2.2 Pembiayaan Utang DEFISIT, PEMBIAYAAN ANGGARAN,

Bab 6 Deisit, Pembiayaan Anggaran, dan Risiko Fiskal Nota Keuangan dan RAPBN 2014 6-18 Target penerbitan SBN bruto dipenuhi melalui dua instrumen, yaitu Surat Utang Negara SUN dan Surat Berharga Syariah Negara SBSN. Instrumen SUN yang diterbitkan terdiri atas Obligasi Negara ON dengan 1 tingkat suku bunga tetap, yaitu seri ixed rate FR dan Obligasi Negara Ritel ORI; 2 tingkat suku bunga mengambang, yaitu seri variable rate VR; 3 tanpa bunga, yaitu Surat Perbendaharaan Negara SPN dan Zero Coupon Bond ZC; serta 4 ON valas. Sementara itu, instrumen SBSN yang diterbitkan terdiri atas Ijarah Fixed Rate IFR, Sukuk Ritel SUKRI, Sukuk Dana Haji Indonesia SDHI, Surat Perbendaharaan Negara Syariah SPNS, Project Based Sukuk PBS, dan sukuk valas. Pemilihan jenis instrumen SBN yang akan diterbitkan mengacu pada strategi pengelolaan utang yang ditempuh Pemerintah, baik strategi tahunan maupun strategi jangka menengah. Secara umum, berdasarkan strategi pengelolaan utang, penerbitan SBN tetap diprioritaskan untuk dilakukan di pasar keuangan domestik. Hal ini bertujuan untuk 1 meminimalkan risiko utang, khususnya yang terkait dengan fluktuasi nilai tukar; 2 mengembangkan pasar keuangan domestik; dan 3 memberikan benchmark bagi penerbitan obligasi swasta di dalam negeri. Dalam pelaksanaannya, penerbitan SBN di dalam negeri harus dilakukan secara cermat dan hati-hati dengan memperhitungkan kapasitas daya serap pasar keuangan domestik. Hal ini diperlukan guna menghindari crowding out effect di pasar keuangan domestik apabila sektor swasta hendak mencari pembiayaan yang berasal dari pasar modal. Dengan berbagai pertimbangan tersebut, target pembiayaan utang melalui penerbitan SBN diharapkan dapat dipenuhi dengan biaya dan risiko yang terukur serta efisien. Meningkatnya penerbitan SBN di pasar keuangan domestik dari tahun ke tahun telah berdampak pada peningkatan outstanding SBN domestik. Dari Grafik 6.14 terlihat kenaikan outstanding SBN domestik dalam periode 2008-2013. Dalam periode 2009-2013, proporsi outstanding SBN domestik terhadap total outstanding utang secara rata-rata berada di atas 50,0 persen. Proporsi outstanding SBN domestik terhadap total utang pada akhir tahun 2013 diperkirakan lebih besar dibandingkan proporsi pada akhir tahun 2008. Dalam periode yang sama, outstanding SBN valas juga mengalami peningkatan seperti disajikan dalam Grafik 6.15. Peningkatan ini sejalan dengan meningkatnya nilai nominal SBN valas. Realisasi penerbitan SBN valas di pasar internasional dari tahun 2008 sampai dengan Juni 2013 meliputi SBN valas dalam mata uang dollar Amerika Serikat sebesar USD25,6 miliar dan dalam mata uang yen Jepang sebesar JPY155,0 miliar. Penerbitan SBN pada tahun 2013 akan dipengaruhi oleh faktor domestik maupun faktor global, baik sentimen positif maupun negatif. Berdasarkan realisasi penerbitan SBN semester I 2013, secara umum pelaksanaan penawaran SBN masih mengalami oversubscribe, baik penerbitan di dalam maupun di luar negeri. Dalam lelang penerbitan SBN domestik pada periode Januari- Juni 2013, penawaran bid yang masuk sebesar Rp222,6 triliun, sedangkan jumlah yang 85,9 99,5 91,1 119,9 159,7 90,6 783,9 836,3 902,4 992,0 1.096,2 1157,6 47,9 52,6 53,8 55,1 55,5 56,9 42 44 46 48 50 52 54 56 58 200 400 600 800 1.000 1.200 1.400 2008 2009 2010 2011 2012 2013 SBN Neto Outstanding SBN Domestik Proporsi SBN domestik thd. Total Utang [RHS] ` GRAFIK 