2 persen terhadap PDB dalam tahun 2008,
menjadi Rp82,5 triliun 0,9 persen terhadap PDB dalam APBNP tahun 2013. Meningkatnya realisasi anggaran bantuan sosial
dalam kurun waktu tersebut, sebagian besar merupakan bantuan sosial yang
dialokasikan melalui KL, terutama terkait dengan bertambahnya cakupan
sasaran penerima bantuan sosial di masyarakat dan meningkatnya besaran
nilai bantuan yang diberikan dalam rangka melindungi masyarakat dari
kemungkinan terjadinya risiko sosial
lihat Graik 4.42. Berbagai program prioritas yang dilaksanakan dalam lingkup bantuan sosial di antaranya
adalah: 1 bidang pendidikan yang diperuntukkan bagi bantuan operasional sekolah BOS Kementerian Agama dan bantuan siswa dan mahasiswa miskin BSM; serta 2 bidang kesehatan
melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat Jamkesmas, termasuk Jaminan Persalinan Jampersal yang diperuntukkan bagi pelayanan kesehatan dasar penduduk miskin di Puskesmas
dan jaringannya serta pelayanan kesehatan rujukan di kelas III rumah sakit Pemerintah rumah sakit swasta yang ditunjuk oleh Pemerintah. Program selanjutnya adalah 3 bidang
perlindungan sosial melalui pelaksanaan program keluarga harapan PKH yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat miskin, melalui pemberdayaan kaum ibu dalam
mendorong anaknya agar tetap sehat dan bersekolah; 4 bidang pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan PNPM Mandiri, di antaranya yaitu: PNPM Perdesaan, PNPM Perkotaan,
Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan PPIP, dan Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah PISEW; serta 5 bantuan dalam rangka penanggulangan bencana
alam yang merupakan bantuan untuk kondisi darurat dalam hal terjadi bencana alam, melalui dana cadangan penanggulangan bencana alam.
Dalam kurun waktu 2008-2010 realisasi anggaran bantuan sosial yang diperuntukkan bagi pelaksanaan program BOS mengalami pertumbuhan rata-rata 25,7 persen per tahun, yaitu dari
Rp12,5 triliun dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp19,8 triliun dalam tahun 2010. Selanjutnya mulai tahun 2011 alokasi anggaran bantuan sosial untuk program BOS hanya diberikan melalui
Kementerian Agama, yang diperuntukkan bagi siswa Madrasah Ibtidaiyah MIUla dan Madrasah Tsanawiyah
MTsWustha, sehingga alokasi anggarannya turun menjadi Rp3,0 triliun. Hal ini terutama terkait dengan program BOS yang semula ditampung dalam DIPA
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan direalokasi ke dalam pos transfer ke daerah, sehingga seluruh pelaksanaannya menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Pada tahun 2013 alokasi
anggaran BOS pada Kementerian Agama meningkat 16,0 persen menjadi sebesar Rp4,0 triliun dari alokasinya dalam tahun 2011.
Sementara itu, program bantuan siswa dan mahasiswa miskin BSM mempunyai tujuan antara lain untuk: 1 memberikan peluang kelulusan bagi siswamahasiswa miskin; 2
mengurangi jumlah siswamahasiswa putus sekolah akibat permasalahan biaya pendidikan; dan 3 meringankan biaya pendidikan siswamahasiswa kurang mampu, yang diberikan kepada
57,7 73,8
68,6 71,1
75,6 82,5
10 20
30 40
50 60
70 80
90
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBNP
Tr iliu
n ru
pia h
GRAFIK 4.42 PERKEMBANGAN BANTUAN SOSIAL, 2008 - 2013
Melalui KL Non KL
Sumber : Kementerian Keuangan
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-56
siswamahasiswa dari keluarga kurang mampu agar dapat melakukan kegiatan belajar di sekolahperguruan tinggi. Program BSM mengalami pertumbuhan rata-rata 44,3 persen per
tahun, yaitu dari Rp2,3 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp14,1 triliun dalam tahun 2013. Program BSM diperuntukkan bagi siswa SDSDLB, SMPSMPLB, MI, MTs, SMA, SMK,
MA, mahasiswa perguruan tinggi PT, dan perguruan tinggi agama PTA. Anggaran bantuan sosial bidang kesehatan terutama diperuntukkan bagi pelaksanaan program
Jamkesmas termasuk Jampersal, yang meliputi pelayanan kesehatan dasar penduduk miskin di Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan kesehatan rujukan di kelas III rumah sakit
Pemerintahrumah sakit swasta yang ditunjuk Pemerintah. Dalam kurun waktu 2008–2013 alokasi anggaran program Jamkesmas mengalami pertumbuhan rata-rata 11,6 persen per
tahun, yaitu dari Rp4,7 triliun dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp8,1 triliun dalam tahun 2013. Kenaikan realisasi anggaran program Jamkesmas dalam kurun waktu tersebut, terutama
berkaitan dengan semakin meningkatnya kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dalam memenuhi pelayanan kesehatan yang optimal dan sesuai standar.
