UPAYA MENGURANGI PERILAKU AGRESIF MELALUI SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VII C SMP NEGERI 14 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015.

(1)

i

UPAYA MENGURANGI PERILAKU AGRESIF MELALUI SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VII C SMP NEGERI 14 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2014/2015

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Hesti Nurul Khotimah NIM 11104244022

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Jangan memikirkan apa yang akan terjadi hari esok, tapi pikirkan apa yang akan dikerjakan hari ini “


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk : 1. Bapak dan mamah tersayang 2. Teman-teman seperjuangan 3. Almamater BK FIP UNY 4. Agama, Bangsa dan Negara


(7)

vii

UPAYA MENGURANGI PERILAKU AGRESIF MELALUI SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VII C SMP NEGERI 14 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2014/2015

Oleh

Hesti Nurul Khotimah NIM 11104244022

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan berdasarkan fenomena adanya perilaku agresif pada siswa kelas VII C SMP Negeri 14 Yogyakarta. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengurangi perilaku agresif melalui teknik sosiodrama pada siswa kelas VII C SMP Negeri 14 Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan alur putar spiral Kemmis dan Taggart yang dilaksanakan dalam bimbingan konseling kelompok. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 14 Yogyakarta dengan subyek penelitian 10 orang siswa kelas VII C yang berperilaku agresif. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan 3 siklus dan 2 kali pertemuan. Validitas instrumen penelitian ini menggunakan validitas isi (professional judgement). Teknik pengumpulan data menggunakan angket dan observasi. Instrumen penelitian menggunakan angket perilaku agresif dan pedoman observasi. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukkan teknik sosiodrama dapat mengurangi perilaku agresif pada siswa kelas VII C SMP Negeri 14 Yogyakarta. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang telah mencapai kriteria 30% siswa memiliki tingkat kategori rendah. Prosentase pada pra tindakan kriteria perilaku agresif sedang 90% dan rendah 10%. Pada Siklus I prosentase belum mengalami penurunan. Pada Siklus II prosentase mengalami penurunan menghasilkan kriteria perilaku agresif sedang 70% rendah 20% dan tanpa keterangan 10%. Pada Siklus III prosentase mengalami penurunan menghasilkan kriteria perilaku agresif sedang 60% rendah 30% dan tanpa keterangan 10%.

Melalui sosiodrama siswa secara kognitif, afektif dan psikomotorik siswa mampu memahami perilaku agresif, belajar empati, menanamkan nilai-nilai dari naskah drama dan memiliki model respon positif untuk mengurangi perilaku agresif. Selain itu, sosiodrama mengarahkan siswa mempraktekkan perilaku positif di kehidupan nyatanya.

Kata kunci: perilaku agresif, teknik sosiodrama, siswa sekolah menengah pertama


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan karya ini. Sholawat serta salam semoga terlimpah curah kepada Habiyana Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul “Upaya Mengurangi Perilaku Agresif melalui Teknik Sosiodrama pada Siswa Kelas VII C

SMP Negeri 14 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015” ini disusun untuk memenuhi

sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, pada Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Prodi Bimbingan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penyusuan skripsi ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu penulis dengan kerendahan hati mengucapkan terimakasih tak terhingga kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah berkenan memberikan fasilitas dan sarana prasarana sehingga proses studi berjalan dengan lancar.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu PendidikanUniversitas Negeri Yogyakarta, yang telah berkenan memberikan izin dalam penyusunan skripsi.

4. Ibu Dr. Rita Eka Izzaty, S. Psi. M. Si. Selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan teliti dalam memberikan arahan, saran dan memotivasi penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Semua dosen jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yangtelah memberikan wawasan, ilmu dan pengalaan epada penulis selama perkuiahan 6. Kedua orang tua tercinta dan keluarga besarku, yang tidak lelah untuk


(9)

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

LEMBAR PERSETUJUAN ………... ii

SURAT PERNYATAAN ………... iii

PENGESAHAN ……….. iv

MOTTO ……….. v

PERSEMBAHAN ……….. vi

ABSTRAK ……….. vii

KATA PENGANTAR ………... viii

DAFTAR ISI ……….. ix

DAFTAR TABEL ……….. xiv

DAFTAR GAMBAR ………. xv

DAFTAR LAMPIRAN ………. xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1

B. Identifikasi Masalah ………. 8

C. Batasan Masalah ……….. . 9

D. Rumusan Masalah ……….... 9

E. Tujuan Penelitian ………. 9

F. Manfaat Penelitian ……… 9

1. Manfaat Teoritis ………. 9

2. Manfaat Praktis ………... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Agresif ………... 11

1. Pengertian Perilaku Agresif ………... 11


(11)

xi

3. Faktor Penyebab Perilaku Agresif …….……… 17

4. Dampak Perilaku Agresif ……….. 19

B. Sosiodrama ……….. 20

1. Pengertian Sosiodrama ……….. 20

2. Tujuan Sosiodrama ……… 21

3. Langkah-langkah Pelaksanaan Sosiodrama ……….. 22

C. Remaja ……… 24

1. Pengertian Remaja ……… 24

2. Tugas Perkembangan Remaja ………... 28

D. Layanan Bimbingan dan Konseling ……… 32

1. Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling ………... 32

2. Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling ………. 34

3. Bidang Layanan ……… 36

E. Penelitian Terdahulu ………... 37

1. Penelitian Dian Muslimatun Azizah ………. 38

2. Penelitian Ichda Satria Figraha Arrozy ……… 39

3. Penelitian Victor Gamma Kharisma ……… 40

F. Kerangka Berpikir ………. 40

G. Hipotesis Tindakan ……….. 47

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ……… 48

B. Defini Operasional ………. 50

1. Perilaku Agresif ………... 50

2. Teknik Sosiodrama ……….. 50

C. Subyek Penelitian ……….. 51

D. Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 52

1. Lokasi Penelitian ………. 52


(12)

xii

E. Teknik Pengumpulan data ………. 53

1. Angket ………. 53

2. Observasi ………. 53

F. Instrumen Penelitian ………. 55

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ………. 59

1. Validitas Instrumen ………. 59

2. Reliabilitas Instrumen ………. 59

H. Model Penelitian ………... 60

I. Rancangan Tindakan ……… 62

1. Pra Tindakan ……….. 62

2. Siklus I ……… 62

3. Siklus II ……….. 67

J. Teknik Analisis Data ……… 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 73

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ………. 73

2. Deskripsi Waktu Penelitian ………. 74

B. Deskripsi Subyek Penelitian ………. 74

C. Deskripsi Data Studi Awal Sebelum Penelitian ……… 76

D. Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan ………. 77

1. Siklus I ………. 77

2. Siklus II ……… 87

3. Siklus III ……….. 94

E. Kesimpulan Analisis Hasil Penelitian ……….. 110

1. Pra Tindakan ……….. 112


(13)

xiii

3. Siklus II ……….. 124

4. Siklus III ………. 132

F. Pembahasan ……….. 139

G. Keterbatasan ………..……….. 144

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….. 145

B. Saran ……….146

1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling ……… 146

2. Bagi Guru Mata Pelajaran ……….. 146

3. Bagi Orang Tua………... 146

4. Bagi Siswa……….. 146

5. Bagi Penelitian Selanjutnya .……….. 146


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kisi-kisi Angket ….………. 56

Tabel 2. Kisi-kisi Observasi ………. 58

Tabel 3. Hasil Angket Perilaku Agresif Pra Tindakan ……… 76

Tabel 4. Prosentase Perilaku Agresif Pra Tindakan ………. 77

Tabel 5. Hasil Angket Perilaku Agresif Siklus I ………... 83

Tabel 6. Prosentase Perilaku Agresif Refleksi I ..….………. 84

Tabel 7. Deskripsi Perilaku Agresif Siklus I ...……...………... 85

Tabel 8. Perbandingan Perilaku Agresif Pra Tindakan dan Refleksi I …...…… 86

Tabel 9. Hasil Angket Perilaku Agresif Siklus II ..……….…... 91

Tabel 10. Prosentase Perilaku Agresif Refleksi II ……….……. 91

Tabel 11. Deskripsi Perilaku Agresif Siklus II ...……...………...…... 93

Tabel 12. Perbandingan Perilaku Agresif Refleksi I dan Refleksi II ……...…… 94

Tabel 13. Hasil Angket Perilaku Agresif Siklus III ..………... 98

Tabel 14. Prosentase Perilaku Agresif Refleksi III ………. 98

Tabel 15. Deskripsi Perilaku Agresif Siklus III ...……...………... 99

Tabel 16. Perbandingan Perilaku Agresif Refleksi II dan Refleksi III ……...… 100


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bentuk Perilaku Agresif ……….. 14