6.14 PERKEMBANGAN PENERBITAN SBN NETO DAN OUTSTANDING SBN DOMESTIK, 2008-2013 triliun rupiah persen Realisasi s.d. semester I 2013 Sumber: Kementerian Keuangan Bab 6 6-19 Deisit, Pembiayaan Anggaran, dan Risiko Fiskal Nota Keuangan dan RAPBN 2014 dimenangkan sebesar Rp116,4 triliun sehingga secara rata-rata mengalami oversubscribe 1,9 kali. Kondisi tersebut juga didukung oleh relatif rendahnya rata-rata yield obligasi tenor 5 dan 10 tahun yaitu masing-masing sebesar 4,9 persen dan 5,4 persen. Rata-rata yield tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012 yang mencapai 5,2 persen dan 5,9 persen. Adapun realisasi penerbitan SBN domestik pada periode Januari-Juni 2013 meliputi penerbitan SUN dan SBSN domestik berbunga tetap yang terdiri dari SPN, FR, SPN-S, PBS, dan Sukuk Ritel. Instrumen SBSN dengan skema PBS telah diperkenalkan pada lelang bulan Oktober 2011, namun baru berhasil diterbitkan pada bulan Januari 2012. Penerbitan PBS sampai dengan saat ini masih menggunakan underlying proyekkegiatan belanja modal untuk pembangunan fisik dalam APBN tahun berjalan sebagai dasar penerbitan. Realisasi penerbitan PBS semester I 2013 adalah sebesar Rp7,0 triliun dengan jumlah penawaran sebesar Rp18,1 triliun atau mengalami oversubscribe 2,6 kali. Keberadaan instrumen PBS selain mendukung pembiayaan proyek-proyek Pemerintah juga semakin memperluas basis investor sukuk negara. Sebagai upaya pengembangan instrumen SBSN lebih lanjut, Pemerintah telah memperkenalkan instrumen PBS dengan skema project inancing dimana pembangunan rel KA Cirebon-Kroya segmen I akan menjadi proyek pertama yang dibiayai dengan instrumen ini. Selanjutnya, dalam rangka menjamin pemenuhan kebutuhan pembiayaan utang, penerbitan SBN juga dilakukan di pasar luar negeri dalam mata uang valas dengan tujuan antara lain 1 menghindari crowding out effect pasar keuangan domestik; 2 menyediakan benchmark bagi inancial asset Indonesia di pasar internasional; dan 3 mengelola portofolio utang Pemerintah. Besaran penerbitan SBN valas disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan dan juga disesuaikan dengan proil risiko serta strategi pengelolaan utang. Hingga saat ini, Pemerintah telah menerbitkan SBN valas dalam mata uang dolar Amerika Serikat USD melalui penerbitan global bond dan global sukuk, serta mata uang yen Jepang JPY melalui penerbitan samurai bond dengan penjaminan JBIC shibosai. Dalam semester I 2013, penerbitan SBN valas telah dilakukan sebanyak satu kali. Total penawaran yang masuk mencapai sebesar USD13,0 miliar untuk dua seri obligasi valas yang masing-masing bertenor 10 dan 30 tahun. Dari penawaran tersebut, Pemerintah menyerap USD3,0 miliar atau mengalami oversubscribe rata-rata sebesar 4,2 kali. Adapun kupon penerbitan tercatat yang paling rendah selama penerbitan SBBI valas seri 10 tahun dan 30 tahun yang mencapai masing-masing 3,4 persen dan 4,6 persen. Rendahnya kupon tersebut mencerminkan membaiknya persepsi pasar terhadap risiko perekonomian Indonesia seiring dengan peringkat utang Indonesia yang sudah mencapai investment grade oleh lembaga pemeringkat Fitch dan Moody’s serta tingginya likuiditas di pasar keuangan global. Penerbitan SBN valas tersebut menggunakan format Global Medium Term Note GMTN yang dapat menjangkau basis investor lebih luas dengan cara penawaran dan eksekusi yang lebih cepat. 3,9 3,5 2,7 3,5 5,8 3,0 11,2 15,2 18,0 21,6 27,4 30,2 7,5 9,0 9,7 10,8 13,4 14,7 2 4 6 8 10 12

