Proyeksi Belanja Negara PEMBIAYAAN LUAR NEGERI neto 16,9

Bab 7 Nota Keuangan dan RAPBN 2014 7-13 Proyeksi APBN Jangka Menengah produktif, terutama untuk mendukung pelaksanaan MP3EI 2011—2025 dan melanjutkan kesinambungan program pro rakyat 4 klaster penanggulangan kemiskinan serta sinergi antar klaster dalam rangka mendukung MP3KI. Ketiga, mempertahankan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen terhadap total belanja negara dalam rangka penyediaan pendidikan yang berkualitas, mudah, dan murah. Keempat, memberikan dukungan terhadap kegiatan konservasi lingkungan pro environment, dan pengembangan energi terbarukan. Kelima, melanjutkan kebijakan subsidi yang eisien dengan penerima subsidi yang tepat sasaran. Keenam, melaksanakan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Perkembangan dan proyeksi belanja pemerintah pusat dalam periode 2008—2017 disajikan pada Graik 7.4. Secara umum, kebijakan belanja kementerian negaralembaga KL dalam periode 2015—2017 adalah Pertama, memperbaiki daya serap dan kualitas belanja KL melalui, antara lain, 1 perbaikan penyelesaian dokumen anggaran yang mencakup ketepatan waktu, kelengkapan dokumen, dan mekanisme revisi anggaran; 2 proses pelelangan lebih awal; 3 pemantauan proyek dan kegiatan secara lebih intensif; 4 penerapan kebijakan reward and punishment secara transparan, profesional, dan konsisten. Kedua, melakukan monitoring dan evaluasi kinerja KL dalam rangka meningkatkan kualitas perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Ketiga, memperbaiki sistem penganggaran melalui penerapan penganggaran berbasis kinerja dan kerangka pengeluaran jangka menengah. Keempat , belanja KL harus dimanfaatkan oleh para pimpinan KL untuk 1 melaksanakan tugas pokok KL, guna mencapai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan Pemerintah; 2 memperbaiki akuntabilitas laporan pertanggungjawaban keuangan masing-masing KL; 3 eisiensi anggaran pendidikan, utamanya belanja perjalanan dinas. Kelima, refocusing program dan anggaran. Keenam, menghindari duplikasi program. Sementara itu dalam rangka meningkatkan fungsi, peran, dan kualitas APBN, Pemerintah juga melakukan langkah-langkah administratif di antaranya adalah 1 melanjutkan program reformasi birokrasi termasuk pemberian remunerasi untuk memperbaiki kinerja aparatur negara, serta peningkatan kualitas pelayanan publik; 2 meningkatkan eisiensi dan efektivitas belanja negara termasuk belanja pendidikan; 3 realokasi kegiatan dari BA 999 ke KL dalam rangka transparansi dan akuntabilitas; 4 eisiensi belanja overheadimplementasi lat policy; dan 5 upaya percepatan pelaksanaan anggaran; 6 meningkatkan governance penyelesaian dokumen anggaran dengan membagi - 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 200 400 600 800 1.000 1.200 1.400 1.600 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 GRAFIK 7.4 PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2008-2017 BELANJA KL BELANJA NON KL BEL. PEMERINTAH PUSAT thd PDB Sumber: Kementerian Keuangan triliun Rp Bab 7 Proyeksi APBN Jangka Menengah Nota Keuangan dan RAPBN 2014 7-14 proses penyelesaian dokumen anggaran antara Kementerian Keuangan dengan KL terkait sesuai dengan kewenangannya. Kebijakan belanja pegawai dalam periode 2015—2017, diarahkan untuk memperbaiki sistem pengelolaan dan kesejahteraan pegawai negeri dan pensiunan, antara lain, 1 mempertahankan nilai riil pendapatan dengan menaikkan gaji pokok dan pensiun pokok mengacu pada perkiraan inlasi, dimana asumsi inlasi tahun 2014 sebesar 4,5 persen tahun 2015 dan 2016 sebesar 4,0 persen, serta 2017 sebesar 3,5 persen; dan pemberian gaji dan pensiun bulan ke-13; 2 menyediakan gaji untuk pegawai baru; serta 3 mengkaji sistem pensiun yang lebih berkeadilan dan seimbang antara beban dan manfaat jangka pendek dan jangka panjang. Kebijakan belanja barang dalam periode 2015—2017, antara lain, 1 menjaga kelancaran penyelenggaraan