Gambar 2. Langkah-langkah Sosiodrama ……… 23

Gambar 3. Kerangka Berpikir ……… 47

Gambar 4. Model Kemmis dan Taggart ……… 61


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian ……….. 152

Lampiran 1.1 Kisi-kisi Angket Perilaku Agresif ………….………...….. 153

Lampiran 1.2 Instrumen sebelum Uji Ahli Materi ……….….. 154

Lampiran 1.3 Instrumen setelah Uji Ahli Materi .……….….. 158

Lampiran 1.4 Angket Perilaku Agresif ………..……….. 162

Lampiran 1.5 Kisi-kisi Pedoman Observasi ….….……….. 168

Lampiran 1.6 Pedoman Observasi sebelum Validitas ..……….. 169 Lampiran 1.7 Pedoman Observasi setelah Validitas ……….. 170 Lampiran 1.8 Materi Perilaku Agresif ………...……….. 171 Lampiran 1.9 Naskah Drama Siklus I Pertemuan Kedua ..……….. 173 Lampiran 1.10 Naskah Drama Siklus II PertemuanPertama ..…………... 174

Lampiran 1.11 Naskah Drama Siklus II Pertemuan Kedua .……….. 175 Lampiran 1.12 Naskah Drama Siklus III Pertemuan Pertama .………….. 176 Lampiran 2. Data Penelitian ………..……….. 177 Lampiran 2.1 Analisis Reliabilitas ……….……….. 178

Lampiran 2.2 Lembar Observasi Siklus I Pertemuan Kedua ….……….. 180 Lampiran 2.3 Lembar Observasi Siklus II Pertemuan Pertama .……….. 183

Lampiran 2.4 Lembar Observasi Siklus II Pertemuan Kedua ………….. 186

Lampiran 2.5 Lembar Observasi Siklus III Pertemuan Pertama ……….. 189

Lampiran 2.6 Presensi Siswa Bimbingan Kelompok .……….. 191

Lampiran 3. Biodata Peneliti ………..……….. 192

Lampiran 4. Surat-surat Kelengkapan Penelitian ..………... 196

Lampiran 4.1 Surat Permohonan Izin Observasi ……….. 197

Lampiran 4.2 Surat Permohonan Izin Penelitian ……….. 198

Lampiran 4.3 Surat Izin Penelitian ……….……….. 199

Lampiran 4.4 Surat Tugas ……….………. ……….. 200


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal sebagai pilihan tahapan yang dilalui oleh remaja. Sekolah dalam hal ini memberikan bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan sesuai dengan tahapan perkembangan sebagai bekal menghadapi tahap perkembangan selanjutnya.Tidak jarang remaja tidak mampu melewati tahap perkembangan pada tahapannya, sehingga mengakibatkan kesulitan menghadapi tahap perkembangan selanjutnya. Perkembangan yang berlangsung perpindahan dari masa sekolah dasar ke sekolah menengah pertama berlangsung dengan cepat. Proses perkembangan berlangsung cepat pada aspek fisik, intelektual, emosional, dan sosial. Tidak jarang remaja mengalami hambatan dalam tahap perkembangan tersebut. Salah satu perilaku yang muncul sebagai hambatan perkembangan adalah perilaku agresif.

Perilaku agresif adalah tindakan sengaja yang dilakukan untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikologis.Faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku agresif pada remaja dapat bermacam-macamseperti akibat kerusakan neurologis remaja, faktor lingkungan tempat tinggal, faktor keluarga,dan seringnya remaja melihat kekerasan yang terjadi di media (Rikard Rahmat, 2008: 126).


(18)

2

Plan Internasional dan International Center for Research on Women (kompas.com) melakukan penelitian di 5 negara yaitu Indonesia, Kamboja, Nepal, Pakistan, dan Vietnam terkait kesetaraan dan keselamatan di sekolah. Penelitian dimulai tahun 2013 sampai 2014, di Indonesia bekerjasama dengan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia yang mengambil sample di 20 SMP di Jakarta dan 10 SMP di Serang, Banten. Hasil laporan menunjukan, 84 persen pelajar di Indonesia pernah mengalami kekerasan, sedangkan Pakistan memiliki angka terendah, yakni 43 persen. Secara keseluruhan, 7 dari 10 remaja mengalami kekerasan di sekolah. Dicatat berbagai kejadian kekerasan yang terjadi, termasuk diantaranya kekerasan fisik, seksual, emosional dan ancaman kekerasan yang salah satunya terungkap dari bahasa kekerasan.

Salah satu media masa online (indosiar.com) memberitakan adanya terkait perilaku agresif yang muncul dalam bentuk penyerangan bersama-sama oleh siswa usia sekolah menengah. Siswa Sekolah Usaha Pelayaran Menengah (SUPM) di Pariaman, Sumatera Barat meninggal usai dipukuli ramai-ramai oleh para seniornya. Pemukulan tersebut terjadi karena senior merasa tidak dihormati oleh korban.

Terkait dengan perilaku agresif, berdasarkan data yang didapat dari hasil wawancara di SMP Negeri 14 Yogyakarta pada tanggal 24 Februari 2015 terhadap Guru BK dan 2 orang siswa pada Kelas VII C di dapat data bahwa terdapat 11 orang dari 35 siswa diindikasi memiliki ciri-ciri perilaku agresif. Ciri-ciri perilaku agresif yang ada pada 11 orang


(19)

3

siswatersebut adalah tindakan marah-marah tanpa alasan, tidak disiplin di sekolah (tidak menaati perintah), menghina terkait fisik temannya yang lemah, menjawab saat dinasehati, membuat gaduh di kelas, bersikap kasar dan mengobrol saat guru menerangkan. Guru BK mengakui, kelas VII C banyak mendapat keluhan dari guru yang mengajar dan siswa yang merasa terganggu. Kelas VII C terdiri dari 35siswadengan input terbanyak siswa dari jalur Kartu Menuju Sejahtera (KMS). Menurut Guru BK, hal ini berpengaruh terhadap perilaku yang muncul pada siswa tersebut yang dibuktikan dari tahun ke tahun, siswa yang menunjukkan perilaku agresif adalah siswa yang berada di kelas mayoritas dari jalur KMS.

Menurut pemaparan Guru BK, 11 orang siswa yang memiliki ciri-ciri agresif adalah 9 orang siswa laki-laki dan 2 orang perempuan. 9 orang diantaraya dilaporkan membuat gaduh saat di kelas, 1 orang menghina terkait fisik temannya yang lemah dan 1 orang memaki-maki dan tidak menaati peraturan sekolah.

Guru BK menyimpulkan bahwa perilaku agresif yang muncul pada siswa Kelas VII C berawal dari kurangnya kontrol dari keluarga. Kebiasaan bermain di malam hari rata-rata menjadi kebiasaan siswa tersebut. Ketika remaja seusia SMP bermain di malam hari, ada kemungkinan akan bergabung di kegiatan orang dewasa. Kemungkinan besar remajauntuk menemukan bahasa kasar dan bergabung pada kegiatan orang dewasa. Perilaku yang muncul pada orang dewasa yang dekat dengan remaja akan di jadikan contoh untuk berperilaku.


