Tantangan dan Sasaran Kebijakan Ekonomi Makro 2014

Bab 2 Kinerja Ekonomi Makro Nota Keuangan dan RAPBN 2014 2-30 Faktor risiko lainnya yang berpotensi muncul adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang dan emerging market sebagai dampak kebijakan moneter Amerika Serikat berupa pengetatan likuiditas di pasar inansial global, risiko terjadinya pembalikan aliran modal capital reversal, serta melambatnya pertumbuhan kredit di negara berkembang. Tekanan pada kinerja pertumbuhan ekonomi global tersebut dapat mengancam kinerja ekonomi domestik melalui perlambatan ekspor. Likuiditas Global Krisis dan tekanan iskal yang dihadapi beberapa negara Eropa dan negara maju akhir-akhir ini telah mendorong pemerintah di masing-masing negara untuk mengambil kebijakan stimulus guna mendorong aktivitas dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut. Salah satu kebijakan stimulus yang dipilih adalah pelonggaran likuiditas, melalui antara lain pengucuran dana tambahan, penurunan suku bunga, dan pembelian obligasi. Kebijakan-kebijakan tersebut telah menyebabkan melimpahnya likuiditas di pasar global secara keseluruhan. Banyak negara di dunia, terutama negara-negara di kawasan Asia termasuk Indonesia, telah mendapat manfaat dari melimpahnya likuiditas tersebut. Kinerja dan stabilitas ekonomi negara-negara di kawasan Asia yang masih jauh lebih baik daripada negara-negara di kawasan Eropa, telah meningkatkan kepercayaan investor terhadap potensi dan peluang negara-negara berkembang Asia sehingga mendorong terjadinya aliran modal masuk ke negara-negara tersebut. Bagi Indonesia, pengaruh aliran modal masuk tersebut antara lain ditandai dengan peran modal asing yang relatif tinggi di pasar keuangan dan modal Indonesia. Peranan modal asing yang tinggi tersebut selain membawa manfaat juga memiliki risiko tersendiri. Aliran modal masuk yang besar, terutama yang bersifat jangka panjang investasi langsung dapat memperkuat posisi cadangan devisa nasional, yang pada gilirannya dapat menguatkan nilai tukar rupiah serta membantu aktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Namun, potensi risiko juga tidak bisa dihindari, terutama apabila terjadi capital reversal. Dengan karakteristik pasar modal yang relatif tanpa hambatan dengan arus modal yang relatif mudah berpindah, perubahan kebijakan di negara lain dapat menyebabkan arus modal asing keluar, baik ke negara asal ataupun ke negara lain yang memberikan imbal hasil relatif lebih tinggi. Tekanan arus modal yang besar dapat mengganggu stabilitas nilai tukar, yang bila tidak dikelola dan ditanggapi secara tepat dapat mengganggu laju pertumbuhan ekonomi dan aktivitas sektor riil, dan pada akhirnya juga berdampak negatif pada tingkat pengangguran dan angka kemiskinan di Indonesia. Ketahanan Pangan Masalah ketahanan pangan merupakan tantangan lainnya yang menjadi perhatian Pemerintah sejak beberapa tahun terakhir. Isu ketahanan pangan terus semakin terasa antara lain tercermin pada meningkatnya gejolak harga pangan dan semakin meningkatnya kebutuhan impor untuk mendukung ketersediaan pangan di dalam negeri. Dalam beberapa tahun terakhir terdapat kecenderungan ketersediaan pasokan bahan pangan yang kurang mampu mengimbangi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Ketidakmampuan sisi produksi tersebut antara lain dipengaruhi oleh karakteristik produk pangan yang sangat dipengaruhi kondisi iklim yang penuh ketidakpastian. Kesenjangan yang terjadi antara permintaan dan pasokan tentu akan menyebabkan gejolak dan tekanan inlasi pada komoditas tersebut volatile food inlation. Dalam jangka pendek, kebijakan impor Bab 2 2-31 Kinerja Ekonomi Makro Nota Keuangan dan RAPBN 2014 telah digunakan untuk mengatasi tekanan-tekanan harga dan kelangkaan yang terjadi. Namun pemerintah sangat menyadari, kebijakan impor bukan merupakan solusi jangka panjang dan strategi tersebut dapat menyebabkan tingginya ketergantungan negara dan bangsa terhadap pihak luar negeri. Dengan menyadari hal tersebut di atas, Pemerintah berkomitmen dan telah menetapkan salah satu prioritas pembangunan pada upaya meningkatkan ketahanan pangan yang mandiri. Prioritas tersebut akan diwujudkan pada kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan kapasitas produksi domestik, baik melalui perluasan lahan bahan pangan, perbaikan sistem dan distribusi benih dan pupuk, peningkatan produktivitas lahan, maupun pemanfaatan teknologi tepat guna dalam mendukung produksi pangan. Kebijakan perbaikan ketahanan pangan juga diupayakan melalui program-program kerja yang terkait dengan pelestarian lingkungan, khususnya sumber daya lahan dan air. Menyikapi faktor iklim dan cuaca yang penuh ketidakpastian, serta pergerseran pola panen dan musim yang tidak menentu, Pemerintah akan menempuh strategi untuk meningkatkan cadangan pangan. Peningkatan cadangan pangan ini utamanya akan didasarkan pada peningkatan kapasitas produksi dan kapasitas lumbungpenyimpanan di dalam negeri. Sementara kebijakan impor bahan pangan masih akan dilakukan secara terbatas dalam rangka menjaga stabilitas harga dan menjamin harga yang terjangkau, khususnya oleh masyarakat miskin. Infrastruktur dan Sumber Daya Listrik Permasalahan lain yang menjadi perhatian pada saat ini adalah terkait ketersediaan infrastruktur untuk mendorong kegiatan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Kondisi tersebut merupakan tantangan tersendiri bagi upaya pemerintah untuk mewujudkan pembangunan yang inklusif. Dewasa ini, masih dirasakan kegiatan pertumbuhan yang masih terpusat di daerah tertentu, sementara daerah lain masih belum mampu mengoptimalkan potensi ekonomi daerahnya. Permasalahan tersebut antara lain disebabkan daya dukung infrastruktur untuk menopang perkembangan kegiatan ekonomi belum tersedia secara memadai di seluruh wilayah RI secara merata. Pentingnya peran infrastruktur yang memadai dalam pencapaian sasaran pembangunan dapat terlihat dalam beberapa hal sebagai berikut. Infrastuktur, khususnya jaringan transportasi antar daerah, akan meningkatkan keterkaitan dan keterhubungan antar daerah di Indonesia. Hal ini diharapkan mampu menciptakan peluang dan kesempatan yang lebih besar bagi pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat serta aktivitas produksi. Peningkatan aktivitas ekonomi dan produksi akan menciptakan kesempatan dan peluang kerja, peningkatan pendapatan, perbaikan taraf hidup dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Infrastruktur yang mendukung perbaikan komunikasi dan transportasi antar wilayah di Indonesia akan menciptakan peluang pasar yang lebih besar bagi dunia usaha. Pasar yang lebih besar dan terintegrasi akan mendorong terwujudnya economic of scale sehingga mendorong eisiensi dan daya saing produk dan iklim usaha domestik. Di samping itu, ketersediaan infrastruktur yang merata akan lebih memberikan jaminan yang lebih baik bagi penyebaran hasil-hasil pembangunan ke seluruh wilayah dan masyarakat, khususnya bagi masyarakat di wilayah-wilayah terluar dan terpencil. Pemerataan hasil pembangunan dan distribusi yang lebih merata akan memberikan dampak positif bagi upaya pengendalian inlasi di berbagai wilayah RI, yang juga merupakan faktor penting bagi upaya menjaga tingkat pendapatan riil masyarakat. Bab 2 Kinerja Ekonomi Makro Nota Keuangan dan RAPBN 2014 2-32 Pemerintah sangat menyadari akan pentingnya peran infrastruktur tersebut, namun demikian kemampuan anggaran pemerintah dalam mewujudkan infrastruktur yang menjangkau seluruh wilayah dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat masih relatif terbatas. Upaya perbaikan struktur dan postur keuangan terus diupayakan, antara lain dengan meningkatkan porsi belanja modal dan infrastruktur pemerintah, mendorong keterlibatan pihak swasta dalam penyediaan infrastruktur Skema Public Private Partnership-PPP. Di samping itu, upaya- upaya perbaikan dan penyempurnaan peraturan dan regulasi yang dapat menghambat kegiatan pembangunan infrastruktur terus dilakukan. Isu lain yang cukup terkait dengan pembangunan infrastruktur adalah ketersediaan sumber energi dan pasokan listrik ke seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah telah berupaya keras dan terus menjamin ketersediaan sumber pasokan listrik dan energi yang tercermin dalam program-program kerjanya, antara lain melalui program pengembangan sumber pembangkit listrik panas bumi, dan strategi peningkatan elektriikasi. Pemerintah menyadari bahwa ketersediaan infrastruktur dan sarana pendukungnya juga merupakan faktor penting bagi sustainabilitas pembangunan dalam jangka panjang. Pada saat ini, perekonomian domestik masih didorong oleh peningkatan permintaan dan konsumsi domestik yang besar. Jumlah penduduk yang besar disertai peningkatan kelompok usia produktif akan menghasilkan peningkatan kelompok masyarakat berpendapatan menengah dengan daya beli yang cukup baik diperkirakan akan terus menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional 10 hingga 20 tahun ke depan. Potensi peningkatan sisi permintaan tersebut dapat menimbulkan risiko hyper inlation atau bahkan bubble burst bila tidak diimbangi peningkatan di sisi produksi. Dengan memahami permasalahan ini, peran pembangunan infrastruktur yang mampu mendorong peningkatan investasi dan aktivitas produksi menjadi suatu keharusan bagi Indonesia. Permasalahan infrastruktur tersebut telah menjadi salah satu landasan dilakukannya kebijakan penyesuaian skema subsidi BBM di tahun 2013. Penyesuaian besaran subsidi harga BBM domestik telah memungkinkan peningkatan ruang gerak iskal iscal space di tahun 2014 dan tahun-tahun ke depan, serta memungkinkan Pemerintah untuk meningkatkan alokasi belanja pada prioritas kegiatan pembangunan infrastruktur. Perbaikan Iklim Investasi Upaya mendorong investasi dan peningkatan aktivitas produksi merupakan strategi penting untuk menjamin terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan sustainable untuk mencapai tujuan akhir pencapaian masyarakat yang adil dan sejahtera. Penyediaan infrastruktur merupakan prasyarat penting dalam mendorong investasi. Namun, masih terdapat hal-hal yang mempengaruhi perkembangan investasi dan masih perlu terus dilakukan perbaikan-perbaikan untuk tetap mendorong kegiatan penanaman modal dan pengembangan usaha. Selama beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menikmati peningkatan investasi langsung yang cukup menggembirakan, sebagaimana terlihat pada tren peningkatan PMA dan PMDN. Peningkatan kegiatan investasi langsung tersebut antara lain dipengaruhi oleh kondisi fundamental ekonomi yang stabil dan kuat, dan relatif lebih baik bila dibandingkan dengan kondisi berbagai negara yang terkena imbas krisis global. Beberapa hal lainnya juga menjadi faktor pendukung bagi daya tarik investasi di Indonesia, antara lain yaitu ketahanan iskal, kenaikan peringkat investasi oleh lembaga internasional, dan pasar domestik yang besar. Namun, dengan proses pemulihan ekonomi yang akan terjadi ke depan, daya tarik tersebut belum cukup Bab 2 2-33 Kinerja Ekonomi Makro Nota Keuangan dan RAPBN 2014 untuk menjamin minat investor yang tetap tinggi. Beberapa faktor lainnya masih perlu terus diperbaiki untuk menjaga momentum tren investasi yang terjadi saat ini. Beberapa publikasi dan survei oleh lembaga-lembaga internasional telah menetapkan beberapa kriteria penting untuk menilai kondisi iklim usaha dan investasi di berbagai negara. Salah satu survei atas iklim usaha tersebut adalah index ease of doing business yang dilakukan oleh bank dunia World Bank. Dalam surveinya yang diterbitkan bulan Juni 2012, Indonesia telah menempati peringkat 128 dunia atau 19 dari 24 negara di kawasan Asia Timur dan Pasiik. Peringkat tersebut di bawah peringkat negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, bahkan Vietnam. Dalam penilaian tersebut, terdapat beberapa kriteria dengan penilaian kurang baik dan perlu mendapat perhatian untuk perbaikan iklim investasi, yaitu: kemudahan untuk memulai usaha, ketersediaan tenaga listrik, masalah perpajakan, kepastian penyelesaian permasalahan terkait kebangkrutan insolvency, dan isu terkait kepatuhan kontrak kerja. Isu-isu tersebut baik langsung maupun tidak langsung terkait dengan permasalahan layanan birokrasi dan administrasi publik, kepastian hukum, fasilitas perpajakan dan iskal, serta ketersediaan infrastruktur. Penanganan dan perbaikan atas permasalahan-permasalahan tersebut akan memberikan dampak pada daya saing iklim investasi di Indonesia.

