40
3. Penelitian Victor Gamma Kharisma
Penelitian dilakukan pada tahun 2013 dengan subyek siswa kelas X. 1 Madrasah Aliyah Negeri Klaten. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peningkatan kemampuan berpikir positif positive thinking skilldengan bimbingan kelompok teknik sosiodrama. Subyek penelitian
berjumlah 22 siswa dengan metode pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara. Hasil penelitian dilakukan dua siklus, yaitu
siklus tahap I menggunakan skenario dan siklus tahap II tidak menggunakan skenario. Peningkatan kemampuan berpikir positif bisa
dilihat dengan perolehan hasil peringkat dari pra tindakanke post test. Pra tindakansiswa mencapai 75,63, setelah refleksiI sebesar 104,45 dan
refleksiII rata-rata menjadi 119,05. Angka tersebut signifikan, karena rata-rata nilai refleksiuntuk kategori kemampuan berpikir positif
positive thinking skill yang tinggi mencapai 114 atau lebih. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan berpikir positif dengan
bimbingan kelompok teknik sosiodrama.
F. Kerangka Berpikir
Fenomena agresivitasyang terjadi di kalangan siswa seakan bukan lagi hal yang mengejutkan. Siswa pada hakikatnya memiliki tugas untuk belajar
dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun pada kenyataannya banyak siswa yang melakukan perilaku agresif ekstrem. Perilaku agresif ini muncul
di lingkungan sekolah tempat siswa belajar. Remaja yang dilaporkan
41 melakukan perilaku agresif rata-rata adalah siswa sekolah menengah.
Perilaku agresif yang muncul beragam namun kasus yang terjadi akhir-akhir ini adalah seperti bullying, tawuran, pelecehan seksual dan pembunuhan.
Hal ini, tidak terjadi secara langsung, perilaku agresif terjadi dalam jangka waktu yang lama.
Menurut pemaparan Guru BK, 11 orang siswa yang memiliki ciri-ciri agresif adalah 9 orang siswa laki-laki dan 2 orang perempuan. 9 orang
diantaraya dilaporkan membuat gaduh saat di kelas, 1 orang menghina terkait fisik temannya yang lemah dan 1 orang memaki-maki dan tidak
menaati peraturan sekolah. Perilaku agresif adalah perilaku sengaja yang dilakukan dengan
maksud menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikologis dilakukan secara verbal maupun nonverbal, dan dengan cara langsung atau pun tidak
langsung. Perilaku agresif remaja muncul sebagai sarana mencapai tujuan yang diinginkan dan atau sebagai respon perasaan frustasi atau provokasi.
Faktor yang mempengaruhi perilaku agresif adalah faktor internal perilaku agresif diantaranya akibat kerusakan neurologis, faktor kognisi, konsep diri
dan motivasi individu. faktor selanjutnya adalah faktor ekternal diantaranya adalah kondisi tempat tinggal, lingkungan dan hubungan orang tua atau
keluarga dan media yang menampilkan kekerasan. Akibat yang ditimbulkan adalah remaja ditolak dari lingkungan sosialnya, remaja tidak disukai
teman-temannya karena memiliki kecenderungan perilaku agresif dibanding
42 dengan yang lain. Penolakkan tersebut dapat berdampak selanjutnya kepada
peningkatan perilaku agresif pada remaja yang mengakibatkan isolasi sosial yang lebih ektrem dari teman-teman sebaya. Selain itu dampak perilaku
agresif yang ditimbulkan adalah meningkatnya kemungkinan timbulnya perilaku agresif lain dari individu yang menyaksikan.
Masa remaja merupakan periode perkembangan individu setelah melewati masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja dapat
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu remaja awal preadolescence, berlangsung dalam waktu relatif singkat usia individu 10-12 tahun; remaja
madya early adolescence usia individu 13-16 tahun, merupakan masa pencarian teman dan atau pandangan hidup sebagai nilai-nilai kehidupan;
dan remaja akhir late adolescence usia individu 17-21 tahun. Remaja awal ditandai oleh sifat-sifat negatif pada remaja yang muncul dalam bentuk
negatif prestasi maupun sosial seperti menarik diri maupun bersikap agresif di masyarakat. Perilaku agresif muncul di usia transisi ini, yaitu merupakan
transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah atau sekolah lanjutan pertama. Individu dalam tahap ini dituntut belajar menyelesaikan tugas
perkembangan baru di perkembangan remaja menyesuaikan dengan norma- norma yang ada di lingkungan barunya.
Pada penelitian ini, perilaku agresif diukur berdasarkan indikator perilaku agresif Buss dalam Tri Dayaknisi dan Hudaniah 2009: 188-189
yaitu:
43 1. Agresif verbal aktif langsung: tindakan agresif verbal yang dilakukan
individukelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individukelompok lain menjadi targetnya seperti menghina, memaki,
marah-marah. 2. Agresif verbal pasif langsung: tindakan agresif verbal yang dilakukan
individukelompok dengan cara berhadapan dengan individukelompok lain menjadi targetnya namun tidak terjadi kontak verbal secara
langsung seperti menolak bicara atau bungkam. 3. Agresif verbal aktif tidak langsung: tindakan agresif verbal yang
dilakukan individukelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individukelompok lain menjadi targetnya seperti
menyebar fitnah, mengadu domba. 4. Agresif verbal pasif tidak langsung: tindakan agresif verbal yang
dilakukan individukelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individukelompok lain menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak
verbal secara langsung seperti tidak memberi dukungan, tidak menggunakan hak berpendapat.