Anggaran bantuan sosial pada bidang perlindungan sosial lainnya adalah pelaksanaan program keluarga harapan PKH. Dalam kurun waktu 2008–2013 anggaran untuk program PKH
mengalami pertumbuhan rata-rata 28,9 persen per tahun, yaitu dari Rp1,0 triliun dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp3,6 triliun dalam tahun 2013. Peningkatan anggaran program PKH
dalam kurun waktu tersebut terutama berkaitan dengan meningkatnya jumlah RTSM sasaran penerima bantuan, yaitu dari sekitar 720 ribu RTSM dalam tahun 2008, meningkat menjadi
2,4 juta RTSM dalam tahun 2013. Terkait bidang pemberdayaan masyarakat, dalam kurun waktu 2008-2013 anggaran untuk
pelaksanaan PNPM Mandiri mengalami pertumbuhan rata-rata 13,4 persen per tahun, yaitu dari Rp6,1 triliun dalam tahun 2008 menjadi Rp11,4 triliun dalam tahun 2013. PNPM Mandiri
bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok dalam memecahkan berbagai persoalan, khususnya terkait dengan upaya peningkatan kualitas
hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya. Selanjutnya, bantuan sosial yang diberikan dalam rangka penanggulangan bencana alam selama
kurun waktu 2008-2013 mengalami penurunan rata-rata 5,2 persen per tahun, yaitu dari Rp3,0 triliun dalam tahun 2008, menurun menjadi Rp2,3 triliun dalam tahun 2013. Dana cadangan
penanggulangan bencana alam merupakan bantuan sosial yang dialokasikan melalui BA BUN untuk kondisi darurat dalam hal terjadi bencana alam, yang disediakan untuk kegiatan 1 tahap
prabencana; 2 tanggap darurat; dan 3 rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Selain hal tersebut, dalam tahun 2013 sebagaimana yang telah ditetapkan dalam APBNP tahun
2013 juga dilaksanakan program baru yang termasuk ke dalam pos bantuan sosial sebagai kompensasi kepada masyarakat akibat dari kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi,
melalui pelaksanaan program percepatan dan perluasan perlindungan sosial P4S dan program khusus, yaitu: 1 pemberian bantuan langsung sementara masyarakat BLSM bagi 15,5 juta
RTS; 2 peningkatan unit cost program keluarga harapan PKH dari rata-rata sebesar Rp1,28 juta per RTSM menjadi sebesar Rp1,8 juta per RTSM; serta 3 peningkatan unit cost dan sasaran
bantuan siswa miskin BSM termasuk juga untuk mahasiswa penerima beasiswa bidik misi BBM. Sehingga menyebabkan peningkatan anggaran bantuan sosial yang cukup signiikan
dalam tahun 2013. Lebih lanjut, perkembangan program-program prioritas bantuan sosial
disajikan dalam Tabel 4.6.
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-57
No. 2008
2009 2010
2011 2012
2013
1. Bantuan Operasional Sekolah BOS
1
- A nggaran 12,5
19,1 19,8
3,0 4,1
4,0 - Sasaran juta siswa
41,9 42,8
44,1 7 ,3
6,4 6,3
- Alokasi per siswa rupiah • SDMI Kabupaten
254.000 397 .000
397 .000 397 .000
580.000 580.000
• SDMI Kota
254.000 400.000
400.000 400.000
580.000 580.000
• SMPMTs Kabupaten
354.000 57 0.000
57 0.000 57 0.000
7 1 0.000 7 1 0.000
• SMPMTs Kota
354.000 57 5.000
57 5.000 57 5.000
7 1 0.000 7 1 0.000
BOS Pendidikan Menengah BOMM - A nggaran
- -
- -
- 1,1
- Sasaran juta siswa -
- -
- -
8,9 2.
Bantuan Siswa dan Mahasiswa Miskin BSM - A nggaran
2,3 3,0
3,7 4,7
6,2 14,1
- Sasaran juta siswamahasiswa 3,6
4,9 5,8
8,2 9,5
16,6 3.