14 16

5 10 15 20 25 30 35 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Penerbitan SBN Valas Outstanding SBN Valas Porsi SBN Valas thd. Total Utang [RHS] GRAFIK 6.15 PERKEMBANGAN PENERBITAN SBN VALAS DAN OUTSTANDING SBN VALAS, 2008-2013 Realisasi s.d. semester I 2013 Sumber: Kementerian Keuangan miliar USD persen Bab 6 Deisit, Pembiayaan Anggaran, dan Risiko Fiskal Nota Keuangan dan RAPBN 2014 6-20 Gambaran yang lebih komprehensif mengenai realisasi hasil penerbitan SBN berdasarkan instrumen selama periode 2008–2013 disajikan dalam Tabel 6.8 Untuk memenuhi sisa target penerbitan SBN neto sampai dengan akhir tahun 2013, Pemerintah akan tetap menggunakan berbagai instrumen SBN yang tersedia, baik di pasar domestik maupun luar negeri. Penerbitan SBN domestik yang akan dilakukan meliputi penerbitan SBN reguler dengan tingkat bunga tetap, SBN ritel, dan SBN jangka pendek. Sementara itu, rencana penerbitan SBN valas masih bergantung pada kondisi pasar keuangan global, risiko, serta biaya yang ditanggung. Untuk mengetahui potensi daya serap pasar SBN domestik, Pemerintah membagi kepemilikan SBN domestik yang dapat diperdagangkan tradable berdasarkan tipe investor, yang secara garis besar dapat dikategorikan menjadi investor perbankan dan nonperbankan. Investor perbankan terdiri dari bank BUMN rekap, bank swasta rekap, BPD rekap, bank syariah, dan Bank Indonesia. Adapun investor nonperbankan terdiri dari dana pensiun, asuransi, investor asing, investor individu, reksadana, dan sekuritas. Secara rinci, perkembangan kepemilikan masing-masing investor terhadap SBN domestik tradable disajikan dalam Tabel 6.9. 2008 2009 2010 2011 2012 2013 a. - SPN SPNS 1 0,0 2 5,2 29,8 41 ,3 31 ,9 1 9,4 - ZC 9,6 - - - - - - FR 41 ,5 42,3 7 2,1 98,9 1 2 2 ,2 7 5,1 - ORI 1 3,5 8,5 8,0 1 1 ,0 1 2,7 - - VR 5,0 6,5 - - - - - IFR PBS - 0,2 6,2 4,6 1 7 ,1 7 ,0 - SRI - 5,6 8,0 7 ,3 1 3,6 1 5,0 - SDHI - 2,7 1 2,8 1 1 ,0 1 5,3 - b. - Denominasi USD miliar USD 3,9 3,7 2 ,0 3,5 5,3 3,0 triliun Rp 36,8 43,2 1 8,6 30,5 48,6 29,2 - Denominasi JPY miliar JPY - 35,0 60,0 - 60,0 - triliun Rp - 3,7 6,5 - 7 ,0 - Keter an gan : Realisasi s.d. sem ester I 2 01 3 , belu m m em per h itu n gkan pen er bitan kar en a debt sw itch Su m ber : Kem en ter ian Keu an gan Jenis Instrumen Obligasi Domestik triliun Rp Obligasi Valas T ABEL 6.8 PERKEMBANGAN REALISASI PENERBIT AN SBN, 2008-2013