(20)

4

Berdasarkan fenomena tersebut yang telah diterangan, maka perilaku yang ditunjukan oleh siswa kelas VII C SMP 14 Yogyakarta masuk dalam kategori agresif. Dilihat dari tugas perkembangan usianya, siswa kelas VII masuk dalam fase remaja, kurang lebih 12-21 tahun pada wanita dan usia 13-22 tahun pada laki-laki (Muhibbin Syah, 2011: 51). Fase remaja merupakan masa transisi, individu berada diantara fase anak-anak dan fase dewasa. Masa transisi menimbulkan kesukaran, persoalan, gejolak, goncangan dan benturan yang terkadang dapat berakibat fatal. Adapun tugas perkembangan pada fase remaja adalah persiapan pencapaian individu yang berhubungan dengan fase dewasa. Salah satu tugas perkembangan fase remaja yaitumencapai pola hubungan baru dengan dengan teman sebaya yang berbeda jenis kelamin sesuai dengan keyakinan dan etika moral yang berlaku di masyarakat. Selain itu, tugas perkembangan fase remaja adalahmencapai peranan sosial sesuai dengan tuntutan sosial dan kultural masyarakat, menerima dan menggunakan organ-organ tubuh secara efektifdan memiliki keinginan menerima dan mencapai tingkah laku sosial tertentu yang bertanggungjawab. Selain itu tugas remaja lainnya adalah remaja mulai menjadi dirinya dan mencapai kebebasan dari orang dewasa disekitarnya, mempersiapkan diri mencapai karir, mempersiapkan diri memasuki dunia perkawinan, serta memperoleh seperangkat nilai dan sisitem etika sebagai pedoman tingkah laku. Perkembangan motor (fisik) siswa pada fase remaja juga terjadi meningkat tajam, beberapa bagian organ tubuh mulai menunjukkan perkembangan


(21)

5

yanng berarti hingga mencapai kematangan. Dapat dipahami bahwaremajadiharapkan dapatmelaksanakan tugas perkembangannya pada fase remaja. Individu dalam masa trasisi ini mengalami kesukaran, persoalan dan guncangan. Terlebih lagi perkembangan motoriksiswa mempengaruhi tugas perkembangan remaja. Melalui hubungan sosial, individu akan menemukan banyak persoalan. Agresif sebagai salahsatu perilaku yang muncul pada masaperkembangan remajabaik dari aspek fisik, intelektual, emosional, dan sosial. Secara umum, agresif pada remaja akan berkurang seiring bertambahnya usia. Namun,Jeanne Ellis Ormrod dalam Rikard Rahmat. (2008: 126) menjelaskan terjadi peningkatan singkat pada peralihan tingkatan sekolah, yaitu ketika remaja memasuki masa sekolah menengah pertama atau sekolah menengah atas.

Berdasarkan penjelasan hubungan antara fase remaja dengan perilaku agresif, maka dibutuhkan pemecahan masalah terhadap perilaku agresif ini, salah satunya melalui bimbingan dan konseling di sekolah. Dalam bimbingan konseling sendiri ada berbagai macam layanan untuk membantu remajamengurangi perilaku agresif. Layanan yang memiliki fungsi pengentasan adalah layanan konseling. Konseling digunakan sebagai upaya membantu konseli dalam mengatasai masalahnya serta membantu konseli dalam mengoptimalkan potensi. Layanan ditawarkan adalah pada bidang bimbingan sosial dengan layanan bimbingan kelompok. Bidang bimbingan sosial bertujuan agar remaja dapat mengetahui lingkungan sosialnya. Remaja diharapkan dapat


(22)

6

melaksanakanproses sosialisasi yang dilandasi budi pekerti dan tanggungjawab. Layanan bimbingan kelompok memungkinkan remaja untuk mengembangkan hubungan sosial yang efektif dan produktif. Remaja dapat diajak bersama-sama mengembangkan nilai-nilai dan langkah-langkah bersama untuk menyelesaikan permasalahan agresif (Remaja Agung, 2013: 39).

Remaja yang memiliki perilaku agresif sebaiknya diberikan penanganan khusus, agar perilaku agresifnya dapat diatasi, dikurangi atau dialihkan. Remaja yang tidak memiliki perilaku agresif sebaiknya diberikan pengarahan untuk mencegah dari munculnya perilaku agresif pada diri remaja.Dalam layanan konseling dapat diterapkan metode permainan, baik permainan itu menjadi media utama ataupun tidak. Hal ini dapat sesuai dengan usia remaja pada masa peralihan dari sekolah dasar ke sekolah menengah. Remaja yang pada hakikatnya senang untuk bermain, akan memunculkan ketertarikkan pada layanan konseling melalui teknik permainan. Teknik permainan dapat membantu mengembangkan teknik-teknik yang lebih efektif untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial dan orang dewasa. Salah satu bentuk permainan yang dapat digunakan untuk remaja usia SMP kelas VII adalah sosiodrama.

Pada dasarnya teknik yang diperlukan untuk mengurangi perilaku agresif adalah teknik untuk memecahkan masalah sosial. Tujuannya agar remaja memiliki kecakapan dalam memecahkan masalah keluarga, persahabatan, kelompok dan masalah yang bersifat kemasyarakatan


(23)

7

(Muhibbin Syah, 2011: 120). Proses sosiodrama mengikutsertakan lingkungan sosial remaja yaitu teman sepermainannya. Nilai-nilai yang diterapkan dalam permainan sosiodrama membantu remaja memahami perilaku agresif dan mengajarkan remaja berempati terhadap perasaan orang lain.

Menurut Djumhur dan Muh Surya, (2001:109) sosiodrama dipergunakan sebagai salah satu teknik untuk memecahkan masalah-masalah sosial melalui kegiatan bermain peran. Dalam sosiodrama ini seseorang akan memerankan suatu peran tertentu dari situasi masalah sosial. Menurut Wingkel (2004:470) sosiodrama merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain, tingkat konflik-konflik yang dialami dalam pergaulan sosial. Sosiodrama menjadikan kegiatan bermain peran sebagai sarana untuk remaja mengekspresikan emosi dan imajinasinya. Dapat disimpulkan, sosiodrama adalah salah satu teknik untuk memecahkan masalah-masalah sosial melalui kegiatan bermain peran, merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain.Proses sosiodrama mengikut sertakan lingkungan sosial remaja yaitu teman sepermainannya. Nilai-nilai yang diterapkan dalam permainan sosiodrama membantu remaja memahami perilaku agresif dan mengajarkan remaja berempati terhadap perasaan orang lain.

Terkait dengan penelitian sebelumnya. Penelitian Dian Muslimatun Azizah pada tahun 2013 yaitu mengurangi perilaku agresif melalui layanan


(24)

8

klasikal menggunakan teknik sosiodrama pada siswa kelas V di salah satu SD di Kabupaten Tegal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subyek penelitian memiliki perilaku agresif verbal dan nonverbal. Perilaku agresif yang muncul adalah mengancam, marah tanpa alasan, menghina, tidak disiplin, memukul, menendang, menyerbu dan menyerang milik orang lain. Terdapat penurunan terhadap perilaku agresif yang dimiliki siswa sebelum dan sesudah layanan diberikan. Perilaku agresif siswa sebelum layanan meliputi kriteria sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah.

Berdasarkan penjelasan yag sudah diterangkan perlu diadakan penelitian tindakan terkait adanya perilaku agresif di SMP Negeri 14 Yogyakarta. Selain memandang arti penting penelitan, penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk mengurangi perilaku agresif dengan teknik sosiodrama belum pernah dilakukan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang dapat diteliti yaitu:

1. Sebagian siswakelas VII C SMP Negeri 14 Yogyakarta memiliki perilaku agresif.

2. Perilaku agresif yang muncul pada sebagian siswayaitu membuat gaduh saat di kelas, menghina terkait fisik temannya yang lemah, memaki-maki dan tidak menaati peraturan sekolah.

3. Sebagian siswa Kelas VII C memiliki kebiasaan bermain di malam hari.


(25)

9

4. Sebagian siswa kelas VII C banyak mendapat keluhan dari guru yang mengajar dan siswa kelas lain yang merasa terganggu.

C. Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah tersebut, peneliti membatasi penelitian ini Pada siswa kelas VII C SMP Negeri 14 Yogyakarta memiliki perilaku agresif.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, dapat dirumuskan permasalahannya adalah apakah perilaku agresif dapat dikurangi melalui teknik sosiodrama pada siswa kelas VII C SMP Negeri 14 Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengurangi perilaku agresif melalui teknik sosiodramapada siswa kelas VII C SMP Negeri 14 Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah bukti bahwa perilaku agresif dapat dikurangi menggunakan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama.

2. Manfaat Praktis

Bagi Guru Bimbingan dan Konseling,sebagai acuan untuk membuat satuan layanan atau program bagi guru BK.Hasil penelitian


(26)

10

juga dapat digunakansebagai pemberian layanan responsif dan secara berkelanjutan memberikan layanan kepada siswa dengan menggunakan metode lain, misalnya teknik permainan untuk melatih komunikasi yang efektif.