operasional pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat; 2 mendukung pemeliharaan rutin untuk mempertahankan nilai aset, dan peningkatan capacity building dalam bentuk diklat; 3 meningkatkan eisiensi dan efektivitas alokasi dan penggunaan belanja barang KL, melalui kebijakan lat policy belanja barang operasional dan eisiensi belanja perjalanan dinas, konsinyering, dan workshop; serta 4 memperhitungkan peningkatan harga barang dan jasa, serta perkembangan organisasi. Kebijakan belanja modal dalam periode 2015—2017, antara lain, 1 peningkatan alokasi belanja modal dalam rangka mendukung investasi pemerintah, melalui pendanaan pembangunan infrastruktur dasar, termasuk infrastruktur energi, transportasi, irigasi, ketahanan pangan, perumahan, air bersih, dan komunikasi; serta pembangunan infrastruktur dalam mendukung MP3EI, terutama terkait dengan pembangunan koridor ekonomi, konektivitas nasional, dan Iptek; 2 mendukung pemeliharaan stabilitas keamanan dan penguatan sistem pertahanan nasional melalui pencapaian minimum essential force MEF; 3 mendukung pendanaan kegiatan multiyears dalam rangka menjaga kesinambungan pembiayaan pembangunan;dan 4 meningkatkan kapasitas mitigasi dan adaptasi terhadap dampak negatif akibat perubahan iklim climate change. Kebijakan belanja hibah dalam periode 2015—2017 diarahkan pada upaya mendukung peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam menyediakan layanan dasar umum dalam bidang perhubungan, pembangunan sarana air minum, sanitasi, pengelolaan air limbah, pertanian, dan irigasi, serta eksplorasi geothermal. Kebijakan belanja subsidi dalam periode 2015—2017 sebagai berikut. 1 menata ulang kebijakan subsidi agar makin adil dan tepat sasaran; 2 menyusun sistem seleksi yang ketat dalam menentukan sasaran penerima subsidi; 3 menggunakan metode perhitungan subsidi yang didukung basis data yang transparan; 4 menata ulang sistem penyaluran subsidi agar lebih akuntabel; 5 mengendalikan anggaran subsidi BBM jenis tertentu, LPG tabung 3 kg dan LGV, serta subsidi listrik melalui a pengendalian volume konsumsi BBM bersubsidi; dan b peningkatan penggunaan energi alternatif seperti gas, panas bumi, bahan bakar nabati biofuel, dan batubara untuk pembangkit listrik sebagai pengganti BBM. Kebijakan bantuan sosial dalam periode 2015—2017, antara lain, 1 meningkatkan dan memperluas cakupan program-program perlindungan sosial melalui a bantuan operasional sekolah BOS pada Kementerian Agama yang berkeadilan untuk semua agama dan meningkatkan program wajib belajar 9 tahun yang diperluas menjadi pendidikan menengah universal melalui program BOS pendidikan menengah; b beasiswa untuk siswa dan mahasiswa miskin; c jaminan kesehatan masyarakat melalui pelaksanaan SJSN bidang kesehatan mulai tahun 2014 dan pelaksanaan SJSN bidang ketenagakerjaan mulai pertengahan tahun 2015; serta d program keluarga harapan PKH; 2 melanjutkan kesinambungan program- Bab 7 Nota Keuangan dan RAPBN 2014 7-15 Proyeksi APBN Jangka Menengah program pemberdayaan masyarakat melalui PNPM Mandiri; dan 3 menanggulangi risiko sosial akibat bencana alam melalui pengalokasian dana cadangan penanggulangan bencana alam. Kebijakan belanja lain – lain dalam periode 2015—2017 kebijakan dalam belanja lain-lain digunakan sebagai alat Bendahara Umum Negara untuk mengelola secara eisien dan efektif anggaran dengan karakteristik 1 bersifat tidak berulang ad hoc, 2 bersifat cadangan untuk mengantisipasi keperluan mendesak; 3 belum direncanakan sebelumnya; dan 4 membiayai lembaga yang belum mempunyai bagian anggaran BA sendiri. Di samping itu, belanja lain- lain juga digunakan sebagai alat kebijakan iskal dalam rangka, antara lain: 1 mengantisipasi perubahan asumsi ekonomi makro dan perubahan kebijakan; dan 2 mendukung program ketahanan pangan, dengan menyediakan alokasi cadangan stabilisasi harga pangan, cadangan beras pemerintah CBP, dan cadangan benih