I. Bank

258,8 254,4 217,3 265,0 299,7 311,8

II. Bank Indonesia

23,0 22,5 17,4 7,8 3,1 29,8

III. Nonbank

243,9 304,9 406,5 450,7 517,5 545,2 1. Reksadana 33,1 45,2 51,2 47,2 43,2 39,6 2. Asuransi 55,8 72,6 79,3 93,06 83,5 125,7 3. Asing 87,6 108,0 195,8 222,9 270,5 284,4 4. Dana Pensiun 33,0 37,5 36,8 34,4 56,5 28,9 5. Sekuritas 0,5 0,5 0,1 0,1 0,3 0,9 6. Lain-lain 33,9 41,1 43,4 53,1 63,6 65,8 525,7 581,8 641,2 723,6 820,3 886,8 Keterangan: Realisasi s.d. semester I 2013 Sumber: Kementerian Keuangan Pemilik Jumlah TABEL 6.9 PERKEMBANGAN KEPEMILIKAN SBN TRADABLE, 2008-2013 triliun rupiah 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Bab 6 6-21 Deisit, Pembiayaan Anggaran, dan Risiko Fiskal Nota Keuangan dan RAPBN 2014 Besarnya kepemilikan asing mengindikasikan bahwa investor asing memiliki kepercayaan terhadap kondisi fundamental perekonomian di dalam negeri. Di sisi lain tingginya kepemilikan asing tersebut juga rentan terhadap risiko terjadinya penarikan dana secara besar-besaran atau sudden reversal yang dapat berdampak sistemik terhadap perekonomian secara nasional. Untuk mengantisipasi terjadinya sudden reversal tersebut, Pemerintah menjalankan berbagai kebijakan antara lain meningkatkan kewaspadaan terhadap pengawasan kondisi perekonomian domestik dan global, melakukan penyempurnaan terhadap protokol manajemen krisis crisis management protocolCMP di pasar SBN, dan mempersiapkan skema mekanisme stabilisasi pasar SBN melalui Bond Stabilization Framework BSF. 6.2.2.2.2 Pinjaman Luar Negeri Dalam kurun waktu periode 2008-2013, pembiayaan anggaran melalui penarikan pinjaman luar negeri lebih kecil dari pembayaran pokok pinjaman negative net flow. Selama periode 2008- 2012, rata-rata realisasi penarikan pinjaman luar negeri mencapai 77,0 persen dari target APBNP, yang terdiri dari realisasi pinjaman program sebesar 96,7 persen dan penarikan pinjaman proyek sebesar 64,8 persen. Sampai dengan semester I tahun 2013, realisasi penarikan pinjaman luar negeri sebesar 14,4 persen untuk pinjaman program dan 9,5 persen untuk pinjaman proyek. Gambaran perkembangan penarikan pinjaman luar negeri disajikan dalam Graik 6.16. Realisasi penarikan pinjaman program secara umum mencapai target yang direncanakan dalam APBN. Keberhasilan pencapaian target tersebut didorong oleh pemenuhan policy matrix secara tepat waktu. Policy matrix merupakan kegiatan atau program prioritas Pemerintah yang wajib dilaksanakan pada tahun berjalan. Namun demikian, pada tahun 2012 realisasi penarikan pinjaman program lebih rendah dari target APBN karena proses pencairan pinjaman program yang berasal dari Jepang mengalami keterlambatan sehingga dilanjutkan carry over pada tahun 2013. Sementara itu, realisasi penarikan pinjaman proyek dalam beberapa tahun terakhir cenderung semakin rendah. Faktor-faktor yang menyebabkan semakin rendahnya realisasi penarikan pinjaman proyek disebabkan antara lain sebagai berikut: 1. Pada pinjaman proyek yang baru, disebabkan antara lain a KL atau penerima penerusan pinjaman belum menyediakan uang muka atau rupiah murni pendamping; b permasalahan dalam proses pengadaan barang dan jasa, termasuk proses pembebasan lahan; c persiapan administrasi pada tahap awal proyek yang terkadang lebih panjang dari waktu yang ditetapkan; dan d tahun anggaran lender tidak sinkron dengan Pemerintah. 2. Pada pinjaman proyek yang sudah berjalan, disebabkan antara lain a penerbitan No Objection Letter NOL oleh lender yang relatif lama; b adanya perubahan desain dan 21,8 20,1 39,0 29,7 41,4 25,9 37,0 18,5 38,1 16,4 37,9 3,6 26,4 30,1 30,3 28,9 29,4 29,0 19,2 15,3 15,6 15,0 11,1 1,6 10 20 30 40 50 60 70 80 APBNP LKPP APBNP LKPP APBNP LKPP APBNP LKPP APBNP LKPP APBNP Realisasi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Pinjaman Proyek Pinjaman Program GRAFIK 6.16 PERKEMBANGAN PENARIKAN PINJAMAN LUAR NEGERI, 2008-2013 triliun rupiah Realisasi s.d Semester I 2013 Sumber: Kementerian Keuangan Bab 6 Deisit, Pembiayaan Anggaran, dan Risiko Fiskal Nota Keuangan dan RAPBN 2014 6-22 lingkup proyek; dan c permasalahan dalam pelaksanaan