Bagi Guru Mata Pelajaran dapat mengintegrasikan nilai-nilai tata krama sesuai dengan mata pelajaran.

Bagi orang tua hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman untuk lebih memperhatikan perkembangan anak.

Bagi siswa diharapkan mampu mengurangi perilaku agresifnya dengan cara memahami perasaan orang lain, berempati dan mulai mempraktekkan respon positif.

Bagi peneliti selanjutnya, menjadi pedoman untuk mengkaji tentang faktor pengaruh munculnya perilaku agresif, dampak perilaku agresif dan manfaat lain layanan bimbingan konseling teknik sosiodrama.Hasil penelitian ini jugadapat menambah bukti penelitian sebelumnya bahwa perilaku agresif dapat dikurangi melalui teknik sosiodrama.


(27)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan memuat teori-teori dan penelitian terdahulu yang mendasari penelitian ini. Teori tersebut adalah mengenai perilaku agresif, teknik sosiodrama dan pembahasan remaja.

A. Perilaku Agresif

1. Pengertian Perilaku Agresif

Beberapa pendapat yang membahas tentang agresi. Menurut Jeanne Ellis Ormrod dalam Rikard Rahmat (2008: 126) agresif adalah tindakan sengaja yang dilakukan untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikologis.Umi Kulsum dan Mohammad Jauhar (2014: 241-243) menjelaskan, agresif adalah tingkahlaku pelampiasan perasaan frustasi yang ditunjukkan untuk melukai pihak lain baik fisik maupun psikologis melalui perlakuan verbal maupun nonverbal, untuk mengatasi perlawanan atau menghukum orang lain, dengan cara langsung atau pun tidak langsung. Menurut Barbara Krahe (2005: 16-17) agresif adalah segala bentuk perilaku yang bertujuan menyakiti atau melukai makhluk hidup lain dengan motif keinginan untuk menyakiti orang lain, mengekspresikan perasaan-perasaan negatif atau dengan motif untuk mencapai tujuan tertentu.

Hasballah Muhammad Saad (2003: 13-18) menyebutkan teori tentang agresif bervariasi sesuai dengan sudut pandang. Tiga pengertian


(28)

12

agresif menurut sudut pandangnya adalah agresif dapat diartikan sebagai segala tindakan yang ditujukan untuk mencederai makhluk lain, yang terdorong untuk menghindari perilaku seperti itu. Pengertian kedua menyebutkan bahwa agresif adalah tingkah laku yang mengancam atau melukai seseorang secara fisik, psikologis atau sosiologis yang merusak lingkungan atau obyek. Pengertian terakhir menyebutkan bahwa agresif secara bebas dapat diartikan sebagai tindakan melawan rintangan atau halangan dalam rangka mencapai kepuasan, atau melawan obyek sebagai sasaran.

Bolman dalam Tri Dayaknisi dan Hudaniah (2009: 211) bahwa perilaku agresif yang muncul pada remaja usia 6-14 tahun adalah berupa kemarahan, kejengkelan, rasa iri, tamak, cemburu, dan suka mengkritik. Mereka mengarahkan perilakunya pada teman sebaya, saudara kandung dan juga kepada dirinya sendiri.

Dari beberapa pendapat tentang pengertian perilaku agresif, dalam penelitian menggunakan pengertian menurut pendapat Jeanne Ellis Ormrod dan Barbara Krahe agresif. Pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif adalah tindakan sengaja dengan segala bentuk perilaku yang bertujuan menyakiti atau melukai makhluk hidup lain dengan motif keinginan untuk menyakiti orang lain, mengekspresikan perasaan-perasaan negatif atau dengan motif untuk mencapai tujuan tertentu, baik secara fisik maupun psikologis.


(29)

13 2. Bentuk-bentuk Perilaku Agresif

Jeanne Ellis Ormrod dalam Rikard Rahmat (2008: 126) mengelompokkan remaja yang bertindak agresif menjadi dua sebagai berikut:

a. Agresif proaktif (proactive aggression). Agresif proaktif adalah perilaku yang dengan sengaja memulai perilaku agresif sebagai sarana mencapai tujuan yang diinginkan.

b. Agresif reaktif (reactive aggression). Agresif reaktif adalah perilaku yang dimunculkan sebagai respon perasaan frustasi atau provokasi.

Dapat disimpulkan, bahwa bentuk-bentuk perilaku agresif terbagi menjadi dua. Bentuk agresif proaktif yaitu bentuk perilaku agresif seseorang untuk mencapai tujuan dan bentuk agresif reaktif yaitu bentuk perilaku agresif seseorang sebagai respon rasa frustasi.

Menurut Umi Kulsum dan Mohammad Jauhar (2014: 241-243) bentuk perilaku agresif terbagi menjadi delapan bentuk. Bentuk tersebut yaitu perilaku agresif melukai fisik dengan verbal secara langsung, perilaku agresif melukai fisik dengan verbal secara tidak langsung, perilaku agresif melukai fisik dengan nonverbal secara langsung, perilaku agresif melukai fisik dengan nonverbal secara tidak langsung, perilaku agresif melukai psikologis dengan verbal secara langsung, perilaku agresif melukai psikologis dengan verbal secara tidak langsung, perilaku


(30)

14

agresif melukai psikologis dengan nonverbal secara langsung dan perilaku agresif melukai psikologis dengan nonverbal secara tidak langsung.

Gambar 1. Bentuk Perilaku Agresif

Sehubungan dengan pendapat sebelumnya, pendapat yang sama dikemukakan Buss (Tri Dayaknisi dan Hudaniah, 2009: 188-189). Buss mengelompokkan agresif manusia dalam delapan jenis, yaitu:

a. Agresif verbal aktif langsung: tindakan agresif verbal yang dilakukan individu/kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain menjadi targetnya seperti menghina, memaki, marah-marah.

b. Agresif verbal pasif langsung: tindakan agresif verbal yang dilakukan individu/kelompok dengan cara berhadapan dengan

verbal

nonverbal verbal

nonverbal

tidak langsung langsung

tidak langsung langsung

tidak langsung langsung

tidak langsung langsung Perilaku Agresi

fisik


(31)

15

individu/kelompok lain menjadi targetnya namun tidak terjadi kontak verbal secara langsung seperti menolak bicara, bungkam.

c. Agresif verbal aktif tidak langsung: tindakan agresif verbal yang dilakukan individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain menjadi targetnya seperti menyebar fitnah, mengadu domba.

d. Agresif verbal pasif tidak langsung: tindakan agresif verbal yang dilakukan individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu/kelompok lain menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak verbal secara langsung seperti tidak memberi dukungan, tidak menggunakan hak berpendapat.

e. Agresif fisik aktif lagsung: tindakan agresif fisik yang dilakukan individu/kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung seperti memukul, mendorong, mencubit.

f. Agresif fisik pasif langsung: tindakan agresif fisik yang dilakukan individu/kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain menjadi targetnya namun tidak terjadi kontak fisik secara langsung seperti demonstrasi atau aksi diam.

g. Agresif fisik aktif tidak langsung: tindakan agresif fisik yang dilakukan individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara


(32)

16

langsung dengan individu/kelompok lain menjadi targetnya seperti merusak barang orang lain, menyuruh orang lain memukul.

h. Agresif fisik pasif tidak langsung: tindakan agresif fisik yang dilakukan individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak fisik seperti tidak peduli, apatis, masa bodoh.

Bentuk perilaku agresif yang peneliti ambil adalah berdasarkan pendapat Umi Kulsum dan Mohammad Jauhar dan pendapat Buss yang membagi bentuk agresif menjadi delapan bentuk. Bentuk perilaku tersebut dapat dijabarkan menjadi perilaku agresif yang muncul pada individu, yaitu agresif verbal aktif langsung seperti menghina, memaki, marah-marah, agresif verbal pasif langsung seperti menolak bicara, bungkam, agresif verbal aktif tidak langsung seperti menyebar fitnah, mengadu domba, agresif verbal pasif tidak langsung seperti tidak memberi dukungan, tidak menggunakan hak berpendapat, agresif fisik aktif langsung seperti memukul, mendorong, mencubit, agresif fisik pasif langsung seperti demonstrasi atau aksi diam, agresif fisik aktif tidak langsung seperti merusak barang orang lain, menyuruh orang lain memukul dan agresif fisik pasif tidak langsung seperti tidak peduli, apatis, masa bodoh.