2.3.2 Sasaran Kebijakan Ekonomi Makro

Kebijakan ekonomi makro 2014 akan diselaraskan dengan tema pembangunan nasional 2014 yang tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah RKP 2014, yaitu “Memantapkan Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan”. Tema RKP tersebut dijabarkan dalam 3 tiga isu strategis nasional, yakni: a pemantapan perekonomian nasional; b peningkatan kesejahteraan rakyat; dan c pemeliharaan stabilitas sosial dan politik. Dalam kerangka tersebut, asumsi dasar ekonomi makro yang dijadikan acuan dalam menyusun postur RAPBN 2014 direncanakan sebagai berikut: a pertumbuhan ekonomi 6,4 persen; b nilai tukar rupiah Rp9.750US; c inlasi 4,5 persen; d suku bunga SPN 3 bulan 5,5 persen; e harga minyak US106barel; dan f lifting minyak dan gas bumi 2,1 juta barel setara minyak per hari.

2.3.2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Pada tahun 2014, perekonomian nasional diharapkan mampu tumbuh lebih baik dari tahun 2013. Perekonomian global diperkirakan akan semakin membaik, diikuti oleh meningkatnya volume perdagangan dunia. Kondisi ini mendorong peningkatan aktivitas perekonomian nasional terutama dari sisi ekspor dan impor untuk memenuhi peningkatan permintaan dunia. Permintaan domestik juga diharapkan masih tetap menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia, didukung oleh meningkatnya daya beli riil masyarakat, karena stabilnya laju inlasi dan meningkatnya aktivitas ekonomi terkait penyelenggaraan pemilu pada tahun 2014 lihat Graik 2.18. 6,5 6,2 6,3 6,4 4 5 6 7 2011 2012 2013 2014 , yoy Perkiraan Sumber: BPS Kementerian Keuangan GRAFIK 2.18 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA, 2011— 2014 Bab 2 Kinerja Ekonomi Makro Nota Keuangan dan RAPBN 2014 2-34 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, perkembangan dan kinerja konsumsi rumah tangga pada tahun 2014 dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, seperti perkembangan kondisi demograi dan ketenagakerjaan, kondisi fundamental ekonomi, serta dukungan kebijakan ekonomi dan iskal pemerintah. Selain itu, aktivitas Pemilu anggota legislatif serta Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2014, akan menjadi faktor tambahan bagi peningkatan aktivitas ekonomi, daya beli, dan konsumsi rumah tangga. Kondisi demograi Indonesia berupa jumlah penduduk yang besar serta penduduk usia produktif yang tinggi masih menjadi faktor dasar yang mendorong relatif tingginya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Jumlah penduduk usia produktif merupakan salah satu faktor produksi penting dalam mendukung aktivitas produksi dan kegiatan ekonomi. Dalam beberapa analisis internasional dan domestik, Indonesia diyakini masih akan mengalami masa bonus demograi demographic dividend, paling tidak hingga tahun 2025 lihat Graik 2.19. Fenomena tersebut diwarnai oleh meningkatnya rasio dan dominasi usia produktif di dalam masyarakat. Peningkatan rasio penduduk usia produktif mengisyaratkan semakin tingginya ketersediaan tenaga kerja untuk mendukung ekspansi kegiatan produksi nasional. Apabila peningkatan rasio usia produktif tersebut diiringi dengan ketersediaan lapangan kerja yang memadai, maka rasio tingkat ketergantungan penduduk akan menurun dan pada saat yang sama, kelompok masyarakat berpendapatan tetap akan meningkat. GRAFIK 2.19 STRUKTUR DEMOGRAFI PENDUDUK INDONESIA, 2010 dan 2025 Hasil penelitian IMF telah menyimpulkan bahwa selama periode 2010 dan 2025 akan terjadi peningkatan kelompok masyarakat berpendapatan menengah. Perkembangan tersebut menyiratkan terjadinya tren perbaikan tingkat kesejahteraan dan daya beli masyarakat ke depan. Di samping itu, kelompok usia produktif pada umumnya merupakan kelompok masyarakat dengan tingkat konsumsi yang relatif tinggi sebagai dampak dari perkiraan rasio angkatan kerja yang relatif tinggi. Sumber: Badan Pusat Statistik Bab 2 2-35 Kinerja Ekonomi Makro Nota Keuangan dan RAPBN 2014 Perkembangan konsumsi rumah tangga juga tidak lepas dari peran kebijakan Pemerintah, khususnya yang diarahkan untuk perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu arah kebijakan penting pada tahun 2014 adalah mulai diberlakukannya fungsi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS. Badan tersebut pada intinya merupakan transformasi dan peleburan fungsi badan-badan jaminan sosial yang ada saat ini, yaitu PT Askes, PT Jamsostek, PT Asabri, dan PT Taspen, yang proses peleburannya dilakukan secara bertahap hingga tahun 2015. Kegiatan dan program kerja BPJS akan diselaraskan untuk mendukung pencapaian sasaran perbaikan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam hal peningkatan kesehatan masyarakat dan perlindungan tenaga kerja. Kegiatan dan fungsi BPJS Kesehatan akan dimulai pada tanggal 1 Januari 2014 melalui pelaksanaan program jaminan kesehatan. Sementara itu, BPJS Ketenagakerajaan ditargetkan mulai beroperasi paling lambat pertengahan tahun 2015. Dukungan pemerintah untuk mendorong pelaksanaan BPJS pada tahun 2014 telah dilakukan sejak satu tahun sebelumnya, antara lain melalui alokasi anggaran untuk penyertaan modal negara pada masing-masing BPJS, peningkatan fasilitas dan kapasitas puskesmas dan rumah sakit pemerintah, serta tenaga medis. Alokasi anggaran juga dilakukan untuk kegiatan sosialisasi, edukasi, dan advokasi kepada masyarakat tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional SJSN dan BPJS. Selain itu, Pemerintah juga mengalokasikan dana dalam RAPBN 2014 untuk menanggung iuran program jaminan sosial tersebut bagi kelompok masyarakat miskin dan kurang mampu penerima bantuan iuran-PBI. Program BPJS ini diperkirakan akan mampu mendorong tingkat kesejahteraan dan produktivitas masyarakat, serta berdampak positif pada daya beli, khususnya masyarakat miskin dan kurang mampu. Seperti pada masa-masa sebelumnya, strategi untuk menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat pada tahun 2014 juga akan dicapai melalui kebijakan untuk menjaga laju inlasi dan harga kebutuhan bahan pangan yang terjangkau. Pada tahun 2014, koordinasi kebijakan iskal dan moneter akan terus ditingkatkan dan diarahkan untuk mengendalikan laju inlasi yang cukup rendah dan stabil. Pada saat yang sama, masih tetap terdapat dorongan bagi aktivitas ekonomi bagi pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja. Sementara itu, untuk mendukung ketersediaan pasokan bahan pangan dengan harga yang terjangkau, Pemerintah akan melanjutkan beberapa program kebijakan yang sudah ada, seperti penyediaan beras untuk masyarakat miskin raskin, stabilisasi harga melalui operasi pasar, dan dana impor pangan