Perkembangan Kebijakan dan Pelaksanaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat, 2008–2013

Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-5 kemiskinan. Kebijakan tersebut antara lain meliputi: 1 peningkatan belanja infrastruktur untuk mendukung upaya debottlenecking, domestic connectivity, ketahanan pangan, ketahanan energi, dan kesejahteraan masyarakat; 2 peningkatan program perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat, dan penanggulangan bencana; 3 pengendalian subsidi, khususnya subsidi energi melalui kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak bersubsidi dan tarif tenaga listrik; 4 peningkatan kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim climate change; serta 5 pemberian dukungan kepada pelaksanaan proyekkegiatan kerjasama Pemerintah-swasta public private partnershipPPP. Langkah lainnya yang ditempuh Pemerintah adalah penerapan kebijakan yang terkait dengan pelaksanaan anggaran, yakni kebijakan reward and punishment, yang merupakan upaya Pemerintah untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan pelaksanaan belanja pemerintah pusat. Pada prinsipnya, dalam kebijakan reward and punishment, kementerian negara lembaga KL yang berhasil melakukan optimalisasi penggunaan anggaran, atau dapat mencapai sasarantarget dengan biaya yang lebih rendah pada tahun sebelumnya, akan diberi tambahan pagu belanja pada tahun berikutnya reward. Sementara itu, bagi KL yang pada tahun sebelumnya tidak bisa menyerap anggaran dan mencapai sasarantarget dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka pada tahun berikutnya anggaran KL yang bersangkutan akan dikurangi punishment. Selain itu, Pemerintah juga terus berupaya untuk meningkatkan kualitas belanja quality of spending khususnya untuk memperbaiki efektivitas belanja pemerintah pusat. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat sebagian besar anggaran belanja pemerintah pusat merupakan belanja yang bersifat wajib mandatory spending, seperti belanja pegawai, belanja barang operasional, pembayaran bunga utang, dan subsidi. Akibat dari besarnya belanja wajib tersebut, maka ruang gerak yang tersedia bagi Pemerintah untuk melakukan intervensi iskal, dalam bentuk stimulasi terhadap kegiatan ekonomi masyarakat, baik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja produktif maupun mengentaskan kemiskinan, menjadi relatif terbatas. Rasio anggaran belanja wajib mandatory terhadap total belanja pemerintah pusat dalam kurun waktu 2008-2013 secara rata-rata mencapai 69,4 persen, dan sisanya sebesar 30,6 persen merupakan belanja tidak wajib discretionary. Sementara itu, langkah administratif ditempuh dalam rangka optimalisasi anggaran dari sisi pembelanjaannya, terutama melalui perbaikan sistem alokasi dan pelaksanaan anggaran agar APBN memberikan daya dorong yang optimal bagi perekonomian. Langkah administratif yang telah ditempuh Pemerintah adalah kebijakan pembaharuan reformasi di bidang iskal terkait dengan penyusunan dan pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan pelaksanaan pembaharuan sistem penganggaran belanja negara, yaitu meliputi penerapan: 1 penganggaran terpadu uniied budget; 2 penganggaran berbasis kinerja performance based budgeting; dan 3 kerangka pengeluaran jangka menengah medium term expenditure framework. Untuk mewujudkan pembaharuan sistem penganggaran belanja negara tersebut, Pemerintah telah menetapkan beberapa tahap strategi, mulai dari strategi pengenalan, yang dilaksanakan dalam kurun waktu 2005-2009; strategi pemantapan, yang dilaksanakan dalam kurun waktu 2010- 2014; dan strategi penyempurnaan, yang dijadwalkan akan dilaksanakan pada tahun 2015. Langkah administratif lain adalah dilakukannya berbagai upaya untuk mempercepat proses penyerapan anggaran, dengan melakukan berbagai langkah penyederhanaan prosedur dengan tetap memperhatikan prinsip tata kelola yang baik dan akuntabilitas. Termasuk dalam upaya Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-6 ini adalah dikeluarkannya berbagai peraturan turunan dari UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, antara lain: 1 penerbitan PP Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan RKAKL untuk meningkatkan transparansi proses penyusunan belanja KL dan harmonisasi antara sistem penganggaran dan sistem perencanaan pembangunan nasional, serta sinergi antarlembaga pemerintah; 2 penerapan prinsip “let managers manage” dengan lebih memberikan keleluasaan kepada KL dalam proses penyusunan anggaran dan revisi anggaran. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tatacara revisi RKAKL. Untuk menjaga akuntabilitas dan governance penyusunan APBN, maka aparat pengawas internal pemerintah APIP akan secara aktif melakukan penelitian terhadap dokumen anggaran di masing-masing KL; 3 penguatan fungsi monitoring dan evaluasi, antara lain melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249 Tahun 2011 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja atas Pelaksanaan RKAKL. Hasil dari monitoring dan evaluasi tersebut digunakan sebagai salah satu instrumen untuk menyusun pagu anggaran tahun berikutnya; dan 4 perbaikan pengaturan sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah, antara lain dimungkinkannya persiapan dan proses tenderlelang lebih awal. Selanjutnya, terkait dengan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat, dalam kurun waktu 2008–2013, secara nominal mengalami peningkatan, yaitu Rp693,4 triliun pada tahun 2008, menjadi Rp1.010,6 triliun pada tahun 2012, dan mencapai Rp1.196,8 triliun pada APBNP tahun 2013. Proporsinya terhadap belanja negara relatif konstan, yaitu dari 70,3 persen pada tahun 2008 menjadi 67,8 persen pada tahun 2012, dan mencapai 69,3 persen dalam APBNP tahun 2013. Perkembangan volume anggaran belanja pemerintah pusat dalam kurun waktu tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang secara signiikan mempengaruhi antara lain adalah harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional Indonesia Crude PriceICP, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan kondisi perekonomian global. Sementara itu, faktor internal yang mempengaruhi pelaksanaan APBN antara lain adalah kebutuhan belanja operasional untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan langkah-langkah kebijakan dan administrasi di bidang belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN. Selanjutnya, penjelasan yang lebih rinci mengenai perkembangan belanja pemerintah pusat dalam tahun 2008–2013 menurut fungsi, organisasi, dan jenis belanja dapat diuraikan sebagai berikut.

4.2.1 Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi

Dalam pasal 11 ayat 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, diatur bahwa anggaran belanja pemerintah pusat juga dikelompokkan menurut fungsi. Kemudian, pengelompokan menurut fungsi yang meliputi 11 fungsi menggambarkan berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat dan untuk pertumbuhan kesejahteraan rakyat. Sebelas fungsi Pemerintah tersebut, adalah: 1 fungsi pelayanan umum, 2 fungsi pertahanan, 3 fungsi ketertiban dan keamanan, 4 fungsi ekonomi, 5 fungsi lingkungan hidup, 6 fungsi perumahan dan fasilitas umum, 7 fungsi kesehatan, 8 fungsi pariwisata dan budaya, 9 fungsi agama, 10 fungsi pendidikan, dan 11 fungsi perlindungan sosial. Dalam periode 2008–2013, sebagian besar anggaran belanja pemerintah pusat dialokasikan untuk melaksanakan fungsi pelayanan umum, Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-7 yaitu mencapai rata-rata sebesar 65,1 persen dari total realisasi belanja pemerintah pusat setiap tahunnya. Sementara itu, sekitar 34,9 persen dari realisasi anggaran belanja pemerintah pusat selama periode tersebut digunakan untuk menjalankan fungsi-fungsi lainnya. Ilustrasi mengenai perkembangan pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat menurut fungsi disajikan dalam Grafik 4.1 dan Tabel 4.1 serta diuraikan di dalam penjelasan sebagai berikut. Anggaran Belanja Fungsi Pelayanan Umum Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi pelayanan umum, yang terutama digunakan untuk melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dialokasikan melalui KL dan non-KL. Dalam periode 2008-2013, anggaran belanja fungsi pelayanan umum mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 6,1 persen per tahun, dari sebesar Rp534,6 triliun pada tahun 2008, menjadi sebesar Rp720,1 triliun pada tahun 2013. Pertumbuhan anggaran belanja fungsi pelayanan umum dalam kurun waktu tersebut mencerminkan upaya Pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan umum kepada masyarakat. Belanja pemerintah pusat pada fungsi pelayanan umum terdiri atas beberapa subfungsi, yang dalam periode 2008-2013 rata-rata proporsinya terhadap fungsi pelayanan umum adalah sebagai berikut: 1 subfungsi lembaga eksekutif dan legislatif, keuangan dan iskal, serta urusan luar negeri sebesar 18,6 persen; 2 subfungsi pelayanan umum sebesar 1,2 persen; 3 subfungsi penelitian dasar dan pengembangan Iptek sebesar 0,4 persen; 4 subfungsi pinjaman pemerintah sebesar 17,4 persen; 5 subfungsi pembangunan daerah sebesar 0,3 persen; 6 subfungsi Litbang pelayanan umum sebesar 0,02 persen; dan 7 subfungsi pelayanan umum lainnya sebesar 62,2 persen. Dalam periode 2008-2013, anggaran belanja subfungsi pelayanan umum lainnya mendominasi alokasi anggaran belanja fungsi pelayanan umum, hal tersebut terkait dengan kebijakan Pemerintah untuk menjaga stabilitas harga komoditas tertentu melalui pengalokasian berbagai jenis subsidi untuk masyarakat. Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada beberapa subfungsi yang menonjol pada fungsi pelayanan umum, yaitu: 1 subfungsi pelayanan umum lainnya mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 5,1 persen per tahun, yaitu dari Rp353,2 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp453,8 triliun dalam tahun 2013, terutama digunakan untuk membiayai belanja subsidi dan transfer lainnya; 2 subfungsi pinjaman pemerintah dalam kurun waktu yang sama mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 5,3 persen per tahun, yaitu dari Rp87,5 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp113,3 triliun dalam tahun 2013, antara lain digunakan untuk pembayaran bunga utang; serta 3 subfungsi lembaga eksekutif dan legislatif, keuangan dan iskal serta urusan luar negeri dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 8,3 persen per tahun, yaitu Rp90,5 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp134,8 triliun dalam tahun 2013. Anggaran pada subfungsi lembaga eksekutif dan legislatif, 693,4 628,8 697,4 883,7 1.010,6 1.154,4 - 200,0 400,0 600,0 800,0 1.000,0 1.200,0 1.400,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBN T ril iu n R u p ia h GRAFIK 4.1 PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT FUNGSI, 2008 - 2013 PERLINDUNGAN SOSIAL PENDIDIKAN AGAMA PARIWISATA DAN BUDAYA KESEHATAN PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM LINGKUNGAN HIDUP EKONOMI KETERTIBAN DAN KEAMANAN PERTAHANAN PELAYANAN UMUM Sumber: Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-8 keuangan dan iskal serta urusan luar negeri dalam periode tersebut, terutama digunakan untuk membiayai beberapa program di antaranya: 1 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya; 2 program pertumbuhan dan pengamanan penerimaan pajak; serta 3 program pengawasan, pelayanan, dan penerimaan di bidang kepabeanan dan cukai. Perkembangan realisasi anggaran fungsi pelayanan umum dalam periode tahun 2008- 2013 disajikan dalam Graik 4.2. Pencapaian dari pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pada fungsi pelayanan umum dalam periode 2008-2013, antara lain yaitu: 1 terlaksananya penyaluran subsidi BBM kepada masyarakat; 2 terlaksananya penyediaan pasokan listrik dengan harga yang terjangkau kepada masyarakat; 3 terlaksananya penyaluran subsidi pangan dan penyediaan beras bersubsidi untuk masyarakat miskin; 4 LKPP LKPP LKPP LKPP LKPP APBN 01 PELAY ANAN UMUM 534,6 417 ,8 47 1,6 508,9 647 ,7 7 20,1 02 PERTAHANAN 9,2 13,1 17 ,1 51,1 61,2 81,8 03 KETERTIBAN DAN KEAMANAN 7 ,0 7 ,8 13,8 21,7 29,1 36,5 04 EKONOMI 50,5 58,8 52,2 87 ,2 105,6 122,9 05 LINGKUNGAN HIDUP 5,3 10,7 6,5 8,6 8,8 12,4 06 PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM 12,4 14,6 20,1 22,9 26,4 30,7 07 KESEHATAN 14,0 15,7 18,8 14,1 15,2 17 ,5 08 PARIWISATA DAN BUDAY A 1,3 1,4 1,4 3,6 2,5 2,5 09 AGAMA 0,7 0,8 0,9 1,4 3,4 4,1 10 PENDIDIKAN 55,3 84,9 90,8 97 ,9 105,2 118,5 11 PERLINDUNGAN SOSIAL 3,0 3,1 3,3 3,9 5,1 7 ,4 XX FUNGSI TIDAK ADA - 0,0 0,9 62,3 0,3 0,0 693,4 628,8 697 ,4 883,7 1.010,6 1.154,4 Sumber : Kementerian Keuangan TABEL 4.1 BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT FUNGSI, 2008 - 2013 triliun rupiah NO. FUNGSI 2013 2012 2010 2011 T O T A L 2008 2009 - 100,0 200,0 300,0 400,0 500,0 600,0 700,0 800,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBN T ri li un R p GRAFIK 4.2 BELANJA FUNGSI PELAYANAN UMUM, 2008-2013 Pelayanan Umum Pelayanan Umum Lainnya Penelitian Dasar dan Pengembangan Iptek Pembangunan Daerah Pinjaman Pemerintah Lembaga Eksekutif, Legislatif, Keuangan dan Fiskal, serta Urusan LN Sumber : Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-9 terlaksananya penyaluran subsidi pupuk dan subsidi benih dalam bentuk penyediaan pupuk dan benih unggul dengan harga terjangkau bagi petani; 5 terlaksananya penyaluran subsidi transportasi umum untuk penumpang kereta api kelas ekonomi dan kapal laut kelas ekonomi; 6 terlaksananya kewajiban Pemerintah atas pembayaran bunga utang; serta; 7 meningkatnya kompetensi SDM PNS dalam rangka mendukung peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Anggaran Belanja Fungsi Pertahanan Realisasi anggaran fungsi pertahanan digunakan untuk kegiatan dalam rangka membiayai penyelenggaraan pertumbuhan kemampuan dan kekuatan pertahanan negara, sesuai dengan salah satu sasaran pokok dari agenda mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, yaitu memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta Bhineka Tunggal Ika, yang tercermin dari tertanganinya kegiatan-kegiatan untuk memisahkan diri dari NKRI, serta meningkatnya daya cegah dan daya tangkal negara terhadap ancaman bahaya terorisme bagi tetap tegaknya kedaulatan NKRI, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Anggaran fungsi pertahanan pada belanja pemerintah pusat digunakan oleh Kementerian Pertahanan, yang meliputi unit Mabes TNI, TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara. Dalam periode 2008-2013, alokasi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi pertahanan antara lain dirinci dalam: 1 subfungsi pertahanan negara 77,2 persen terhadap fungsi pertahanan; 2 subfungsi dukungan pertahanan 22,0 persen; dan 3 subfungsi Litbang pertahanan 0,7 persen. Dalam tahun 2008 telah dilakukan restrukturisasi dan realokasi program, yaitu program penerapan kepemerintahan yang baik, yang diperuntukkan bagi belanja pegawai, yang semula merupakan bagian dari fungsi pertahanan dipindah menjadi bagian dari fungsi pelayanan umum. Pertumbuhan rata-rata realisasi anggaran fungsi pertahanan dalam periode 2008-2013 adalah sebesar 54,9 persen per tahun, yaitu dari Rp9,2 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp81,8 triliun dalam tahun 2013. Selanjutnya, realisasi anggaran pada subfungsi pertahanan negara dalam periode 2008–2013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 59,3 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp5,6 triliun dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp57,7 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi pertahanan negara dalam kurun waktu tersebut terutama ditujukan untuk membiayai program pengembangan pertahanan matra darat, program pengembangan pertahanan matra laut, program pengembangan pertahanan matra udara, dan program pengembangan pertahanan matra integratif. Sementara itu, realisasi anggaran pada subfungsi dukungan pertahanan dalam periode 2008–2013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 46,5 persen per tahun, yaitu dari Rp3,4 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp22,9 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi dukungan pertahanan digunakan untuk membiayai program pengembangan industri pertahanan dan program pengembangan sistem dan strategi pertahanan. Selanjutnya, realisasi anggaran pada subfungsi Litbang pertahanan dalam periode 2008–2013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 65,5 persen per tahun, yaitu dari Rp94,6 miliar dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp1,2 trilliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi Litbang pertahanan digunakan untuk membiayai program pengembangan ketahanan nasional dan program penelitian dan pengembangan pertahanan. Pencapaian yang dihasilkan dari berbagai program dan kegiatan yang dibiayai dengan realisasi anggaran pada fungsi pertahanan dalam kurun waktu 2008–2013 tersebut, antara lain meliputi: Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-10 1 meningkatnya kesejahteraan prajurit TNI terutama kecukupan perumahan, pendidikan dasar keluarga prajurit, dan jaminan kesejahteraan akhir tugas; 2 meningkatnya jumlah dan kondisi peralatan pertahanan kearah modernisasi alat utama sistem senjata dan kesiapan operasional; 3 terdayagunakannya potensi masyarakat dalam bela negara sebagai salah satu komponen utama bela negara; 4 meningkatnya keberhasilan Pemerintah dalam mengungkap, mencegah dan menangkap pelaku dan jaringan terorisme; 5 meningkatnya peran dan pemberdayaan industri pertahanan dalam negeri; 6 terumuskannya kebijakan pengembangan industri pertahanan sesuai dengan kemajuan Iptek; 7 terbangunnya pos-pos perbatasan; 8 terwujudnya penggunaan kekuatan pertahanan integratif yang mampu menangkal ancaman secara terintegrasi dan tepat waktu; 9 menurunnya gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di laut; serta 10 tercapainya jumlah dan kondisi peralatan pertahanan ke arah modernisasi alat utama sistem senjata dan kesiapan operasional. Perkembangan realisasi anggaran fungsi pertahanan dalam periode tahun 2008–2013 disajikan dalam Graik 4.3 . Anggaran Belanja Fungsi Ketertiban dan Keamanan Realisasi anggaran pada fungsi ketertiban dan keamanan dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan ketertiban dan keamanan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. Realisasi anggaran belanja fungsi ketertiban dan keamanan terdiri atas beberapa subfungsi, yaitu: 1 subfungsi kepolisian 56,9 persen terhadap fungsi ketertiban dan keamanan; 2 subfungsi penanggulangan bencana 4,3 persen; 3 subfungsi pembinaan hukum 17,7 persen; 4 subfungsi peradilan 13,0 persen; 5 subfungsi Litbang ketertiban dan keamanan 0,1 persen; dan 6 subfungsi ketertiban dan keamanan lainnya 8,1 persen. Fungsi ketertiban dan keamanan juga mengalami restrukturisasi dan pemindahan program dalam tahun 2008, sebagaimana halnya pada fungsi pertahanan, yaitu program penerapan kepemerintahan yang baik dipindahkan ke dalam fungsi pelayanan umum. Terkait dengan hal tersebut realisasi anggaran fungsi ketertiban dan keamanan dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 39,0 persen per tahun, yaitu dari Rp7,0 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp36,5 triliun dalam tahun 2013. Selanjutnya, gambaran realisasi subfungsi yang menonjol dalam periode 2008–2013 diuraikan sebagai berikut. Realisasi anggaran pada subfungsi kepolisian mengalami pertumbuhan rata- rata sebesar 51,2 persen per tahun, yaitu dari Rp2,9 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp22,8 triliun pada tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi kepolisian digunakan antara lain untuk membiayai program pengembangan SDM kepolisian, program pengembangan sarana dan prasarana kepolisian, program pengembangan strategi keamanan dan ketertiban, serta program pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Sementara itu, realisasi anggaran pada subfungsi penanggulangan bencana dalam kurun waktu 2008–2013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 29,5 persen per tahun, yaitu dari Rp369,2 - 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBN T ril iu n R p GRAFIK 4.3 BELANJA FUNGSI PERTAHANAN, 2008-2013 Pertahanan Negara Dukungan Pertahanan Litbang Pertahanan Sumber : Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-11 miliar dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp1,3 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi penanggulangan bencana digunakan untuk membiayai program utama, yaitu program pencarian dan penyelamatan, d e n g a n t e t a p m e m p e r h a t i k a n upaya pengurangan risiko bencana. Perkembangan realisasi anggaran fungsi ketertiban dan keamanan dalam periode tahun 2008–2013 disajikan dalam Graik 4.4. Pencapaian yang dihasilkan dari berbagai program dan kegiatan pada anggaran fungsi ketertiban dan keamanan dalam periode 2008–2013, antara lain meliputi: 1 menurunnya angka pelanggaran hukum dan indeks kriminalitas; 2 menurunnya kejadian tindak terorisme di wilayah hukum Indonesia; 3 terciptanya suasana aman, tertib dan kondusif dalam masyarakat; 4 meningkatnya kesadaran hukum dan peran serta masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan sosial dan gangguan keamanan; 5 tercapainya gangguan keamanan yang menurun pada jalur aktivitas masyarakat yang menggunakan moda transportasi laut, keamanan pesisir dan pelabuhan nasionalinternasional; 6 menurunnya angka penyalahgunaan narkoba dan menurunnya peredaran gelap narkoba; 7 terselenggaranya tata kelola pemerintahan dan pelayanan yang profesional di lingkungan Polri; 8 terlaksanakannya transparansi pelayanan masyarakat sebagai salah satu program quick wins bidang reserse; serta 9 menanggulangi dan menurunnya jenis kejahatan kejahatan konvensional, kejahatan transnasional, kejahatan yang berimplikasi kontijensi dan kejahatan terhadap kekayaan negara tanpa melanggar HAM. Anggaran Belanja Fungsi Ekonomi Dalam periode 2008-2013 realisasi anggaran belanja pada fungsi ekonomi mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 19,5 persen per tahun, yaitu dari Rp50,5 triliun pada tahun 2008, menjadi sebesar Rp122,9 triliun pada tahun 2013. Peningkatan realisasi anggaran pada fungsi ekonomi, terutama berkaitan dengan upaya Pemerintah dalam rangka mendukung upaya percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Realisasi dan proporsi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi ekonomi dalam periode 2008-2013 terdiri atas: 1 subfungsi perdagangan, pengembangan usaha, koperasi dan UKM 3,0 persen terhadap fungsi ekonomi; 2 subfungsi pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan 17,6 persen; 3 subfungsi pengairan 6,1 persen; 4 subfungsi bahan bakar dan energi 7,6 persen; 5 subfungsi pertambangan 1,8 persen; 6 subfungsi transportasi 53,1 persen; 7 subfungsi industri dan konstruksi 2,4 persen; 8 subfungsi tenaga kerja 2,0 persen; 9 subfungsi telekomunikasi 0,7 persen; 10 subfungsi Litbang ekonomi 2,0 persen; dan 11 subfungsi ekonomi lainnya 3,8 persen. Perhatian Pemerintah kepada pengembangan infrastruktur, baik infrastruktur perhubungan maupun pertanian tercermin dari besarnya alokasi untuk subfungsi transportasi dan subfungsi pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan. Hal tersebut selaras dengan tujuan Pemerintah untuk menyelesaikan bottleneck infrastruktur dan memperkuat ketahanan pangan. Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada beberapa subfungsi yang menonjol pada fungsi ekonomi dijabarkan sebagai berikut. Dalam periode 2008–2013, realisasi anggaran - 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBN Tr iliu n R p GRAFIK 4.4 BELANJA FUNGSI KETERTIBAN DAN KEAMANAN, 2008-2013 Ketertiban dan Keamanan Lainnya Peradilan Pembinaan Hukum Penanggulangan Bencana Kepolisian Sumber : Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-12 pada subfungsi transportasi mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 21,8 persen per tahun, yaitu dari Rp24,7 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp66,3 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi transportasi terutama digunakan antara lain untuk: 1 program penyelenggaraan jalan; dan 2 program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi laut, darat, udara, dan perkeretaapian. Pencapaian yang dihasilkan dari berbagai program dan kegiatan pada subfungsi transportasi dalam periode 2008–2013, antara lain meliputi: 1 terselesaikannya preservasi jalan nasional dan jembatan; 2 peningkatan kapasitas jalanpelebaran dan jembatan pada jalur lintas utama; 3 terlaksananya program pengembangan Bus Rapid Transit BRT; 4 terlaksananya pembangunan terminal Tipe A antarpropinsi dan terminal antarlintas batas negara tersebar di lima lokasi; 5 peningkatan dan rehabilitasi jalur rel KA pembangunan jalur rel KA baru termasuk jalur ganda; 6 terlaksananya pembangunan pelabuhan baru dan lanjutan pembangunan pelabuhan; 7 terlaksananya pengembangan bandar udara strategis; serta 8 terbangunnya sistem jaringan transportasi perkotaan dan perdesaan di wilayah terpencil, pedalaman, perbatasan, dan pulau terdepan. Sementara itu, dalam kurun waktu yang sama, realisasi anggaran pada subfungsi pertanian, kehutanan, perikanan, dan kelautan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 12,1 persen per tahun, yaitu dari Rp11,2 triliun dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp19,9 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi pertanian, kehutanan, dan kelautan antara lain untuk melaksanakan: 1 program peningkatan ketahanan pangan; 2 program penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana pertanian; 3 program peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman pangan untuk mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan; 4 program pencapaian swasembada daging sapi dan peningkatan penyediaan pangan hewani yang aman, sehat, utuh, dan halal; serta 5 program pengembangan SDM pertanian dan perikanan serta kelembagaan petani dan nelayanpembudidaya ikan. Pencapaian yang dihasilkan dari berbagai program dan kegiatan pada subfungsi pertanian, kehutanan, perikanan, dan kelautan dalam periode 2008–2013, antara lain meliputi: 1 terpeliharanya dan meningkatnya penyediaan bahan pangan pokok dari produksi dalam negeri; 2 terjaganya stabilitas harga komoditas pangan; 3 meningkatnya pemenuhan konsumsi pangan masyarakat secara kuantitas dan kualitas menuju pola pangan harapan; 4 meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk pertanian, perikanan, dan kehutanan; 5 tercapainya pertumbuhan di sektor pertanian; 6 tercapainya pelaksanaan gerakan memasyarakatkan makan ikan Gemarikan; serta 7 meningkatnya produk perikanan prima yang berdaya saing di pasar domestik dan internasional. Selanjutnya, realisasi anggaran pada subfungsi bahan bakar dan energi dalam periode 2008– 2013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 31,8 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp3,3 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp13,2 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi bahan bakar dan energi antara lain digunakan untuk melaksanakan: 1 program pengelolaan ketenagalistrikan; 2 program peningkatan aksesibilitas pemerintah daerah, koperasi, dan masyarakat terhadap jasa pelayanan sarana dan prasarana energi; 3 program pengelolaan energi baru terbarukan dan konservasi energi; 4 program pembinaan dan pengelolaan usaha pertambangan SDA dan batubara; serta 5 program pengelolaan dan penyediaan minyak dan gas bumi. Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-13 Pencapaian yang dihasilkan dari pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pada subfungsi bahan bakar dan energi dalam periode 2008-2013 di antaranya yaitu: 1 meningkatnya produksi dari sumber daya energi terbarukan seperti tenaga air, panas bumi, matahari, biomassa, biofuel, dan bahan bakar nabati BBN; 2 tersedianya dan terdistribusinya BPH Migas BBM diseluruh wilayah NKRI serta tersedianya cadangan BBM nasional; 3 pembangunan jaringan distribusi gas kota; 4 meningkatnya rasio elektriikasi; dan 5 meningkatnya rasio desa berlistrik. Perkembangan realisasi anggaran belanja fungsi ekonomi periode 2008–2013 disajikan dalam Graik 4.5. Anggaran Belanja Fungsi Lingkungan Hidup Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi lingkungan hidup, terutama digunakan untuk upaya peningkatan kualitas dan pelestarian lingkungan hidup. Anggaran belanja fungsi lingkungan hidup tersebut terdiri atas beberapa subfungsi dengan proporsi alokasi anggaran masing-masing subfungsi terhadap fungsinya sebagai berikut: 1 subfungsi manajemen limbah sebesar 17,8 persen; 2 subfungsi penanggulangan polusi sebesar 1,9 persen; 3 subfungsi konservasi sumber daya alam sebesar 44,9 persen; 4 subfungsi tataruang dan pertanahan sebesar 23,8 persen; serta 5 subfungsi lingkungan hidup lainnya sebesar 11,6 persen. Besarnya porsi alokasi anggaran pada subfungsi konservasi sumber daya alam dalam periode 2008-2013 menunjukkan keberpihakan Pemerintah terhadap upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Dalam kurun waktu 2008-2013, realisasi anggaran belanja pada fungsi lingkungan hidup mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 18,6 persen per tahun, dari Rp5,3 triliun pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp12,4 triliun pada tahun 2013. Peningkatan realisasi anggaran pada fungsi lingkungan hidup dalam kurun waktu tersebut mencerminkan upaya Pemerintah untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada beberapa subfungsi yang menonjol pada fungsi lingkungan hidup adalah sebagai berikut: 1 subfungsi manajemen limbah mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 45,8 persen per tahun, dari Rp478,4 miliar pada tahun 2008 menjadi Rp3,2 triliun pada tahun 2013, yang terutama digunakan untuk membiayai program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman serta program pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan pelaksanaan pengembangan sanitasi dan persampahan; 2 subfungsi konservasi sumberdaya alam mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 8,5 persen, dari sebesar Rp3,2 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp4,7 triliun pada tahun 2013, yang terutama digunakan untuk program peningkatan fungsi dan daya dukung daerah aliran sungai DAS berbasis pemberdayaan masyarakat, program perencanaan, penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan RHL, pengembangan kelembagaan dan evaluasi DAS, serta program konservasi keanekaragaman hayati dan perlindungan hutan; 3 subfungsi tataruang dan - 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBN Tr ili un R p GRAFIK 4.5 BELANJA FUNGSI EKONOMI, 2008-2013 Industri dan Konstruksi Transportasi Pertambangan Bahan Bakar dan Energi Pengairan Pertanian, Kehutanan, Perikanan, dan Kelautan Tenaga Kerja Perdagangan, Pengembangan Usaha, Koperasi dan UKM Sumber : Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-14 pertanahan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 21,1 persen, dari Rp1,4 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp3,5 triliun pada tahun 2013, yang terutama digunakan untuk membiayai program pengelolaan pertanahan nasional, program penyelenggaraan penataan ruang, serta program survei dan pemetaan nasional. Perkembangan realisasi anggaran fungsi lingkungan hidup dalam tahun 2008-2013 disajikan dalam Graik 4.6. Pencapaian dari pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pada fungsi lingkungan hidup dalam kurun waktu 2008-2013 tersebut antara lain: 1 terlaksananya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan; 2 pengembangan hutan kemasyarakatan dan hutan desa; 3 pemantauan dan pengawasan penataan perusahaan melalui mekanisme program peningkatan kinerja perusahaan Proper; 4 pemantauan dan pengawasan penataan terhadap industri melalui mekanisme program kali bersih Prokasih; 5 penetapan kawasan konservasi perairan yang terkelola secara efektif; 6 dilaksanakannya pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang; 7 berkurangnya jumlah hotspot; serta 8 ditetapkannya rencana tata ruang pulau dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur pada tahun 2011 dan awal tahun 2012. Anggaran Belanja Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi perumahan dan fasilitas umum terutama digunakan untuk pembangunan perumahan dan pengadaan fasilitas umum yang menjadi tanggung jawab Pemerintah kepada masyarakat. Fungsi perumahan dan fasilitas umum tersebut terdiri atas beberapa subfungsi dengan proporsi alokasi anggaran masing- masing subfungsi terhadap fungsinya pada periode 2008-2013 sebagai berikut: 1 subfungsi pembangunan perumahan sebesar 10,6 persen; 2 subfungsi pemberdayaan komunitas pemukiman sebesar 14,9 persen; 3 subfungsi penyediaan air minum sebesar 16,1 persen; 4 subfungsi perumahan dan fasilitas umum lainnya sebesar 58,3 persen. Dalam kurun waktu 2008-2013 realisasi anggaran belanja pada fungsi perumahan dan fasilitas umum mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 19,8 persen per tahun, dari Rp12,5 triliun pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp30,7 triliun pada tahun 2013. Hal tersebut menunjukkan perhatian yang serius dari Pemerintah terhadap kebutuhan warganya, terutama untuk memenuhi kebutuhan terhadap lingkungan perumahan yang layak. Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada fungsi perumahan dan fasilitas umum adalah sebagai berikut: 1 subfungsi pembangunan perumahan mengalami pertumbuhan rata-rata 20,6 persen per tahun, dari Rp 1,6 triliun pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp4,1 triliun pada tahun 2013; 2 subfungsi pemberdayaan komunitas permukiman mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 12,6 persen, dari Rp2,1 triliun pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp3,8 triliun pada tahun 2013; 3 subfungsi penyediaan air minum mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 20,9 persen, dari Rp2,1 triliun pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp5,5 - 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBN Tr iliu n R p GRAFIK 4.6 BELANJA FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP, 2008-2013 Lingkungan Hidup Lainnya Tataruang dan Pertanahan Konservasi Sumberdaya Alam Penanggulangan Polusi Manajemen Limbah Sumber : Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-15 triliun pada tahun 2013; dan 4 subfungsi perumahan dan fasilitas umum lainnya mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 21,2 persen, dari sebesar Rp6,6 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp17,3 triliun pada tahun 2013. Pencapaian dari pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pada fungsi perumahan dan fasilitas umum dalam kurun waktu 2008-2013 tersebut antara lain: 1 terbangunnya 435 twin block TB rumah susun sederhana sewa Rusunawa; 2 terfasilitasinya pembangunan rumah swadaya sebanyak 32.512 unit; 3 meningkatnya kualitas perumahan swadaya sebanyak 285.738 unit; 4 fasilitasi pembiayaan perumahan untuk kepemilikan rumah sebanyak 280.555 unit. Perkembangan realisasi anggaran belanja fungsi perumahan dan fasilitas umum tahun 2008-2013 disajikan dalam Graik 4.7. Anggaran Belanja Fungsi Kesehatan Anggaran belanja fungsi kesehatan yang dialokasikan melalui belanja pemerintah pusat ditujukan untuk meningkatkan kesehatan rakyat. Dalam kurun waktu 2008-2013, anggaran belanja fungsi kesehatan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 4,5 persen per tahun, dari Rp14,0 triliun pada tahun 2008, menjadi sebesar Rp17,5 triliun pada tahun 2013. Selanjutnya, anggaran belanja pemerintah pusat yang dialokasikan melalui fungsi kesehatan terdiri atas beberapa subfungsi, yaitu: 1 subfungsi obat dan perbekalan kesehatan 11,5 persen terhadap fungsi kesehatan; 2 subfungsi pelayanan kesehatan perorangan 60,1 persen; 3 subfungsi pelayanan kesehatan masyarakat 12,3 persen; 4 subfungsi kependudukan dan keluarga berencana 9,5 persen; 5 subfungsi Litbang kesehatan 1,7 persen; dan 6 subfungsi kesehatan lainnya 4,9 persen. Besarnya proporsi alokasi anggaran pada subfungsi pelayanan kesehatan perorangan, terutama disebabkan oleh digulirkannya berbagai program pelayanan kesehatan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada beberapa subfungsi yang menonjol pada fungsi kesehatan dijabarkan sebagai berikut. Anggaran belanja pada subfungsi obat dan perbekalan kesehatan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 15,4 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp1,4 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp2,8 triliun dalam tahun 2013. Sementara itu, anggaran pada subfungsi pelayanan kesehatan perorangan dalam kurun waktu yang sama mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,7 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp8,8 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp10,0 triliun dalam tahun 2013. Selanjutnya, anggaran pada subfungsi kependudukan dan keluarga berencana dalam kurun waktu 2008-2013, mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 40,2 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp479,7 miliar dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp2,6 triliun dalam tahun 2013. Perkembangan realisasi anggaran fungsi kesehatan dalam periode tahun 2008-2013 disajikan dalam Graik 4.8. - 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBN Tr iliu n R p GRAFIK 4.7 BELANJA FUNGSI PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM, 2008-2013 Perumahan dan Fasilitas Umum Lainnya Penyediaan Air Minum Pemberdayaan Komunitas Pe rmukiman Pe mbangunan Pe rumahan Sumber : Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-16 Pencapaian dari pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pada fungsi kesehatan dalam kurun waktu tersebut, antara lain yaitu: 1 membaiknya pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan bersalin, antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih cakupan PN dari 81,3 persen 2011 menjadi 83,1 persen 2012 dan cakupan kunjungan ibu hamil K1 dan K4 masing- masing dari 95,7 persen dan 88,3 persen 2011 menjadi sebesar 95,7 persen dan 90,2 persen 2012; 2 membaiknya kesehatan dan gizi anak antara lain ditandai dengan meningkatnya cakupan imunisasi dasar lengkap dari 53,8 persen 2010 menjadi 66,0 persen 2012, meningkatnya balita ditimbang berat badannya DS dari 67,9 persen 2010 menjadi 71,4 persen 2011, dan menurunnya prevalensi kekurangan gizi menjadi sebesar 17,9 persen; 3 membaiknya upaya pengendalian penyakit menular dan tidak menular yang ditunjukkan oleh meningkatnya kasus baru TB paru BTA positif yang disembuhkan dari 86,2 persen 2011 menjadi 84,4 persen 2012, menurunnya angka penemuan kasus malaria annual parasite index API per 1.000 penduduk dari 1,8 2011 menjadi 1,7 per 1.000 penduduk 2012, dan meningkatnya orang yang berumur 15 tahun atau lebih yang menerima konseling dan testing HIV dari 548.256 orang 2011 menjadi 884.905 orang 2012, dan yang memiliki pengetahuan HIV dan AIDS dari 57,5 persen 2010 menjadi sebesar 79,5 persen 2012; 4 meningkatnya jumlah, kualitas, dan penyebaran sumber daya manusia kesehatan termasuk sarana pelayanan kesehatan yang ditunjukkan dengan meningkatnya tenaga dokter menjadi 32.492 orang, perawat 220.575 orang, bidan 124.164 orang, puskesmas 9.510 unit, puskesmas perawatan 3.152 unit, puskesmas nonperawatan 6.358 unit, RS pemerintah 888 unit dan tenaga kesehatan yang didayagunakan dan diberi insentif sebanyak 4.354 orang yang ditempatkan pada daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan kepulauan DTPK dan daerah bermasalah kesehatan DBK. Anggaran Belanja Fungsi Pariwisata dan Budaya Anggaran belanja fungsi pariwisata dan budaya yang dialokasikan melalui belanja pemerintah pusat ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pengembangan di bidang pariwisata dan budaya. Dalam kurun waktu 2008-2013, anggaran belanja fungsi pariwisata dan budaya mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 14,2 persen per tahun, dari sebesar Rp1,3 triliun pada tahun 2008, menjadi sebesar Rp2,5 triliun pada tahun 2013. Pertumbuhan anggaran pada fungsi pariwisata dan budaya dalam kurun waktu tersebut, memperlihatkan kesungguhan Pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui diversiikasi kebijakan yang salah satunya melalui sektor pariwisata. Sektor pariwisata yang maju mampu menggerakkan sektor riil, utamanya di wilayah destinasi pariwisata tersebut berada. Harapannya ke depan, sektor pariwisata akan menjadi unsur pendukung yang signiikan untuk meningkatkan pendapatan nasional. Anggaran belanja pemerintah pusat yang dialokasikan melalui fungsi pariwisata dan budaya terdiri atas beberapa subfungsi, yaitu: 1 subfungsi pengembangan pariwisata 44,1 persen terhadap fungsi pariwisata dan budaya; 2 subfungsi pembinaan penerbitan dan penyiaran 3,2 persen; 3 subfungsi Litbang pariwisata 1,1 persen; - 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 18,0 20,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBN T ril iu n R p GRAFIK 4.8 BELANJA FUNGSI KESEHATAN, 2008-2013 Kesehatan Lainnya Litbang Kesehatan Kependudukan dan Keluarga Berencana Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pelayanan Kesehatan Perorangan Obat dan Perbekalan Kesehatan Sumber : Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-17 dan 4 subfungsi pariwisata lainnya 16,0 persen. Visi Pemerintah untuk mengembangkan pariwisata tercermin dari besarnya proporsi alokasi anggaran untuk subfungsi pengembangan pariwisata. Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada subfungsi yang menonjol pada fungsi pariwisata dan budaya yaitu pada subfungsi pengembangan pariwisata mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 3,2 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp611,6 miliar dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp714,4 miliar dalam tahun 2013, terutama digunakan untuk membiayai beberapa program antara lain: 1 program pengembangan destinasi pariwisata; dan 2 program pengembangan pemasaran pariwisata. Perkembangan realisasi anggaran fungsi pariwisata dalam periode tahun 2008- 2013 disajikan dalam Graik 4.9. Pencapaian dari pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pada fungsi pariwisata dan budaya dalam periode 2008-2013, antara lain yaitu: 1 pada tahun 2012, kunjungan wisatawan mancanegara Wisman mencapai 8,0 juta orang atau meningkat 5,0 persen dibandingkan dengan tahun 2011, dan jumlah penerimaan devisa diperkirakan sebesar USD9,12 miliar, meningkat 6,7 persen dari penerimaan devisa tahun 2011 yang sebesar USD8,55 miliar; 2 jumlah perjalanan wisatawan nusantara Wisnus pada tahun 2012 mencapai 245 juta perjalanan, dengan pengeluaran wisnus sebesar Rp171,5 triliun; 3 pertumbuhan daya saing pariwisata Indonesia di tingkat global pada tahun 2011 menjadi posisi 74 dari 139 negara, dari peringkat 81 dari 133 negara pada tahun 2009; 4 pengelolaan terpadu cagar budaya kawasan Candi Borobudur, kawasan Candi Prambanan, dan kawasan Situs Manusia Purba Sangiran; 5 revitalisasi 6 museum, yaitu Museum Subak Bali, Museum Asmat Jakarta, Museum Batik Pekalongan, Museum Bekon Blewut NTT, Museum Satria Mandala Jakarta dan Museum Asimbojo Bima NTB; 6 fasilitasi penyediaan sarana seni budaya di 25 provinsi dan 399 kabupatenkota; 7 pelaksanaan 13 penelitian bidang kebudayaan dan 148 penelitian bidang arkeologi; serta 8 fasilitasi penyelenggaraan 33 pergelaran, pameran, festival, workshop dan lomba. Anggaran Belanja Fungsi Agama Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi agama dialokasikan guna memenuhi kewajiban Pemerintah dalam pelayanan urusan keagamaan dan menjaga keharmonisan serta kerukunan kehidupan beragama. Dalam periode 2008-2013, anggaran fungsi agama mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 40,6 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp745,7 miliar dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp4,1 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi agama terdiri atas beberapa subfungsi, yaitu: 1 subfungsi peningkatan kehidupan beragama 43,7 persen terhadap fungsi agama; 2 subfungsi kerukunan hidup beragama 2,3 persen; 3 subfungsi Litbang agama 34,8 persen; serta 4 subfungsi pelayanan keagamaan lainnya 19,3 persen. - 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBN T ril iu n R p GRAFIK 4.9 BELANJA FUNGSI PARIWISATA DAN BUDAYA, 2008-2013 Pariwisata dan Budaya Lainnya Pembinaan Olahraga Prestasi Pembinaan Penerbitan dan Penyiaran Pembinaan Kepemudaan dan Olah Raga Pengembangan Pariwisata dan Budaya Sumber : Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-18 Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada beberapa subfungsi yang menonjol pada fungsi agama dijabarkan sebagai berikut. Anggaran belanja pada subfungsi Litbang agama dalam periode 2008–2013, mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 113,3 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp44,9 miliar pada tahun 2008, menjadi sebesar Rp2,0 triliun pada tahun 2013. Realisasi anggaran belanja untuk subfungsi Litbang agama terutama digunakan untuk membiayai program bimbingan masyarakat Islam dan program bimbingan masyarakat non- Islam. Dalam periode yang sama, realisasi anggaran untuk subfungsi peningkatan kehidupan beragama mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 17,3 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp607,8 miliar dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp1,3 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran belanja untuk subfungsi peningkatan kehidupan beragama terutama digunakan dalam rangka meningkatkan kerukunan dan toleransi kehidupan beragama di masyarakat. Perkembangan realisasi anggaran belanja fungsi agama dalam periode 2008–2013 disajikan dalam Graik 4.10. Pelaksanaan dari berbagai program yang dilakukan Pemerintah pada fungsi agama telah diupayakan untuk menghasilkan beberapa pencapaian dalam rangka menciptakan kehidupan beragama yang harmonis dan peningkatan pelayanan ibadah keagamaan oleh Pemerintah, beberapa capaian tersebut, antara lain : 1 kemajuan dalam perkembangan kehidupan beragama dalam beberapa hal terlihat dari semakin banyaknya momen-momen, perayaan, maupun ritual keagamaan yang tidak hanya dinikmati oleh pemeluk agama yang bersangkutan namun juga melibatkan seluruh komponen masyarakat sebagai bentuk kohesi sosial yang mempengaruhi terwujudnya masyarakat yang aman dan damai; 2 peningkatan kualitas penyelenggaran haji dengan melakukan optimalisasi dana setoran awal yang digunakan untuk subsidi beberapa komponen haji seperti pemondokan dan katering. Sehingga pada tahun 2012, telah direalisasikan 98 persen pemondokan jemaah haji berada dalam radius kurang dari 2.500 meter. Anggaran Belanja Fungsi Pendidikan Anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi pendidikan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. Dalam periode 2008- 2013 anggaran fungsi pendidikan mengalami pertumbuhan rata-rata 16,5 persen per tahun, yaitu dari Rp55,3 triliun dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp118,5 triliun dalam tahun 2013, sejalan dengan komitmen pemerintah untuk memenuhi kewajiban alokasi anggaran sebesar 20 persen dari APBN sebagaimana amanat konstitusi. Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dan proporsi pada fungsi pendidikan terdiri atas beberapa subfungsi, yaitu: 1 subfungsi pendidikan dasar 31,4 persen terhadap fungsi pendidikan; 2 subfungsi pendidikan menengah 7,8 persen; 3 subfungsi pendidikan tinggi 31,7 persen; 4 subfungsi pelayanan bantuan terhadap pendidikan 12,2 persen; 5 subfungsi pendidikan nonformal dan informal 2,7 persen; 6 subfungsi pendidikan keagamaan 1,9 persen; 7 subfungsi pendidikan dan kebudayaan lainnya 6,2 persen; 8 subfungsi pendidikan anak usia dini 0,7 persen; - 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBN Tr iliu n R p GRAFIK 4.10 BELANJA FUNGSI AGAMA, 2008-2013 Pelayanan Keagamaan Lainnya Litbang Agama Kerukunan Hidup Beragama Peningkatan Kehidupan Beragama Sumber : Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-19 9 subfungsi pendidikan kedinasan 0,5 persen; 10 subfungsi Litbang pendidikan 1,0 persen; dan 11 subfungsi pembinaan kepemudaan dan olah raga 0,9 persen. Tingginya proporsi alokasi anggaran pada subfungsi pendidikan dasar dalam periode 2008-2013 menunjukkan dukungan terhadap kebijakan pemerintah untuk penuntasan wajib belajar sembilan tahun. Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada beberapa subfungsi yang menonjol pada fungsi pendidikan dijabarkan sebagai berikut. Dalam periode 2008–2013, anggaran belanja pada subfungsi pendidikan dasar mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 3,3 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp24,6 triliun dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp29,0 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran belanja pada subfungsi pendidikan dasar terutama digunakan untuk membiayai program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Dalam kurun waktu yang sama, realisasi anggaran pada subfungsi pendidikan menengah mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 16,2 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp3,8 triliun dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp8,2 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi pendidikan menengah digunakan untuk membiayai program pendidikan menengah, baik pendidikan umum maupun pendidikan agama. Sejalan dengan itu, realisasi anggaran untuk subfungsi pendidikan tinggi dalam kurun waktu yang sama mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 23,9 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp13,1 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp38,2 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran belanja pada subfungsi pendidikan tinggi terutama digunakan untuk penyediaan pelayanan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi, yang mencakup administrasi, operasional maupun dukungan untuk penyelenggaraan pendidikan tinggi. Selanjutnya, realisasi anggaran untuk subfungsi pendidikan keagamaan dalam periode tahun 2008–2013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 57,2 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp287,7 miliar dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp2,8 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi pendidikan keagamaan terutama digunakan untuk: 1 program pendidikan Islam; 2 program bimbingan masyarakat Kristen; 3 program bimbingan masyarakat Hindu; serta 4 program bimbingan masyarakat Budha. Perkembangan realisasi anggaran belanja fungsi pendidikan dalam periode 2008–2013 disajikan dalam Graik 4.11. Pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pada fungsi pendidikan dalam paruh waktu RPJMN menunjukkan bahwa target yang ditetapkan dalam RPJMN diperkirakan dapat dicapai, antara lain meliputi: 1 terlaksananya bantuan beasiswa bagi sekitar 4,9 juta siswa tidak mampu di jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tingkat tinggi dalam tahun 2009, dan diperkirakan mencapai 16,7 juta siswa dalam tahun 2013; 2 meningkatnya taraf pendidikan masyarakat yang tercermin dari: a pertumbuhan rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas dari 7,7 tahun pada tahun 2009 menjadi 7,9 tahun pada tahun 2012; b penurunan proporsi buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas dari 5,3 persen pada tahun 2009 menjadi 4,8 persen pada tahun 2012 dan diperkirakan akan mencapai 4,3 persen pada tahun 2013; c pertumbuhan angka partisipasi murni APM SDSDLBMIPaket A dari 95,2 persen pada tahun 2009 menjadi 95,7 persen pada tahun 2012 dan diperkirakan akan mencapai 95,8 persen pada - 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 100,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBN T ri li un R p GRAFIK 4.11 BELANJA FUNGSI PENDIDIKAN, 2008-2013 Litbang Pendidikan Pendidikan Keagamaan Pelayanan Bantuan terhadap Pendidikan Pendidikan Tinggi Pendidikan Non-Formal dan Informal Pendidikan Menengah Pendidikan Dasar Sumber : Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-20 tahun 2013; d pertumbuhan APM SMPSMPLBMTsPaket B dari 74,5 persen pada tahun 2009 menjadi 75,4 persen pada tahun 2012 dan diperkirakan akan mencapai 80,1 persen pada tahun 2013; e pertumbuhan angka partisipasi kasar APK SMASMKMAPaket C dari 69,6 persen pada tahun 2009 menjadi 79,0 persen pada tahun 2012 dan diperkirakan akan mencapai 82,0 persen pada tahun 2013; f pertumbuhan APK PT usia 19-23 tahun dari 21,6 persen pada tahun 2009 menjadi 27,4 persen pada tahun 2012 dan diperkirakan akan mencapai 28,7 persen pada tahun 2013; 3 meningkatnya proporsi jumlah guru yang telah memiliki kualiikasi minimal S1D4 dari 58,0 persen pada tahun 2011 menjadi sebesar 62,3 persen pada tahun 2012; serta 4 meningkatnya proporsi jumlah guru yang telah tersertiikasi, yaitu menjadi sebesar 59,3 persen dari jumlah guru yang masuk kriteria untuk disertiikasi, atau 42,6 persen dari total jumlah guru di tahun 2012 dan diperkirakan meningkat menjadi 66,0 persen pada tahun 2013. Anggaran Belanja Fungsi Perlindungan Sosial Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi perlindungan sosial dialokasikan guna memenuhi kewajiban Pemerintah dalam upaya perlindungan sosial kepada masyarakat. Dalam periode 2008-2013, anggaran fungsi perlindungan sosial mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 20,0 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp3,0 triliun dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp7,4 triliun dalam tahun 2013. Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi perlindungan sosial terdiri atas beberapa subfungsi, yaitu: 1 subfungsi perlindungan dan pelayanan sosial orang sakit dan cacat 3,4 persen terhadap fungsi perlindungan sosial; 2 subfungsi perlindungan dan pelayanan sosial Lansia 1,5 persen; 3 subfungsi perlindungan dan pelayanan sosial anak-anak dan keluarga 13,9 persen; 4 subfungsi pemberdayaan perempuan 2,8 persen; 5 subfungsi bantuan dan jaminan sosial 19,1 persen; 6 subfungsi Litbang perlindungan sosial 3,6 persen; dan 7 subfungsi perlindungan sosial lainnya 49,6 persen. Gambaran realisasi anggaran dalam periode 2008-2013 pada beberapa subfungsi yang menonjol pada fungsi perlindungan sosial dijabarkan sebagai berikut. Anggaran belanja pada subfungsi Litbang perlindungan sosial dalam periode 2008–2013, mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 32,8 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp65,3 miliar pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp269,9 miliar pada tahun 2013. Anggaran belanja pada subfungsi Litbang perlindungan sosial terutama digunakan untuk melaksanakan program koordinasi pengembangan kebijakan kesejahteraan rakyat. Dalam periode yang sama, realisasi anggaran untuk subfungsi pemberdayaan perempuan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 14,9 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp95,8 miliar dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp191,8 miliar dalam tahun 2013. Realisasi anggaran pada subfungsi perlindungan sosial lainnya mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 119,1 persen per tahun yaitu dari sebesar Rp117,8 miliar dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp5,9 triliun dalam tahun 2013. Perkembangan realisasi anggaran belanja fungsi perlindungan sosial dalam periode 2008–2013 disajikan dalam Graik 4.12. - 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBN T ri li un R p GRAFIK 4.12 BELANJA FUNGSI PERLINDUNGAN SOSIAL, 2008-2013 Perlindungan Sosial Lainnya Litbang Perlindungan Sosial Bantuan dan Jaminan Sosial Penyuluhan dan Bimbingan Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan dan Pelayanan Sosial Anak- anak dan Keluarga Perlindungan dan Pelayanan Sosial Lansia Perlindungan dan Pelayanan Sosial Orang Sakit dan Cacat Sumber : Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-21 Pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pada fungsi perlindungan sosial diupayakan untuk pencapaian kebijakan terkait pengarusutamaan gender, serta perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan. Pencapaian terkait dengan penerapan pengarusutamaan gender ditunjukkan dengan: 1 meningkatnya indeks pembangunan gender IPG yaitu dari 68,7 pada tahun 2005 menjadi sebesar 72,77 pada tahun 2011 dan meningkatnya indeks pemberdayaan gender IDG yaitu dari 63,9 menjadi sebesar 67,8 pada tahun 2011; 2 dua puluh delapan KL di tingkat nasional telah melaksanakan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender PPRG; dan 3 dua puluh Pemerintah Daerah provinsi telah melaksanakan PPRG dengan dukungan dana dekonsentrasi. Pencapaian terkait dengan upaya perlindungan perempuan dan anak korban perdagangan orang ditunjukkan dengan: 1 sebanyak 19 KL telah difasilitasi dalam penerapan kebijakan perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang Kemenko Kesra, Kemendagri, Kemenlu, Kemendikbud, Kemenkes, Kemensos, Kemenakertrans, Kemenpora, Kemenkominfo, Kemenpar dan Ekonomi Kreatif, POLRI, BNP2TKI, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Kemkumham, Kemenag, Kemenhub, BIN, dan BKKBN; 2 terkait akta kelahiran anak, cakupan anak balita dan anak yang memiliki akta kelahiran masing-masing telah mencapai 59 persen dan 63,7 persen; 3 diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pedoman Penetapan Pencatatan Kelahiran yang Melampaui Batas Waktu Satu Tahun Secara Kolektif; dan 4 disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak SPPA bagi anak yang berhadapan dengan hukum.

4.2.2 Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi

Secara umum, Anggaran Belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi dibagi menjadi dua bagian kelompok besar, yaitu: 1 anggaran yang dialokasikan melalui bagian anggaran kementerian negaralembaga BA KL dengan MenteriPimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran Chief Operational Oficer; dan 2 anggaran yang dialokasikan melalui Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara BA BUN yang dialokasikan melalui Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara Chief Financial Oficer. Dalam periode 2008-2013, proporsi belanja KL terhadap belanja pemerintah pusat cenderung meningkat, yaitu dari 37,5 persen dalam tahun 2008, menjadi 52,0 persen dalam APBNP 2013, sejalan dengan peningkatan belanja Pemerintah Pusat, dari sebesar Rp693,4 triliun dalam tahun 2008 menjadi Rp1.196,8 triliun pada APBNP 2013. Kecenderungan tersebut utamanya disebabkan oleh semakin meningkatkanya alokasi a n g g a r a n u n t u k p e l a k s a n a a n program-program pembangunan yang dialokasikan melalui KL, dan juga diikuti oleh kebijakan untuk mengendalikan besaran subsidi BBM 693,4 628,8 697,4 883,7 1 .010,6 1 .196,8 37,5 48,8 47,7 47,3 48,4 52,0 62,5 51,2 52,3 52,7 51,6 48,0 500 1.000 1.500 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBNP T r il iu n R p GRAFIK 4.13 PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT 2008-2013 KL Non KL Sumber: Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-22 pada tahun 2013. Perkembangan mengenai besaran beserta proporsi belanja KL dan belanja non-KL dalam kurun waktu 2008-2013, dapat diikuti pada Graik 4.13.

4.2.2.1 Bagian Anggaran Kementerian NegaraLembaga

Sebagaimana yang tertuang di dalam penjelasan pasal 11 ayat 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan KL pemerintah pusat. Untuk memenuhi ketentuan tersebut, dalam perencanaannya, rincian belanja negara disusun berdasarkan pada organisasi yang ada beserta dengan program-program yang diusulkannya. Dilihat dari jumlah Bagian Anggaran BA yang ada, selama periode 2008-2013 terdapat peningkatan jumlah BA sebanyak 12 buah, yaitu dari 74 BA dalam APBN 2008 menjadi 86 BA dalam APBNP 2013. Penambahan jumlah bagian anggaran tersebut terkait dengan perubahan struktur organisasi pemerintah pusat. Secara nominal, perkembangan alokasi belanja KL mengalami peningkatan dari Rp290,0 triliun dalam APBNP tahun 2008 menjadi Rp622,0 triliun dalam APBNP tahun 2013 dengan penyerapan berkisar pada angka 90 persen Lihat Graik 4.14 dan Graik 4.15 Dari 86 BA tersebut, KL dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar berdasarkan bidang, yaitu: 1 KL dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 34 KL; 2 KL dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan 32 KL; dan 3 KL dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat 20 KL. KL yang termasuk dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, antara lain meliputi: 1 Kementerian Pekerjaan Umum; 2 Kementerian Perhubungan; 3 Kementerian Keuangan; 4 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 5 Kementerian Pertanian; 6 Kementerian Kelautan dan Perikanan; 7 Kementerian Kehutanan; 8 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi; 9 Badan Pusat Statistik; dan 10 Kementerian Perindustrian. KL yang termasuk dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, antara lain meliputi: 1 Kementerian Pertahanan; 2 Kepolisian Negara Republik Indonesia; 3 Kementerian Dalam Negeri; 4 Komisi Pemilihan Umum; 5 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; 6 Mahkamah Agung; 7 Kementerian Luar Negeri; 8 Badan Pertanahan Nasional; 9 Kejaksaan Republik Indonesia; dan 10 Kementerian Komunikasi dan Informatika. 89,5 91,8 90,9 90,5 89,3 - 20 40 60 80 100 100 200 300 400 500 600 700 2008 2009 2010 2011 2012 2013 persen triliun rupiah APBNP LKPP LKPP thd APBN-P rata- rata penyerapan Sumber: Kementerian Keuangan GRAFIK 4.15 PENYERAPAN BELANJA KL, 2008-2013 37,5 48,8 47,7 47,3 48,4 52,0 - 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 100 200 300 400 500 600 700 2008 2009 2010 2011 2012 2013 persen triliun rupiah GRAFIK 4.14 PERKEMBANGAN BELANJA KL, 2008-2013 APBNP LKPP thd BPP Sumber: Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-23 KL yang termasuk dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, antara lain meliputi: 1 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; 2 Kementerian Agama; 3 Kementerian Kesehatan; 4 Kementerian Sosial; 5 Kementerian Perumahan Rakyat; 6 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional; 7 Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo BPLS; 8 Kementerian Pemuda dan Olahraga; 9 Badan SAR Nasional; dan 10 Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Alokasi anggaran KL dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sepanjang periode 2008–2013 mengalami peningkatan yaitu dari Rp99,9 triliun dalam APBNP tahun 2008 menjadi Rp220,1 triliun dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, realisasi anggaran belanjanya dalam rentang waktu 2008–2013 secara nominal mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 19,9 persen per tahun, dari sebesar Rp88,7 triliun dalam tahun 2008, menjadi Rp220,1 triliun dalam APBNP tahun 2013 lihat Graik 4.16. Untuk KL dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, alokasi anggarannya sepanjang periode 2008–2013, mengalami peningkatan yaitu dari Rp99,7 triliun dalam APBNP tahun 2008 menjadi Rp203,1 triliun dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, realisasi anggaran belanjanya dalam rentang waktu 2008–2013 secara nominal mengalami pertumbuhan rata- rata sekitar 18,3 persen per tahun, dari sebesar Rp87,5 triliun dalam tahun 2008, menjadi Rp203,1 triliun dalam APBNP tahun 2013 lihat Graik 4.17. Sementara untuk KL dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, alokasi anggarannya sepanjang tahun 2008–2013, mengalami peningkatan dari Rp90,5 triliun dalam APBNP tahun 2008 menjadi Rp198,8 triliun dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, realisasi anggaran belanjanya dalam rentang waktu 2008–2013 secara nominal mengalami pertumbuhan rata- rata sekitar 19,0 persen per tahun, dari sebesar Rp83,5 triliun dalam tahun 2008, menjadi Rp198,8 triliun dalam APBNP tahun 2013 lihat Graik 4.18. 88,8 88,5 87,8 85,6 88,7 - 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,0 50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 persen triliun rupiah GRAFIK 4.16 PERKEMBANGAN BELANJA KL BIDANG PEREKONOMIAN, 2008-2013 APBNP LKPP LKPP thd APBNP rata- rata penyerapan Sumber: Kementerian Keuangan 87,8 94,0 91,5 96,2 88,7 - 20 40 60 80 100 120 0,0 50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 persen triliun rupiah GRAFIK 4.17 PERKEMBANGAN BELANJA KL BIDANG POLHUKAM , 2008-2013 APBNP LKPP LKPP thd APBNP rata- rata penyerapan Sumber: Kementerian Keuangan 92,3 93,1 93,2 90,7 90,7 - 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,0 50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 persen triliun rupiah GRAFIK 4.18 PERKEMBANGAN BELANJA KL BIDANG KESRA, 2008-2013 APBNP LKPP LKPP thd APBNP rata- rata penyerapan Sumber: Kementerian Keuangan Sumber: Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-24 Dari 86 KL tersebut, terdapat sepuluh KL yang memperoleh alokasi anggaran terbesar dalam rangka memberikan aspek stimulasi terhadap perekonomian pro-growth, pro-job, dan pro-poor. Dengan mengacu kepada alokasi anggaran tahun 2013, sepuluh KL dengan alokasi anggaran terbesar adalah: 1 Kementerian Pertahanan 13,4 persen dari belanja KL; 2 Kementerian Pekerjaan Umum 13,4 persen; 3 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 12,8 persen; 4 Kepolisian Negara Republik Indonesia 7,6 persen; 5 Kementerian Agama 7,3 persen; 6 Kementerian Kesehatan 5,9 persen; 7 Kementerian Perhubungan 5,7 persen; 8 Kementerian Keuangan 3,0 persen; 9 Kementerian ESDM 2,8 persen; dan 10 Kementerian Pertanian 2,6 persen. Kementerian Pertahanan Pada Kementerian Pertahanan, perkembangan anggaran belanjanya dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 21,7 persen per tahun, yaitu dari Rp31,3 triliun 4,5 persen terhadap Belanja Pemerintah PusatBPP dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp83,5 triliun 7,0 persen terhadap BPP dalam APBNP tahun 2013. Sejalan dengan itu, porsi anggaran belanja Kementerian Pertahanan terhadap total belanja KL mengalami peningkatan dari 12,1 persen dalam tahun 2008 menjadi sebesar 13,4 persen dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam periode tersebut mengalami penurunan, yaitu dari 95,4 persen terhadap pagu APBNP tahun 2008, menjadi 84,1 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Alokasi anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pencapaian misi Kementerian Pertahanan, yaitu mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, dengan sasaran pembangunan pertahanan negara menuju kekuatan pertahanan pada tingkat kekuatan pokok minimum minimum essential forceMEF. Realisasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam kurun waktu 2008-2013 sebagian besar merupakan realisasi anggaran dari: 1 program pengembangan teknologi dan industri pertahanan; 2 program penggunaan kekuatan pertahanan integratif; 3 program modernisasi alutsista dan non alutsistasarana dan prasarana matra darat; 4 program modernisasi alat utama sistem senjata alutsista dan non alutsista serta pengembangan fasilitas dan sarana prasarana matra laut; dan 5 program modernisasi alutsista dan non-alutsista serta pengembangan fasilitas serta sarana dan prasarana matra udara. Realisasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam periode tersebut, antara lain digunakan untuk membiayai pelaksanaan kegiatan-kegiatan: 1 pembangunan dan pengembangan kekuatan dan kemampuan sistem, personel, materiil dan fasilitas TNI; 2 pembentukan kemampuan pertahanan pada skala MEF mencapai kesiapan alutsista sebesar 43,67 persen sampai dengan tahun 2014; serta 3 penambahan baru, menghidupkan kembali, atau repowering terhadap alutsista yang secara ekonomi masih bisa dipertahankan. Selain itu, realisasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan tersebut juga digunakan untuk membiayai pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengembangan sarana, prasarana dan fasilitas TNI, dengan output antara lain berupa terlaksananya pembangunanrenovasi asrama dan perumahan dinas perumahan prajurit, perkantoran, serta pangkalan dan fasilitas pemeliharaan. Dalam periode 2008-2013, telah dapat dicapai beberapa kemajuan penting di bidang pertahanan, antara lain: 1 terwujudnya postur dan struktur pertahanan sebesar 28,7 persen dari kekuatan MEF yang mampu melaksanakan operasi gabungan dan memiliki efek penggentar; 2 terbangunnya 25 pos perbatasan dan 5 pos pertahanan baru di pulau terdepan terluar beserta penggelaran prajuritnya; 3 tercapainya kemandirian industri pertahanan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-25 sebesar 15,8 persen dari akuisisi alutsista TNI; 4 menurunnya gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di laut; 5 terpantaunya dan terdeteksinya potensi tindak terorisme dan meningkatnya kemampuan dan keterpaduan dalam pencegahan dan penanggulangan tindak terorisme; 6 terlindunginya informasi negara; dan 7 tersusunnya Permenhan tentang Pengadaan Barang dan Jasa dengan menggunakan e-procurement di lingkungan Kemhan dan TNI. Perkembangan anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam periode 2008-2013 disajikan dalam Graik 4.19. Output dari pelaksanaan berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya jumlah kendaraan tempur sebanyak 52 unit pada tahun 2013; 2 jumlah peserta penggelaran satgas operasi pemukul TNI sebanyak 12.596 orang; 3 tercapainya rancang bangun sebanyak 29 prototype pada tahun 2013; 4 tercapainya jumlah alutsista percepatan MEF sebanyak 1 unit pada tahun 2013; serta 5 tercapainya peningkatan kesiapan pesawat udara sebanyak 160 unit. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertahanan dalam periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 meningkatnya jumlah kebutuhan alutsista produksi dalam negeri yang terpenuhi secara bertahap; 2 terwujudnya penggunaan kekuatan pertahanan integratif yang mampu mengidentifikasi, menangkal, menindak ancaman secara terintegrasi, efektif, dan tepat waktu; 3 tercapainya tingkat kesiapan alutsista dan fasilitassarana dan prasarana dalam rangka pencapaian sasaran pembinaan kekuatan dan kemampuan TNI AD menuju MEF; 4 tercapainya kemampuan dan kekuatan TNI AL meningkat dan siap operasional mendukung pelaksanaan tugas sesuai standar dan kebutuhan, dengan daya dukung, daya tangkal dan daya gempur yang tinggi; serta 5 terlaksananya modernisasi dan peningkatan alutsista dan fasilitassarana dan prasarana dalam rangka pencapaian sasaran pembinaan kekuatan serta kemampuan TNI AU menuju MEF. Kementerian Pekerjaan Umum Perkembangan anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 22,1 persen per tahun, yaitu dari Rp30,7 triliun 4,4 persen terhadap BPP dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp83,3 triliun 7,0 persen terhadap BPP dalam APBNP tahun 2013. Sejalan dengan itu, porsi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum terhadap total belanja KL mengalami peningkatan dari 11,8 persen dalam tahun 2008 menjadi sebesar 13,4 persen dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam periode tersebut mengalami penurunan, yaitu dari 93,5 persen terhadap pagu APBNP tahun 2008, menjadi 90,7 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Alokasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum selama kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan upaya Pemerintah untuk mewujudkan salah satu agenda pembangunan nasional dalam RPJMN 2010- 2014, yaitu pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan aksesibilitas dan mobilitas wilayah dengan penyediaan jaringan yang ada, terpadu, dan berkelanjutan guna mendukung pertumbuhan ekonomi, perbaikan tata kelola pemerintahan, dan 95,4 102,0 98,8 102,3 84,1 - 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 - 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 persen triliun rupiah APBNP LKPP LKPP thd APBNP Sumber: Kementerian Keuangan GRAFIK 4.19 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN PERTAHANAN, 2008-2013 Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-26 pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Realisasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk membiayai upaya percepatan pembangunan dan penyediaan infrastruktur guna mendorong pertumbuhan ekonomi, yang dilaksanakan melalui berbagai program, antara lain: 1 program pembinaan konstruksi; 2 program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman; 3 program penyelenggaraan jalan; 4 program penyelenggaraan penataan ruang; serta 5 program pengelolaan sumber daya air. Perkembangan anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam periode 2008-2013 di sajikan dalam Graik 4.20. Output dari pelaksanaan berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya pembina jasa konstruksi daerah pada 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota; 2 tercapainya infrastruktur kawasan pemukiman perdesaan sebanyak 553 kawasan dan pelayanan sanitasi melalui pembangunan infrastruktur air limbah on site dan off site yang mencapai 801 kawasan, penyediaan air minum di 1.088 kawasan MBR, regional dan khusus 540 IKK dan 6.930 desa serta capaian 158 twinblock pada akhir 2012; 3 tercapainya jumlah jalan tol yang dibangun mencapai 814 km dan pembangunan jalan baru sepanjang 2.034,2 km dan jembatan sepanjang 26.008,67 m dalam kurun waktu 2010-2012; 4 tercapainya pembinaan penataan ruang terhadap 33 provinsi dalam kurun waktu 2010-2012; dan 5 tercapainya luas layanan jaringan irigasi dan rawa yang dibangunditingkatkan sebesar 403.674 ha, direhabilitasi sebesar 1,56 juta ha, serta dioperasi dan dipelihara rata-rata sebesar 3,27 juta ha dalam kurun waktu 2011-2012. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum pada periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 meningkatnya kapasitas dan kinerja pembina jasa konstruksi pusat dan daerah; 2 meningkatnya jumlah kabupaten kota yang menerapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam pengembangan kawasan permukiman sesuai rencana tata ruang wilayahkawasan bagi terwujudnya pembangunan permukiman, serta jumlah kawasan yang mendapat akses pelayanan infrastruktur bidang permukiman; 3 meningkatnya kondisi mantap jaringan jalan nasional; 4 tercapainya kesesuaian rencana pembangunan dengan rencana tata ruang wilayah, tercapainya kesesuaian perwujudan program pembangunan infrastruktur dengan rencana tata ruang wilayah nasional, dan meningkatnya kualitas manajemen; dan 5 meningkatnya kinerja pengelolaan sumber daya air. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Anggaran belanja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam kurun waktu 2008- 2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 12,9 persen per tahun, yaitu dari Rp43,5 triliun 6,3 persen terhadap BPP dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp79,7 triliun 6,7 persen terhadap BPP dalam APBNP tahun 2013. Porsi anggaran belanja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terhadap total belanja KL mengalami penurunan dari 16,8 persen dalam tahun 2008 menjadi sebesar 12,8 persen dalam APBNP tahun 2013. Realisasi penyerapan anggaran 93,5 96,3 90,7 90,8 90,7 - 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 - 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 persen triliun rupiah APBNP LKPP LKPP thd APBNP Sumber: Kementerian Keuangan GRAFIK 4.20 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM, 2008-2013 Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-27 belanja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam periode tersebut juga mengalami penurunan, yaitu dari 96,1 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2008, menjadi 87,6 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Alokasi anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pencapaian misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu melalui: 1 program penelitian dan pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; 2 program pendidikan dasar; 3 program pendidikan menengah; 4 program pendidikan tinggi; 5 program pengembangan profesi pendidik dan tenaga kependidikan dan penjamin mutu pendidikan, dan 6 program pelestarian budaya. Perkembangan anggaran untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam periode 2008-2013, disajikan dalam Graik 4.21. Output yang dihasilkan dari pelaksanaan berbagai program tersebut, antara lain: 1 terbangunnya unit sekolah baru USB SMP sebanyak 2.432 sekolah; 2 terbangunnya USB SMA sebanyak 283 sekolah; 3 terbangunnya perpustakaan SMA dan SMK sebanyak 2.338 dan 607 perpustakaan; 4 telah disalurkannya BOS SD dan SMP bagi 36,6 juta siswa pada tahun 2009, 36,0 juta siswa pada tahun 2010, 36,1 juta siswa pada tahun 2011 dan 36,6 juta siswa pada tahun 2012; serta 5 tercapainya guru yang memenuhi kualiikasi S1Diploma IV sesuai dengan ketentuan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mencapai 63,5 persen pada tahun 2012, dari realisasi sebesar 46,0 persen pada tahun 2007. Selain itu, capaian yang telah diperoleh oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selama kurun waktu tahun 2008-2013 dapat dikelompokkan ke dalam tiga capaian kinerja utama, yaitu: 1 perluasan akses pendidikan; 2 pemerataan akses pendidikan; serta 3 peningkatan mutu dan daya saing pendidikan. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 tersedianya model pembelajaran, data, dan informasi, serta standar mutu pendidikan anak usia dini PAUD, pendidikan dasar, menengah, tinggi dan pendidikan orang dewasa dan akreditasinya serta tersedianya model kurikulum, data, informasi, standar mutu PAUD, pendidikan dasar, menengah, tinggi dan pendidikan orang dewasa dan akreditasinya; 2 tercapainya keluasan dan kemerataan akses TKTKLB, SDSDLB, dan SMPSMPLB bermutu, serta relevan dengan kebutuhan masyarakat, berkesetaraan gender di semua provinsi, kabupaten, dan kota; 3 tercapainya keluasan dan kemerataan akses SMA, SMK, SMLB bermutu, serta relevan dengan kebutuhan masyarakat, berkesetaraan jender di semua provinsi, kabupaten dan kota; 4 tercapainya keluasan dan kemerataan akses pendidikan tinggi bermutu, berdaya saing internasional, berkesetaraan jender, dan relevan dengan kebutuhan bangsa dan negara; 5 meningkatnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan, serta terjaminnya mutu pendidikan sesuai standar nasional pendidikan; serta 6 tercapainya jumlah inventarisasi perlindungan karya budaya. 96,1 95,6 93,6 90,1 87,6 - 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 - 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 persen triliun rupiah APBNP LKPP LKPP thd APBNP Sumber: Kementerian Keuangan GRAFIK 4.21 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, 2008-2013 Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-28 Kepolisian Negara Republik Indonesia Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia Polri, perkembangan anggaran belanja dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 17,4 persen per tahun, yaitu dari Rp21,1 triliun 3,0 persen terhadap BPP dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp47,1 triliun 3,9 persen terhadap BPP dalam APBNP tahun 2013. Porsi anggaran belanja Polri terhadap total belanja KL mengalami penurunan dari 8,1 persen dalam tahun 2008 menjadi sebesar 7,6 persen dalam APBNP tahun 2013. Realisasi penyerapan anggaran belanja Polri dalam periode tersebut juga mengalami penurunan, yaitu dari 99,5 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2008, menjadi 94,3 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Alokasi anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pencapaian visi misi Polri, yaitu melalui: 1 program penelitian dan pengembangan Polri; 2 program pengembangan strategi keamanan dan ketertiban; 3 program pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat; 4 program penyelidikan dan penyidikan tindak pidana; dan 5 program penanggulangan gangguan keamanan dalam negeri berkadar tinggi. Perkembangan anggaran belanja Polri dalam periode 2008-2013 disajikan dalam Graik 4.22. Dengan dukungan anggaran dan rencana program tersebut, indikator kinerja dari pelaksanaan program-program tersebut, antara lain berupa: 1 tercapainya jumlah pembuatan prototype dan pengkajian sebanyak 14 laporan; 2 tercapainya jumlah layanan strategi keamanan dan ketertiban dan jumlah layanan keamanan dan ketertiban kewilayahan sebanyak masing- masing 12 bulan layanan; 3 tercapainya jumlah kriminalitas yang dapat ditindak oleh fungsi Babinkam Polri sebesar 90 persen; 4 tercapainya persentase jumlah perkara dan clearance rate tindak pidana terorisme tingkat nasional sebesar 100 persen; dan 5 tercapainya persentase modernisasi sistem peralatan utama dan peralatan khusus yang mendukung penanggulangan keamanan dalam negeri berkadar tinggi. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Polri pada periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 peralatan Polri berbasis teknologi yang mampu menghadapi berbagai tren kejahatan; 2 dapat diketahuinya sejak awal potensi gangguan keamanan yang dapat meresahkan masyarakat, sehingga ditemukan upaya penanganannya; 3 memelihara dan meningkatkan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat agar mampu melindungi seluruh warga masyarakat Indonesia dalam beraktivitas untuk meningkatkan kualitas hidup yang bebas dari bahaya, ancaman, dan gangguan yang dapat menimbulkan cidera; 4 menanggulangi dan menurunnya penyelesaian jenis kejahatan kejahatan konvensional, kejahatan transnasional, kejahatan yang berimplikasi kontingensi dan kejahatan terhadap kekayaan negara tanpa melanggar HAM; dan 5 masyarakat tidak merasa tergangguresah oleh gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat terutama gangguan yang berkadar tinggi antara lain kerusuhan massa dan kejahatan terorganisir. 99,5 103,3 96,4 110,0 94,3 - 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 - 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 50,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 persen triliun rupiah GRAFIK 4.22 PERKEMBANGAN BELANJA POLRI, 2008-2013 APBNP LKPP LKPP thd APBNP Sumber: Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-29 Kementerian Agama Anggaran belanja Kementerian Agama dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 25,0 persen per tahun, yaitu dari Rp14,9 triliun 2,1 persen terhadap BPP dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp45,4 triliun 3,8 persen terhadap BPP dalam APBNP tahun 2013. Dengan perkembangan tersebut, maka porsi anggaran belanja Kementerian Agama terhadap total belanja KL meningkat dari 5,7 persen dalam tahun 2008 menjadi sebesar 7,3 persen dalam APBNP tahun 2013. Realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Agama dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan, yaitu dari 93,0 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2008, menjadi 93,7 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Peningkatan porsi alokasi anggaran belanja Kementerian Agama selama kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas kehidupan beragama, penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas. Realisasi anggaran belanja Kementerian Agama dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendorong segenap umat beragama untuk memahami ajaran agama masing-masing, baik yang vertikal maupun horizontal, serta untuk menekankan adanya titik temu agama-agama dalam hal sama-sama mengajarkan perdamaian, toleransi dan kasih sayang antar sesama manusia, yang dilaksanakan melalui berbagai program, diantaranya: 1 program penyelenggaraan haji dan umrah; 2 program pendidikan Islam; 3 program bimbingan masyarakat Kristen; 4 program bimbingan masyarakat Katolik; 5 program bimbingan masyarakat Hindu; dan 6 program bimbingan masyarakat Buddha. Perkembangan anggaran belanja Kementerian Agama dalam periode 2008-2013 disajikan dalam Graik 4.23. Output dari pelaksanaan berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya rehabilitasi asrama hajipusat informasi dan hubungan masyarakat PIH embarkasi dan petugas pusat informasi dan hubungan masyarakat PPIH Arab Saudi sebanyak 15 lokasi dan 1.500 orang; 2 tercapainya siswa Madrasah Ibtidaiyah MIUla penerima bantuan operasional sekolah BOS dan siswa Madrasah Tsanawiyah MTsWustha penerima BOS sebanyak 3.263.741 siswa dan 3.071.015 siswa pada tahun 2012; 3 tercapainya bantuan siswa miskin bagi siswa MI, MTs, dan MA sebanyak 750.000 siswa, 600.000 siswa, dan 400.000 siswa; 4 tercapainya jumlah mahasiswa miskin penerima beasiswa sebanyak 1.000 mahasiswa dan jumlah sertiikasi guru agama Kristen sebanyak 1.000 guru pada tahun 2013; 5 tercapainya mahasiswa miskin penerima beasiswa sebanyak 2.000 siswa dan jumlah bantuan tempat peribadatan Katolik sebanyak 106 buah pada tahun 2013; 6 tercapainya mahasiswa miskin penerima beasiswa sebanyak 2.500 siswa dan jumlah sertiikasi guru agama Hindu sebanyak 1.500 orang; dan 7 tercapainya mahasiswa miskin penerima beasiswa sebanyak 500 orang dan jumlah sertiikasi guru agama Buddha sebanyak 200 orang. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama pada periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 meningkatnya kualitas pembinaan, 93,0 93,6 93,0 93,8 93,7 - 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 - 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 50,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 persen triliun rupiah APBNP LKPP LKPP thd APBNP Sumber: Kementerian Keuangan GRAFIK 4.23 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN AGAMA, 2008-2013 Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-30 pelayanan, dan pengembangan sistem informasi haji dan umrah; 2 meningkatnya akses, mutu, dan daya saing pendidikan Islam; 3 meningkatnya kualitas pelayanan bimbingan masyarakat dan pendidikan Kristen; 4 meningkatnya kualitas pelayanan bimbingan masyarakat dan pendidikan Katolik; 5 meningkatnya kualitas pelayanan bimbingan masyarakat dan pendidikan Hindu; dan 6 meningkatnya kualitas pelayanan bimbingan masyarakat dan pendidikan Buddha. Kementerian Kesehatan Pada Kementerian Kesehatan, perkembangan anggaran belanja dalam kurun waktu 2008- 2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 18,2 persen per tahun, yaitu dari Rp15,9 triliun 2,3 persen terhadap BPP dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp36,6 triliun 3,1 persen terhadap BPP dalam APBNP tahun 2013. Selain itu, porsi anggaran belanja Kementerian Kesehatan terhadap total belanja KL mengalami penurunan dari 6,1 persen dalam tahun 2008 menjadi sebesar 5,9 persen dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam periode tersebut mengalami peningkatan, yaitu dari 86,2 persen terhadap pagu Kementerian Kesehatan dalam APBNP tahun 2008, menjadi 98,0 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Alokasi anggaran belanja Kementerian Kesehatan selama kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berkualitas. Realisasi anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung upaya percepatan pembangunan dan penyediaan infrastruktur guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, yang dijabarkan dalam beberapa program pembangunan kesehatan, antara lain: 1 program pembinaan upaya kesehatan; 2 program pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan; 3 program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak; 4 program kefarmasian dan alat kesehatan; dan 5 program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Indikator kinerja dari pelaksanaan berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya puskesmas yang menjadi puskesmas perawatan di perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar berpenduduk sebesar 96 persen dan persentase rumah sakit kabupatenkota yang mampu melaksanakan obstetik neonatal emergensi komprehensif PONEK sebesar 100 persen; 2 tercapainya persentase tenaga kesehatan yang profesional dan memenuhi standar kompetensi sebesar 90 persen dan jumlah tenaga kesehatan yang mengikuti internship sebanyak 4.000 orang; 3 tercapainya persentase balita ditimbang berat badannya DS sebesar 85 persen dan ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih sebesar 90 persen; 4 tercapainya 100 persen ketersediaan obat dan vaksin dan 95 persen produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat; serta 5 tercapainya 90 persen bayi usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap dan 90 persen kasus zoonosa yang ditemukan, ditangani sesuai standar. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan pada periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 meningkatkan upaya kesehatan dasar, rujukan, dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan; 2 meningkatnya ketersediaan dan mutu sumber daya manusia kesehatan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan; 3 meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-31 seluruh masyarakat; 4 meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat; serta 5 menurunnya angka kesakitan, kematian, dan kecacatan akibat penyakit. Perkembangan anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam periode 2008-2013 disajikan dalam Graik 4.24. Kementerian Perhubungan P e r k e m b a n g a n a n g g a r a n b e l a n j a Kementerian Perhubungan , dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 21,2 persen per tahun, yaitu dari Rp13,5 triliun 1,9 persen terhadap BPP dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp35,3 triliun 2,9 persen terhadap BPP dalam APBNP tahun 2013. Porsi anggaran belanja Kementerian Perhubungan terhadap total belanja KL mengalami peningkatan dari 5,2 persen dalam tahun 2008 menjadi sebesar 5,7 persen dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Perhubungan dalam periode tersebut mengalami penurunan, yaitu dari 88,1 persen terhadap pagu APBNP tahun 2008, menjadi 78,9 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Alokasi anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pencapaian misi Kementerian Perhubungan, yaitu mewujudkan sektor perhubungan sebagai salah satu pelayanan publik inti core public service yang sangat menentukan terwujudnya kesejahteraan masyarakat welfare society, dan keberhasilan pembangunan bangsa pada umumnya. Hal ini terutama karena transportasi merupakan salah satu tulang punggung backbone pembangunan infrastruktur, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kehidupan berbangsa dan bernegara pada bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan- keamanan. Karena itu, pembangunan sektor transportasi diarahkan pada terwujudnya pelayanan perhubungan yang handal, berdaya saing dan memberikan nilai tambah. Pelayanan transportasi yang handal diindikasikan oleh penyelenggaraan transportasi yang aman, selamat, nyaman, tepat waktu, terpelihara, mencukupi kebutuhan, menjangkau seluruh pelosok tanah air, serta mampu mendukung pembangunan nasional. Realisasi anggaran belanja Kementerian Perhubungan sebagian besar digunakan untuk membiayai upaya percepatan pembangunan dan penyediaan infrastruktur guna mendorong pertumbuhan ekonomi, yang dilaksanakan melalui berbagai program, antara lain: 1 program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi darat; 2 program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi perkeretaapian; 3 program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi laut; dan 4 program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi udara. P e r k e m b a n g a n a n g g a r a n b e l a n j a Kementerian Perhubungan dalam periode 2008-2013 disajikan dalam Graik 4.25. 86,2 87,2 94,4 91,3 98,0 - 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 - 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 persen triliun rupiah APBNP LKPP LKPP thd APBNP Sumber: Kementerian Keuangan GRAFIK 4.24 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN KESEHATAN, 2008-2013 88,1 80,4 88,6 86,9 78,9 - 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 - 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 persen triliun rupiah APBNP LKPP LKPP thd APBNP Sumber: Kementerian Keuangan GRAFIK 4.25 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN, 2008-2013 Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-32 Output dari pelaksanaan berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya satu paket rencana induk angkutan perkotaan, rencana induk sistem informasi lalu lintas perkotaan, laporan evaluasi, terselenggarannya automatic trafic control system ATCS, jumlah fasilitas keselamatan transportasi perkotaan dan fasilitas keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan LLAJ sebanyak 32 fasilitas pada tahun 2013; 2 tercapainya 92 unit pengadaan lokomotif, Kereta Rel Diesel Indonesia KRDI, Kereta Rel Diesel Elektrik KRDE, Kereta Rel Listrik KRL, railbus, tram dan jalur KA baru yang dibangun termasuk jalur ganda sepanjang 383,37 km pada tahun 2013; 3 tercapainya 79 rute angkutan perintis laut yang dilayani dan pembangunan 22 kapal perintis dan kapal penumpang yang handal guna menunjang operasional keperintisan laut pada tahun 2013; serta 4 tercapainya pelayanan 168 rute perintis udara dan 120 bandar udara yang dikembangkan dan direhabilitasi pada tahun 2013. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Perhubungan pada periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 meningkatnya kinerja pelayanan transportasi darat; 2 meningkatnya kinerja pelayanan transportasi perkeretaapian; 3 meningkatnya kinerja pelayanan transportasi laut; dan 4 meningkatnya pelayanan dan pengelolaan perhubungan udara yang lancar, terpadu, aman, dan nyaman sehingga mampu meningkatkan eisiensi pergerakan orang dan barang serta memperkecil kesenjangan pelayanan angkutan udara antar wilayah serta mendorong ekonomi nasional. Kementerian Keuangan Pada Kementerian Keuangan, perkembangan anggaran belanja dalam kurun waktu 2008- 2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 8,8 persen per tahun, yaitu dari Rp12,1 triliun dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp18,4 triliun dalam APBNP tahun 2013. Porsi anggaran belanja Kementerian Keuangan terhadap total belanja KL mengalami penurunan dari 4,6 persen dalam tahun 2008 menjadi sebesar 3,0 persen dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam periode tersebut mengalami peningkatan, yaitu dari 80,6 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2008, menjadi 92,9 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Realisasi anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk membiayai: 1 p r o g r a m p e n i n g k a t a n d a n pengamanan penerimaan pajak; 2 program pengawasan, pelayanan, dan penerimaan di bidang kepabeanan dan cukai; 3 program pengelolaan anggaran negara; 4 program pengawasan dan peningk atan ak untabilitas aparatur Kementerian Keuangan; dan 5 program pengelolaaan dan pembiayaan utang. Perkembangan anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam periode 2008-2013 disajikan dalam Graik 4.26. 80,6 76,5 84,3 85,1 92,9 - 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 - 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 18,0 20,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 persen triliun rupiah APBNP LKPP LKPP thd APBNP Sumber: Kementerian Keuangan GRAFIK 4.26 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN KEUANGAN, 2008-2013 Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-33 Indikator kinerja dari pelaksanaan berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya persentase penyelesaian usulan pembuatan dan penyempurnaan Peraturan Pemerintah PP dan Peraturan Menteri Keuangan PMK di bidang peraturan perpajakan I sebesar 100 persen pada tahun 2013; 2 tercapainya persentase penyelesaian perumusan peraturan di bidang fasilitas kepabeanan sebesar 100 persen dan rata-rata persentase realisasi dari janji layanan fasilitas kepabeanan sebesar 90 persen pada tahun 2013; 3 tersusunnya draft Nota Keuangan, RAPBN, dan RUU APBN APBNP dengan besaran yang akurat dan tepat waktu sebesar 100 persen; 4 tercapainya 33 policy recommendation hasil pengawasan; serta 5 tercapainya persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup eisien dan aman sebesar 100 persen. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan pada periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 peningkatan penerimaan pajak negara yang optimal; 2 terciptanya administrator kepabeanan dan cukai yang memberikan fasilitasi kepada industri, perdagangan, dan masyarakat serta optimalisasi penerimaan; 3 terlaksananya fungsi penganggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan Pemerintah; 4 terwujudnya pengawasan yang memberi nilai tambah melalui peningkatan efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian, dan tata kelola serta peningkatan akuntabilitas aparatur di lingkungan Kementerian Keuangan; dan 5 mengoptimalkan pengelolaan surat berharga negara SBN maupun pinjaman untuk mengamankan pembiayaan APBN. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Anggaran belanja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 26,1 persen per tahun, yaitu dari Rp5,4 triliun dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp17,4 triliun dalam APBNP tahun 2013. Dengan perkembangan tersebut, maka porsi anggaran belanja Kementerian ESDM terhadap total belanja KL meningkat dari 2,1 persen dalam LKPP tahun 2008 menjadi sebesar 2,8 persen dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian ESDM dalam periode tersebut justru mengalami penurunan, yaitu dari 98,8 persen terhadap APBNP tahun 2008, menjadi 60,7 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Upaya dalam rangka mendukung visi Kementerian ESDM “terwujudnya ketahanan dan kemandirian energi serta peningkatan nilai tambah energi dan mineral yang berwawasan lingkungan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”, dilaksanakan melalui berbagai program, antara lain: 1 program pengelolaan dan penyediaan minyak dan gas bumi; 2 program pengelolaan ketenagalistrikan; 3 program pembinaan dan pengusahaan mineral dan batubara; 4 program p e n e l i t i a n d a n p e n g e m b a n g a n Kementerian ESDM; dan 5 program pengaturan dan pengawasan penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak dan pengangkutan gas bumi melalui pipa. Perkembangan anggaran belanja Kementerian ESDM dalam periode 2008- 2013 disajikan dalam Graik 4.27. 