(33)

17 3. Faktor Penyebab Perilaku Agresif

Jeanne Ellis Ormrod dalam Rikard Rahmat (2008: 126) menyebutkan faktor yang mempengaruhi perilaku agresif diantaranya adalah akibat kerusakan neurologis, yang mengakibatkan remaja secara genetis memiliki kecenderungan untuk melakukan agresi. Hal lain yang menjadi faktor yang mempengaruhi agresif adalah

a. Lingkungan, faktor keluarga yang disfungsional, keadaan keluarga yang terbiasa dengan konflik, kekerasaan, dan kurang kasih sayang dapat memicu remaja berperilaku agresif;

b. Media, terbiasa menyaksikan kekerasan yang terjadi di media dapat meningkatkan perilaku agresif remaja;

c. Faktor kognisi, seperti remaja kurangmampu mengartikan isyarat dari orang lain, kurangmampumelihat sudut pandang orang lain, memiliki tujuan diri yang lebih dominan,memiliki cara pemecahan masalah yang tidak efektif dan memiliki pemahaman bahwa perilaku agresif itu tepat dan efektif.

Yudrik Jahja (2011: 385-386) menjelaskan pengendalian perilaku agresif dilakukan dengan memilih beberapa cara, diantaranya melalui pengubahan faktor terjadinya agresi, hukuman, katarsis dan pembentukkan reaksi. Lebih jelasnya sebagai berikut:

a. Kegiatan belajar, kondisi lingkungan khusus dan faktor sosial diperkirakan menjadi faktor munculnya perilaku agresi. Maka dalam


(34)

18

penelitiannya, pengubahan kegiatan belajar, kondisi lingkungan khusus dan faktor sosial dapat menjadi cara pengendalian perilaku agresi;

b. Hukuman, terhadap perilaku agresif juga merupakan salah satu pendekatan untuk mengontrol perilaku agresi. Hukuman adalah suatu kondisi menurunkan atau menekan perilaku agar tidak terjadi kemungkinan-kemungkinan yang akan datang. Pendapat lain menyebutkan, hukuman tidak terlalu efektif mengurang agresi. Hukuman efektif jika agresor lebih lemah dan kemudian merasa layak menerima hukuman. Hukuman tidak efektif apabila agresor lebih kuat dan kemudian meningkatkan perilaku agresif akibat dari frustasi yang muncul yang menyebabkan individu menjadi lebih marah.

c. Katarsis, sebagai upaya penyaluran atau pengungkapan emosi. Katarsis hanya dapat mengurangi agresif dalam waktu singkat dan kemungkinan tidak bisa menghilangkan pengulangan perilaku yang sama;

d. Pembentukan reaksi, individu bertindak berlawanan dengan perasaannya untuk menyembunyikan perasaan atau kecenderungan berperilaku agresi.

Penelitian ini menggunakan dua pendapat di atas, yang dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku agresif ada dua, faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal perilaku agresif


(35)

19

diantaranya adalah akibat kerusakan neurologis, faktor kognisidan konsep diri. Sedangkan faktor ekternal individu kecenderungan berperilaku agresif diantaranya adalah kondisi tempat tinggal, lingkungan dan hubungan orang tua atau keluarga, dan media yang menampilkan kekerasan. Sehubungan dengan pendapat Yudrik Jahja di atas pula upaya pengemdalian digunakan sebagai dasar pelaksanaan penelitian.

1. Dampak Perilaku Agresif

Beberapa ahli menyebutkan dampak perilaku agresif. Salah satu

diantaranya menurut Coie dalam Santrock (2002: 347) “anak-anak yang ditolak adalah anak-anak yang tidak disukai oleh teman-teman sebaya mereka. Mereka cenderung lebih bersifat mengganggu dan agresif dibandingkan anak-anak yang lain.”

Sehubungan dengan pendapat tersebut Barbara Krahe (2005: 89) menjelaskan bahwa pengaruh hubungan teman sebaya merupakan sumber pengaruh sosial lain yang relevan dengan agresi. Remaja yang agresif ditolak teman-teman sebayanya dan penolakan tersebut akan berdampak pada peningkatan agresif selanjutnya. Semakin perilaku remaja didominasi perilaku agresi, maka semakin sedikit remaja berperilaku nonagresif. Semakin kuat penolakan teman-teman sebaya, semakin ekstrem pula isolasi sosial yang diakibatkan.

Wilson dalam Barbara Krahe (2005:81-89) menyebutkan bahwa dampak perilaku agresif yang ditimbulkan dari bentuk agresif secara


(36)

20

langsung atau tidak langsung meningkatkan kemungkinan timbulnya perilaku agresif lain dari individu yang menyaksikan.

Penelitian ini mengambil tiga pendapat di atas mengenai dampak perilaku agresif. Dapat disimpulkan bahwa dampak yang ditimbulkan dari perilaku agresif adalah remaja ditolak dari lingkungan sosialnya, remaja tidak disukai teman-temannya karena memiliki kecenderungan perilaku agresif dibanding dengan yang lain. Penolakkan tersebut dapat berdampak selanjutnya kepada peningkatan perilaku agresif pada remaja yang mengakibatkan isolasi sosial yang lebih ekstrem dari teman-teman sebaya. Selain itu, dampak perilaku agresif yaitu adalah meningkatnya kemungkinan perilaku agresif lain pada individu yang menyaksikan. B. Sosiodrama

1. Pengertian Sosiodrama

Menurut Djumhur dan Muh Surya (2001:109) sosiodrama dipergunakan sebagai salah satu teknik untuk memecahkan masalah-masalah sosial melalui kegiatan bermain peran. Dalam sosiodrama ini seseorang akan memerankan suatu peran tertentu dari situasi masalah sosial. Menurut Wingkel (2004:470) sosiodrama merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain, tingkat konflik-konflik yang dialami dalam pergaulan sosial. Pendapat lain dari Oemar Hamalik (2010: 199) menyebutkan sosiodrama adalah suatu jenis teknik simulasi yang umumnya digunakan untuk


(37)

21

pendidikan sosial dan hubungan antara manusia yang melibatkan studi kasus, individu dan tingkah lakunya dalam bentuk dramatisasi.

Penelitian ini mengacu pada tiga pendapat di atas. Pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sosiodrama adalah salah satu teknik untuk memecahkan masalah-masalah sosial melalui kegiatan bermain peran, merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan atau studi kasus yang timbul dari hubungan antar individu.

2. Tujuan Sosiodrama

Menurut Oemar Hamalik (2010: 199) tujuan bermain peran sesuai dengan jenis belajarnya adalah sebagai berikut :

a. Belajar dengan berbuat, siswa melakukan suatu perantertentu sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan interaktif atau keterampilan reaktif;

b. Belajar melalui peniruan (imitasi), siswa yang mengamati drama menyamakan dirinya dengan pelaku atau aktor dan tingkah laku mereka;

c. Belajar melalui umpan balik, siswa yang mengamati mengomentari (menanggapi) perilaku para pemain atau pemegang peran yang telah ditampilkan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan prosedur kognitif dan prinsip dasar perilaku yang didramatisasikan pelaku atau aktor;


(38)

22

d. Belajar melalui pengkajian, penilaian dan pengulangan. Pemain dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan siswa dengan mengulanginya dalam penampilan berikutnya.

Pendapat di atas menjadi acuan penelitian, bahwa tujuan sosiodrama adalah agar siswa baik sebagai pelaku ataupun pengamat dapat mengembangkan keterampilan interaktif-reaktif, mengimitasi dan mengembangkan kemampuan kognitif melaui belajar berbuat, peniruan (imitasi), umpan balik dan proses pengkajian, penilaian dan pengulangan. 3. Langkah-langkah Pelaksanaan Sosiodrama

Menurut Roestiyah (2001: 91) prosedur sosiodrama adalah sebagai berikut:

a. Guru harus menerangkan kepada siswa tentang sosiodrama dan kegunaannya untuk menyelesaikan masalah hubungan sosial. Guru kemudian menunjuk beberapa siswa yang akan berperan dan menjadi penonton.

b. Guru memilih masalah yang urgen, sehingga menarik minat remaja. c. Guru harus menceritakan sambil mengatur adegan yang pertama agar

siswa memahami peristiwanya.

d. Bila ada siswa yang bersedia ikut berperan, guru harus menghargai tetapi harus mempertimbangkan peranannya.