proyek khususnya proyek infrastruktur, misalnya kondisi cuaca ekstrim. Dari penarikan pinjaman proyek yang diterima oleh Pemerintah Pusat rata-rata sekitar 24 persen diteruspinjamkan kepada BUMN dan pemerintah daerah Pemda. Penerusan pinjaman tersebut merupakan fasilitas yang diberikan Pemerintah kepada BUMN dan Pemda untuk memperoleh pinjaman, khususnya pinjaman dalam bentuk pembiayaan kegiatan tertentu. Pemberian pinjaman kegiatan atau proyek kepada BUMN dan Pemda melalui mekanisme penerusan pinjaman dikarenakan BUMN dan Pemda berbeda entitas akuntansi dengan Pemerintah pusat. Selain itu, sesuai ketentuan BUMN dan Pemda dilarang melakukan perikatan dalam bentuk apapun yang dapat menimbulkan kewajiban untuk melakukan Pinjaman Luar Negeri. Dalam mekanisme penerusan pinjaman ini, proses pengadaan pinjamannya tetap harus dilakukan dengan hati-hati, mengingat 1 penarikannya memberikan potensi peningkatan outstanding pinjaman meskipun bersifat in-out dalam APBN; 2 lender tetap memperlakukan pinjaman tersebut sebagai pinjaman Pemerintah; 3 terdapat potensi mismatch antara penerimaan pembayaran kewajiban dari penerima penerusan pinjaman dengan pembayaran kewajiban kepada lender; dan 4 seperti halnya pinjaman proyek, rendahnya penyerapan penerusan pinjaman berpotensi menambah biaya pinjaman. Dalam periode 2009-2012, realisasi penerusan pinjaman rata-rata mencapai sebesar 45,2 persen terhadap pagu APBNP. Selanjutnya, dalam tahun 2013 realisasi penerusan pinjaman sampai dengan semester I mencapai 14,5 persen dari pagu APBNP 2013 sebesar Rp6,7 triliun. Apabila dilihat dari komposisi pengguna dana penerusan pinjaman dalam periode 2009-2013, BUMN adalah lembaga peminjam terbesar, sisanya adalah Pemda. Di antara pengguna dana penerusan pinjaman, PT PLN Persero merupakan pengguna dengan jumlah alokasi paling besar yang digunakan untuk mendukung pembangunan dan pengembangan infrastruktur listrik. Perkembangan penarikan penerusan pinjaman dalam periode 2009-2013 disajikan dalam Graik 6.17. Selanjutnya, untuk memenuhi kewajiban terkait penarikan pinjaman luar negeri Pemerintah melakukan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri. Dalam Periode 2008-2012, realisasi pembayaran cicilan pokok utang luar negeri rata-rata mencapai 100,8 persen terhadap pagu APBNP. Selanjutnya, dalam tahun 2013 realisasi pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sampai dengan semester I mencapai 42,3 persen dari pagu APBNP 2013 sebesar Rp59,2 triliun. Pembayaran 61,3 69,0 54,1 47,2 49,7 59,2 63,4 68,0 50,6 47,3 51,1 25,1 103,6 98,6 93,5 100,2 102,8 42,3 20 40 60 80 100 120 - 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBNP Realisasi Realisasi RHS GRAFIK 6.18 PERKEMBANGAN PEMBAYARAN CICILAN POKOK UTANG LUAR NEGERI, 2008–2013 Realisasi s.d. semester I 2013 Sumber: Kementerian Keuangan triliun rupiah 13,0 16,8 11,7 8,4 6,7 6,2 8,8 4,2 3,8 1,0 47,6 52,3 36,0 44,5 14,5 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 - 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 18,0 2009 2010 2011 2012 2013 APBNP Realisasi Realisasi RHS GRAFIK 6.17 PERKEMBANGAN PENARIKAN PENERUSAN PINJAMAN, 2009–2013 Realisasi s.d. semester I 2013 Sumber: Kementerian Keuangan triliun rupiah Bab 6 6-23 Deisit, Pembiayaan Anggaran, dan Risiko Fiskal Nota Keuangan dan RAPBN 2014 cicilan pokok utang luar negeri terbesar ditujukan antara lain kepada Jepang, World Bank, Asian Development Bank ADB, Jerman, serta Inggris. Perkembangan realisasi pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dalam periode 2008-2013 disajikan dalam Graik 6.18. 