nasional CBN. Kebijakan Transfer ke Daerah Kebijakan Transfer ke Daerah dalam perencanaan jangka menengah masih ditekankan untuk menjaga konsistensi dan kesinambungan proses konsolidasi desentralisasi iskal sebagai upaya pemantapan penyelenggaraan otonomi daerah. Kebijakan Transfer ke Daerah tersebut diprioritaskan untuk 1 meningkatkan kapasitas iskal daerah dan mengurangi kesenjangan iskal antara pusat dan daerah dan antardaerah; 2 menyelaraskan kebutuhan pendanaan di daerah sesuai dengan pembagian urusan pemerintahan; 3 meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah; 4 mendukung kesinambungan iskal nasional; 5 meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; 6 meningkatkan eisiensi pemanfaatan sumber daya nasional; 7 meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah; 8 meningkatkan daya saing daerah; serta 9 meningkatkan perhatian terhadap pembangunan di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan. Dalam periode 2015—2017, anggaran transfer ke daerah diproyeksikan akan terus meningkat. Hal ini berkaitan dengan proyeksi asumsi dasar ekonomi makro, yang kemudian diterjemahkan ke dalam postur APBN yang berakibat bertambahnya pendapatan negara. Dengan peningkatan pendapatan negara tersebut, tentu akan meningkatkan alokasi untuk transfer ke daerah dalam periode tersebut. Perkembangan alokasi Transfer ke Daerah tahun 2008—2014 serta proyeksi tahun 2015—2017 disajikan dalam Graik 7.5. 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 triliun Rp GRAFIK 7.5 PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI TRANSFER KE DAERAH, 2008-2017 TRANSFER KE DAERAH thd PDB Sumber: Kementerian Keuangan Bab 7 Proyeksi APBN Jangka Menengah Nota Keuangan dan RAPBN 2014 7-16

7.2.4 Proyeksi Pembiayaan Anggaran

Kebutuhan pembiayaan anggaran jangka menengah yang antara lain tercermin pada besaran rasio terhadap PDB, dalam periode tahun 2015—2017 diperkirakan mengalami penurunan. Penurunan pembiayaan anggaran tersebut terkait dengan upaya mempertahankan ketahanan dan sustainabilitas iskal serta menjaga keberlanjutan penurunan rasio utang terhadap PDB. Perkembangan dan proyeksi pembiayaan anggaran dalam tahun 2008—2017, disajikan dalam Graik 7.6. Pembiayaan anggaran bersumber dari pembiayaan utang dan nonutang. Adapun kebijakan pembiayaan melalui utang jangka menengah tahun 2015—2017 adalah 1 memanfaatkan pinjaman luar negeri secara selektif, antara lain dengan seleksi ketat atas kegiatan-kegiatan yang akan dibiayai dengan pinjaman luar negeri, utamanya untuk bidang infrastruktur dan energi, dan mempertahankan kebijakan negative net low serta membatasi komitmen baru pinjaman luar negeri; 2 mengoptimalkan peran serta masyarakat inancial inclusion dalam pendanaan Pemerintah melalui utang dari sumber dalam negeri, antara lain dengan penerbitan SBN seri ritel ORI dan SUKRI, dan menjadikan sumber utang dari luar negeri hanya sebagai pelengkap; dan 3 mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif antara lain melalui penerbitan Sukuk yang berbasis proyek. Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, Pemerintah mengarahkan strategi pengelolaan utang jangka menengah secara umum, yang dapat diuraikan sebagai berikut. 1 mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber dalam negeri dan memanfaatkan sumber utang luar negeri sebagai pelengkap; 2 melakukan pengembangan instrumen dan perluasan basis investor utang agar diperoleh leksibilitas dalam memilih sumber utang yang lebih sesuai kebutuhan dengan biaya yang minimal dan risiko terkendali; 3 memanfaatkan leksibilitas pembiayaan utang untuk menjamin terpenuhinya pembiayaan APBN dengan biaya dan risiko yang optimal; 4 memaksimalkan pemanfaatan utang untuk belanja modal terutama pengembangan infrastruktur; 5 melakukan pengelolaan utang secara aktif dalam kerangka Asset Liability Management ALM Negara; 6 meningkatkan transparansi pengelolaan utang melalui penerbitan informasi publik secara berkala; dan 7 melakukan koordinasi dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan eisiensi APBN, mendukung pengembangan pasar keuangan, dan meningkatkan sovereign credit rating. Selanjutnya strategi umum pengelolaan utang tersebut dijabarkan ke dalam strategi khusus pengelolaan SBN dan strategi khusus pengelolaan pinjaman. Strategi khusus pengelolaan SBN adalah sebagai berikut. 