(39)

23

f. Siswa yang menjadi penonton, selain mendengarkan juga memberikan kritik dana saran pada apa yang telah dilakukan seelah sosiodrama. g. Jika siswa belum terbiasa, perlu dibantu dalam menimbulkan kalimat

pertama.

h. Setelah sosiodrama dalam situasi klimaks, perlu dihentikan, agar kemungkingan pemecahan masalah dapat didiskusikan.

i. Sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi, walaupun masalahnya belum terpecahkan, perlu dibuka tanya jawab, diskusi atau membuat karangan yang berbentuk sandiwara.

Dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah pelaksanaan sosiodrama menurutRoestiyah. Dapat dibuat bagan adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Langkah-langkah Sosiodrama Persiapan

a. Menentukan dan

menceritakan situasi sosial yang akan didramatisasi b. Memilih peran

c. Mempersiapkan pemeran untuk menentukan peranan masing-masing

Pelaksanaan

a. Proses sosiodrama b. Guru menghentikan pada

saat situasi klimaks atau memuncak

c. Diskusi tentang jalannya cerita atau pemecahan masalah selanjutnya

Evaluasi/Tindakan nn

a. Penilaian atau pemberian tanggapan terhadap pelaksanaan sosiodrama b. Pembuatan kesimpulan

hasil sosiodrama c. Cerita atau pemecahan


(40)

24 C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Perkembangan manusia digambarkan dalam periode tertentu. Remaja adalah salah satu bagian dari klasifikasi periode dengan usia dan pengaruh faktor sosial sejarah tertentu. Para ahli perkembangan membagi remaja menjadi dua yaitu remaja awal dan remaja akhir. Masa remaja awal (early adolescence) sama dengan masa sekolah pertama yang mencakup perubahan pubertas. Masa remaja akhir (late adolescence)adalahusia setelah 15 tahun (Santrock, 2003:24). Masa remaja memiliki pemikiran operasional formal yang berlangsung antara usia 11 sampai 15 tahun. Remaja lebih berpikir penalaran yang abstrak, membangkitkan situasi khayalan, kemungkinan hipotesis, logis dengan menyusun rencana dan pengujian sistematis. Remaja juga memiliki ciri idealis dengan berpikir tentang ciri ideal dirinya, orang lain dan dunia (Santrock, 2002: 10).

Menurut Hurlock (1949: 2-4) remaja memiliki arti adolescenceyang berarti to grow atau to grow to maturityyang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa.Transisi perkembangan masa remaja adalah kondisi individu masing mengalami perkembangan masa kanak-kanak namun sebagian sudah mencapai kematangan dewasa. Bagian dari masa kanak-kanaktersebut adalah proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan yang masing bertambah. Sedangkan bagian


(41)

25

dari masa dewasa adalah kematangan organ tubuh termasuk fungsi reproduksi. Hurlock menyebutkan tiga periode masa remaja yaitu pra remaja/remaja awal (preadolescence) usia individu 10-12 tahun, remaja/remaja madya (early adolescence) usia individu 13-16 tahun dan remaja akhir (late adolescence) usia individu 17-21 tahun.

Sehubungan dengan pengertian tersebut, Yudrik Jahja (2011: 236-237) menjelaskan pulatiga periode masa:

a. Masa pra remaja (remaja awal), biasanya berlangsung dalam waktu relatif singkat. Masa ini ditandai oleh sifat-sifat negatif pada remaja. Sifat negatif tersebut muncul dalam bentuk negatif prestasi baik jasmani maupun rohani dan dalam bentuk sosial muncul sebagai individu yang menarik diri maupun bersikap agresif di masyarakat; b. Masa remaja (remaja madya), merupakan masa munculnya dorongan

untuk hidup dan memenuhi kebutuhan akan teman. Masa ini adalah masa mencari sesuatu yang berharga atau bernilai dan mencari sesuatu yang pantas dipuja sehingga masa ini disebut masa gejala remaja. Pendirian atau pandangan hidup remaja dianggap sebagai nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai kehidupan tersebut diperoleh karena tidak adanya pedoman atau obyek pemujaan yang lebih jelas. Bagi laki-laki biasanya lebih aktif dengan meniru sedang perempuan lebih pasif dengan menghayal;


(42)

26

c. Masa remaja akhir, pada masa remaja akhir individu telah mampu memenuhitugas perkembangannya yaitu menemukan pendirian hidup dan masuk ke masa dewasa.

Masa remaja adalah masa pengambilan keputusan. Remaja banyak diberikan kesempatan untuk mengambil keputusan tentang masa depan, memilih teman, dan merencanaan pilihan dengan berbagai perspektif. Transisi dalam pengambilan keputusan muncul kira-kira pada usia 11 hingga 12 tahun yaitu transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah pertama dan pada usia 15 hingga 16 tahunyaitu transisi dari sekolah menengah pertama ke sekolah menengah atas atau kejuruan.Perubahan-perubahan ini meliputi masa pubertas, pemikiran operasional formal, meningkatnya kemandirian dan tanggung jawab, dan perubahan dari kelas kecil yang homogen menjadi kelas yang lebih besar dan heterogen. Ketika remaja melakukan transisi, remaja mengalami top-dog phenomenon yaitu keadaan yang bergerak dari posisi teratas menjadi posisi terendah. Di sekolah dasar, remaja mendapat posisi teratas menjadi siswa paling tua dan paling berkuasa, sedangkan di sekolah menengah atau sekolah lanjutan pertama, remaja mendapat posisi terendah menjadi siswa paling muda dan paling lemah di sekolah. Menurut para peneliti, banyak siswa pada tahun pertama di sekolah menengah atau sekolah lanjutan pertama mengalami kesulitan (Santrock, 2002: 16).


(43)

27

Pengertian remaja pada penelitian ini mengacu pada pendapat Hurlock dan Yudrick Yahya. Disebutkan bahwa masa remaja adalah periode perkembangan individu setelah melewati masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja dapat dibagi menjadi tiga bagian, sebagai berikut:

a. Pra remaja/remaja awal (preadolescence), berlangsung dalam waktu relatif singkat usia individu 10-12 tahun. Masa ini ditandai oleh sifat-sifat negatif pada remaja yang muncul dalam bentuk negatif prestasi maupun sosial seperti menarik diri maupun bersikap agresif di masyarakat. Muncul transisi dalam bentuk pengambilan keputusan, yaitu merupakan transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah atau sekolah lanjutan pertama. Ketika remaja melakukan transisi, remaja mengalami top-dog phenomenon yaitu keadaan yang bergerak dari posisi teratas menjadi posisi terendah. Di sekolah dasar, remaja mendapat posisi teratas menjadi siswa paling tua dan paling berkuasa, sedangkan di sekolah menengah atau sekolah lanjutan pertama, remaja mendapat posisi terendah menjadi siswa paling muda dan paling lemah di sekolah;

b. Remaja/remaja madya (early adolescence) usia individu 13-16 tahun,merupakan masa pencarian teman dan atau pandangan hidup sebagai nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai kehidupan tersebut diperoleh karena tidak adanya pedoman atau obyek pemujaan yang lebih jelas.


(44)

28

Bagi laki-laki biasanya lebih aktif dengan meniru, sedang bagi perempuan lebih pasif dengan menghayal. Transisi dalam pengambilan keputusan juga muncul pada usia 15 hingga 16 tahun ketika transisi dari sekolah menengah atau sekolah lanjutan pertama ke jenjang yang lebih tinggi yaitu sekolah menengah atas atau kejuruan; c. Remaja akhir (late adolescence) usia individu 17-21 tahun,remaja

telah mampu memenuhi tugas perkembangannya yaitu menemukan pendirian hidup dan masuk ke masa dewasa.