98,8 90,8 69,3 57,5 60,7 - 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 - 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 18,0 20,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 persen triliun rupiah APBNP LKPP LKPP thd APBNP Sumber: Kementerian Keuangan GRAFIK 4.27 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN ESDM, 2008-2013 Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-34 Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, diantaranya meliputi: 1 tercapainya jumlah produksi migas sebesar 920 MBOPD, gas bumi 1.320 MBOEPD, dan CBM 61,34 MBOEPD pada tahun 2013; 2 jumlah ketetapan penyiapan harga dan subsidi listrik sebanyak 18 ketetapan pada tahun 2013; 3 jumlah pengelolaan wilayah usaha pertambangan sebanyak 3 wilayah usaha; 4 jumlah kegiatan penelitian dan pengembangan sebanyak 25 kegiatan pada tahun 2013; dan 5 jumlah persentase cakupan sistem pengawasan pendistribusian BBM sebesar 30 persen dari wilayah NKRI. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian ESDM pada periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 meningkatnya produksi migas yang berkelanjutan kapasitas nasional keandalan dan eisiensi pasokan bahan bakar dan bahan baku industri, keandalan infrastruktur, serta menurunnya kecelakaan dan dampak lingkungan dari kegiatan migas; 2 meningkatnya pemanfaatan energi listrik yang andal, aman, dan akrab lingkungan; 3 meningkatnya peran sub sektor mineral, batu bara, dan panas bumi bagi pemerintahan maupun masyarakat; 4 meningkatnya pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan bidang energi sumber daya mineral; dan 5 tersedianya dan terdistribusinya bahan bakar minyak di seluruh wilayah NKRI. Kementerian Pertanian Perkembangan anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam kurun waktu 2008- 2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 17,9 persen per tahun, yaitu dari Rp7,2 triliun dalam LKPP tahun 2008 menjadi Rp16,4 triliun dalam APBNP 2013. Porsi anggaran belanja Kementerian Pertanian terhadap total belanja KL mengalami penurunan dari 2,8 persen dalam tahun 2008 menjadi sebesar 2,6 persen dalam APBNP tahun 2013. Namun demikian, penyerapan anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam periode tersebut mengalami peningkatan, yaitu dari 86,7 persen terhadap APBNP tahun 2008, menjadi 106,7 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Alokasi anggaran tersebut digunakan untuk mendukung pencapaian misi Kementerian Pertanian, terutama berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, khususnya petani dengan penciptaan lapangan kerja terutama di perdesaan, dan pertumbuhan ekonomi, serta mewujudkan ketahanan pangan nasional melalui revitalisasi pertanian. Realisasi anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung upaya peningkatan kemampuan petani untuk dapat menghasilkan komoditas yang berdaya saing tinggi, dan menjaga tingkat produksi beras dalam negeri dengan tingkat ketersediaan minimal 90,0 persen dari kebutuhan domestik untuk mengamankan kemandirian pangan. Upaya tersebut dilaksanakan melalui berbagai program, antara lain: 1 program peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman pangan untuk mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan; 2 program penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana pertanian; 3 program pencapaian swasembada daging sapi dan peningkatan penyediaan pangan hewani yang aman, sehat, utuh, dan halal; 4 program penciptaan teknologi dan varietas unggul berdaya saing; dan 5 program peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan. Perkembangan anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam periode 2008- 2013 disajikan dalam Graik 4.28. Dalam periode 2008-2013, output dari pelaksanaan berbagai program tersebut, antara lain: 1 peningkatan produksi padi dari 57,15 juta ton gabah kering giling GKG tahun 2007 menjadi 69,06 juta ton GKG pada tahun 2012 dan peningkatan produksi jagung dari 13,29 juta ton Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-35 pipilan kering tahun 2007 menjadi 19,39 juta ton pipilan kering pada tahun 2012; 2 alokasi anggaran subsidi langsung benih dalam bentuk bantuan langsung benih unggul dan cadangan benih nasional yang meningkat dari Rp341,9 miliar pada tahun 2007 menjadi Rp1,85 triliun pada tahun 2012; 3 peningkatan produksi tembakau 9,52 persen per tahun, peningkatan produksi kelapa sawit 6,02 persen per tahun, peningkatan produksi kakao 2,75 persen per tahun, peningkatan produksi karet 2,33 persen per tahun, dan peningkatan produksi gula 1,65 persen per tahun; 4 peningkatan produksi susu 16,97 persen per tahun, peningkatan produksi daging sapi 8,89 persen per tahun, peningkatan produksi daging kambing atau domba 4,49 persen per tahun, peningkatan produksi daging ayam buras 1,85 persen per tahun, peningkatan produksi daging babi 1,47 persen per tahun; 5 pertumbuhan produksi komoditas durian 13,66 persen per tahun, pertumbuhan produksi komoditas mangga 10,54 persen per tahun, pertumbuhan produksi komoditas cabe 8,19 persen per tahun, dan pertumbuhan produksi komoditas bawang merah 5,17 persen per tahun; 6 nilai tukar petani meningkat dari 100 pada tahun 2007 menjadi 105,28 pada tahun 2013; serta 7 perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian mencakup jaringan irigasi tingkat usaha tani seluas 531.709 ha, jaringan irigasi desa seluas 353.311 ha, dan tata air mikro seluas 156.669 ha. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian pada periode tersebut, outcome yang dihasilkan, antara lain: 1 perluasan penerapan budidaya tanaman pangan yang tepat yang didukung oleh sistem penanganan pasca panen dan penyediaan benih serta pengamanan produksi yang eisien untuk mewujudkan produksi tanaman pangan yang cukup dan berkelanjutan; 2 terlaksananya penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana pertanian melalui kegiatan perluasan dan pengelolaan lahan, pengelolaan air irigasi, fasilitasi pembiayaan pertanian, fasilitasi pupuk dan pestisida, serta fasilitasi alat dan mesin pertanian; 3 meningkatnya ketersediaan pangan hewani daging, telur, susu; 4 meningkatnya inovasi dan diseminasi teknologi pertanian; dan 5 meningkatnya produksi, produktivitas, dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan. Sementara itu, apabila dilihat dari rata-rata penyerapan tahun 2008-2012, terdapat sepuluh KL dengan penyerapan terbesar, yaitu: 1 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 107,4 persen terhadap pagunya; 2 Badan Nasional Penanggulangan Bencana 104,3 persen; 3 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 100,9 persen; 4 Kepolisian Negara Republik Indonesia 100,7 persen; 5 Badan Pusat Statistik 100,4 persen; 6 Badan Tenaga Nuklir Nasional 98,9 persen; 7 Badan Intelijen Negara 98,0 persen; 8 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 97,9 persen; 9 Lembaga Sandi Negara 97,4 persen; dan 10 Kementerian Riset dan Teknologi 96,6 persen. Perkembangan penyerapan beberapa KL sepanjang 2008 – 2012 dengan penyerapan terbesar tersebut adalah sebagai berikut. 86,7 90,8 90,2 90,1 106,7 - 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 - 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 18,0 20,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 persen triliun rupiah APBNP LKPP LKPP thd APBNP Sumber: Kementerian Keuangan GRAFIK 4.28 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN PERTANIAN, 2008-2013 Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-36 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Anggaran belanja Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI dalam kurun waktu 2008- 2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 12,3 persen per tahun, yaitu dari Rp567,1 miliar dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp1.011,6 miliar dalam APBNP tahun 2013. Realisasi penyerapan anggaran belanja LIPI dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan, yaitu dari 108,5 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2008, menjadi 128,0 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Realisasi anggaran belanja LIPI dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung: 1 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia; dan 2 program penelitian, penguasaan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi iptek. Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya 175 buah laboratorium yang tersebar di 19 lokasi pada 13 provinsi di Indonesia; 2 tercapainya pendaftaran 271 paten pada periode 2005-2013. Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja LIPI dalam periode tersebut, di antaranya adalah: 1 terbangunnya tata kelola litbang yang eisien dan efektif; dan 2 meningkatnya kemampuan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan iptek. Badan Nasional Penanggulangan Bencana Anggaran belanja Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 73,4 persen per tahun, yaitu dari Rp94,5 miliar dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp1.479,2 miliar dalam APBNP tahun 2013. Sejalan dengan itu, realisasi penyerapan anggaran belanja BNPB dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan, yaitu dari 84,9 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2008, menjadi 119,0 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Realisasi anggaran belanja BNPB dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung: 1 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BNPB; 2 program peningkatan sarana dan prasarana aparatur BNPB; 3 program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur BNPB; dan 4 program penanggulangan bencana. Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 pelaksanaan kegiatan kerjasama organisasi di bidang penanggulangan bencana sebanyak 12 dua belas kerjasama; 2 terealisasinya 1 pedoman kesiapsiagaan sistem peringatan dini; 3 terfasilitasinya pengurangan risiko bencana pada 40 lokasi; 4 tercapainya 10.000 orang relawan yang telah disertiikasi; dan 5 tersedianya data spasial dan statistik kebencanaan, serta terlaksananya sistem informasi dan hubungan masyarakat dibidang kebencanaan dalam 18 satuan. Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja BNPB dalam periode tersebut, di antaranya adalah: 1 meningkatnya koordinasi dan keterpaduan perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi dan sarana prasarana serta kerjasama di lingkungan BNPB; 2 terwujudnya pengawasan dan pemeriksaan pelaksanaan tugas unit-unit internal BNPB yang akuntabel. Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-37 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Anggaran belanja Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi BPPT dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 12,5 persen per tahun, yaitu dari Rp526,4 miliar dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp946,8 miliar dalam APBNP tahun 2013. Sejalan dengan itu, realisasi penyerapan anggaran belanja BPPT dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan, yaitu dari 91,9 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2008, menjadi 110,8 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Realisasi anggaran belanja BPPT dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung: 1 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BPPT; 2 program peningkatan sarana dan prasarana aparatur BPPT; dan 3 program pengkajian dan penerapan teknologi. Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 pembangunan pilot plant PLTP condensing turbine dengan kapasitas 3 MW di lapangan panas bumi Kamojang, Jawa Barat; 2 telah dilakukan analisis kenaikan muka laut Jawa, perubahan parameter cuaca terkait pemanasan global, dan perancangan model hidrologi untuk identiikasi parameter isik daerah aliran sungai Citarum; 3 terciptanya teknologi pengolahan air payau atau asin dengan sistem osmosa balik yaitu untuk menghasilkan air siap minum; dan 4 pemanfaatan hasil teknologi pesawat udara nir awak BPPT untuk pengawasan daerah perbatasan, monitoring daerah pasca bencana, dan pengawasan terhadap illegal ishing. Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja BPPT dalam periode tersebut, di antaranya adalah: 1 terselenggaranya pembinaan dan pelayanan administrasi umum melalui penerapan SOP, pengukuran dan evaluasi kinerja atas pelaksanaan rencana kerja dan anggaran, administrasi pemerintahan dan layanan teknologi yang akuntabel; 2 terbangunnya fasilitas laboratoria dan perkantoran BPPT di Serpong; dan 3 terlaksanannya intermediasi teknologi bidang teknologi SDA untuk pelayanan publik instansi pemerintah dan teknologi kebencanaan untuk meningkatkan daya saing industri. Badan Pusat Statistik Anggaran belanja Badan Pusat Statistik BPS dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 26,4 persen per tahun, yaitu dari Rp1.318,2 miliar dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp4.255,9 miliar dalam APBNP tahun 2013. Sejalan dengan itu, realisasi penyerapan anggaran belanja BPS dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan, yaitu dari 92,4 persen terhadap APBNP tahun 2008, menjadi 116,8 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Realisasi anggaran belanja BPS dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung: 1 program penyediaan dan pelayanan informasi statistik; 2 program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur BPS; 3 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BPS; dan 4 program peningkatan sarana dan prasarana aparatur BPS. Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 terselesaikannya 5 dokumen diseminasi statistik pada tahun 2013; 2 tersusunnya LAKIP sesuai ketentuan sebesar 100 persen; 3 terwujudnya manajemen eisien, efektif, bersih dan bertanggung jawab, transparan, serta bebas KKN melalui sistem pengawasan yang ketat berbasis teknologi informasi yang mutakhir; dan 4 meningkatnya persentase cakupan pelayanan menyeluruh kepada BPS sebesar 100 persen. Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-38 Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja BPS dalam periode tersebut, di antaranya adalah: 1 meningkatnya penyediaan data dan informasi statistik yang lengkap, akurat, dan tepat waktu; 2 meningkatnya kualitas akuntabilitas pengelolaan administrasi keuangan dan barang; 3 terwujudnya good governance dan clean government; dan 4 terpenuhinya sarana dan prasarana yang mendukung peningkatan kinerja kegiatan teknis. Badan Tenaga Nuklir Nasional Anggaran belanja Badan Tenaga Nuklir Nasional BATAN dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 19,8 persen per tahun, yaitu dari Rp308,4 miliar dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp760,3 miliar dalam APBNP tahun 2013. Sejalan dengan itu, realisasi penyerapan anggaran belanja BATAN dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan, yaitu dari 94,3 persen terhadap APBNP tahun 2008, menjadi 114,6 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Realisasi anggaran belanja BATAN dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung: 1 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BATAN; dan 2 program penelitian pengembangan dan penerapan energi nuklir, isotop dan radiasi. Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya 1 laporan pengawasan dan pemeriksaaan INSP; dan 2 tercapainya 3 varietas hasil pengembangan aplikasi teknologi isotop dan radiasi di bidang pertanian, industri, SDAL PATIR. Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja BATAN dalam periode tersebut, di antaranya adalah: 1 peningkatan kinerja manajemen kelembagaan mendukung program litbang energi nuklir, isotop dan radiasi; dan 2 meningkatnya peran iptek nuklir dalam mendukung program pembangunan nasional. Badan Intelijen Negara Anggaran belanja Badan Intelijen Negara BIN dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 10,2 persen per tahun, yaitu dari Rp932,0 miliar dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp1.511,8 miliar dalam APBNP tahun 2013. Sejalan dengan itu, realisasi penyerapan anggaran belanja BIN dalam periode tersebut mengalami peningkatan, yaitu dari 96,1 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2008, menjadi 99,4 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Realisasi anggaran belanja BIN dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung: 1 program pengembangan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan keamanan negara; 2 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya intelijen negara; dan 3 program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur intelijen negara. Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya kegiatan intelijen pihak lain atau negara lain yang terpantau sebesar 75 persen; 2 meningkatnya dukungan pelayanan secara teknis dan administrasi intelijen sebesar 31 persen; dan 3 kualitas pengawasan dan pemeriksaaan sebesar 31 persen. Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-39 Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja BIN dalam periode tersebut, di antaranya adalah: 1 meningkatnya pelaksanaan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan keamanan negara; 2 meningkatnya dukungan pelayanan secara teknis dan administrasi intelijen negara; dan 3 meningkatnya pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan intelijen negara. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Anggaran belanja Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BKKBN dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 17,2 persen per tahun, yaitu dari Rp1.156,0 miliar dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp2.551,9 miliar dalam APBNP tahun 2013. Realisasi penyerapan anggaran belanja BKKBN dalam periode tersebut mengalami peningkatan, yaitu dari 96,6 persen terhadap APBNP tahun 2008, menjadi 104,9 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Realisasi anggaran belanja BKKBN dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung: 1 program kependudukan dan keluarga berencana; 2 program pelatihan dan pengembangan BKKBN; 3 program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur BKKBN; dan 4 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BKKBN. Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 menurunnya persentase jumlah wanita yang sudah tidak ingin anak lagi dan atau masih ingin mempunyai anak tetapi ditunda dan tidak menggunakan salah satu cara kontrasepsi unmed need dari 9,1 persen pada tahun 2007 menjadi 8,5 persen pada tahun 2012; 2 tercapainya bayi yang lahir dari ibu yang berada pada kelompok umur 15-19 tahun pada suatu daerah dan suatu tahun tertentu dan banyaknya ibu pada umur tersebut pada daerah dan tahun yang sama dari 51 bayi pada tahun 2007 menjadi 48 bayi pada tahun 2012; 3 terbentuknya 16.573 kelompok pusat informasi dan konseling kesehatan reproduksi bagi remaja PIK-R sampai dengan bulan April 2013; dan 4 terbentuknya 5 badan kependudukan dan keluarga berencana daerah BKKBD di kabupaten dan kota di 4 provinsi. Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja BKKBN dalam periode tersebut, di antaranya adalah: 1 tercapainya penduduk tumbuh seimbang 2015; 2 meningkatnya kualitas pelaksanaan pelatihan sumber daya manusia SDM aparatur, serta penelitian program kependudukan dan keluarga berencana; 3 meningkatnya akuntabilitas pengelola bidang program, ketenagaan dan administrasi umum serta keuangan dan perbekalan good governance ; dan 4 tersedianya dukungan manajemen dalam rangka penyelenggaraan program kependudukan dan keluarga berencana. Lembaga Sandi Negara Anggaran belanja Lembaga Sandi Negara dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 23,0 persen per tahun, yaitu dari Rp598,7 miliar dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp1.685,1 miliar dalam APBNP tahun 2013. Pada sisi lain, realisasi penyerapan anggaran belanja Lembaga Sandi Negara dalam periode tersebut mengalami penurunan, yaitu dari 98,9 persen terhadap APBNP tahun 2008, menjadi 98,5 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Realisasi anggaran belanja Lembaga Sandi Negara dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung: 1 program pengembangan persandian nasional; dan 2 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Lembaga Sandi Negara. Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-40 Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 terbangunnya aplikasi sistem timestamp authority untuk pengamanan distribusi dokumen elektronik daftar isian pelaksanaan anggaran DIPA; 2 terlibat dalam bimbingan teknik kepada para administrator database dan pejabat yang membidangi data informasi administrasi kependudukan dari 33 provinsi dan 497 kabupatenkota; 3 tercapainya 281 orang ahli sandi tingkat II, 1.008 orang ahli tingkat I, dan 329 orang ahli tingkat II; dan 4 tercapainya sosialisasi persandian di 34 kementerian, 28 Lembaga Pemerintahan Non Kementerian, 7 lembaga tinggi negara, 6 TNI PolriKejaksaan, dan 1 BUMN. Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja Lembaga Sandi Negara dalam periode tersebut, di antaranya adalah: 1 terselenggaranya persandian sesuai kebijakan nasional; dan 2 pelayanan administrasi perkantoran Lembaga Sandi Negara secara akuntabel. Kementerian Riset dan Teknologi Anggaran belanja Kementerian Riset dan Teknologi dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 6,8 persen per tahun, yaitu dari Rp451,2 miliar dalam LKPP tahun 2008, menjadi Rp628,1 miliar dalam APBNP tahun 2013. Sejalan dengan itu, realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Riset dan Teknologi dalam periode tersebut mengalami peningkatan, yaitu dari 96,8 persen terhadap APBNP tahun 2008, menjadi 101,5 persen terhadap pagunya dalam APBNP tahun 2012. Realisasi anggaran Kementerian Riset dan Teknologi dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung: 1 program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Riset dan Teknologi; dan 2 program peningkatan kemampuan iptek untuk penguatan sistem inovasi nasional. Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, antara lain: 1 tercapainya 5 hasil penelitian unggulan di bidang kesehatan dan obat kelainan sel darah merah, infeksi malaria, resistensi obat, keanekaragaman genom dan penyakit, patogenesis, infeksi virus hepatitis B, dan identiikasi DNA forensik berupa draft manuskrippublikasi ilmiah internasional atau uji diagnostik molekul; dan 2 terselesaikannya uji sistem peluncur roket mobil GAZ dan penyusunan rekomendasi pengembangan roket balistik dan guided system. Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja Kementerian Riset dan Teknologi dalam periode tersebut, di antaranya adalah: 1 meningkatnya dukungan manajemen bagi pelaksanaan tugas serta pelaksanaan tugas lainnya untuk meningkatkan kinerja organisasi; dan 2 meningkatnya relevansi dan produktivitas litbang iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandirian bangsa.

4.2.2.2 Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara

Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara atau Belanja Non KL, yang terkait dengan belanja Pemerintah Pusat, terdiri atas: 1 BA BUN Pengelola Utang Pemerintah BA 999.01 untuk pembayaran bunga utang; 2 BA BUN Pengelola Hibah BA 999.02 untuk belanja hibah; 3 BA BUN Pengelola Belanja Subsidi BA 999.07; 4 BA BUN Pengelola Belanja Lainnya BA 999.08 untuk belanja lain-lain dan cadangan penanggulangan bencana alam pada bantuan sosial; serta 5 BA BUN Pengelola Transaksi Khusus BA 999.99 untuk pembayaran pensiun, cadangan dana dukungan kelayakanviability gap fund VGF dan kontribusi terhadap lembaga internasional, serta iuran asuransi kesehatan PNS dan penerima pensiun. Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-41 Secara umum, belanja pemerintah pusat yang dialokasikan melalui BA BUN cenderung meningkat, dari Rp433,7 triliun dalam tahun 2008 menjadi Rp574,8 triliun pada APBNP tahun 2013. Peningkatan tersebut utamanya disebabkan oleh peningkatan beban pembayaran bunga utang, sebagai akibat dari peningkatan outstanding utang Pemerintah, dan subsidi, khususnya subsidi energi, sebagai akibat dari peningkatan volume konsumsi serta perubahan harga minyak mentah Indonesia dan nilai tukar sebagai dasar perhitungan besaran subsidi energi. Sementara itu, realisasi belanja lain-lain, yang dialokasikan melalui BA 999.08, dalam kurun waktu 2008-2013 cenderung berfluktuasi seiring dengan kebijakan yang diambil Pemerintah. Dalam tahun 2008 terdapat kebijakan bantuan langsung tunai BLT dan alokasi dana untuk persiapan penyelenggaraan Pemilu tahun 2009. Dalam tahun 2009, terdapat kebijakan pendanaan Pemilu, pendanaan untuk sarana dan prasarana konversi energi, BLT, serta penuntasan kesinambungan rehabilitasi dan rekonstruksi di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatra Utara pasca berakhirnya mandat Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi BRR NAD-Nias. Sementara itu, dalam tahun 2013 terdapat alokasi anggaran untuk kegiatan prioritas Pemerintah.