6.2.2.2.3 Pinjaman Dalam Negeri Sesuai ketentuan dalam PP Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah, penggunaan Pinjaman Dalam Negeri diutamakan untuk pengadaan barang- barang yang diproduksi di dalam negeri, meningkatkan produktivitas industri strategis di dalam negeri, dan mendorong percepatan pembangunan i n f r a s t r u k t u r d i d a l a m n e g e r i . Penggunaan pinjaman dalam negeri sebagai salah satu instrumen pembiayaan APBN dimulai sejak tahun 2010. Sejauh ini pinjaman dalam negeri digunakan untuk mendukung pemenuhan pembiayaan alutsista TNI dan almatsus Polri. Rata-rata realisasi penarikan pinjaman dalam negeri dalam 3 tahun terakhir relatif rendah, yaitu sebesar 52,6 persen. Perkembangan penarikan pinjaman dalam negeri disajikan dalam Graik 6.19. Adapun kendala belum optimalnya penarikan pinjaman dalam negeri, antara lain karena memerlukan waktu untuk membangun koordinasi dan komunikasi antarinstansi yang terlibat dalam proses perencanaan sampai dengan pelaksanaan mengingat pinjaman dalam negeri merupakan instrumen pembiayaan yang masih relatif baru. Selain itu, juga disebabkan oleh keterbatasan teknologi dan kapasitas produksi BUMNIS dalam memenuhi target penyelesaian kegiatan. Namun demikian, seiring dengan semakin membaiknya koordinasi dan familiarity dari stakeholder pembiayaan pinjaman dalam negeri, diharapkan kemampuan penyerapan pinjaman pada tahun-tahun mendatang dapat semakin baik. 6.2.2.3 Perkembangan Portofolio Utang Pemerintah Penerbitan SBN, penarikan pinjaman, p e m b a y a r a n p o k o k j a t u h t e m p o , restrukturisasi utang, dan fluktuasi kurs menjadi beberapa faktor yang memengaruhi perubahan outstanding utang Pemerintah dari tahun ke tahun. Outstanding tersebut perlu dikendalikan dan dikelola dengan baik untuk memastikan ketahanan dan kesinambungan fiskal fiscal sustainability. Hasil pengendalian dan pengelolaan utang yang baik antara lain terlihat dari penurunan rasio utang terhadap PDB secara bertahap sebagaimana disajikan pada Grafik 6.20. Rasio utang Pemerintah terhadap PDB pada akhir tahun 2013 diproyeksikan menurun jika dibandingkan 1.000,0 1.452,1 1.132,5 750 393,6 619,4 859,0 80,3 39,4 42,7 75,9 10,70 10 20 30 40 50 60 70 80 400 800 1.200 1.600 2010 2011 2012 2013 APBNP LKPP Realisasi RHS GRAFIK 6.19 PERKEMBANGAN PENARIKAN PINJAMAN DALAM NEGERI, 2010-2013 APBNP dan Realisasi s.d semester I 2013 Sumber: Kementerian Keuangan miliar rupiah persen 4.948,7 5.606,2 6.446,9 7.422,8 8.241,9 1.636,5 1.591,1 1.681,7 1.808,9 1.977,7 2.199,8 33,1 28,4 26,1 24,4 24,0 23,4 10 20 30 40 - 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 2008 2009 2010 2011 2012 2013 PDB Outstanding Rasio Utang thd. PDB [RHS] proyeksi akhir tahun 2013 sumber: Kementerian Keuangan GRAFIK 6.20 PERKEMBANGAN RASIO UTANG PEMERINTAH TERHADAP PDB, 2008-2013 triliun rupiah persen Bab 6 Deisit, Pembiayaan Anggaran, dan Risiko Fiskal Nota Keuangan dan RAPBN 2014 6-24 dengan posisinya pada akhir tahun 2008, dan pada akhir tahun 2014 diproyeksikan juga masih akan menurun. Berdasarkan jenis mata uang asli original currency, Pemerintah cenderung mengadakan utang baru dalam mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat yang volatilitasnya lebih rendah dibandingkan mata uang lainnya. Namun, apabila dilihat dari outstanding utang dalam Rupiah, terlihat bahwa untuk utang dalam mata uang Yen Jepang masih mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan adanya pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Yen. Secara rinci, perkembangan outstanding utang Pemerintah berdasarkan mata uang disajikan dalam Tabel 6.10. Selama tiga tahun terakhir, portofolio utang Pemerintah semakin didominasi oleh instrumen SBN terutama SBN domestik. Penerbitan SBN valas tetap dilakukan sebagai pelengkap untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang meningkat serta memberikan benchmark bagi pihak swasta dalam menerbitkan obligasi berdenominasi valas. Rincian perkembangan outstanding utang Pemerintah berdasarkan jenis instrumen disajikan dalam Tabel 6.11. 2008 2009 2010 2012 2013 Mata Uang Asli - IDR triliun 7 83,9 836,3 902,4 992,8 1 .098,0 1 .1 59,5 - USD miliar 32,8 37 ,1 4 0,5 43,7 51 ,2 52,3 - JPY miliar 2.820,5 2.7 1 3,8 2.689,8 2.585,4 2.498,8 2.441 ,4 - EUR miliar 6,7 6,0 5,4 4,7 4 ,5 4,3 - Mata Uang Lain Equivalen dalam Triliun Rupiah - IDR 7 83,9 836,3 902,6 992,8 1 .098,0 1 .1 59,5 - USD 358,6 348,6 364,1 396,7 481 ,3 51 8,9 - JPY 341 ,9 27 6,0 296,6 302,0 27 9,8 2 4 5,0 - EUR 1 04 ,2 80,7 64,7 55,3 57 ,5 56,1 - Lainny a 48,2 49,1 48,8 56,7 58,8 56,6 1.636,7 1.590,7