2. Tugas Perkembangan Remaja

Havighurst (1953: 9-158) menyebutkan adanya sepuluh tugas perkembangan remaja yaitu:

a. Mencapai hubungan sosial yang matang dengan teman sebayanya, baik dengan teman jenis kelamin yang sama atau berbeda. Remaja dituntut untuk belajar bekerjasama dengan orang lain dengan tujuan bersama, mengendalikan perasaan-perasaan pribadi dan belajar menjadi pemimpin orang lain tanpa mendominasi.

b. Menjalankan peranan sosial menurut jenis kelamin masing-masing dengan mempelajari dan menerima peranan masing-masing sesuai ketentuan dan norma masyarakat.

c. Menerima kenyataan (realitas) perubahan jasmani dan menggunakannya seefektif mungkin.


(45)

29

d. Mencapai kebebasan emosional dari orang dewasa dengan membebaskan dirinya dari ketergantungan dengan orang tua atau orang dewasa lainnya.

e. Mencapai kebebasan ekonomi dengan adanya kesanggupan hidup dengan usaha sendiri.

f. Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan dan jabatan. Remaja memilih jenis pekerjaan sesuai bakat minat dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan tersebut.

g. Mempersiapkan diri untuk melakukan pernikahan dan hidup berumahtangga. Salahsatunya dengan mengembangkan sikap positif terhadap kehidupan keluarga dan remaja.

h. Mengembangkan kecakapan intelektual dan konsep dalam hidup bermasyarakat yaitu dengan mengetahui tentang hukum, pemerintahan, ekonomi, politik geografi dan lembaga kemasyarakatan. i. Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan. Remaja dapat ikut serta dalam kegiatan sosial sebagai individu yang bertanggungjawab, menaati nilai-nilai sosial yang berlaku di lingkungannya.

j. Memperoleh norma-norma sebagai pedoman tindakan dan sebagai pandangan hidup.

William Kay (Yudrik Jahja, 2011: 238) mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja sebagai berikut:


(46)

30

a. Menerima fisiknya dan keragaman kualitasnya

b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur yang mempunyai otoritas

c. Mengembangkan keterapilan komunikasi interpersonal dengan teman sebaya atau orang lain baik individu maupun kelompok

d. Menemukan model manusia yang dijadikan sebagai identitasnya e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap

kemampuannya sendiri

f. Memperkuat self control (kemampuan mengendalikan diri) dengan nilai-nilai yang terdapat di masyarakat

g. Mampu meninggalkan sikap kekanak-kanakkan

Penelitian ini mengacu pada pemaparan kedua pendapat tersebut. Dapat diperoleh kesimpulan bahwa tugas perkembangan masa remaja dapat dibagi menjadi tujuh yaitu:

a. Mencapai hubungan sosial yang matang dengan teman sebayanya, baik dengan teman jenis kelamin yang sama atau berbeda. Remaja dituntut untuk belajar bekerjasama dengan orang lain dengan tujuan bersama, mengendalikan perasaan-perasaan pribadi dan belajar menjadi pemimpin orang lain tanpa mendominasi baik individu maupun kelompok.

b. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.


(47)

31

1) Menerima kenyataan (realitas) perubahan jasmani dan menggunakannya seefektif mungkin.

2) Menjalankan peranan sosial remaja menerima jenis kelamin masing-masing dengan mempelajari dan menerima peranan sesuai ketentuan dan norma masyarakat.

3) Mengembangkan kecakapan intelektual dan konsep dalam hidup bermasyarakat yaitu dengan mengetahui tentang hukum, pemerintahan, ekonomi, politik geografi dan lembaga kemasyarakatan.

c. Mencapai kebebasan dari orang dewasa dengan membebaskan dirinya dari ketergantungan dengan emosional dan ekonomi orang tua atau orang dewasa lainnya.

d. Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan dan jabatan. Remaja memilih jenis pekerjaan sesuai bakat minat dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan tersebut.

e. Mempersiapkan diri untuk melakukan pernikahan dan hidup berumahtangga. Salahsatunya dengan mengembangkan sikap positif terhadap kehidupan keluarga dan remaja.

f. Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan. Remaja dapat ikut serta dalam kegiatan sosial sebagai individu yang bertanggungjawab, menaati nilai-nilai social yang berlaku di lingkungannya.


(48)

32

g. Memperoleh norma-norma sebagai pedoman tindakan dan sebagai pandangan hidup.

D. Layanan Bimbingan dan Konseling

1. Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling

Shertzer dan Stone dalam Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurihsan(2010: 6-8) mengartikan bimbingan sebagai “…process of helping an individual to understanding himself and his world” yaitu proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami diri dan lingkungannya. Sedangkan konseling menurut American School Associationadalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada konseli untuk membantu konseli mengatasi masalah-masalahnya.

Menurut Priyatno dan Erman Anti (1994: 94-115) bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan seorang ahli kepada seseorang atau kelompok, baik anak-anak, remaja maupun dewasa, agar seseorang atau kelompok tersebut dapat mengembangkan kemampuan dirinyasendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan dan sarana yang ada berdasarkan norma-norma yang berlaku. Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli yang disebut konselor kepada individu yang sedang mengalami masalah yang disebut konseli yang bermuara pada teratasinya


(49)

33

masalah yang dihadapi konseli.Bimbingan dan konseling adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan terutama dalam proses pelaksanaannya yang memiliki keterkaitan. Bimbingan konseling memiliki tujuan umum untuk membantu individu mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan, kemampuan dasar, bakat minat yang dimilikinya, latar belakang yang ada serta sesuai dengan tuntunan positif lingkungannya.

Sehubungan dengan pendapat di atas, menurut Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurishsan (2010: 82) bimbingan dan konseling adalah upaya pemberian bantuan kepada individu dalam rangka mengembangkan diri (intelektual, emosional, sosial dan moral-spiritual), dan mengatasi masalah melalui hubungan face to face atau melalui media baik secara perorang maupun kelompok untuk mencapai perkembangan yang optimal sehigga mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat dan mencapai kehidupan yang bermakna.

Pengertian bimbingan dan konseling dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurishsan. Pendepata tersebut menyebutkan bahwa bimbingan dan konseling adalah upaya pemberian bantuan kepada individu dalam rangka mengembangkan diri (intelektual, emosional, sosial dan moral-spiritual), dan mengatasi masalah melalui hubungan face to face atau melalui media baik secara perorang maupun kelompok untuk mencapai perkembangan yang optimal sehigga


(50)

34

mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat dan mencapai kehidupan yang bermakna.

2. Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling

Menurut Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurishsan (2011: 26) bimbingan dan konseling di sekolah diklasifikasikan menjadi empat jenis layanan yaitu layanan dasar bimbingan, layanan responsif, layanan perencanaan individual dan dukungan sistem. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Layanan dasar bimbingan merupakan layanan bantuan bagi siswa melalui kegiatan di kelas maupun diluar kelas yang disajikan secara sistematis dalam rangka membantu sisa mengembangkan potensinya secara optimal. Tujuan layanan dasar bimbingan adalah agar sisa memiliki kesadaran pemahaman tentang diri dan lingkungannya, mampu mengembangan keterampilan, dan mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya.

b. Layanan responsif merupakan layanan bagi siswa yang memiliki kebutuhan atau masalah yang memerlukan bantuan dengan segera. Layanan responsif bersifat kuratif. Tujuannya untuk membantu siswa memenuhi kebutuhan yang dirasa saat ini atau siswa yang mengalami hambatan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya. Strategi yang digunakan adalah melalui konseling individual,


(51)

35

konseling kelompok, dan konsultasi. Aspek layanan responsif terdapat pada bidang pribadi, sosial, belajar dan karir.

c. Layanan perencanaan individual merupakan layanan bantuan kepada siswa agar mampu membuat dan merencanakan masa depannya berdasarkan kekuatan dan kelemahan dirinya. Bertujuan agar siswa mampu mengimplementasikan rencana terkait aspek pribadi, sosial, belajar dan karir.

d. Dukungan sistem merupakan komponen layanan dan kegiatan manajemen secara tidak langsung memberikan bantuan atau memfasilitasi kelancaran perkembangan siswa. Tujuan dukungan sistem adalah untuk memantapkan, memelihara dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh.