untuk mengatasi kelangkaan, yang dialokasikan baik dalam bentuk anggaran kegiatan di kementerian teknis ataupun dalam bentuk dana cadangan. Upaya untuk menjamin ketersediaan pasokan bahan pangan yang terjangkau juga ditempuh melalui program ketahanan pangan, antara lain diimplementasikan melalui program-program peningkatan produksi pangan nasional, khususnya beras, jagung, gula, dan kedelai, serta penyediaan subsidi pangan, pupuk, dan benih untuk mendukung peningkatan produksi nasional. Di samping program-program yang terkait langsung dengan ketersediaan pasokan, upaya menjaga daya beli dan stabilitas harga dan inlasi juga ditempuh melalui strategi untuk meningkatkan kelancaran distribusi bahan pangan dan barang kebutuhan lainnya ke seluruh wilayah RI. Arah strategi ini akan diimplementasikan melalui kelanjutan dan percepatan program-program pembangunan infrastruktur serta peningkatan layanan transportasi ke seluruh wilayah RI, yang pelaksanaannya menjadi bagian dari program kerja MP3EI dan sistem logistik nasional silognas. Pemerintah juga akan terus berupaya memperbaiki struktur pasar untuk mencegah praktek-praktek monopoli dan berbagai distorsi pasar yang merugikan masyarakat umum. Bab 2 Kinerja Ekonomi Makro Nota Keuangan dan RAPBN 2014 2-36 Selanjutnya, Pemerintah juga telah menetapkan program-program yang terkait langsung dengan tingkat pendapatan dan kesejahteraan, serta daya beli masyarakat. Selain program kerja SJSN dan BPJS, program-program kerja yang terkait dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia MP3KI akan semakin dipercepat dan diperbaiki. Dukungan pada pendapatan riil dan daya beli masyarakat juga akan ditingkatkan melalui kebijakan penyesuaian gaji pokok PNS dan TNI yang disesuaikan dengan peningkatan biaya hidupinlasi, dan kelanjutan program remunerasi di beberapa kementerian negara lembaga yang direncanakan akan selesai pada tahun 2014. Berdasarkan faktor-faktor tersebut dan pergerakan historis, komponen konsumsi rumah tangga dalam perekonomian nasional pada tahun 2014 diperkirakan tumbuh sebesar 5,3 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada tahun 2013. Dengan pertumbuhan tersebut, konsumsi rumah tangga akan memberikan kontribusi sebesar 2,9 persen bagi total pertumbuhan ekonomi 2014. Komponen investasipembentukan modal tetap bruto PMTB memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Investasi merupakan faktor dasar untuk mendorong peningkatan kapasitas produksi. Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan nasional yang relatif tinggi selama ini dapat menimbulkan kesenjangan apabila tidak diimbangi peningkatan sisi produksi. Risiko kesenjangan permintaan dapat memicu terjadinya hyper inlation dan bubble burst yang mengganggu kelangsungan pertumbuhan nasional. Menyadari hal tersebut, Pemerintah terus memegang komitmen untuk menjaga dan terus mendorong aktivitas investasi melalui berbagai strategi kebijakan dan program kerja pembangunan. Komitmen Pemerintah untuk lebih mendorong kegiatan investasi tercermin pada arah kebijakan untuk lebih meningkatkan kualitas belanja Pemerintah. Kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi yang dilakukan pada tahun 2013 memberikan ruang untuk peningkatan belanja modal dan infrastruktur. Peningkatan porsi belanja modal tersebut diharapkan akan memberikan daya dukung yang lebih baik bagi program-program kerja pembangunan, khususnya pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur diharapkan menjadi pemicu dan penarik kegiatan dan aktivitas ekonomi lainnya oleh pihak swasta, sehingga pada akhirnya kegiatan investasi produktif dapat meningkat secara signiikan dan memberi dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2014, arah kebijakan pembangunan investasi yang ditempuh Pemerintah adalah pada penyebaran wilayah investasi yang lebih berimbang dengan mendorong berkembangnya potensi investasi daerah guna mengurangi kesenjangan antarwilayah. Arah kebijakan tersebut akan ditempuh melalui beberapa strategi seperti meningkatkan pembangunan infrastruktur di daerah, meningkatkan dukungan ketersediaan sumber daya listrik yang memadai bagi aktivitas produksi dan ekonomi, memfasilitasi investasi daerah dan kemudahan berusaha di daerah, memperbaiki akses terhadap kredit, serta mendorong kemitraan investor asing dengan UKM lokal. Selain dengan arah kebijakan investasi tersebut, guna mendukung peningkatan investasi 2014, Pemerintah akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Penyempurnaan kebijakan insentif perpajakan untuk mendukung iklim usaha dan investasi, antara lain melalui: Bab 2 2-37 Kinerja Ekonomi Makro Nota Keuangan dan RAPBN 2014 a. Evaluasi bidang usaha tertentu dan daerah tertentu yang menjadi prioritas pembangunan skala nasional yang mendapatkan fasilitas PPh dalam rangka penanaman modal berupa investment allowance; b. Penyusunan kebijakan insentif fiskal untuk mendukung pengembangan industri intermediate dan substitusi impor; c. Penyusunan kebijakan iskal untuk mendukung penghiliran pertambangan melalui kebijakan disinsentif iskal bea keluar untuk ekspor barang tambang mentah, dan insentif iskal untuk penanaman modal bagi industri hilir pertambangan; d. Fasilitas PPnBM sebagai implementasi mobil murah dan ramah lingkungan low cost green car LCGC melalui PP No. 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 2. Sinkronisasi kebijakan yang mendukung iklim usaha melalui harmonisasi dan penyederhanaan regulasi terkait investasi dan usaha untuk mengurangi ekonomi biaya tinggi dan ketidakpastian usaha, antara lain melalui a. Perbaikan prosedur informasi dan perizinan usaha, penyederhanaan, percepatan, dan transparansi prosedur investasi dan berusaha, serta kepastian biaya, baik untuk penanaman modal nasional maupun penanaman modal daerah; b. Peningkatan harmonisasi dan penyederhanaan regulasi terkait investasi dan usaha untuk mengurangi ekonomi biaya tinggi dan ketidakpastian usaha; c. Penyederhanaan regulasi investasi kerja sama pemerintah swasta KPS. 3. Suku bunga pinjaman untuk kredit investasi dan modal kerja yang mendukung investasi dan inlasi yang stabil. 4. Percepatan pembangunan infrastruktur melalui MP3EI. 5. Revisi Daftar Negatif Investasi tahun 2013 yang di antaranya dilakukan melalui pembukaan beberapa daftar negatif investasi yang diharapkan akan memberikan dorongan terhadap minat investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. 