4.2.3 Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Belanja

Pemerintah Pusat Menurut Jenis Sesuai dengan Pasal 11 ayat 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, rincian belanja pemerintah pusat menurut jenis terbagi atas: 1 belanja pegawai; 2 belanja barang; 3 belanja modal; 4 pembayaran bunga utang; 5 subsidi; 6 belanja hibah; 7 bantuan sosial; dan 8 belanja lain-lain. Dalam periode 2008–2013, secara nominal belanja pemerintah pusat menunjukkan pertumbuhan rata-rata 11,5 persen, yaitu dari Rp693,4 triliun 14,0 persen terhadap PDB dalam tahun 2008 menjadi Rp1.196,8 triliun 12,7 persen terhadap PDB dalam APBNP tahun 2013. Dilihat dari komposisi menurut jenis, belanja yang mengalami peningkatan adalah belanja barang dan belanja modal, sementara yang mengalami penurunan adalah belanja subsidi. Proporsi belanja barang terhadap total belanja pemerintah pusat meningkat dari 8,1 persen dalam tahun 2008, menjadi 17,3 persen dalam APBNP tahun 2013. Sedangkan, proporsi belanja modal terhadap total belanja pemerintah pusat mengalami peningkatan dari 10,5 persen dalam tahun 2008, menjadi 16,1 persen dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, subsidi menurun dari 39,7 persen dalam tahun 2008 menjadi 29,1 persen dalam APBNP tahun 2013. Perkembangan belanja pemerintah pusat menurut jenis disajikan dalam Tabel 4.2 dan Graik 4.29. 14,0 11,2 10,9 11,9 12,3 12,5 12,7 - 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 200 400 600 800 1.000 1.200 1.400 1.600 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBN 2013 APBNP triliun rupiah GRAFIK 4.29 BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT JENIS, 2008-2013 Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Pembayaran Bunga Utang Subsidi Belanja Hibah Bantuan Sosial Belanja Lain-lain Persentase thd PDB Sumber: Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-42 Belanja Pegawai Dalam kurun waktu tahun 2008-2013, belanja pegawai secara nominal mengalami pertumbuhan rata-rata 15,6 persen per tahun, yaitu dari Rp112,8 triliun 2,3 persen terhadap PDB dalam tahun 2008 menjadi Rp233,0 triliun 2,5 persen terhadap PDB dalam tahun 2013. Sementara itu, kinerja penyerapan belanja pegawai terhadap pagunya dalam APBNP periode tahun 2008- 2012 selalu di atas 90 persen, yaitu 91,3 persen dalam tahun 2008 dan 93,2 persen dalam tahun 2012. Dalam tahun 2013, kinerja penyerapannya diperkirakan mencapai 100 persen dari pagunya dalam APBNP tahun 2013. Sebagian besar realisasi belanja pegawai dalam periode tahun 2008-2012 tersebut digunakan untuk membayar gaji dan tunjangan serta honorarium, vakasi, lembur, dan lain-lain sebesar rata- rata sekitar 64,6 persen, sedangkan sisanya sekitar 35,4 persen digunakan untuk kontribusi sosial yaitu iuran asuransi kesehatan dan pembayaran manfaat pensiun. Ilustrasi mengenai perkembangan belanja pegawai dalam periode tersebut disajikan dalam Graik 4.30. Meningkatnya alokasi dan realisasi belanja pegawai dalam periode tersebut antara lain berkaitan dengan langkah-langkah kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah dalam rangka memperbaiki penghasilan dan kesejahteraan pegawai negeri sipil, anggota TNIPolri dan para pensiunan. Kebijakan tersebut antara lain adalah: 1 kenaikan gaji pokok bagi PNS dan TNIPolri secara berkala; 2 pemberian gaji bulan ke-13; 3 kenaikan tunjangan fungsional dan tunjangan struktural termasuk tunjangan hakim; 4 kenaikan uang lauk pauk bagi anggota TNIPolri; 2008 2009 2010 2011 2012 2013 LKPP LKPP LKPP LKPP LKPP APBNP Kontribusi Sosial 37,3 48,5 52,8 61,8 69,9 79,0 Honorarium Vakasi 7,8 8,5 14,3 22,4 25,8 39,4 Gaji Tunjangan 67,8 70,7 81,0 91,5 102,2 114,5 Total 112,8 127,7 148,1 175,7 197,9 233,0 112,8 127,7 148,1 175,7 197,9 233,0 0,0 50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 triliun Rp GRAFIK 4.30 PERKEMBANGAN BELANJA PEGAWAI, 2008-2013 Sumber: Kementerian Keuangan Real thd total Real thd total Real thd total Real thd total Real thd total APBN thd total APBNP thd total 1. Belanja Pegawai 112,8 16,3 127,7 20,3 148,1 21,2 175,7 19,9 197,9 19,6 241,6 20,9 233,0 19,5 2. Belanja Barang 56,0 8,1 80,7 12,8 97,6 14,0 124,6 14,1 140,9 13,9 200,7 17,4 206,5 17,3 3. Belanja Modal 72,8 10,5 75,9 12,1 80,3 11,5 117,9 13,3 145,1 14,4 184,4 16,0 192,6 16,1 4. Pembayaran Bunga Utang 88,4 12,8 93,8 14,9 88,4 12,7 93,3 10,6 100,5 9,9 113,2 9,8 112,5 9,4 5. Subsidi 275,3 39,7 138,1 22,0 192,7 27,6 295,4 33,4 346,4 34,3 317,2 27,5 348,1 29,1 6. Belanja Hibah - - - - 0,1 0,0 0,3 0,0 0,1 0,0 3,6 0,3 2,3 0,2 7. Bantuan Sosial 57,7 8,3 73,8 11,7 68,6 9,8 71,1 8,0 75,6 7,5 73,6 6,4 82,5 6,9 8. Belanja Lain-lain 30,3 4,4 38,9 6,2 21,7 3,1 5,5 0,6 4,1 0,4 20,0 1,7 19,3 1,6 693,4 100,0 628,8 100,0 697,4 100,0 883,7 100,0 1.010,6 100,0 1.154,4 100,0 1.196,8 100,0 Sumber: Kementerian Keuangan 2012 2013 Total TABEL 4.2 PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2008-2013 triliun rupiah No. Uraian 2008 2009 2010 2011 Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-43 5 pemberian uang makan kepada PNS mulai tahun 2008; serta 6 kenaikan pensiun pokok dan pemberian pensiun bulan ke-13. Selain itu, peningkatan alokasi belanja pegawai juga berkaitan dengan pemberian remunerasi dalam rangka reformasi birokrasi yang dimulai sejak tahun 2008 dan terus diperluas pelaksanaannya. Reformasi birokrasi yang pada tahun 2008 baru mencakup 3 tiga KL, pada tahun 2013 diharapkan telah mencakup sekitar 64 enam puluh empat KL yang melaksanakannya. Ilustrasi mengenai perkembangan kebijakan belanja pegawai disajikan dalam Tabel 4.3. Melalui kebijakan-kebijakan belanja pegawai yang ditempuh dalam periode tersebut, penghasilan dan kesejahteraan pegawai pemerintah mengalami peningkatan, yang tercermin pada kenaikan take home pay THP bagi PNS dari waktu ke waktu. THP untuk PNS dengan pangkat terendah golongan Ia tidak kawin mengalami peningkatan dari sekitar Rp1.569.300 dalam tahun 2008 menjadi sekitar Rp2.337.400 dalam tahun 2013. Khusus bagi guru, THP guru dengan pangkat terendah golongan IIa tidak kawin mengalami peningkatan dari sekitar Rp2.111.900 dalam tahun 2008 menjadi sekitar Rp3.049.500 dalam tahun 2013, sedangkan bagi anggota TNI Polri dengan pangkat terendah TamtamaBintara take home pay-nya mengalami peningkatan dari sekitar Rp2.153.340 dalam tahun 2008 menjadi sekitar Rp2.983.500 dalam tahun 2013. Perkembangan take home pay pegawai pemerintah tahun 2008-2013 dapat dilihat dalam Graik 4.31. 2008 2009 2010 2011 2012 2013 PNS Gol. Ia tidak kawin 1.569.300 1.728.600 1.907.765 2.019.850 2.243.700 2.337.400 Guru Gol. IIa tidak kawin 2.111.900 2.313.200 2.508.165 2.661.250 2.924.900 3.049.500 TNIPolri TamtamaBintara 2.153.340 2.304.100 2.521.317 2.644.790 2.897.104 2.983.500 500.000 1.000.000 1.500.000 2.000.000 2.500.000 3.000.000 3.500.000 rupiah Sumber: Kementerian Keuangan GRAFIK 4.31 PERKEMBANGAN TAKE HOME PAY TERENDAH APARATUR NEGARA, 2008-2013 1. Pemberian GajiPensiun ke-13 1 x bl Juni 1 x bl Juni 1 x bl Juni 1 x bl Juni 1 x bl Juni 1 x bl Juni 2. Kenaikan Gaji Pokok rata-rata 20 15 5 10 10 7 3. Kenaikan Pensiun Pokok rata-rata 20 15 5 10 10 7 4. Uang makan dan lauk pauk - ULP TNIPolri Rp 35.000 35.000 40.000 40.000 45.000 45.000 - Uang Makan PNS 15.000 15.000 20.000 20.000 25.000 25.000 5. Perkembangan Pelaksanaan Remunerasi 3 KL 2 KL 9 KL 2 KL 20 KL 28 KL Sumber : Kementerian Keuangan TABEL 4.3 KEBIJAKAN BELANJA PEGAWAI, 2008-2013 Uraian 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBNP Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-44 Belanja Barang Dalam kurun waktu yang sama, realisasi anggaran belanja barang secara nominal mengalami pertumbuhan rata-rata 29,8 persen per tahun, yaitu dari Rp56,0 triliun 1,1 persen terhadap PDB dalam tahun 2008 meningkat menjadi Rp206,5 triliun 2,2 persen terhadap PDB dalam APBNP tahun 2013. Peningkatan realisasi anggaran belanja barang dalam kurun waktu tersebut, antara lain disebabkan oleh: 1 meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana kerja, baik perangkat keras hardware maupun perangkat lunak software serta pengadaan peralatan kantor guna memenuhi kebutuhan administrasi yang semakin meningkat di berbagai instansi, termasuk penyediaan belanja operasional bagi satuan kerja baru guna peningkatan pelayanan; 2 seiring bertambahnya jumlah satuan kerja yang baru, sehingga menyebabkan bertambahnya jumlah aset dan barang inventaris pemerintah yang memerlukan pemeliharaan operasional; serta 3 meningkatnya harga barang dan jasa yang sangat mempengaruhi biaya pemeliharaan maupun perjalanan dinas. Meski demikian, upaya-upaya peningkatan efisiensi terus dilakukan untuk pengendalian belanja barang, antara lain melalui penerapan lat policy. Perkembangan realisasi belanja barang tahun 2008-2013 dapat dilihat dalam Graik 4.32. Belanja Modal Sementara itu, dalam rentang waktu tahun 2008-2013, realisasi anggaran belanja modal secara nominal mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 21,5 persen per tahun, yaitu dari Rp72,8 triliun 1,5 persen terhadap PDB dalam tahun 2008 dan menjadi Rp192,6 triliun 2,0 persen terhadap PDB dalam APBNP tahun 2013. Peningkatan alokasi belanja modal dalam periode tersebut lebih difokuskan pada pembangunan infrastruktur yang mempunyai daya dorong kuat terhadap pertumbuhan ekonomi seperti listrik, jalan, pelabuhan, serta pengembangan infrastruktur pada 6 enam koridor ekonomi untuk mendukung program-program penyediaan infrastruktur, berupa pembangunan infrastruktur dasar untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi, dan perbaikan kesejahteraan rakyat; pembangunan infrastruktur pertanian untuk mendukung pencapaian program ketahanan pangan, serta pembangunan infrastruktur energi dan komunikasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan alokasi belanja modal dalam periode tersebut juga merupakan cermin dari besarnya perhatian Pemerintah terhadap pembangunan infrastruktur Dalam periode 2008-2013, belanja modal yang cukup besar dialokasikan pada KL antara lain, yaitu: 1 Kementerian Pekerjaan Umum, 2 Kementerian Perhubungan, 3 Kementerian Pertahanan, 4 Kementerian Agama, dan 5 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 56,0 80,7 97,6 124,6 140,9 206,5 - 50 100 150 200 250 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBNP GRAFIK 4.32 PERKEMBANGAN BELANJA BARANG, 2008-2013 Belanja Barang Belanja Jasa Belanja Pemeliharaan Belanja Perjalanan Sumber Kementerian Keuangan T r il iu n R p Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-45 Realisasi anggaran belanja modal pada 5 KL tersebut dalam kurun waktu 2008-2013 digunakan untuk melaksanakan berbagai program antara lain, yaitu: 1 program pengelolaan sumber daya air; 2 program peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana kereta api; 3 program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi darat, udara, dan laut; 4 program pengembangan pertahanan; 5 program pendidikan tinggi; 6 program pengelolaan jalan; dan 7 program pendidikan agama Islam. Outcome yang dihasilkan dari realisasi belanja modal dalam kurun waktu 2008-2013 antara lain adalah: 1 meningkatnya kinerja pengelolaan sumber daya air; 2 meningkatnya kinerja pelayanan transportasi perkereta-apian; dan 3 meningkatnya pelayanan dan pengelolaan perhubungan darat, laut dan udara yang lancar, terpadu, aman, dan nyaman, sehingga mampu meningkatkan eisiensi pergerakan orang dan barang, memperkecil kesenjangan pelayanan angkutan udara antar wilayah serta mendorong ekonomi nasional. Selanjutnya, outcome lain yang dihasilkan adalah 4 meningkatnya akses, mutu, dan daya saing pendidikan Islam; dan 5 tercapainya keluasan dan kemerataan akses pendidikan tinggi bermutu, berdaya saing internasional, berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan bangsa dan negara. Perkembangan realisasi belanja modal tahun 2008-2013 disajikan dalam Graik 4.33. Pembayaran Bunga Utang Variabel-variabel yang mempengaruhi pembayaran bunga utang memiliki kecenderungan yang semakin membaik. Tren yield SPN 3 bulan cenderung menurun sepanjang tahun 2011 sampai dengan kuartal pertama tahun 2013, dan cenderung meningkat pada kuartal kedua tahun 2013. Hal tersebut tidak terlepas dari ekspektasi inlasi yang relatif terkendali selama tahun 2012 – 2013, kondisi ekonomi dalam negeri yang cukup kondusif, dan penerbitan SPN yang dilakukan secara terukur dengan mempertimbangkan kebutuhan dan biaya penerbitan. Sampai dengan akhir bulan Juni tahun 2013 lelang SPN 3 bulan telah dilakukan sebanyak 6 kali dengan rata-rata tertimbang yield weighted average yield - WAY sebesar 3,7 persen. Ilustrasi mengenai perkembangan WAY lelang SPN 3 bulan disajikan dalam Graik 4.34. Di sisi lain, nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat USD dalam periode 2008-2013 cenderung berfluktuasi. Dalam tahun 2008, rata-rata nilai tukar mata uang rupiah terhadap USD berada pada kisaran Rp9.692,3 per USD, kemudian sedikit 72,8 75,9 80,3 11 7,9 145,1 192,6 50 100 150 200 250 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBNP T ri li u n R p GRAFIK 4.33 PERKEMBANGAN BELANJA MODAL, 2008-2013 Tanah Peralatan dan Mesin Gedung dan Bangunan Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja Pemeliharaan yang dikapitalisasi Belanja Modal Fisik Lainnya Dana Bergulir Belanja Modal Badan Layanan Umum BLU Sumber : Kementerian Keuangan 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 GRAFIK 4.34 PERKEMBANGAN WEIGHTED AVERAGE YIELD WAY LELANG SPN 3 BULAN 2011 - 2013 Sumber: Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-46 menguat menjadi Rp9.384,2 per USD pada tahun 2012. Dalam tahun 2013 rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan berada pada kisaran Rp9.600,0 per USD. Sejalan dengan kondisi tersebut, Pemerintah tetap berupaya untuk dapat meminimalkan volatilitas nilai tukar rupiah dengan menjaga kecukupan pasokan valuta asing valas di pasar domestik dalam rangka terjaganya stabilitas ekonomi sehingga mampu mendorong penurunan yield SPN 3 bulan dan dapat meningkatkan conidence investor di pasar keuangan domestik. Sementara itu, Sovereign Credit Rating Indonesia yang semakin membaik dari tahun ke tahun telah memberikan pengaruh positif terhadap besaran biaya pengadaan utang SBN oleh pemerintah yang cenderung semakin eisien. Peningkatan rating satu notch berpotensi menurunkan yield SBN valas baru sekitar 75-115 bps. Posisi rating Indonesia dalam tahun 2013 berada pada level BBB- Fitch, BB+ dengan outlook stabil SP, dan Baa3 Moody’s. Bunga pinjaman luar negeri terdiri dari beberapa kelompok, meliputi bunga atas pinjaman luar negeri yang telah ditarik disbursed and outstanding, dan feebiaya pinjaman, seperti commitment fee , front end fee, insurance premium, dan lain-lain. Besaran bunga pinjaman luar negeri, terutama dipengaruhi oleh faktor outstanding pinjaman luar negeri yang bersangkutan, besarnya penarikan pinjaman luar negeri dalam tahun berjalan, tingkat bunga acuan LIBOR, EURIBOR, SIBOR untuk pinjaman luar negeri berbunga mengambang variable rate loans, dan nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Sementara itu, Country Risk Classiication CRC juga dapat mempengaruhi tingkat bunga pinjaman luar negeri melalui skema kredit ekspor. Penurunan satu level CRC berpotensi menurunkan biaya pinjaman luar negeri melalui skema kredit ekspor sekitar 130-150 bps. Posisi CRC Indonesia pada tahun 2013 adalah level tiga. Selama periode 2008 – 2013, realisasi pembayaran bunga utang dalam APBN secara nominal menunjukkan pertumbuhan rata-rata 4,94 persen per tahun, yaitu dari Rp88,4 triliun dalam tahun 2008 dan mencapai Rp112,5 triliun dalam APBNP tahun 2013. Ilustrasi mengenai perkembangan pembayaran bunga utang periode 2008 – 2013 disajikan dalam Graik 4.35. Dalam periode yang sama, rasio pembayaran bunga utang terhadap total belanja negara rata-rata mencapai 7,97 persen per tahun. Namun demikian, seiring dengan peningkatan eisiensi pengelolaan utang, dan semakin kondusifnya perekonomian domestik, rasio tersebut menunjukkan tren penurunan. Dalam APBNP 2013, pagu pembayaran bunga utang dianggarkan sebesar 6,5 persen terhadap total belanja negara, yang berarti lebih rendah apabila dibandingkan dengan realisasi APBN tahun 2008 yang mencapai 9,0 persen. Kecenderungan penurunan juga dapat dilihat dari rasio pembayaran bunga utang terhadap PDB dari 1,8 persen dalam realisasi APBN tahun 2008 menjadi 1,2 persen dalam APBNP tahun 2013. Hal serupa juga terlihat dari rasio pembayaran bunga utang terhadap outstanding utang Pemerintah yang mencapai 5,4 persen dalam realisasi APBN tahun 2008, kemudian menjadi 5,1 persen dalam APBNP tahun 2013. Tren penurunan rasio-rasio tersebut terutama disebabkan, antara lain, oleh: a dampak penerbitan SBN dengan tenor pendek; b dampak perbaikan rating negara yang ditunjukkan melalui Sovereign Credit Rating Indonesia yang semakin membaik dari tahun ke tahun; dan 897,3 843,6 953,7 1.202,8 1.390,9 1.613,7 88,4 93,8 88,4 92,0 100,5 112,5 9,0 10,0 8,5 7,1 6,7 6,5 0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 0,0 200,0 400,0 600,0 800,0 1000,0 1200,0 1400,0 1600,0 1800,0 2000,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 P e rs e n T ri li u n R u p ia h GRAFIK 4.35 PERKEMBANGAN PEMBAYARAN BUNGA UTANG TERHADAP TOTAL BELANJA NEGARA, 2008 – 2013 Belanja Non-Bunga Utang Pembayaran Bunga Utang Rasio Pembayaran Bunga thd. Total Belanja Negara Keterangan: APBNP 2013 Sumber : Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-47 c penurunan imbal hasil yield SBN yang cukup signiikan karena kondisi perekonomian yang semakin baik. Ilustrasi mengenai perkembangan pembayaran bunga utang tahun 2008 – 2013 disajikan dalam Tabel 4.4. Selanjutnya, porsi pembayaran bunga utang yang digunakan untuk SBN domestik dan valas rata-rata mencapai 81,8 persen, dan selebihnya rata-rata 18,2 persen digunakan untuk pembayaran bunga Pinjaman Luar Negeri PLN dan Pinjaman Dalam Negeri PDN. Alokasi belanja pembayaran bunga utang SBN secara umum terdiri atas komponen pembayaran bunga, discount penerbitan SBN, biaya penerbitan SBN, dan biaya loss on bonds redemption pada saat Pemerintah melakukan operasi debt switch ataupun buyback. Besaran bunga SBN dipengaruhi, antara lain oleh: jumlah outstanding SBN, jumlah penerbitan SBN dalam tahun berjalan, hasil lelang SPN 3 bulan, yield pada saat penerbitan SBN, nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing pada saat pembayaran bunga SBN valas, dan sovereign credit rating yang mempengaruhi besaran yield SBN. Dalam periode terkini, SBN memegang peranan utama sebagai sumber pembiayaan utang. Hal tersebut tetap menjadi komitmen Pemerintah dalam tahun 2014, yaitu: memprioritaskan sumber dana pengelolaan utang dari pasar keuangan domestik sehingga berdampak pada peningkatan kebutuhan alokasi pembayaran bunga utang dalam negeri. Porsi pembayaran bunga utang SBN terhadap total pembayaran bunga utang dalam lima tahun terakhir menunjukkan tren yang semakin meningkat dari Rp65,2 triliun atau 74,5 persen dari total pembayaran bunga utang dalam realisasi APBN tahun 2008 menjadi Rp95,5 triliun atau 85,8 persen dari total pagunya dalam APBNP tahun 2013. Dalam periode yang sama, rata-rata pertumbuhan pembayaran bunga utang SBN sebesar 6,8 persen per tahun lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan pembayaran bunga utang luar negeri sebesar 5,5 persen per tahun. Ilustrasi porsi pembayaran bunga utang berdasarkan instrumen disajikan dalam Graik 4.36. Selama periode 2008-2012, pembayaran bunga utang luar negeri cenderung lebih rendah dari pembayaran bunga utang dalam negeri. Hal ini berkaitan dengan outstanding APBN APBNP Pembayaran Bunga Utang 88,4 93,8 88,4 93,3 100,5 113,2 112,5 a. Utang Dalam negeri 59,9 63,8 61,5 66,8 70,2 80,7 96,8 b. Utang Luar Negeri 28,5 30,0 26,9 26,4 30,3 32,5 15,8 terhadap Belanja Negara 9,0 10,0 8,5 7,2 6,7 6,7 6,5 a. Utang Dalam negeri 6,1 6,8 5,9 5,2 4,7 4,8 5,6 b. Utang Luar Negeri 2,9 3,2 2,6 2,0 2,0 1,9 0,9 terhadap Produk Domestik Bruto 1,8 1,7 1,4 1,3 1,2 1,2 1,2 a. Utang Dalam negeri 1,2 1,1 1,0 0,9 0,9 0,9 1,0 b. Utang Luar Negeri 0,6 0,5 0,4 0,4 0,4 0,4 0,2 terhadap Outsanding Utang Pemerintah 5,4 5,9 5,3 5,2 5,1 5,3 5,1 Asumsi dan Parameter a. Rata-rata nilai tukar RpUSD 9.692,3 10.408,1 9.086,9 8.776,0 9.384,2 9.300,0 9.600,0 b. Rata-rata SPN 3 bulan 9,5 7,5 6,6 4,8 3,2 5,0 5,0 Pembiayaan Utang triliun Rupiah: 67,5 83,9 86,9 102,7 137,0 161,5 215,4 a. Penerbitan SBN neto 85,9 99,5 91,1 119,9 159,7 180,4 231,8 b. Penarikan Pinjaman Dalam Negeri Neto - - 0,4 0,6 0,8 0,5 0,5 c. Penarikan Pinjaman Luar Negeri Neto 18,4 15,5 4,6 17,8 23,5 19,5 16,9 Sumber: Kementerian Keuangan 2013 Tabel 4.4 PERKEMBANGAN PEMBAYARAN BUNGA UTANG, 2008-2013 triliun Rupiah Uraian 2008 2009 2010 2011 2012 Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-48 pinjaman luar negeri yang semakin menurun akibat kebijakan pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri, sehingga penerbitan SBN valas di pasar internasional hanya dilakukan sebagai pelengkap dengan mempertimbangkan biaya dan risiko utang yang harus ditanggung. Kebijakan pembiayaan melalui pinjaman luar negeri tetap diarahkan pada posisi negatif, yaitu penarikan pinjaman luar negeri lebih kecil dari pembayaran pokok pinjaman luar negeri. Khusus untuk APBNP tahun 2013, penyebab lain terjadinya peningkatan pembayaran bunga utang dalam negeri adalah dampak dari reklasiikasi perubahan pembayaran bunga utang SBN valas dari akun bunga utang luar negeri menjadi akun bunga utang dalam negeri. Perubahan akun tersebut menyebabkan alokasi kebutuhan pembayaran bunga