Jamkesmas
2
- Anggaran Pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas dan Jaringannya
1,0 0,9
1,0 1,0
1,0 1,0
- Anggaran Pelayanan Kesehatan Rujukan di kelas III Rumah Sakit
3,7 3,6
4,1 5,3
6,2 7 ,1
- Sasaran juta jiwa 7 6,4
7 6,4 7 6,4
7 6,4 7 6,4
86,4 4.
PNPM Mandiri a. PNPM Perdesaan
- A nggaran 3,6
6,0 9,4
9,5 8,4
8,0 - Sasaran kecamatan
2.818 4.37 1
4.836 5.020
5.100 5.146
b. PNPM Perkotaan - A nggaran
1,6 1,8
1,5 1,6
1,5 1,7
- Sasaran kelurahan 7 .27 3
11.128 9.556
10.948 10.922
10.922 c. PNPM PPIP
- A nggaran 0,6
0,9 1,0
1,2 1,8
1,7 - Sasaran kelurahan
- 3.250
1.500 3.987
8.000 6.640
d. PNPM PISEW - A nggaran
0,05 0,47
0,50 0,52
0,42 0,08
- Sasaran kecamatan -
237 237
237 237
7 9 5.
Program Keluarga Harapan PKH - A nggaran
1,0 1,1
1,3 1,6
1,9 3,6
- Sasaran ribu RTSM 7 20
7 26 816
1.116 1.516
2.400 6.
Dana Cadangan Penanggulangan Bencana Alam 3,0
3,0 3,8
4,0 4,0
2,3 7 . Bantuan Sosial Lainnya
3
28,2 33,7
22,2 38,7
40,2
39,0 a .l Pr og r a m BLSM ba g i 1 5 ,5 ju ta RTS
- -
- -
- 9 ,3
57 ,7 7 3,8
68,6 7 1,1
7 5,6 82,5
Catatan : 1 . Mulai Tahun 201 1 BOS Kemendikbud direalokasi ke dalam pos Transfer ke Daerah 2. Mulai Tahun 201 1 dilaksanakan Program Jampersal dalam bagian Pelay anan Kesehatan Rujukan Jamkesmas
3. Dalam APBNP Tahun 201 3 dilaksanakan Program BLSM sebagai kompensasi kebijakan peny esuaian harga BBM bersubsidi Sumber : Kementerian Keuangan
T O T A L T ABEL 4.6
PROGRAM-PROGRAM PRIORIT AS BELANJA BANT UAN SOSIAL, 2008 - 2013 triliun rupiah
Program
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-58
Belanja Lain-lain
Alokasi anggaran belanja lain-lain dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami fluktuasi seiring dengan kebijakan dan program yang telah dilaksanakan Pemerintah. Dalam tahun
2008, realisasi anggaran belanja lain-lain secara nominal meningkat cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut disebabkan kebijakan Pemerintah
yang bersifat sementara ad-hoc dan mendesak untuk dipenuhi, seperti Bantuan Langsung Tunai BLT, kebutuhan dana untuk persiapan penyelenggaraan Pemilu tahun 2009, serta
berbagai program lainnya, seperti program pengadaan sarana dan prasarana konversi minyak tanah ke LPG. Sementara itu, realisasi anggaran untuk program-program prioritas
Pemerintah pada tahun 2009 menjadi faktor utama dalam penyerapan belanja lain-lain. Kegiatan prioritas Pemerintah itu mencakup pendanaan untuk Pemilu, pendanaan untuk
sarana dan prasarana konversi energi, BLT, serta penuntasan kesinambungan rehabilitasi dan rekonstruksi di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam NAD dan Kepulauan Nias Provinsi
Sumatra Utara pasca berakhirnya mandat Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi BRR NAD- Nias. Sementara itu, realisasi anggaran belanja lain-lain dalam tahun 2010 antara lain realisasi
belanja karena selisih kurs serta realisasi anggaran untuk satuan kerja yang belum memiliki Bagian Anggaran BA sendiri dan konversi minyak tanah ke LPG. Selanjutnya, untuk tahun
2011, realisasi anggaran belanja lain-lain sebagian besar merupakan realisasi anggaran belanja operasional untuk satuan kerja yang belum memiliki kode BA sendiri, cadangan beras Pemerintah
CBP dan cadangan benih nasional CBN, serta pengeluaran untuk keperluan mendesak. Pada tahun 2012, realisasi anggaran untuk CBP dan CBN, cadangan stabilisasi harga pangan, risiko
kenaikan harga tanah land capping, jasa perbendaharaan, serta pengeluaran untuk keperluan mendesak menjadi penyumbang terbesar realisasi belanja lain-lain. Realisasi pada tahun 2012 ini
relatif rendah, karena realokasi cadangan listrik ke subsidi listrik, realokasi ke KL sebagai upaya meningkatkan akuntabilitas, dan tidak dilaksanakannya beberapa kegiatan yang merupakan
bagian kompensasi kenaikan harga kenaikan harga BBM bersubsidi. Sementara itu, pada tahun 2013 realisasi belanja lain-lain diperkirakan akan berasal dari CBP, dana awal untuk kegiatan