6. Memantapkan pembangunan konektivitas nasional national connectivity dengan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dan menghubungkan daerah tertinggal terpencil dengan pusat pertumbuhan, baik dalam hal infrastruktur jalan maupun energi. Pencapaian target investasi pada tahun 2014 akan menghadapi berbagai risiko. Dari sisi domestik, risiko tersebut terkait dengan kebutuhan penyederhanaan sistem perizinan proses waktu, transparansi, dan biaya tinggi, kebutuhan peningkatan dukungan infrastruktur, hambatan dalam proses penyediaan dan perizinan lahan untuk pembangunan, dan peningkatan akses kredit kepada investor. Sementara itu, pelaksanaan pemilu pada tahun 2014 menjadi tantangan tersendiri mengingat investor akan bersikap wait and see terhadap kondisi sosial politik. Namun, dengan fundamental ekonomi, komunikasi yang baik, dan langkah-langkah stabilisasi keamanan, diharapkan potensi munculnya risiko tersebut dapat ditekan. Dengan memperhatikan berbagai faktor-faktor pendukung dan risiko yang mungkin muncul, PMTBinvestasi pada tahun 2014 diperkirakan akan tumbuh sebesar 8,8 persen, dengan kontribusi terhadap pertumbuhan mencapai 2,2 persen. Pertumbuhan tersebut bersumber Bab 2 Kinerja Ekonomi Makro Nota Keuangan dan RAPBN 2014 2-38 pada peningkatan investasi langsung PMA dan PMDN, belanja modal APBN dan BUMN, laba ditahan perusahaan swasta, kredit perbankan, kegiatan initial public offering IPO di pasar modal, serta sumber modal dan investasi masyarakat lainnya. Pada tahun 2014, aktivitas ekspor dan impor diperkirakan akan kembali meningkat. Peningkatan tersebut didorong oleh perkembangan positif faktor eksternal maupun perekonomian domestik. Dari sisi eksternal, kondisi perekonomian global diperkirakan akan lebih baik, dengan pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Perbaikan kondisi ekonomi tersebut juga terjadi pada negara-negara yang menjadi mitra dagang utama Indonesia, di antaranya adalah Amerika Serikat, India, Jerman, dan Perancis. Walaupun terdapat beberapa negara lain yang mengalami perlambatan pertumbuhan, seperti Cina dan Jepang, total indeks pertumbuhan ekonomi mitra dagang utama Indonesia diperkirakan dapat meningkat pada tahun 2014. Dengan kata lain, agregat permintaan dari negara-negara mitra dagang Indonesia akan membuka peluang peningkatan ekspor Indonesia pada tahun tersebut. Faktor pendukung perbaikan kinerja ekspor lainnya adalah terkait dengan menurunnya tekanan inlasi pada tahun 2014. Penurunan inlasi akan membuka peluang penurunan tingkat suku bunga, khususnya suku bunga kredit perbankan. Penurunan inlasi dan tingkat suku bunga diharapkan akan berimplikasi pada penurunan biaya produksi, yang akan berdampak positif pada daya saing dan aktivitas produksi di dalam negeri. Sementara itu, di sisi impor, peningkatan pertumbuhan juga diperkirakan akan terjadi. Peningkatan tersebut terutama disebabkan membaiknya daya beli masyarakat dan aktivitas pemilu, serta meningkatnya aktivitas investasi dan pembangunan infrastruktur. Peningkatan impor diperkirakan akan terjadi terutama pada barang modal dan bahan baku, yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan produksi output untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk kebutuhan ekspor. Pada tahun 2014, pertumbuhan ekspor diperkirakan mencapai 7,4 persen dan impor mencapai 7,5 persen. Walaupun pertumbuhan impor relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan ekspor, kinerja neraca perdagangan masih akan menunjukkan surplus. Pemerintah berupaya keras untuk tetap menjaga kontribusi neraca perdagangan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, kebijakan-kebijakan terkait aktivitas perdagangan yang berdampak positif akan terus ditempuh, baik dengan kebijakan baru maupun perbaikan dan kelanjutan kebijakan tahun-tahun sebelumnya. Salah satu isu terkait ekspor yang dihadapi Indonesia adalah masih terdapat ketergantungan yang tinggi terhadap ekspor komoditas primer. Pada umumnya, harga komoditas primer di pasar internasional relatif lebih bergejolak bila dibandingkan dengan harga produk manufaktur, yang antara lain disebabkan besarnya pengaruh iklim dan alam terhadap produk primer. Pada tahun 2012, gejolak harga komoditas primer di pasar global turut menyebabkan deisit neraca perdagangan Indonesia. Kondisi tersebut menjadi salah satu alasan Pemerintah untuk lebih mendorong peningkatan kinerja ekspor produk manufaktur. Pada tahun 2014, Pemerintah akan terus melanjutkan strategi dan kebijakan disinsentif ekspor barang-barang mineral mentah dalam rangka pemenuhan kebutuhan industri dan pengembangan industri hilir dalam negeri. Arah kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong aktivitas industri dalam negeri untuk meningkatkan eisiensi dan daya saing produk-produk manufaktur, baik di pasar domestik maupun pasar global. Peningkatan output manufaktur di dalam negeri akan diarahkan untuk mengurangi ketergantungan pada produk-produk impor sejenis, yang pada gilirannya berdampak positif pada posisi neraca perdagangan. Kebijakan tersebut dapat mendorong dan mengakselerasi Bab 2 2-39 Kinerja Ekonomi Makro Nota Keuangan dan RAPBN 2014 peningkatan peran produk-produk manufaktur di pasar internasional. Pelaksanaan kebijakan tersebut akan didukung pula dengan insentif iskal pada industri-industri pengolahan barang mentah di dalam negeri intermediate industry sehingga mampu memberikan nilai tambah lebih pada perekonomian domestik. Perbaikan strategi dan sasaran kebijakan perdagangan juga dilakukan melalui evaluasi dan deregulasi peraturan dan perundang-undangan untuk lebih mendorong kegiatan investasi dan ekspor. Dalam hal ini, Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi Tim PEPI terus bekerja dan akan menghasilkan rekomendasi-rekomendasi positif bagi pemecahan masalah yang dihadapi Indonesia serta perumusan aturan-aturan yang lebih kondusif. Bersamaan dengan program kerja tim PEPI, Pemerintah juga terus melakukan perbaikan pelayanan dan penyederhanaan prosedur, khususnya terhadap aktivitas investasi dan perdagangan, dalam rangka mendorong perbaikan daya saing dan eisiensi iklim usaha di dalam negeri. Langkah untuk memperbaiki eisiensi dan daya saing iklim usaha dan produk Indonesia juga ditempuh melalui keberlanjutan program sistem logistik nasional silognas, termasuk didalamnya perbaikan layanan pelabuhan, yang berdampak positif pada penurunan biaya produksi. Pemerintah menyadari bahwa peningkatan kinerja perdagangan internasional selain membutuhkan usaha keras, juga masih dihadapkan pada sejumlah risiko. Salah satu risiko tersebut disebabkan persaingan pasar yang semakin ketat di negara-negara yang selama ini menjadi tujuan ekspor utama. Dalam menghadapi potensi risiko tersebut, Pemerintah akan lebih menggiatkan upaya-upaya untuk mengembangkan peluang pasar baru, antara lain melalui promosi dan pameran produk Indonesia. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Dari sisi produksi, kinerja semua sektor pada tahun 2014 diperkirakan tetap meningkat atau tumbuh positif. Sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor pengangkutan dan komunikasi, masih menjadi mesin pendorong pertumbuhan PDB. Sektor pertanian pada tahun 2014 diperkirakan tumbuh sebesar 3,5 persen lihat Tabel 2.4. Pendorong utama diperkirakan adalah subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perikanan, subsektor perkebunan, dan subsektor peternakan. Untuk mencapai pertumbuhan sektor pertanian, beberapa kebijakan dalam pembangunan bidang pangan dan pertanian adalah: 1 peningkatan produksi padi terutama dalam mencapai surplus beras 10 juta ton, peningkatan produksi jagung, kedelai, dan gula melalui perluasan areal dan peningkatan produktivitas, penyediaan benih unggul dan pupuk, dukungan penelitian, pengembangan, dan penyuluhan pertanian, serta pengendalian penyakit dan hama tanaman; 2 peningkatan dan rehabilitasi irigasi untuk meningkatkan layanan jaringan irigasi; 3 peningkatan produksi perikanan terutama dari perikanan budidaya, selain dari perikanan tangkap melalui pengembangan jaringan tambak, pengembangan benih, perluasan areal budidaya ikan, serta pembangunan pelabuhan perikanan; 4 peningkatan produksi perkebunan terutama dari komoditas sawit, karet, tebu, dan kakao; serta 5 peningkatan produksi peternakan terutama dari komoditas daging sapi melalui program swasembada daging sapi dan kerbau, dan peningkatan produksi daging unggas. Pada tahun 2014, sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh 6,4 persen, dengan industri nonmigas sebagai sumber utama pertumbuhan. Pertumbuhan sektor industri pengolahan Bab 2 Kinerja Ekonomi Makro Nota Keuangan dan RAPBN 2014 2-40 diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan program akselerasi dan revitalisasi industri. Program akselerasi industri antara lain dilakukan melalui usaha menumbuhkembangkan industri pengolahan hasil tambang, industri pengolahan hasil pertanian, industri padat karya dan penyedia kebutuhan dalam negeri, serta industri kecil menengah IKM yang kuat, sehat, dan mandiri. Kebijakan revitalisasi industri pengolahan akan diarahkan untuk meningkatkan pembangunan industri di berbagai koridor ekonomi, antara lain a industri material dasar logam; b industri tekstil dan aneka; c industri hasil hutan dan perkebunan; d industri makanan, hasil laut, dan perikanan; e industri alat transportasi darat; f penguatan riset dan standarisasi bidang industri; dan g penyebaran dan penumbuhan industri kecil dan menengah. Ke depan, industri pengolahan juga diperkirakan masih menjadi kontributor terkuat bagi pertumbuhan. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada tahun 2014 diperkirakan tumbuh relatif stabil sekitar 8,1 persen. Perkiraan ini didasari atas membaiknya permintaan domestik dan terjaganya daya beli masyarakat sehingga mampu menjadi pendorong tumbuhnya sektor ini. Kebijakan pemerintah diarahkan pada peningkatan daya beli masyarakat yang didukung oleh iklim persaingan usaha dan perlindungan konsumen yang lebih baik dan peningkatan ekspor. Dalam hal ini, strategi yang dilakukan untuk mendukung kebijakan tersebut di antaranya Pertumbuhan Ekonomi 6,3 6,4 Penggunaan Konsumsi Masyarakat 5,0 5,3 Konsumsi Pemerintah 6,7 5,4 Investasi 6,9 8,8 Ekspor 6,6 7,4 Impor 6,1 7,5 Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 3,7 3,5 Pertambangan dan Penggalian 2,0 1,5 Industri Pengolahan 6,1 6,4 Listrik, Gas, dan Air bersih 6,4 5,8 Konstruksi 7,3 6,8 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8,3 8,1 Pengangkutan dan Komunikasi 11,1 10,0 Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 6,0 6,0 Jasa-jasa 5,2 6,6 Sumber: Kementerian Keuangan TABEL 2.4 PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI MENURUT PENGGUNAAN DAN LAPANGAN USAHA, 2013 ―2014 , yoy Uraian 2013 2014 Bab 2 2-41 Kinerja Ekonomi Makro Nota Keuangan dan RAPBN 2014 adalah 1 meningkatkan arus perdagangan antarwilayah untuk membantu pengurangan kesenjangan antarwilayah, antara lain melalui penguatan rantai pasokan dan ketersediaan barang domestik; 2 melanjutkan penatausahaan perdagangan dan pengembangan usaha baru, yang mencakup penatausahaan ritel modern dan bisnis waralaba, serta pengembangan usaha dagang kecil dan menengah; 3 mendorong penggunaan produk dalam negeri; 4 melanjutkan upaya perlindungan konsumen terutama dengan penerapan aturan standar, pengukuran, dan kualitas barang beredar; 5 menekan perilaku usaha anti persaingan terutama sektor komoditas pangan, antara lain melalui peningkatan pengawasan terhadap pelaku usaha baik melalui upaya pencegahan atau penegakan hukum yang akan berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat umum dan petani, maupun peningkatan harmonisasi kebijakan seperti melalui penerapan manual kebijakan persaingan competition checklist dalam rangka mencegah diberlakukannya kebijakan yang memfasilitasi perilaku anti persaingan; dan 6 meningkatkan kapasitas eksportir dan calon eksportir melalui pelatihan dan fasilitasi pembiayaan ekspor. Peran sektor ini diperkirakan semakin kuat mengimbangi kontribusi sektor industri pengolahan. Laju pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi pada tahun 2014 diperkirakan masih menjadi yang tertinggi di antara sektor lainnya, yaitu mencapai 10,0 persen. Laju pertumbuhan sektor ini didorong oleh subsektor komunikasi terkait dengan faktor penjualan data dan internet yang tinggi, di samping makin banyaknya produksi alat komunikasi baru berupa ponsel, smartphone, PC tablet, dan perangkat telekomunikasi lainnya. Pertumbuhan sektor ini juga didorong oleh subsektor pengangkutan yang meningkat, baik dalam rangka menunjang distribusi barang untuk kegiatan ekspor dan impor, maupun aktivitas ekonomi lainnya. Kemiskinan dan Ketenagakerjaan Tahun 2014 merupakan tahun terakhir program kerja dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN 2010―2014. Salah satu arah kebijakan ekonomi makro yang ingin dicapai adalah mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Hal ini diarahkan pada penciptaan lapangan kerja untuk mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Pada tahun 2014, Pemerintah berharap bahwa tingkat pengangguran terbuka dapat diturunkan menjadi kisaran 5,6–5,9 persen, di bawah sasaran pada tahun sebelumnya sebesar 5,8–6,1 persen. Sementara itu, angka kemiskinan diperkirakan mencapai 9,0–10,0 persen, lebih rendah dari sasaran tahun 2013 sebesar 9,5–10,5 persen.