utang dalam negeri meningkat sebesar 21,6 persen dalam APBNP tahun 2013. Sementara itu, alokasi kebutuhan pembayaran bunga utang luar negeri mengalami penurunan sebesar 52,7 persen dalam APBNP tahun 2013. Perubahan ini dilakukan berdasarkan atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan BPK agar konsisten dengan pencatatan akun SBN valas pada sisi pembiayaan dalam negeri. Ilustrasi mengenai perkembangan belanja pembayaran bunga utang sebagaimana dilihat dalam Graik 4.37. Subsidi Subsidi merupakan alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaanlembaga yang memproduksi, menjual barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Belanja subsidi terdiri dari subsidi energi subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, dan LGV serta subsidi listrik dan subsidi nonenergi subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi PSO, subsidi bunga kredit program, dan subsidi pajakDTP. Walaupun penyediaan anggaran subsidi oleh Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini jumlahnya mengalami peningkatan yang cukup besar, penyediaan anggaran subsidi tersebut harus tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara. Dalam rentang waktu 2008-2013, realisasi anggaran belanja subsidi cukup berluktuasi, dan secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp72,8 triliun atau tumbuh rata-rata 4,8 persen per tahun. Pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut antara lain disebabkan oleh: 1 perubahan 65,2 74,3 72,5 78,3 85,5 95,5 22,3 18,4 18,6 13,7 14,4 15,9 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 GRAFIK 4.36 PORSI PEMBAYARAN BUNGA UTANG BERDASARKAN INSTRUMEN, 2008 - 2013 triliun Rupiah SBN Pinjaman LN APBNP 2013 Sumber : Kementerian Keuangan 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Utang Dalam negeri 59,9 63,7 61,5 66,8 70,2 96,8 Utang Luar Negeri 28,5 30,1 26,9 26,5 30,3 15,8 Pembayaran Bunga Utang 88,4 93,8 88,4 93,3 100,5 112,5 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 GRAFIK 4.37 PERKEMBANGAN PEMBAYARAN BUNGA UTANG, 2008 – 2013 triliun Rupiah Keterangan: APBNP 1. Tahun 2008 - 2012, Bunga Utang Dalam Negeri berasal dari SBN domestik, Pinjaman Dalam Negeri dan Belanja Pembayaran Denda ; sementara Bunga Utang Luar Negeri berasal dari Pinjaman Luar Negeri dan SBN valas 2. Tahun 2013 Bunga Utang Dalam Negeri berasal dari SBN domestik, SBN valas, dan Pinjaman Dalam Negeri; sementara Bunga Utang Luar Negeri berasal dari Pinjaman Luar Negeri. Sumber : Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-49 asumsi dasar ekonomi makro, antara lain harga minyak mentah Indonesia Indonesian Crude Price , ICP, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan parameter subsidi seperti volume BBM bersubsidi, kuantum raskin, jumlah rumah tangga sasaran RTS, volume pupuk dan benih bersubsidi; dan 2 berbagai kebijakan Pemerintah antara lain berupa kebijakan penyesuaian harga jual eceran BBM dalam negeri dan tarif tenaga listrik serta kebijakan dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional. Perkembangan realisasi belanja subsidi tahun 2008-2013 disajikan dalam Graik 4.38. Subsidi Energi Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaanlembaga yang menyediakan dan mendistribusikan bahan bakar minyak BBM, bahan bakar nabati BBN, liqueied petroleum gas LPG tabung 3 kilogram, dan liqueied gas for vehicle LGV serta tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat. Realisasi anggaran belanja subsidi energi, dalam rentang waktu 2008–2013 secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp76,8 triliun atau tumbuh rata-rata 6,1 persen per tahun, yaitu dari Rp223,0 triliun pada tahun 2008, dan sebesar Rp299,8 triliun pada APBNP tahun 2013. Peningkatan realisasi anggaran subsidi energi yang cukup signiikan dalam kurun waktu tersebut, antara lain berkaitan dengan: 1 perubahan parameter subsidi energi, diantaranya ICP, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, volume konsumsi BBM bersubsidi, bauran energi dalam produksi tenaga listrik dan penjualan tenaga listrik; dan 2 kebijakan penyesuaian harga jual eceran bahan bakar minyak bersubsidi dan tarif tenaga listrik. Perkembangan realisasi belanja subsidi energi tahun 2008-2013 disajikan dalam Graik 4.39. Subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg dan LGV diberikan dalam rangka mengendalikan harga jual BBM, BBN, LPG tabung 3 kg dan LGV bersubsidi, sebagai salah satu kebutuhan dasar masyarakat, sehingga dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah. Hal ini disebabkan harga pasar keekonomian BBM sangat dipengaruhi oleh perkembangan berbagai faktor eksternal, antara lain harga minyak mentah di pasar dunia, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Pada saat ini, subsidi BBM hanya diberikan pada beberapa jenis BBM tertentu minyak tanahkerosene, minyak solargas oil, dan premium. Selain itu, Pemerintah juga memberikan subsidi untuk LPG tabung 3 kg dan LGV serta biofuel dalam rangka mendorong pemanfaatan energi nonfosil. 5,6 2,5 3,0 4,0 4,2 3,4 - 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 - 50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 300,0 350,0 400,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBNP Rp Triliun APBNP LKPP thd PDB GRAFIK 4.38 PERKEMBANGAN SUBSIDI, 2008-2013 Sumber : Kementerian Keuangan - 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 - 50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBNP Subsidi BBM Subsidi Listrik ICP USDbarel GRAFIK 4.39 PERKEMBANGAN SUBSIDI ENERGI, 2008-2013 Rp Triliun USDbarrel Sumber : Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-50 Dalam rentang waktu 2008–2013, realisasi anggaran subsidi BBM, BBN, dan LPG tabung 3 kg secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp60,8 triliun atau tumbuh rata-rata 7,5 persen per tahun, dari sebesar Rp139,1 triliun pada tahun 2008, dan sebesar Rp199,9 triliun pada APBNP tahun 2013. Perkembangan realisasi anggaran belanja subsidi dalam kurun waktu tersebut antara lain berkaitan dengan peningkatan volume BBM dan LPG tabung 3 kg bersubsidi. Volume konsumsi BBM bersubsidi dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2008, realisasi konsumsi BBM bersubsidi mencapai 38,2 juta kiloliter dan pada tahun 2012 realisasinya mencapai 43,3 juta kiloliter. Pada APBNP tahun 2013 volume konsumsi BBM bersubsidi mencapai 48,0 juta kiloliter. Perkembangan volume konsumsi BBM bersubsidi tahun 2008-2013 disajikan dalam Graik 4.40. Dengan kecenderungan semakin meningkatnya beban subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, LGV dari tahun ke tahun, maka perlu dilakukan langkah-langkah pengendalian agar beban subsidi tersebut tidak memberatkan APBN. Untuk itu, dalam periode 2008-2013, Pemerintah telah melakukan beberapa langkah kebijakan, antara lain: 1 meningkatkan program pengalihan pemakaian minyak tanah bersubsidi ke LPG tabung 3 kg; 2 meningkatkan pemanfaatan energi alternatif dan diversiikasi energi; 3 melakukan pembatasan kategori pengguna BBM bersubsidi serta pembatasan volume; dan 4 mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi melalui sistem distribusi tertutup secara bertahap dan penyempurnaan regulasi. Selain berbagai kebijakan di atas, kebijakan lain yang sudah dilakukan Pemerintah dalam rangka mengendalikan beban subsidi BBM adalah melalui penyesuaian harga jual eceran BBM bersubsidi. Dalam kurun waktu 2008-2013, pemerintah telah melakukan penyesuaian harga BBM sebanyak 5 lima kali, yaitu pada bulan Mei 2008, awal Desember 2008, pertengahan Desember 2008, pertengahan Januari 2009 dan bulan Juni 2013. Pada bulan Mei 2008, rata-rata harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar 28,7 persen sebagai akibat dari meningkatnya ICP yang pada periode Januari-Mei 2008 rata-rata mencapai USD104,8 per barel, atau lebih tinggi USD44,8 per barel dibandingkan dengan asumsi dalam APBN 2008 sebesar USD60,0 per barel. Sementara itu, sejalan dengan penurunan ICP, hingga mencapai USD38,5 per barel, maka dalam rentang periode bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Januari 2009, dilakukan penurunan harga BBM bersubsidi hingga 3 tiga kali, yaitu 1 pada awal Desember 2008 sebesar 8,3 persen, 2 pada pertengahan bulan Desember 2008 sebesar 10,9 persen, dan 3 pada pertengahan bulan Januari 2009 sebesar 8,1 persen. Pada akhir Juni 2013, Pemerintah menyesuaikan harga jual BBM bersubsidi yaitu premium dari Rp4.500,0liter menjadi Rp6.500,0liter dan solar dari Rp4.500,0liter menjadi Rp5.500,0liter lihat Tabel 4.5. Selanjutnya, anggaran subsidi listrik diberikan dengan tujuan agar harga jual listrik dapat terjangkau oleh pelanggan dengan golongan tarif tertentu. Subsidi listrik dialokasikan karena rata-rata harga jual tenaga listrik HJTL-nya lebih rendah dari biaya pokok penyediaan BPP tenaga listrik pada golongan tarif tersebut. Anggaran subsidi listrik juga dialokasikan untuk - 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 50,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBNP Premium 19,0 20,9 23,0 24,5 27,3 30,8 Minyak Tanah 7,7 4,6 2,4 1,7 1,2 1,2 Solar 11,5 11,8 12,8 14,1 14,8 16,0 38,2 37,3 38,2 40,3 43,3 48,0 Solar Minyak Tanah Premium GRAFIK 4.40 PERKEMBANGAN VOLUME KONSUMSI BBM, 2008-2013 Juta kilo liter Sumber : LKPP Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-51 mendukung ketersediaan listrik bagi industri, komersial, dan pelayanan masyarakat. Selain itu, pemberian subsidi listrik diharapkan dapat menjamin program investasi dan rehabilitasi sarana prasarana dalam penyediaan tenaga listrik. Sementara itu, dalam rangka mengurangi beban subsidi listrik yang terus meningkat, Pemerintah dan PT PLN Persero berupaya menurunkan BPP tenaga listrik, antara lain melalui: 1 program penurunan susut jaringan losses; dan 2 program diversiikasi energi primer di pembangkit listrik dengan melakukan optimalisasi penggunaan gas, panas bumi, batubara, biodiesel, dan penggantian high speed diesel HSD menjadi marine fuel oil MFO. Dalam rentang waktu 2008-2013, realisasi belanja subsidi listrik secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp16,1 triliun, atau tumbuh rata-rata 3,6 persen per tahun dari sebesar Rp83,9 triliun pada tahun 2008 dan dalam APBNP tahun 2013 belanja subsidi listrik mencapai Rp100,0 triliun. Perkembangan realisasi belanja subsidi listrik dalam kurun waktu tersebut, antara lain berkaitan dengan: 1 naiknya BPP tenaga listrik sebagai dampak dari masih dominannya penggunaan BBM dalam sistem pembangkit listrik nasional; 2 perubahan kurs dan ICP; dan 3 semakin meningkatnya penjualan tenaga listrik. Dalam rangka mengendalikan subsidi listrik, Pemerintah bersama DPR-RI sepakat untuk menurunkan subsidi listrik secara bertahap, dengan tidak mengorbankan masyarakat berpenghasilan rendah. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah telah melakukan penyesuaian tarif tenaga listrik TTL rata-rata sebesar 15 persen pada tahun 2013 secara bertahap. Subsidi Nonenergi Subsidi nonenergi adalah alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaanlembaga yang memproduksi danatau menjual barang danatau jasa tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah selain produk energi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, LGV, dan tenaga listrik, sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat berpendapatan rendah. Perkembangan realisasi subsidi nonenergi dalam rentang waktu 2008–2013 mengalami penurunan sebesar Rp4,0 triliun, atau turun rata-rata 1,6 persen per tahun, dari sebesar Rp52,3 triliun pada tahun 2008, dan mencapai Rp48,3 triliun pada APBNP tahun 2013. Perkembangan realisasi anggaran subsidi nonenergi dalam kurun waktu tersebut antara lain berkaitan dengan: 1 perubahan parameter subsidi, antara lain volume pupuk dan benih bersubsidi, jumlah RTS penerima raskin, dan biaya pokok produksi; dan 2 adanya realokasi ke bagian anggaran kementerian negara lembaga. Perkembangan realisasi belanja subsidi nonenergi tahun 2008-2013 disajikan dalam Graik 4.41. 1 Jan 2006 - 23 Mei 2008 24 Mei - 30 Nov 2008 1 Des - 14 Des 2008 15 Des 2008 - 14 Jan 2009 15 Jan 2009 - 21 Juni 2013 22 Juni 2013 - Sekarang 1. Premium 4.500 6.000 5.500 5.000 4.500 6.500 2. Solar 4.300 5.500 5.500 4.800 4.500 5.500 3. Minyak Tanah 2.000 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 Sumber : Kementerian ESDM TABEL 4.5 PERKEMBANGAN HARGA ECERAN BBM BERSUBSIDI TAHUN 2006-2013 RupiahLiter Uraian Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-52 Perkembangan realisasi anggaran subsidi pangan, selama kurun waktu 2008–2013, secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp9,4 triliun, atau tumbuh rata- rata 12,2 persen per tahun dari sebesar Rp12,1 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp21,5 triliun pada APBNP tahun 2013. Perkembangan realisasi anggaran subsidi pangan dipengaruhi oleh beberapa parameter, antara lain: 1 jumlah RTS yang diberi hak untuk membeli raskin; 2 harga tebus raskin; 3 kuantum raskin yang diberikan per RTS per bulan; 4 durasi penyaluran raskin; dan 5 harga pembelian beras HPB oleh Perum Bulog. Kenaikan realisasi anggaran subsidi pangan dalam kurun waktu tersebut berkaitan dengan: 1 bertambahnya volume raskin yang disalurkan; 2 makin tingginya RTS penerima raskin; 3 makin tingginya subsidi harga raskin; dan 4 adanya kebijakan tambahan durasi penyaluran raskin. Sementara itu, dalam kurun waktu 2008–2013, realisasi subsidi pupuk bagi petani yang disalurkan melalui BUMN produsen pupuk, menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Perkembangan realisasi anggaran subsidi pupuk selama kurun waktu 2008–2013 secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp2,8 triliun atau tumbuh rata-rata 3,4 persen per tahun, dari sebesar Rp15,2 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp17,9 triliun pada APBNP tahun 2013. Kenaikan realisasi anggaran subsidi pupuk tahun 2008-2013 berkaitan dengan: 1 meningkatnya volume pupuk bersubsidi; 2 bertambahnya anggaran untuk kurang bayar subsidi pupuk tahun sebelumnya; dan 3 semakin besarnya subsidi harga pupuk selisih antara harga pokok produksiHPP dengan harga eceran tertinggiHET. Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk subsidi benih. Pemberian subsidi benih tersebut ditujukan untuk menyediakan benih padi, jagung, dan kedelai dengan harga terjangkau oleh para petani. Dalam kurun waktu 2008–2013, dalam pos subsidi benih, selain menampung subsidi harga juga menampung anggaran belanja untuk bantuan langsung benih unggul BLBU dan cadangan benih nasional CBN. Realisasi anggaran subsidi benih dalam kurun waktu tersebut secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp0,5 triliun, dari sebesar Rp985,2 miliar pada tahun 2008 menjadi Rp1,5 triliun pada APBNP tahun 2013, atau tumbuh rata-rata 8,1 persen per tahun. Namun pada tahun 2011, alokasi anggaran subsidi benih menurun signiikan dari tahun 2010 menjadi sebesar Rp96,9 miliar, sedangkan tahun 2012 mencapai Rp60,3 miliar. Hal ini disebabkan karena sejak tahun 2011, subsidi benih hanya menampung subsidi harga, sedangkan alokasi anggaran untuk BLBU dan CBN masing-masing telah direalokasi ke bagian anggaran kementerian negaralembaga dan belanja lain-lain. Realokasi tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan akuntabilitas pengelolaan bagian anggaran bendahara umum negara BA BUN dan sebagai tindak lanjut dari hasil temuan BPK. Selanjutnya, pada APBNP tahun 2013 subsidi benih meningkat menjadi Rp1,5 triliun termasuk menampung realokasi anggaran Bantuan Langsung Benih Unggul BLBU dari BA Kementerian Pertanian. Selain itu, Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk subsidibantuan dalam rangka kewajiban pelayanan publik public service obligationPSO kepada BUMN tertentu, sehingga - 0,4 0,8 1,2 - 20,0 40,0 60,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBNP Subsidi Nonenergi thd PDB GRAFIK 4.41 PERKEMBANGAN SUBSIDI NONENERGI, 2008-2013 Rp Triliun Sumber : Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-53 harga jual pelayanan yang diberikan dapat terjangkau masyarakat. Dalam kurun waktu 2008– 2013, realisasi anggaran subsidi dalam rangka PSO secara nominal mengalami penurunan sebesar Rp208,0 miliar, dari sebesar Rp1,7 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp1,5 triliun pada APBNP tahun 2013, atau turun rata-rata 2,5 persen per tahun. Anggaran belanja subsidi PSO tersebut dialokasikan masing-masing kepada PT Kereta Api Indonesia Persero untuk penugasan layanan jasa angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi; PT Pelni Persero untuk penugasan layanan jasa angkutan penumpang kapal laut kelas ekonomi; PT Posindo Persero untuk penugasan layanan jasa pos di daerah terpencil untuk PSO PT Posindo telah direalokasi ke Belanja Lain-Lain pada APBN tahun 2013; dan Perum Lembaga Kantor Berita Nasional LKBN Antara untuk penugasan layanan berita kepada masyarakat. Sementara itu, perkembangan realisasi subsidi bunga kredit program dalam kurun waktu 2008- 2013, secara nominal mengalami kenaikan sebesar Rp309,2 miliar, dari sebesar Rp939,3 miliar pada tahun 2008 menjadi Rp1,2 triliun pada APBNP tahun 2013, atau tumbuh rata-rata 5,9 persen per tahun. Kenaikan realisasi anggaran subsidi bunga kredit program yang signiikan dalam kurun waktu tersebut, selain dipengaruhi oleh perkembangan suku bunga kredit, juga ditentukan oleh besarnya outstanding kredit program, berasal dari skema kredit ketahanan pangan dan energi KKP-E, termasuk risk sharing KKP-E dan kredit pengembangan energi nabati dan revitalisasi perkebunan KPEN-RP. Selain itu, peningkatan realisasi subsidi bunga kredit program juga berkaitan dengan penambahan skema kredit baru yaitu Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD Nias KPP NAD Nias, Kredit Usaha Pembibitan Sapi KUPS, Skema Subsidi Resi Gudang SSRG, dan imbal jasa penjaminan untuk Kredit Usaha Rakyat KUR dalam rangka membantu usaha mikro, kecil, dan menengah UMKM, serta subsidi bunga untuk air bersih. Selain berbagai jenis subsidi tersebut, pemerintah juga mengalokasikan anggaran subsidi pajak untuk mendukung program stabilisasi harga kebutuhan pokok dan perkembangan industri nasional yang strategis. Perkembangan realisasi subsidi pajak ini sangat tergantung kepada jenis komoditas atau sektor-sektor tertentu yang diberikan fasilitas pajak dalam bentuk pajak ditanggung pemerintah DTP. Dalam kurun waktu 2008–2013, perkembangan realisasi subsidi pajak DTP secara nominal mengalami penurunan sebesar Rp16,4 triliun atau turun dengan rata-rata 26,1 persen per tahun, dari sebesar Rp21,0 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp4,6 triliun pada APBNP tahun 2013. Belanja Hibah Belanja hibah merupakan belanja Pemerintah Pusat dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah kepada pemerintah negara lain, lembagaorganisasi internasional, dan pemerintah daerah khususnya pinjaman danatau hibah luar negeri yang diterushibahkan ke daerah. Belanja hibah memiliki karakteristik tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, tidak secara terus menerus, bersifat sukarela dengan pengalihan hak dan dilakukan dengan naskah perjanjian antara pemberi hibah dan penerima hibah. Dalam perkembangannya, Pemerintah mulai mengalokasikan anggaran belanja hibah dalam APBNP tahun 2009 sebesar Rp31,6 miliar, namun dari anggaran yang dialokasikan tersebut seluruhnya tidak dapat diserap karena proses penerbitan dokumen pencairan yang tidak terselesaikan sampai akhir tahun. Pada tahun 2010, realisasi belanja hibah mencapai Rp70,0 miliar atau 28,8 persen dari pagunya dalam APBNP tahun 2010 sebesar Rp243,2 miliar, dengan rincian: 1 program Local Basic Education Capacity L-BEC mencapai Rp24,5 miliar;2 program Hibah Air Minum mencapai Rp37,4 Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-54 miliar; dan 3 program Hibah Air Limbah mencapai Rp8,1 miliar. Realisasi belanja hibah pada tahun 2010 tersebut seluruhnya merupakan belanja hibah kepada pemerintah daerah. Sementara itu, realisasi belanja hibah pada tahun 2011 tidak hanya untuk mendanai belanja hibah kepada pemerintah daerah, tetapi juga belanja hibah kepada pemerintah asing yaitu Palestina. Realisasi belanja hibah pada tahun 2011 mencapai Rp300,1 miliar. Realisasi tersebut mengalami peningkatan dari realisasi belanja hibah pada tahun 2010 sebesar Rp70,0 miliar. Rincian realisasi belanja hibah pada tahun 2011 adalah sebagai berikut: 1 Mass Rapid Transit MRT Project mencapai Rp6,8 miliar; 2 program L-BEC mencapai Rp45,9 miliar; 3 program Hibah Air Minum mencapai Rp161,7 miliar; 4 program Hibah Air Limbah mencapai Rp16,0 miliar; 5 program Water and Sanitation Program, Subprogram D-Sanitation WASAP-D mencapai Rp6,3 miliar; 6 Infrastructure Enhancement Grant-Sanitasi IEG mencapai Rp43,4 miliar; dan 7 Hibah kepada Pemerintah Palestina sebesar Rp20,0 miliar untuk pembangunan Cardiac Centre at Shifa Hospital Gaza. Dalam tahun 2012, realisasi belanja hibah sebesar Rp75,1 miliar, dengan rincian sebagai berikut: 1 MRT project sebesar Rp3,5 miliar; 2 Program L-BEC sebesar Rp42,0 miliar; 3 WASAP-D sebesar Rp9,6 miliar; 4 IEG-Transportasi sebesar Rp5,4 miliar; dan 5 Water Resources and Irrigation Sector Management Project – Phase II WISMP-2 sebesar Rp14,6 miliar. Rendahnya realisasi belanja hibah dalam tahun 2012 terutama karena rendahnya realisasi kegiatan MRT karena belum dimulainya kegiatan konstruksi. Dalam APBNP tahun 2013, belanja hibah diperkirakan mencapai sebesar Rp2,3 triliun, dengan rincian sebagai berikut: 1 MRT project sebesar Rp1,8 triliun; 2 Hibah Air Minum sebesar Rp303,7 miliar; 3 Hibah Air Limbah sebesar Rp15,2 miliar; 4 WISMP-2 sebesar Rp166,9 miliar; 5 Development of Seulawah Agam Geothermal in NAD Province sebesar Rp17,7 miliar; dan 6 Hibah Australia-Indonesia untuk Pembangunan Sanitasi sebesar Rp22,5 miliar. Dari realisasi belanja hibah pada tahun 2010 sampai dengan 2012 telah dilakukan peningkatan pelayanan publik di daerah baik berupa kegiatan maupun pembangunan infrastruktur, diantaranya peningkatan kapasitas pendidikan dasar melalui 691 kegiatan di 50 kabupaten kota dan Tender Assistance Services-1 untuk kegiatan jasa konsultan proyek MRT. Selain itu, pada tahun 2010-2011, terdapat pembangunan infrastruktur perpipaan sebanyak 77.000 Sambungan Rumah SR untuk peningkatan cakupan pelayanan air minum yang diprioritaskan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dimana 15.441 SR telah dibangun pada pelaksanaan tahun 2010, dan 61.559 SR pada pelaksanaan tahun 2011; pembangunan infrastruktur untuk sistem pengelolaan air limbah sebanyak 4.826 SR, yaitu sebanyak 1.620 SR dibangun pada tahun 2010 dan 3.206 SR pada tahun 2011; dan pembangunan sarana persampahan dan air limbah di 21 kabupatenkota. Sedangkan pada tahun 2012, telah dicapai pembangunan sarana isik sanitasi baik berbasis masyarakat maupun berbasis institusi untuk masyarakat miskin di 6 kabupaten kota; desain irigasi, isik irigasi dan pelatihan kelompok tani di wilayah daerah penerima hibah WISMP-2; dan pembangunan 53 halte tambahan untuk mendukung pengoperasian Bus Rapid Transit di 2 kota yaitu Surakarta dan Palembang. Dengan meningkatnya cakupan pelayanan air minum perpipaan, pengelolaan air limbah, sarana sanitasi, dan sarana persampahan bagi masyarakat khususnya masyarakat berpenghasilan rendah serta peningkatan pelayanan sarana transportasi, diharapkan akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di daerah penerima hibah tersebut. Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-55 Bantuan Sosial Dalam kurun waktu 2008-2013, realisasi bantuan sosial mengalami pertumbuhan rata-rata 7,4 persen per tahun, yaitu dari Rp57,7 triliun 1,2 persen terhadap PDB dalam tahun 2008, menjadi Rp82,5 triliun 0,9 persen terhadap PDB dalam APBNP tahun 2013. Meningkatnya realisasi anggaran bantuan sosial dalam kurun waktu tersebut, sebagian besar merupakan bantuan sosial yang dialokasikan melalui KL, terutama terkait dengan bertambahnya cakupan sasaran penerima bantuan sosial di masyarakat dan meningkatnya besaran nilai bantuan yang diberikan dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko sosial lihat Graik 4.42. Berbagai program prioritas yang dilaksanakan dalam lingkup bantuan sosial di antaranya adalah: 1 bidang pendidikan yang diperuntukkan bagi bantuan operasional sekolah BOS Kementerian Agama dan bantuan siswa dan mahasiswa miskin BSM; serta 2 bidang kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat Jamkesmas, termasuk Jaminan Persalinan Jampersal yang diperuntukkan bagi pelayanan kesehatan dasar penduduk miskin di Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan kesehatan rujukan di kelas III rumah sakit Pemerintah rumah sakit swasta yang ditunjuk oleh Pemerintah. Program selanjutnya adalah 3 bidang perlindungan sosial melalui pelaksanaan program keluarga harapan PKH yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat miskin, melalui pemberdayaan kaum ibu dalam mendorong anaknya agar tetap sehat dan bersekolah; 4 bidang pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan PNPM Mandiri, di antaranya yaitu: PNPM Perdesaan, PNPM Perkotaan, Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan PPIP, dan Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah PISEW; serta 5 bantuan dalam rangka penanggulangan bencana alam yang merupakan bantuan untuk kondisi darurat dalam hal terjadi bencana alam, melalui dana cadangan penanggulangan bencana alam. Dalam kurun waktu 2008-2010 realisasi anggaran bantuan sosial yang diperuntukkan bagi pelaksanaan program BOS mengalami pertumbuhan rata-rata 25,7 persen per tahun, yaitu dari Rp12,5 triliun dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp19,8 triliun dalam tahun 2010. Selanjutnya mulai tahun 2011 alokasi anggaran bantuan sosial untuk program BOS hanya diberikan melalui Kementerian Agama, yang diperuntukkan bagi siswa Madrasah Ibtidaiyah MIUla dan Madrasah Tsanawiyah MTsWustha, sehingga alokasi anggarannya turun menjadi Rp3,0 triliun. Hal ini terutama terkait dengan program BOS yang semula ditampung dalam DIPA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan direalokasi ke dalam pos transfer ke daerah, sehingga seluruh pelaksanaannya menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Pada tahun 2013 alokasi anggaran BOS pada Kementerian Agama meningkat 16,0 persen menjadi sebesar Rp4,0 triliun dari alokasinya dalam tahun 2011. Sementara itu, program bantuan siswa dan mahasiswa miskin BSM mempunyai tujuan antara lain untuk: 1 memberikan peluang kelulusan bagi siswamahasiswa miskin; 2 mengurangi jumlah siswamahasiswa putus sekolah akibat permasalahan biaya pendidikan; dan 3 meringankan biaya pendidikan siswamahasiswa kurang mampu, yang diberikan kepada 57,7 73,8 68,6 71,1 75,6 82,5 10 20 30 40 50 60 70 80 90 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBNP Tr iliu n ru pia h GRAFIK 4.42 PERKEMBANGAN BANTUAN SOSIAL, 2008 - 2013 Melalui KL Non KL Sumber : Kementerian Keuangan Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-56 siswamahasiswa dari keluarga kurang mampu agar dapat melakukan kegiatan belajar di sekolahperguruan tinggi. Program BSM mengalami pertumbuhan rata-rata 44,3 persen per tahun, yaitu dari Rp2,3 triliun dalam tahun 2008, menjadi sebesar Rp14,1 triliun dalam tahun 2013. Program BSM diperuntukkan bagi siswa SDSDLB, SMPSMPLB, MI, MTs, SMA, SMK, MA, mahasiswa perguruan tinggi PT, dan perguruan tinggi agama PTA. Anggaran bantuan sosial bidang kesehatan terutama diperuntukkan bagi pelaksanaan program Jamkesmas termasuk Jampersal, yang meliputi pelayanan kesehatan dasar penduduk miskin di Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan kesehatan rujukan di kelas III rumah sakit Pemerintahrumah sakit swasta yang ditunjuk Pemerintah. Dalam kurun waktu 2008–2013 alokasi anggaran program Jamkesmas mengalami pertumbuhan rata-rata 11,6 persen per tahun, yaitu dari Rp4,7 triliun dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp8,1 triliun dalam tahun 2013. Kenaikan realisasi anggaran program Jamkesmas dalam kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan semakin meningkatnya kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dalam memenuhi pelayanan kesehatan yang optimal dan sesuai standar. Anggaran bantuan sosial pada bidang perlindungan sosial lainnya adalah pelaksanaan program keluarga harapan PKH. Dalam kurun waktu 2008–2013 anggaran untuk program PKH mengalami pertumbuhan rata-rata 28,9 persen per tahun, yaitu dari Rp1,0 triliun dalam tahun 2008 menjadi sebesar Rp3,6 triliun dalam tahun 2013. Peningkatan anggaran program PKH dalam kurun waktu tersebut terutama berkaitan dengan meningkatnya jumlah RTSM sasaran penerima bantuan, yaitu dari sekitar 720 ribu RTSM dalam tahun 2008, meningkat menjadi 2,4 juta RTSM dalam tahun 2013. Terkait bidang pemberdayaan masyarakat, dalam kurun waktu 2008-2013 anggaran untuk pelaksanaan PNPM Mandiri mengalami pertumbuhan rata-rata 13,4 persen per tahun, yaitu dari Rp6,1 triliun dalam tahun 2008 menjadi Rp11,4 triliun dalam tahun 2013. PNPM Mandiri bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok dalam memecahkan berbagai persoalan, khususnya terkait dengan upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya. Selanjutnya, bantuan sosial yang diberikan dalam rangka penanggulangan bencana alam selama kurun waktu 2008-2013 mengalami penurunan rata-rata 5,2 persen per tahun, yaitu dari Rp3,0 triliun dalam tahun 2008, menurun menjadi Rp2,3 triliun dalam tahun 2013. Dana cadangan penanggulangan bencana alam merupakan bantuan sosial yang dialokasikan melalui BA BUN untuk kondisi darurat dalam hal terjadi bencana alam, yang disediakan untuk kegiatan 1 tahap prabencana; 2 tanggap darurat; dan 3 rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Selain hal tersebut, dalam tahun 2013 sebagaimana yang telah ditetapkan dalam APBNP tahun 2013 juga dilaksanakan program baru yang termasuk ke dalam pos bantuan sosial sebagai kompensasi kepada masyarakat akibat dari kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi, melalui pelaksanaan program percepatan dan perluasan perlindungan sosial P4S dan program khusus, yaitu: 1 pemberian bantuan langsung sementara masyarakat BLSM bagi 15,5 juta RTS; 2 peningkatan unit cost program keluarga harapan PKH dari rata-rata sebesar Rp1,28 juta per RTSM menjadi sebesar Rp1,8 juta per RTSM; serta 3 peningkatan unit cost dan sasaran bantuan siswa miskin BSM termasuk juga untuk mahasiswa penerima beasiswa bidik misi BBM. Sehingga menyebabkan peningkatan anggaran bantuan sosial yang cukup signiikan dalam tahun 2013. Lebih lanjut, perkembangan program-program prioritas bantuan sosial disajikan dalam Tabel 4.6. Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-57 No. 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1. Bantuan Operasional Sekolah BOS 1 - A nggaran 12,5 19,1 19,8 3,0 4,1 4,0 - Sasaran juta siswa 41,9 42,8 44,1 7 ,3 6,4 6,3 - Alokasi per siswa rupiah • SDMI Kabupaten 254.000 397 .000 397 .000 397 .000 580.000 580.000 • SDMI Kota 254.000 400.000 400.000 400.000 580.000 580.000 • SMPMTs Kabupaten 354.000 57 0.000 57 0.000 57 0.000 7 1 0.000 7 1 0.000 • SMPMTs Kota 354.000 57 5.000 57 5.000 57 5.000 7 1 0.000 7 1 0.000 BOS Pendidikan Menengah BOMM - A nggaran - - - - - 1,1 - Sasaran juta siswa - - - - - 8,9 2. Bantuan Siswa dan Mahasiswa Miskin BSM - A nggaran 2,3 3,0 3,7 4,7 6,2 14,1 - Sasaran juta siswamahasiswa 3,6 4,9 5,8 8,2 9,5 16,6 3. Jamkesmas 2 - Anggaran Pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas dan Jaringannya 1,0 0,9 1,0 1,0 1,0 1,0 - Anggaran Pelayanan Kesehatan Rujukan di kelas III Rumah Sakit 3,7 3,6 4,1 5,3 6,2 7 ,1 - Sasaran juta jiwa 7 6,4 7 6,4 7 6,4 7 6,4 7 6,4 86,4 4. PNPM Mandiri a. PNPM Perdesaan - A nggaran 3,6 6,0 9,4 9,5 8,4 8,0 - Sasaran kecamatan 2.818 4.37 1 4.836 5.020 5.100 5.146 b. PNPM Perkotaan - A nggaran 1,6 1,8 1,5 1,6 1,5 1,7 - Sasaran kelurahan 7 .27 3 11.128 9.556 10.948 10.922 10.922 c. PNPM PPIP - A nggaran 0,6 0,9 1,0 1,2 1,8 1,7 - Sasaran kelurahan - 3.250 1.500 3.987 8.000 6.640 d. PNPM PISEW - A nggaran 0,05 0,47 0,50 0,52 0,42 0,08 - Sasaran kecamatan - 237 237 237 237 7 9 5. Program Keluarga Harapan PKH - A nggaran 1,0 1,1 1,3 1,6 1,9 3,6 - Sasaran ribu RTSM 7 20 7 26 816 1.116 1.516 2.400 6. Dana Cadangan Penanggulangan Bencana Alam 3,0 3,0 3,8 4,0 4,0 2,3 7 . Bantuan Sosial Lainnya 3 28,2 33,7 22,2 38,7 40,2 39,0 a .l Pr og r a m BLSM ba g i 1 5 ,5 ju ta RTS - - - - - 9 ,3 57 ,7 7 3,8 68,6 7 1,1 7 5,6 82,5 Catatan : 1 . Mulai Tahun 201 1 BOS Kemendikbud direalokasi ke dalam pos Transfer ke Daerah 2. Mulai Tahun 201 1 dilaksanakan Program Jampersal dalam bagian Pelay anan Kesehatan Rujukan Jamkesmas 3. Dalam APBNP Tahun 201 3 dilaksanakan Program BLSM sebagai kompensasi kebijakan peny esuaian harga BBM bersubsidi Sumber : Kementerian Keuangan T O T A L T ABEL 4.6 PROGRAM-PROGRAM PRIORIT AS BELANJA BANT UAN SOSIAL, 2008 - 2013 triliun rupiah Program Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-58 Belanja Lain-lain Alokasi anggaran belanja lain-lain dalam kurun waktu 2008-2013 mengalami fluktuasi seiring dengan kebijakan dan program yang telah dilaksanakan Pemerintah. Dalam tahun 2008, realisasi anggaran belanja lain-lain secara nominal meningkat cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut disebabkan kebijakan Pemerintah yang bersifat sementara ad-hoc dan mendesak untuk dipenuhi, seperti Bantuan Langsung Tunai BLT, kebutuhan dana untuk persiapan penyelenggaraan Pemilu tahun 2009, serta berbagai program lainnya, seperti program pengadaan sarana dan prasarana konversi minyak tanah ke LPG. Sementara itu, realisasi anggaran untuk program-program prioritas Pemerintah pada tahun 2009 menjadi faktor utama dalam penyerapan belanja lain-lain. Kegiatan prioritas Pemerintah itu mencakup pendanaan untuk Pemilu, pendanaan untuk sarana dan prasarana konversi energi, BLT, serta penuntasan kesinambungan rehabilitasi dan rekonstruksi di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatra Utara pasca berakhirnya mandat Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi BRR NAD- Nias. Sementara itu, realisasi anggaran belanja lain-lain dalam tahun 2010 antara lain realisasi belanja karena selisih kurs serta realisasi anggaran untuk satuan kerja yang belum memiliki Bagian Anggaran BA sendiri dan konversi minyak tanah ke LPG. Selanjutnya, untuk tahun 2011, realisasi anggaran belanja lain-lain sebagian besar merupakan realisasi anggaran belanja operasional untuk satuan kerja yang belum memiliki kode BA sendiri, cadangan beras Pemerintah CBP dan cadangan benih nasional CBN, serta pengeluaran untuk keperluan mendesak. Pada tahun 2012, realisasi anggaran untuk CBP dan CBN, cadangan stabilisasi harga pangan, risiko kenaikan harga tanah land capping, jasa perbendaharaan, serta pengeluaran untuk keperluan mendesak menjadi penyumbang terbesar realisasi belanja lain-lain. Realisasi pada tahun 2012 ini relatif rendah, karena realokasi cadangan listrik ke subsidi listrik, realokasi ke KL sebagai upaya meningkatkan akuntabilitas, dan tidak dilaksanakannya beberapa kegiatan yang merupakan bagian kompensasi kenaikan harga kenaikan harga BBM bersubsidi. Sementara itu, pada tahun 2013 realisasi belanja lain-lain diperkirakan akan berasal dari CBP, dana awal untuk kegiatan operasional OJK tahun 2013, cadangan stabilisasi harga pangan, cadangan risiko kenaikan harga tanah land capping, dan beberapa alokasi anggaran untuk kegiatan prioritas. Ilustrasi perkembangan belanja lain-lain dalam periode 2008-2013 disajikan dalam Graik 4.43. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBNP Re alisasi thd APBNP Tahun Sumber : Kementerian Keuangan Miliar Rp GRAFIK 4.43 PERKEMBANGAN BELANJA LAIN-LAIN, 2008-2013 Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-59

4.3 Pokok-Pokok Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014

Pasal 12 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Selanjutnya, penyusunan Rancangan APBN tersebut, berpedoman kepada rencana kerja pemerintah RKP, sehingga program-program pembangunan beserta sasaran-sasaran yang ditetapkan, sepanjang terkait dengan intervensi anggaran akan dijabarkan dan memperoleh prioritas pendanaan di dalam APBN. Selain itu, secara umum RKP juga disusun agar menjadi pedoman pelaksanaan pembangunan bagi Pemerintah Pusat Kementerian NegaraLembaga dalam menyusun Rencana Kerja KL, Pemerintah Daerah dalam menyusun Rencana Kerja Pemda, masyarakat, dan dunia usaha dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam tahun 2014, Pemerintah masih konsisten dalam melaksanakan berbagai program pembangunan untuk mewujudkan “Indonesia yang makin sejahtera, demokratis, dan berkeadilan”, sesuai dengan visi pembangunan dalam RPJMN 2010-2014. Upaya-upaya tersebut, terus dilakukan dengan memperkuat pelaksanaan empat pilar strategi yang meliputi: pembangunan yang berpihak pada pertumbuhan pro-growth, berpihak pada lapangan pekerjaan pro-job, berpihak pada pengurangan kemiskinan pro-poor, serta berpihak pada pengelolaan dan atau ramah lingkungan pro-environment. Dengan demikian, pembangunan yang dilaksanakan bersifat inklusif, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. Grand design program pembangunan dalam tahun 2014, telah dijabarkan dalam RKP 2014, yang akan menjadi dasar dalam penyusunan RAPBN tahun 2014. Beberapa sasaran utama pembangunan nasional 2010-2014 yang akan dicapai dalam tahun 2014 meliputi: 1 dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 6,4-6,9 persen, pengangguran terbuka menurun menjadi 5,6-5,9 persen, dan tingkat kemiskinan menurun menjadi 9,0-10,0 persen; 2 dalam rangka pembangunan demokrasi, indeks demokrasi indonesia IDI mencapai kisaran 73; dan 3 dalam rangka pembangunan hukum, indeks persepsi korupsi IPK Indonesia mencapai 50. RKP 2014 juga disusun tetap sejalan dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia MP3EI 2011–2025, sebagai respon atas perubahan lingkungan strategis baik eksternal maupun internal serta sebagai langkah terobosan dalam mempercepat tercapainya visi pembangunan di atas. Dalam MP3EI, perekonomian didorong dengan membangun pusat- pusat pertumbuhan ekonomi yang tersebar di seluruh Indonesia dalam rangkaian koridor ekonomi. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi yang akan dipacu, juga perlu diimbangi dengan upaya terobosan lainnya, agar inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia MP3KI 2012–2025, yang merupakan upaya komprehensif untuk melanjutkan, menyempurnakan, dan mengintegrasikan berbagai program dan kebijakan penanggulangan kemiskinan, yang disertai dengan penataan kelembagaan yang lebih menunjang efektivitasnya. Sebagai penjabaran terakhir dari RPJMN 2010-2014, RKP 2014 memiliki arti yang penting dalam menuntaskan pencapaian sasaran-sasaran pembangunan jangka menengah yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan yang dituangkan dalam RKP 2014 selain disusun berdasarkan perubahan lingkungan strategis baik internal maupun eksternal, juga memperhatikan pencapaian terkini program-program pembangunan. Berdasarkan hal tersebut, tema pembangunan tahun 2014 yang ditetapkan adalah: “Memantapkan Perekonomian Nasional bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan”. Bab 4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Nota Keuangan dan RAPBN 2014 4-60 Sejalan dengan penetapan tema tersebut, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPR-RI, juga telah menyepakati untuk melanjutkan pelaksanaan 11 prioritas nasional dan tiga prioritas bidang, beserta arah kebijakan dan sasarannya. Kesebelas prioritas nasional tersebut meliputi: 1 reformasi birokrasi dan tata kelola; 2 pendidikan; 3 kesehatan; 4 penanggulangan kemiskinan; 5 ketahanan pangan; 6 infrastruktur; 7 iklim investasi dan iklim usaha; 8 energi; 9 lingkungan hidup dan pengelolaan bencana; 10 daerah tertinggal, terdepan, dan pasca-konflik; serta 11 kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi. Sementara itu, tiga prioritas bidang mencakup: 1 prioritas bidang politik, hukum, dan keamanan, 2 prioritas bidang perekonomian, dan 3 prioritas bidang kesejahteraan rakyat. Selanjutnya, dengan memperhatikan kapasitas sumber daya yang dimiliki, kegiatan dari prioritas nasional akan ditekankan pada penanganan tiga isu strategis, agar upaya Pemerintah dapat dilakukan lebih fokus untuk hal-hal yang signiikan, berdampak luas, dan tuntas. Isu-isu strategis tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga bidang utama, yang meliputi: 1 Pemantapan perekonomian nasional; 2 peningkatan kesejahteraan rakyat; dan 3 pemeliharaan stabilitas sosial dan politik. Di bidang pemantapan perekonomian nasional, programkegiatan yang menjadi isu strategis meliputi: 1 konektivitas mendorong pertumbuhan; 2 penguatan kelembagaan hubungan industrial; 3 peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi; 4 pencapaian surplus beras 10 juta ton dan peningkatan produksi jagung, kedelai, gula dan daging; 5 diversiikasi pemanfaatan energi; dan 6 percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat. Di bidang peningkatan kesejahteraan rakyat, programkegiatan yang menjadi isu strategis meliputi: 1 pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional SJSN bidang kesehatan; 2 penurunan angka kematian ibu dan bayi; 3 peningkatan akses air minum dan sanitasi layak; 4 perluasan program keluarga harapan PKH; 5 pengembangan penghidupan penduduk miskin dan rentan dalam kerangka MP3KI; dan 6 mitigasi bencana. Sementara itu, di bidang pemeliharaan stabilitas sosial dan politik, programkegiatan yang menjadi isu strategis meliputi: 1 percepatan pembangunan minimum essential force MEF; 2 pemantapan keamanan dalam negeri dan pemberantasan terorisme; dan 3 pelaksanaan Pemilu tahun 2014. Selanjutnya, sasaran dan arah kebijakan untuk masing-masing prioritas nasional, dengan memperhatikan pelaksanaan dari isu-isu strategis di atas, akan dijabarkan sebagai berikut. Sasaran yang akan dicapai dengan alokasi anggaran pada prioritas reformasi birokrasi dan tata kelola dalam tahun 2014 adalah: 1 meningkatnya implementasi tata kelola pemerintahan pada seluruh instansi pemerintah melalui terobosan kinerja secara terpadu, penuh integritas, akuntabel, taat dan menjunjung tinggi hukum yang berlaku dengan indikator antara lain skor IPK 50100 dan instansi yang telah melaksanakan reformasi birokrasi 100 persen untuk KL dan provinsi, dan 50 persen untuk kabupatenkota; 2 meningkatnya kualitas pelayanan publik yang didukung manajemen pelayanan yang profesional, sumber daya manusia SDM berintegritas, dan penerapan standar pelayanan minimal SPM dengan indikator integritas pelayanan publik dengan nilai 8,0 untuk unit pelayanan instansi pusat dan daerah; serta 3 meningkatnya efektivitas pelaksanaan otonomi daerah yang antara lain didukung kapasitas keuangan pemerintah daerah dan penerapan SPM, dengan indikator antara lain: monitoring dan evaluasi penerapan 15 SPM di daerah, meningkatnya kualitas pelaksanaan dan penyerapan dana alokasi khusus DAK sesuai petunjuk pelaksanaanpetunjuk teknis juklakjuknis pada 90 persen daerah, meningkatnya kualitas belanja APBD jumlah APBD yang disahkan tepat