operasional OJK tahun 2013, cadangan stabilisasi harga pangan, cadangan risiko kenaikan harga tanah land capping, dan beberapa alokasi anggaran untuk kegiatan prioritas. Ilustrasi
perkembangan belanja lain-lain dalam periode 2008-2013 disajikan dalam Graik 4.43.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
10.000 20.000
30.000 40.000
50.000 60.000
70.000 80.000
2008 2009
2010 2011
2012 2013
APBNP Re alisasi
thd APBNP Tahun
Sumber : Kementerian Keuangan
Miliar Rp
GRAFIK 4.43 PERKEMBANGAN BELANJA LAIN-LAIN, 2008-2013
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-59
4.3 Pokok-Pokok Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014
Pasal 12 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Selanjutnya, penyusunan Rancangan APBN tersebut, berpedoman kepada rencana kerja
pemerintah RKP, sehingga program-program pembangunan beserta sasaran-sasaran yang ditetapkan, sepanjang terkait dengan intervensi anggaran akan dijabarkan dan memperoleh
prioritas pendanaan di dalam APBN. Selain itu, secara umum RKP juga disusun agar menjadi pedoman pelaksanaan pembangunan bagi Pemerintah Pusat Kementerian NegaraLembaga
dalam menyusun Rencana Kerja KL, Pemerintah Daerah dalam menyusun Rencana Kerja Pemda, masyarakat, dan dunia usaha dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
Dalam tahun 2014, Pemerintah masih konsisten dalam melaksanakan berbagai program pembangunan untuk mewujudkan “Indonesia yang makin sejahtera, demokratis, dan
berkeadilan”, sesuai dengan visi pembangunan dalam RPJMN 2010-2014. Upaya-upaya tersebut, terus dilakukan dengan memperkuat pelaksanaan empat pilar strategi yang meliputi:
pembangunan yang berpihak pada pertumbuhan pro-growth, berpihak pada lapangan pekerjaan pro-job, berpihak pada pengurangan kemiskinan pro-poor, serta berpihak pada
pengelolaan dan atau ramah lingkungan pro-environment. Dengan demikian, pembangunan yang dilaksanakan bersifat inklusif, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. Grand design
program pembangunan dalam tahun 2014, telah dijabarkan dalam RKP 2014, yang akan menjadi dasar dalam penyusunan RAPBN tahun 2014.
Beberapa sasaran utama pembangunan nasional 2010-2014 yang akan dicapai dalam tahun 2014 meliputi: 1 dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, pertumbuhan ekonomi
berada pada kisaran 6,4-6,9 persen, pengangguran terbuka menurun menjadi 5,6-5,9 persen, dan tingkat kemiskinan menurun menjadi 9,0-10,0 persen; 2 dalam rangka pembangunan
demokrasi, indeks demokrasi indonesia IDI mencapai kisaran 73; dan 3 dalam rangka pembangunan hukum, indeks persepsi korupsi IPK Indonesia mencapai 50.
RKP 2014 juga disusun tetap sejalan dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia MP3EI 2011–2025, sebagai respon atas perubahan lingkungan strategis
baik eksternal maupun internal serta sebagai langkah terobosan dalam mempercepat tercapainya visi pembangunan di atas. Dalam MP3EI, perekonomian didorong dengan membangun pusat-
pusat pertumbuhan ekonomi yang tersebar di seluruh Indonesia dalam rangkaian koridor ekonomi. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi yang akan dipacu, juga perlu diimbangi dengan
upaya terobosan lainnya, agar inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia MP3KI 2012–2025, yang
merupakan upaya komprehensif untuk melanjutkan, menyempurnakan, dan mengintegrasikan berbagai program dan kebijakan penanggulangan kemiskinan, yang disertai dengan penataan
kelembagaan yang lebih menunjang efektivitasnya.
Sebagai penjabaran terakhir dari RPJMN 2010-2014, RKP 2014 memiliki arti yang penting dalam menuntaskan pencapaian sasaran-sasaran pembangunan jangka menengah yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan yang dituangkan dalam RKP 2014 selain disusun berdasarkan perubahan lingkungan strategis baik internal maupun eksternal, juga
memperhatikan pencapaian terkini program-program pembangunan. Berdasarkan hal tersebut, tema pembangunan tahun 2014 yang ditetapkan adalah: “Memantapkan Perekonomian
Nasional bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan”.
Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-60
Sejalan dengan penetapan tema tersebut, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPR-RI, juga telah menyepakati untuk melanjutkan pelaksanaan
11 prioritas nasional dan tiga prioritas bidang, beserta arah kebijakan dan sasarannya. Kesebelas prioritas nasional tersebut meliputi: 1 reformasi birokrasi dan tata kelola; 2 pendidikan;
3 kesehatan; 4 penanggulangan kemiskinan; 5 ketahanan pangan; 6 infrastruktur; 7 iklim investasi dan iklim usaha; 8 energi; 9 lingkungan hidup dan pengelolaan bencana;
10 daerah tertinggal, terdepan, dan pasca-konflik; serta 11 kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi. Sementara itu, tiga prioritas bidang mencakup: 1 prioritas bidang
politik, hukum, dan keamanan, 2 prioritas bidang perekonomian, dan 3 prioritas bidang kesejahteraan rakyat.
Selanjutnya, dengan memperhatikan kapasitas sumber daya yang dimiliki, kegiatan dari prioritas nasional akan ditekankan pada penanganan tiga isu strategis, agar upaya Pemerintah
dapat dilakukan lebih fokus untuk hal-hal yang signiikan, berdampak luas, dan tuntas. Isu-isu strategis tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga bidang utama, yang meliputi: 1 Pemantapan
perekonomian nasional; 2 peningkatan kesejahteraan rakyat; dan 3 pemeliharaan stabilitas sosial dan politik.
Di bidang pemantapan perekonomian nasional, programkegiatan yang menjadi isu strategis meliputi: 1 konektivitas mendorong pertumbuhan; 2 penguatan kelembagaan hubungan
industrial; 3 peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi; 4 pencapaian surplus beras 10 juta ton dan peningkatan produksi jagung, kedelai, gula dan daging; 5 diversiikasi
pemanfaatan energi; dan 6 percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat.
Di bidang peningkatan kesejahteraan rakyat, programkegiatan yang menjadi isu strategis meliputi: 1 pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional SJSN bidang kesehatan;
2 penurunan angka kematian ibu dan bayi; 3 peningkatan akses air minum dan sanitasi layak; 4 perluasan program keluarga harapan PKH; 5 pengembangan penghidupan penduduk
miskin dan rentan dalam kerangka MP3KI; dan 6 mitigasi bencana. Sementara itu, di bidang pemeliharaan stabilitas sosial dan politik, programkegiatan yang menjadi isu strategis meliputi:
1 percepatan pembangunan minimum essential force MEF; 2 pemantapan keamanan dalam negeri dan pemberantasan terorisme; dan 3 pelaksanaan Pemilu tahun 2014.
Selanjutnya, sasaran dan arah kebijakan untuk masing-masing prioritas nasional, dengan memperhatikan pelaksanaan dari isu-isu strategis di atas, akan dijabarkan sebagai berikut.
Sasaran yang akan dicapai dengan alokasi anggaran pada prioritas reformasi birokrasi dan tata kelola dalam tahun 2014 adalah: 1 meningkatnya implementasi tata kelola pemerintahan
pada seluruh instansi pemerintah melalui terobosan kinerja secara terpadu, penuh integritas, akuntabel, taat dan menjunjung tinggi hukum yang berlaku dengan indikator antara lain skor
IPK 50100 dan instansi yang telah melaksanakan reformasi birokrasi 100 persen untuk KL dan provinsi, dan 50 persen untuk kabupatenkota; 2 meningkatnya kualitas pelayanan
publik yang didukung manajemen pelayanan yang profesional, sumber daya manusia SDM berintegritas, dan penerapan standar pelayanan minimal SPM dengan indikator integritas
pelayanan publik dengan nilai 8,0 untuk unit pelayanan instansi pusat dan daerah; serta 3 meningkatnya efektivitas pelaksanaan otonomi daerah yang antara lain didukung kapasitas
keuangan pemerintah daerah dan penerapan SPM, dengan indikator antara lain: monitoring dan evaluasi penerapan 15 SPM di daerah, meningkatnya kualitas pelaksanaan dan penyerapan
dana alokasi khusus DAK sesuai petunjuk pelaksanaanpetunjuk teknis juklakjuknis pada 90 persen daerah, meningkatnya kualitas belanja APBD jumlah APBD yang disahkan tepat