2.3.2.2 Nilai Tukar Rupiah

Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tahun 2014 masih akan dipengaruhi oleh bauran beberapa faktor yang berasal dari dalam dan luar negeri. Ketatnya likuiditas global seiring dengan proyeksi perkembangan ekonomi yang terkoreksi ke bawah, rencana Bank Sentral AS untuk mengurangi kebijakan pelonggaran likuiditas pada akhir tahun 2013, belum jelasnya proses pemulihan ekonomi di kawasan Eropa, serta perlambatan ekonomi di Cina dan India, mendorong meningkatnya penarikan aliran modal asing dari negara-negara emerging markets. Selain itu, peningkatan impor, khususnya impor bahan baku dan barang modal dalam rangka mendukung aktivitas ekonomi dan investasi nasional, berpotensi menekan nilai tukar rupiah. Sinergi kebijakan iskal dan moneter diharapkan memberikan manfaat ganda bagi pengembangan pasar inansial Indonesia, menarik masuknya arus modal asing, mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah, serta menjadi alternatif sumber pembiayaan bagi pembangunan ekonomi Bab 2 Kinerja Ekonomi Makro Nota Keuangan dan RAPBN 2014 2-42 nasional. Selain itu, harapan terhadap pemulihan ekonomi dunia akan menjadi faktor positif bagi peningkatan kinerja ekspor. Berdasarkan perkembangan beberapa faktor tersebut, rata- rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tahun 2014 diperkirakan akan bergerak relatif stabil pada kisaran Rp9.750 per dolar AS.