1.67 6,9 1.803,5

1.97 5,4 2.036,1

Su m ber : Kem en ter ia n Keu a n ga n Jumlah Triliun Rupiah TABEL 6.10 PERKEMBANGAN OUTSTANDING UTANG PEMERINTAH BERDASARKAN MATA UANG, 2008-2013 Keter a n ga n : Rea lisa si s.d. sem ester I 2 01 3 2011 -------------------------- Berbagai Mata Uang -------------------------- Jenis-Jenis Instrumen 2008 2009 2010 2011 2012 2013 a. Pinjaman 730,2 611,2 612,4 615,8 614,3 579,0 1. Pinjaman Luar Negeri 730,2 611,2 612,3 615,0 612,5 577,1 - Bilateral 484,9 387,9 376,6 377,6 358,1 325,9 - Multilateral 222,7 202,4 208,0 211,9 229,7 226,7 - Komersial 21,7 20,2 27,1 25,1 24,3 24,2 - Suppliers 1,0 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 2. Pinjaman Dalam Negeri 0,0 0,0 0,2 0,8 1,8 1,9

b. Surat Berharga Negara 906,5

979,5 1.064,4 1.187,7 1.361,1 1.457,1 1. Denominasi Valas 122,6 143,1 162,0 195,6 264,9 299,5 2. Denominasi Rupiah 783,9 836,3 902,4 992,0 1.096,2 1.157,6 Jumlah Utang Pemerintah Pusat 1.636,7 1.590,7