1 pengembangan pasar perdana SBN domestik; 2 pengembangan pasar sekunder SBN; 3 pengembangan instrumen SBN; 4 penyederhanaan jumlah seri SBN; 5 pengembangan dan penguatan basis investor; 6 optimalisasi realisasi penerbitan SBN sesuai besaran kebutuhan pembiayaan dan praktek pasar keuangan; 7 menerbitkan SBN valas secara terukur dan sebagai pelengkap; 8 mempertimbangkan pengelolaan risiko -1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 -100 -50 50 100 150 200 250 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 triliun Rp GRAFIK 7.6 PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI PEMBIAYAAN ANGGARAN, 2008-2017 PEMBIAYAAN ANGGARAN thd PDB Sumber: Kementerian Keuangan Bab 7 Nota Keuangan dan RAPBN 2014 7-17 Proyeksi APBN Jangka Menengah utang dalam kerangka ALM negara; 9 mengembangkan metode penerbitan yang lebih leksibel untuk mengakomodasi perubahan target pembiayaan dan ketidakpastian kondisi pasar keuangan, serta eisiensi waktu penerbitan dan biaya utang; 10 melanjutkan metode GMTN dengan kualitas eksekusi dan penjatahan yang lebih baik antara lain menekankan pada real money account; dan 11 mengkaji penerbitan dengan format Securities and Exchange Commission SEC Registered. Sementara itu, strategi khusus pengelolaan pinjaman adalah sebagai berikut 1 mengurangi stok pinjaman luar negeri dan meningkatkan kualitas perencanaan; 2 mengoptimalkan proses dan kualitas negosiasi perjanjian pinjaman; 3 meningkatkan kinerja pemanfaatan pinjaman; dan 4 meningkatkan kualitas proses bisnis dan pengolahan data pinjaman. Selanjutnya, kebijakan pembiayaan nonutang dalam periode 2015—2017 direncanakan sebagai berikut. 1 mendukung pembangunan infrastruktur melalui PMN kepada BUMNLembaga, penugasan kepada Pusat Investasi Pemerintah, dana bergulir Pusat Pembiayaan Perumahan, pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi geothermal, memberikan penjaminan Pemerintah dalam percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batubara, percepatan penyediaan air minum, dan proyek kerjasama Pemerintah dengan badan usaha yang dilakukan melalui badan usaha penjaminan infrastruktur; 2 mendukung pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah KUMKM melalui dana bergulir Lembaga Pengelola Dana Bergulir LPDB KUMKM; 3 mendukung pengembangan pendidikan melalui dana pengembangan pendidikan nasional yang digunakan untuk dana abadi endowment fund; 4 memenuhi kewajiban Indonesia sebagai anggota Organisasi Lembaga Keuangan Internasional LKI untuk mempertahankan persentase kepemilikan modal, melalui PMN kepada OrganisasiLKI, serta 5 menggunakan penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman dan hasil pengelolaan aset untuk mendanai kebutuhan pembiayaan anggaran. Dalam rangka pemenuhan pembiayaan anggaran, strategi diarahkan dalam rangka pencapaian tiga sasaran utama, yaitu 1 penurunan rasio utang terhadap PDB; 2 penggunaan utang secara selektif; dan 3 optimalisasi pemanfaatan utang. Peningkatan pengelolaan pinjaman Pemerintah diarahkan untuk menurunkan stok utang luar negeri, baik secara absolut maupun secara persentase terhadap PDB. Pembiayaan luar negeri neto dalam kurun waktu 2015 —2017 direncanakan tetap mempertahankan kebijakan negative net low. Perkembangan dan proyeksi rasio utang terhadap PDB dalam periode 2008—2017, disajikan dalam Graik 7.7. 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 triliun rupiah GRAFIK 7.7 RASIO UTANG TERHADAP PDB, 2008-2017 PDB Rasio Utang Sumber: Kementerian Keuangan