2.3.2.3 Inlasi

Tekanan inlasi pada tahun 2014 diperkirakan akan relatif menurun dari tahun 2013. Penurunan tersebut antara lain didorong oleh kecenderungan menurunnya harga komoditas di pasar internasional. Pemanfaatan kapasitas produksi yang lebih baik serta stok bahan baku yang cukup memadai, mampu mengimbangi peningkatan permintaan di pasar global. Dari sisi domestik, meredanya dampak kenaikan harga BBM pada tahun 2013 juga akan mengurangi tekanan inlasi. Di samping itu, upaya perbaikan pasokan dan distribusi menjadi faktor lain meredanya tekanan inlasi pada tahun tersebut. Pemerintah akan terus mengupayakan peningkatan pasokan dan distribusi bahan pangan, seperti melalui perluasan areal pertanian dan perkebunan, perbaikan peraturan pengendalian alih fungsi lahan, perbaikan irigasi, peningkatan produksi melalui bibit unggul dan benih, peningkatan jumlah kapal penangkapan ikan, penataan jalur distribusi dan sistem logistik nasional silognas, serta program dukungan lain terkait dengan implementasi program MP3EI dan MP3KI untuk meredam potensi kenaikan inlasi dari sisi volatile foods. Alokasi anggaran dan dana cadangan dalam rangka menjaga ketahanan pangan dan stabilisasi harga akan tetap dilanjutkan. Alokasi dana tersebut antara lain akan digunakan untuk kebijakan subsidi pangan untuk meningkatkan produksi dan ketersediaan pasokan subsidi beras, benih, dan pupuk, serta alokasi dana cadangan untuk melakukan operasi pasar dan penyediaan beras untuk rakyat miskin. Alokasi dana cadangan juga disediakan untuk mengantisipasi tekanan kelangkaan bahan pangan di pasar domestik. Di samping itu, koordinasi kebijakan iskal, moneter, dan sektor riil yang semakin baik yang didukung oleh semakin meningkatnya kesadaran pemerintah daerah dalam upaya pengendalian inlasi diharapkan dapat menciptakan kestabilan harga di dalam negeri. Dalam kaitan dengan ekspektasi inlasi, Pemerintah menyadari perlunya perbaikan upaya-upaya sosialisasi kebijakan untuk lebih memberikan kepastian kepada masyarakat dan dunia usaha. Namun, masih terdapat sejumlah risiko yang akan mendorong peningkatan inlasi. Ketergantungan produksi dan distribusi komoditas bahan pangan terhadap kondisi iklim, serta faktor ketegangan geopolitik yang terjadi di beberapa negara produsen minyak seperti Venezuela, Nigeria, dan Kawasan Timur Tengah merupakan faktor-faktor yang harus diwaspadai. Dengan memperhatikan faktor-faktor yang memengaruhi harga, serta kebijakan iskal, moneter, dan sektor riil dalam pengendalian inlasi, laju inlasi tahun 2014 diperkirakan mencapai 4,5 persen atau sesuai dengan sasaran inlasi yang telah ditetapkan yaitu sebesar 4,5 ± 1 persen.

2.3.2.4 Suku Bunga SPN 3 Bulan

Perkembangan tingkat suku bunga SPN 3 bulan pada tahun 2014 diperkirakan akan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal. Kondisi perekonomian dunia yang diperkirakan semakin membaik akan menyebabkan aliran modal masuk ke negara-negara berkembang termasuk di Indonesia akan mengalami penurunan. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya tekanan Bab 2 2-43 Kinerja Ekonomi Makro Nota Keuangan dan RAPBN 2014 terhadap pergerakan suku bunga surat berharga negara termasuk SPN 3 bulan. Sementara itu, tekanan dari sisi internal diperkirakan akan mereda seiring dengan semakin sinergisnya koordinasi antara Bank Indonesia dengan Pemerintah untuk menjaga terkendalinya laju inlasi domestik serta terciptanya tingkat suku bunga pada level yang moderat. Dengan melihat faktor- faktor tersebut, rata-rata tingkat suku bunga SPN 3 bulan pada tahun 2014 diperkirakan akan mencapai 5,5 persen.

2.3.2.5 Harga Minyak Mentah Indonesia

Pemulihan ekonomi dunia yang terus berlangsung akan memicu tingginya permintaan minyak dunia pada tahun 2014. Di sisi lain, persediaan dan distribusi minyak dunia diperkirakan akan cenderung meningkat seiring peningkatan pasokan minyak dari non-OPEC, terutama dari lapangan-lapangan unconventional di Amerika Utara serta tingginya tingkat kedisiplinan negara anggota OPEC untuk menjaga tingkat produksi minyak. Selain itu, diperkirakan sejumlah lapangan Shale Gas di Amerika yang akan mulai beroperasi penuh pada tahun 2014 dapat mengurangi tekanan permintaan terhadap minyak mentah. Berdasarkan pooling Reuters yang dilaksanakan pada akhir Juni 2013, rata-rata harga minyak Brent pada tahun 2014 diperkirakan sekitar US105,7 per barel, dengan variasi proyeksi dari para analis pasar minyak berbagai lembaga keuangan, bank, dan lembaga energi yang dicatat Reuters pada kisaran antara US85—US130 per barel. Namun di sisi lain, harga komoditas minyak tetap rentan terhadap risiko tekanan yang berasal baik dari iklim maupun faktor geopolitik. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, harga minyak mentah Indonesia tahun 2014 diperkirakan mencapai sekitar US106 per barel.