1.676,9 1.803,5

1.975,4 2.036,1

Keterangan: Realisasi s.d. semester I 2013 Sumber: Kementerian Keuangan PERKEMBANGAN OUTSTANDING UT ANG PEMERINT AH BERDASARKAN JENIS INST RUMEN, 2008-2013 triliun rupiah T ABEL 6.11 Bab 6 6-25 Deisit, Pembiayaan Anggaran, dan Risiko Fiskal Nota Keuangan dan RAPBN 2014 6.3 Deisit dan Pembiayaan Anggaran RAPBN 2014 6.3.1 Deisit Anggaran D a l a m R A P B N 2 0 1 4 , P e m e r i n t a h menempuh kebijakan defisit anggaran dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan ekonomi melalui pemberian stimulus iskal secara terukur. Target deisit anggaran dalam RAPBN 2014 sebesar 1,49 persen dari PDB, yang ditetapkan dalam upaya menjaga kesinambungan iskal. Target defisit dalam RAPBN 2014 tersebut menunjukkan penurunan apabila dibandingkan dengan target deisit dalam APBNP 2013 yang mencapai 2,38 persen terhadap PDB. Target deisit dalam RAPBN 2014 direncanakan sebesar Rp154,2 triliun, lebih rendah apabila dibandingkan target deisit dalam APBNP 2013 sebesar Rp224,2 triliun. Rincian deisit dan pembiayaan anggaran tahun 2013-2014 disajikan dalam Tabel 6.12.

6.3.2 Pembiayaan Anggaran

Dalam RAPBN 2014, sejalan dengan besaran target deisit ditetapkan sebesar Rp154,2 triliun atau 1,49 persen terhadap PDB, sumber pembiayaan anggaran yang digunakan untuk membiayainya berasal dari pembiayaan utang dan nonutang. Pembiayaan yang bersumber dari nonutang secara neto mencapai negatif Rp10,5 triliun, sedangkan pembiayaan yang bersumber dari utang secara neto mencapai Rp164,7 triliun. Mengingat sumber-sumber pembiayaan nonutang yang dapat dimanfaatkan di tahun 2014 relatif terbatas, sehingga Pemerintah masih mengandalkan sumber-sumber pembiayaan yang berasal dari utang. Rincian deisit dan pembiayaan anggaran dalam tahun 2013-2014 disajikan dalam Tabel 6.12. 6.3.2.1 Pembiayaan Nonutang Pembiayaan nonutang dalam RAPBN 2014 terdiri atas 1 perbankan dalam negeri, yang berasal dari penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman; dan 2 nonperbankan dalam negeri, yang meliputi penerimaan hasil pengelolaan aset, alokasi dana investasi Pemerintah, serta alokasi Kewajiban Penjaminan. Dalam RAPBN 2014, kebijakan pembiayaan nonutang meliputi: 1. Pemanfaatan SAL sebagai sumber pembiayaan anggaran dan iscal buffer untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya krisis, khususnya pada pasar SBN sebagai dampak perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian; 2. Meningkatkan kualitas perencanaan investasi pemerintah dalam rangka meningkatkan nilai tambah bagi BUMNLembaga; 3. Pengalokasian dana investasi Pemerintah dalam rangka pemberian PMN kepada BUMN Lembaga untuk percepatan pembangunan infrastruktur, penjaminan KUR dan peningkatan kapasitas usaha BUMNLembaga; 4. Pengalokasian dana PMN kepada OrganisasiLembaga Keuangan Internasional dan badan APBNP RAPBN 2013 2014

A. PENDAPATAN NEGARA 1.502,0

1.662,5 B. BELANJA NEGARA

1.7 26,2 1.816,7

C. SURPLUSDEFISIT ANGGARAN A - B

224,2 154,2 Defisit terhadap PDB 2,38 1,49 D. PEMBIAYAAN ANGGARAN I + II 224,2 154,2 I. Nonutang 8,8 1 0,5 II. Utang 2 1 5,4 1 64,7 Su m ber : Kem en ter ia n Keu a n g a n TABEL 6.12 triliun rupiah Uraian DEFISIT DAN PEMBIAYAAN ANGGARAN, 2013-2014