5. Agresif fisik aktif langsung: tindakan agresif fisik yang dilakukan individukelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan
individukelompok lain menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung seperti memukul, mendorong, mencubit.
44 6. Agresif fisik pasif langsung: tindakan agresif fisik yang dilakukan
individukelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individukelompok lain menjadi targetnya namun tidak terjadi kontak
fisik secara langsung seperti demonstrasi atau aksi diam. 7. Agresif fisik aktif tidak langsung: tindakan agresif fisik yang dilakukan
individukelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individukelompok lain menjadi targetnya seperti merusak
barang orang lain, menyuruh orang lain memukul. 8. Agresif fisik pasif tidak langsung: tindakan agresif fisik yang dilakukan
individukelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individukelompok lain menjadi targetnya dan tidak terjadi
kontak fisik seperti tidak peduli atau apatis. Dapat disimpulkan, fenomena remaja berperilaku agresif telah banyak
ditemukan. Akibat yang ditimbulkan perilaku agresif pada remaja adalah remaja ditolak dari lingkungan sosialnya, dan tidak disukai teman-temannya
Hal ini akan akan berdampak lebih buruk pada remaja tersebut dengan mendapatkan isolasi sosial dari teman-teman sebayanya. Jika pada tahap
perkembangan remaja, individu mengalami isolasi sosial dan tidak dapat ditangani. Pada tahap perkembangan selanjutnya individu akan mengalami
kesulitan. Selain itu dampak perilaku agresif yang ditimbulkan adalah meningkatnya kemungkinan timbulnya perilaku agresif lain dari individu
yang menyaksikan. Hal ini akan menjadikan individu lain berperilaku
45 agresif karena mencontoh perilaku agresif yang muncul pada remaja
tersebut.Oleh karena itu Guru BK di sekolah penting untuk memberi layanan bimbingan dan konseling untuk mengatasi permasalahan remaja
yang berperilaku agresif. Bimbingan Konseling memiliki empat jenis layanan, salah satunya
adalah fungsi pengentasan,layanan responsif yang digunakan sebagai upaya membantu konseli dalam mengatasi masalahnya serta membantu konseli
dalam mengoptimalkan potensi yang ia miliki. Layanan responsif agresif masuk pada bidang sosial, bertujuan agar remaja dapat bertanggungjawab
terhadap lingkungan sosialnya dan mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya. Dalam layanan konseling dapat diterapkan koseling
kelompok metode permainan, baik permainan itu menjadi media utama ataupun tidak. Layanan konseling kelompok memungkinkan remaja untuk
mengembangkan hubungan sosial yang efektif dan produktif. Hal ini dapat sesuai dengan usia remaja pada masa peralihan dari sekolah dasar ke
sekolah menengah. Remaja yang pada hakikatnya senang untuk bermain, akan memunculkan ketertarikkan pada layanan konseling melalui teknik
permainan. Teknik permainan dapat membantu mengembangkan teknik- teknik yang lebih efektif untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial dan
orang dewasa. Salah satu bentuk permainan yang dapat digunakan untuk remaja usia SMP kelas VII adalah sosiodrama.
46 Sosiodrama adalah salah satu teknik untuk memecahkan masalah-
masalah sosial dengan melalui kegiatan bermain peran, merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan
dengan orang lain.Sosiodrama menjadikan kegiatan bermain peran sebagai sarana untuk remaja mengekspresikan emosi dan imajinasinya.
Pembimbing dapat menyisipkan peraturan dan nilai-nilai dalam sosiodrama yang betujuan agar remaja dapat memahami perilaku agresif,memahami
perasaan orang lain dan hubungan sosial kedekatan remaja dengan temannya meningkat. Tujuan lain sosiodrama adalah agar siswa sebagai
pelaku dan pengamat dapat mengembangkan keterampilan interaktif, mengimitasi dan mengembangkan kemampuan kognitif melaui belajar
berbuat, peniruan imitasi, umpan balik dan proses pengkajian, penilaian dan pengulangan.
Langkah-langkah pelaksanaan
sosiodrama adalah
melakukan persiapan dengan menentukan situasi sosial yang di dramatisasi,
menentukan kelompok peran dan mempersiapkan pemeran. Tahap kedua adalah pelaksanaan. Siswa melakukan sosiodrama dan diakhiri dengan
diskusi tentang jalannya cerita atau pemecahan masalah selanjutnya. Selanjutnya adalah evaluasitindak lanjut. Siswa diberi tugas untuk menilai
atau memberi tanggapan dan kesimpulan terhadap pelaksanaan sosiodrama. Fokus bahasan sosiodrama adalah perilaku agresi. Harapannya setelah siswa
mengikuti layanan dengan teknik sosiodrama, nilai-nilai yang diterapkan
47 dalam permainan dapat membantu remaja memahami perilaku agresif dan
mengajarkan remaja berempati terhadap perasaan orang lain sehingga teknik sosiodrama dapat mengurangi perilaku agresif siswa.
Alur kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3. Kerangka Berpikir
G. Hipotesis Tindakan