2.3.2.6 Lifting Minyak dan Gas Bumi

Pencapaian lifting minyak dan gas bumi dalam tahun 2009—2012 selalu di bawah target. Bahkan realisasinya dalam tahun 2011—2012 mengalami penurunan yang disebabkan oleh kendala operasi kegiatan produksi dan lifting migas, antara lain seperti meningkatnya gangguan fasilitas operasi dan penyaluran, penurunan kinerja reservoir dari lapangan-lapangan produksi yang ada, belum ditemukannya cadangan baru yang cukup besar, timbulnya permasalahan teknis pengadaan peralatan produksi, realisasi produksi sumur pengembangan yang tidak sesuai target yang ditetapkan, serta kendala untuk merealisasikan kegiatan usaha hulu migas, seperti proses perijinan dan pengadaan tanah yang memerlukan proses yang panjang. Inpres No.2 tahun 2012 menargetkan capaian lifting minyak bumi sebesar 1,01 juta barel per hari pada tahun 2014. Namun, dengan melihat hasil pelaksanaan langkah-langkah secara terkoordinasi dan terintegrasi dari lembaga-lembaga pemerintah pusat maupun daerah dalam percepatan penyelesaian permasalahan yang menghambat upaya peningkatan, optimalisasi, dan percepatan produksi minyak bumi nasional masih banyak terkendala. Untuk menjaga lifting minyak dan gas bumi dapat meningkat, akan dilakukan langkah dan kebijakan sebagai berikut. 1. Optimasi produksi pada lapangan eksisting antara lain melalui inill drilling dan workover. 2. Penerapan Enhanced Oil Recovery EOR pada lapangan-lapangan minyak bumi yang berpotensi seperti lapangan Rantau dan Talang Jimar PEP. Bab 2 Kinerja Ekonomi Makro Nota Keuangan dan RAPBN 2014 2-44 3. Percepatan produksi dari pengembangan lapangan-lapangan baru, seperti lapangan Duri Area 13 CPI, Kepodang Petronas, Banyu Urip MCL, dan Musi Timur PEP. 4. Percepatan pengembangan struktur “idle” di PT Pertamina EP. 5. Peningkatan keandalan fasilitas produksi untuk mengurangi gangguan produksi mengingat mayoritas fasilitas produksi eksisting merupakan fasilitas yang sudah cukup tua. 6. Peningkatan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka percepatan penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan perizinan, tumpang tindih dan pembebasan lahan, serta keamanan. Proyek andalan migas untuk mempertahankan tingkat produksi gas bumi dan meningkatkan produksi minyak bumi tahun 2014 adalah lapangan Senoro yang akan memproduksi gas sebesar 310 juta standar kaki kubik per hari MMSCFD, lapangan Husky-Madura yang tidak hanya akan memproduksi gas sebesar 100 MMSCFD tetapi juga minyak sebesar 300 barel per hari, lapangan Matindok yang akan memproduksi gas 79 MMSCFD dan 216 barel kondensat per hari, lapangan Kepodang 116 MMSCFD, serta Banyu Urip yang pada akhir tahun 2014 diharapkan mampu menghasilkan minyak sebesar 165.000 barel per hari. Dengan melihat perkembangan tersebut, lifting minyak bumi pada tahun 2014 diperkirakan mencapai 870 ribu barel per hari. Di lain pihak, lifting gas bumi tahun 2014 diperkirakan berada pada kisaran 1.240 ribu barel setara minyak per hari. Dengan demikian, secara kumulatif, lifting minyak dan gas bumi pada tahun 2014 diperkirakan mencapai 2,1 juta barel per hari. Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-1 Pendapatan Negara Bab 3 BAB 3 PENDAPATAN NEGARA

3.1 Umum

Pendapatan negara merupakan komponen yang sangat penting dan strategis dalam struktur APBN mengingat peranannya sebagai sumber dari kapasitas iskal Pemerintah, menekan deisit anggaran, dan pembiayaan belanja negara. Sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pendapatan negara terdiri atas penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak PNBP, dan penerimaan hibah. Dalam struktur APBN, pendapatan negara terdiri atas pendapatan dalam negeri, yang terdiri atas penerimaan perpajakan dan PNBP, serta penerimaan hibah. Penerimaan perpajakan meliputi pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional yang hingga saat ini merupakan sumber utama kapasitas iskal Pemerintah. Selain itu, kebijakan perpajakan juga berperan penting dalam pengelolaan ekonomi nasional. Pendapatan pajak dalam negeri berupa pendapatan pajak penghasilan PPh, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah PPN dan PPnBM, pendapatan pajak bumi dan bangunan PBB, pendapatan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan BPHTB, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya. Dari sudut regulasi, ketentuan yang mengatur pemungutan pajak dalam negeri pajak-pajak pusat adalah UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 28 Tahun 2007. Selain itu, UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008. Selanjutnya, UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009. Ketentuan lainnya adalah UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000, UU Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2000, dan UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan PBB sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1994. Terkait dengan pemungutan PBB dan BPHTB, sesuai dengan semangat otonomi daerah yang ditandai dengan berlakunya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008, serta pemberlakuan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pemerintah melakukan revisi UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menjadi UU Nomor 28 Tahun 2009, di mana Pemerintah mengalihkan pendapatan BPHTB dan PBB sektor perdesaan dan perkotaan yang sebelumnya adalah pendapatan pajak pusat menjadi pendapatan pajak daerah. BPHTB telah dialihkan pendapatannya sejak tahun 2011 sedangkan pendapatan PBB sektor perdesaan dan perkotaan akan dialihkan seluruhnya pada tahun 2014 dengan masa peralihan yang dimulai sejak tahun 2012. Selanjutnya, ketentuan yang mengatur pemungutan cukai adalah UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 39 Tahun 2007. Pendapatan Bab 3 Pendapatan Negara Nota Keuangan dan RAPBN 2014 3-2 pajak lainnya adalah pendapatan bea meterai, yang ketentuan pemungutannya menggunakan UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Pendapatan pajak perdagangan internasional terdiri atas pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar, diatur dengan UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2006. Sementara itu, PNBP meliputi penerimaan sumber daya alam SDA, pendapatan bagian laba BUMN, PNBP lainnya, dan pendapatan BLU. Ketentuan yang mengatur mengenai PNBP adalah UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, sedangkan pendapatan BLU diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dimana ketentuan pelaksanaannya diatur dalam PP Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU sebagaimana diubah dengan PP Nomor 74 Tahun 2012. Penerimaan hibah merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diatur dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Kekayaan Negara dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta diatur ketentuan pelaksanaannya dalam PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. Besaran pendapatan negara dalam APBN terutama pendapatan dalam negeri penerimaan perpajakan dan PNBP, sangat dipengaruhi oleh perkembangan kondisi perekonomian baik global maupun domestik. Beberapa indikator ekonomi makro yang mempunyai pengaruh kuat terhadap realisasi pendapatan dalam negeri antara lain adalah pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, inlasi, harga minyak mentah Indonesia ICP, dan lifting migas. Selain itu, perkembangan pendapatan negara juga sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan kebijakan di bidang pendapatan negara yang secara umum bertujuan untuk mengoptimalkan pendapatan dalam negeri tanpa mengganggu iklim dunia investasi. Mengingat perkembangan dan dinamika pembangunan yang membutuhkan anggaran makin besar, maka pelaksanaan kebijakan optimalisasi penerimaan perlu senantiasa ditingkatkan. Peran pendapatan negara sangat besar dalam membiayai belanja negara. Akan tetapi, terjadinya berbagai krisis sejak 2008 hingga 2012, dimulai dengan krisis subprime mortgage di Amerika Serikat sampai dengan krisis utang yang menimpa beberapa negara dalam zona Eropa, berimbas pada melambatnya perekonomian dunia yang menimbulkan efek pada perekonomian domestik. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya penurunan kinerja pendapatan negara, yang selanjutnya berdampak pada menurunnya proporsi belanja negara yang dibiayai dari pendapatan negara. Pada tahun 2008, pendapatan negara sanggup membiayai 99,6 persen dari total belanja negara, tetapi pada tahun 2012 proporsi tersebut turun menjadi 89,7 persen, dengan pertumbuhan proporsi rata-rata pendapatan negara terhadap belanja negara dalam lima tahun terakhir negatif 2,6 persen.

3.2 Perkembangan Pendapatan Negara Tahun 2008—2012 dan Perkiraan Pendapatan Negara Tahun 2013

Pendapatan negara pada periode 2008—2012 terus mengalami peningkatan. Dalam periode tersebut, secara nominal pendapatan negara meningkat rata-rata sebesar 8,1 persen per tahun, dari Rp981,6 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp1.338,1 triliun pada tahun 2012. Pendapatan negara terdiri atas pendapatan dalam negeri yang tumbuh 8,0 persen per tahun dan memberikan