Menurut Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurishsan (2011: 35-36) peran guru bimbingan dan konseling di sekolah diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Melaksanakan program layanan bimbingan, yaitu layanan dasar bimbingan, layanan responsif, layanan perencanaan individual dan layanan dukungan sistem.

b. Mengevaluasi program hasil perubahan sikap dan perilaku siswa baik dalam aspek pribadi, sosial, belajar dan karir.

c. Menindaklanjuti hasil evaluasi (follow up) melalui usaha perbaikan, penyempurnaan program, peningkatan kualitas layanan, penambahan


(52)

36

fasilitas dan penyampaian informasi hasil evaluasi kepada pihak terkait di sekolah.

Pada tahun pertama sekolah menengah menekankan tentang pentingnya menciptakan lingkungan positif bagi perkembangan sosial dan emosional bagi remaja. Hal ini bertujuan untuk memberikan kontribusi untuk perkembangan sosial, emosional dan keunggulan akademik (Santrock, 2002: 18).

Dua pendapat Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurishsan di atas menjadi acuan pemilihan jenis layanan bimbingan dan konseling dan peran Guru Bimbingan dan Konseling di sekolah..

3. Bidang Layanan

Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurihsan (2010: 28) dan Achmad Juntika Nurihsan (2009: 16) menyebutkan bidang layanan bimbingan dan konseling dapat mencakup empat bidang yang dapat dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah, yaitu:

a. Bidang pribadi,yaitubimbingan untuk membantu para individu dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan pribadi. Dapat meliputi ketakwaan individu, kemandirian emosional, pengembangan keterampilan, penerimaan dan pengembangan diri secara efektif; b. Bidang sosial, yaitu bimbingan untuk membantu para individu dalam


(53)

37

meliputi hubungan sosial yang bertanggungjawab, hubungan dengan teman sebaya dan persiapan pernikahan dan hidup berkeluarga;

c. Bidang belajar, yaitu bimbingan yang diarahkan untuk membantu para individu dengan menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah akademik. Bidang belajar diantaranya meliputi masalah kebiasaan belajar, kesulitan belajar, dan minat belajar;

d. Bidang karir,yaitu bimbingan untuk membantu individu dalam perencanaan, pengembangan, dan penyelesaian masalah-masalah karir. Bidang karir diantaranya meliputi pemahaman terkait studi lanjut, pemilihan studi lanjut sesuai kemampuan minat dan bakat, dan pemilihan pekerjaan.

Pendapat Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurishsan tersebut digunakan penelitian untuk mengelompokkan bidang layanan bimbingan dan konseling sesuai masalah perilaku agresif.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini mengacu pada literatur yang mendukung untuk menegaskan teori yang digunakan. Selain menggunakan buku dan jurnal, peneliti menggunakan penelitian terdahulu. Adapun penelitian yang digunakan peneliti untuk memperkuat teori penelitian ini adalah Penelitian Dian Muslimatun Azizah, Penelitian Ichda Satria Figraha Arrozy, dan Victor Gamma Kharisma.


(54)

38 1. Penelitian Dian Muslimatun Azizah

Penelitian dilakukan pada tahun 2013 dengan subyek siswa kelas V SD Perigikan 03 Tegal yang berperilaku agresif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat agresif siswa sebelum dan sesudah layanan dan tingkat keefektifan layanan kelompok menggunakan teknik sosiodrama untuk mengurangi perilaku agresif. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen. Subyek penelitian adalah siswa laki-laki kelas V SD Perigikan 03 Tegal yang berjumlah 14 orang. Metode pegumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara. Untuk menganalisis data digunakan analisis data kualitatif dan analisis deskripif prosentase. Hasil penelitian menunjukan subyek penelitian memiliki perilaku agresif. Perilaku agresif yang ditunjukan siswa adalah perilaku agresif verbal dan non verbal seperti mengancam, marah tanpa alasan, menghina, tidak disiplin, memukul, menendang, menyerbu dan menyerang milik orang lain. Prosentase perilaku agresif yang ditunjukkan siswa sebelum diberikan layanan menunjukkan angka di atas 50% sedangkan prosentase perilaku agresif yang ditunjukkan siswa setelah diberikan layanan adalah dibawah 50%. Perilaku agresif siswa sebelum diberikan layanan meliputi meliputi kriteria sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah. Sedangkan perilaku agresif setelah diberikan layanan meliputi kriteria rendah dan sangat rendah. Hal ini menunjukkan


(55)

39

adanya penurunan terhadap perilaku agresif yang dimiliki siswa diberikan layanan.

2. Penelitian Ichda Satria Figraha Arrozy

Penelitian dilakukan pada tahun 2012 dengan subyek siswa kelas X. 1 Administrasi Perkantoran SMK Sudirman 1 Wonogiri. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan sikap asertif melalui teknik sosiodrama. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan subyek siswa kelas X. 1 Administrasi Perkantoran SMK Sudirman 1 Wonogiri berjumlah 40 siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket, observasi dan wawancara. Analisis data yang digunakan adalah analisis data kuantitatif dan analisis data kualitatif. Hasil penelitian dilakukan dengan dua siklus, tiap siklus terdiri dari tiga tindakan. Pra tindakan yang dilakukan dengan menyebar angket diperoleh data bahwa sikap asertif pada siswa masih rendah dengan rata-rata kelas mencapai 49%. Siklus I terdiri dari tiga tingkatan, prosentase siswa meningkat menjadi 72,51%. Siklus II dilakukan karena hasil refleksipertama belum mencapai pada kriteria keberhasilan yang peneliti harapkan. Siklus II juga terdiri dari tiga tingkatan, prosentase siswa meningkat menjadi 77,3% atau sudah masuk pada prosentase baik. Hal ini menunjukkan adanya perubahan sikap asertif dari siswa yang sebelumnya kurang asertif menjadi semakin asertif.


(56)

40

3. Penelitian Victor Gamma Kharisma

Penelitian dilakukan pada tahun 2013 dengan subyek siswa kelas X. 1 Madrasah Aliyah Negeri Klaten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir positif (positive thinking skill)dengan bimbingan kelompok teknik sosiodrama. Subyek penelitian berjumlah 22 siswa dengan metode pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara. Hasil penelitian dilakukan dua siklus, yaitu siklus tahap I menggunakan skenario dan siklus tahap II tidak menggunakan skenario. Peningkatan kemampuan berpikir positif bisa dilihat dengan perolehan hasil peringkat dari pra tindakanke post test. Pra tindakansiswa mencapai 75,63, setelah refleksiI sebesar 104,45 dan refleksiII rata-rata menjadi 119,05. Angka tersebut signifikan, karena rata-rata nilai refleksiuntuk kategori kemampuan berpikir positif (positive thinking skill) yang tinggi mencapai 114 atau lebih. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan berpikir positif dengan bimbingan kelompok teknik sosiodrama.

F. Kerangka Berpikir

Fenomena agresivitasyang terjadi di kalangan siswa seakan bukan lagi hal yang mengejutkan. Siswa pada hakikatnya memiliki tugas untuk belajar dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun pada kenyataannya banyak siswa yang melakukan perilaku agresif ekstrem. Perilaku agresif ini muncul di lingkungan sekolah tempat siswa belajar. Remaja yang dilaporkan


(57)

41

melakukan perilaku agresif rata-rata adalah siswa sekolah menengah. Perilaku agresif yang muncul beragam namun kasus yang terjadi akhir-akhir ini adalah seperti bullying, tawuran, pelecehan seksual dan pembunuhan. Hal ini, tidak terjadi secara langsung, perilaku agresif terjadi dalam jangka waktu yang lama.

Menurut pemaparan Guru BK, 11 orang siswa yang memiliki ciri-ciri agresif adalah 9 orang siswa laki-laki dan 2 orang perempuan. 9 orang diantaraya dilaporkan membuat gaduh saat di kelas, 1 orang menghina terkait fisik temannya yang lemah dan 1 orang memaki-maki dan tidak menaati peraturan sekolah.

Perilaku agresif adalah perilaku sengaja yang dilakukan dengan maksud menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikologis dilakukan secara verbal maupun nonverbal, dan dengan cara langsung atau pun tidak langsung. Perilaku agresif remaja muncul sebagai sarana mencapai tujuan yang diinginkan dan atau sebagai respon perasaan frustasi atau provokasi. Faktor yang mempengaruhi perilaku agresif adalah faktor internal perilaku agresif diantaranya akibat kerusakan neurologis, faktor kognisi, konsep diri dan motivasi individu. faktor selanjutnya adalah faktor ekternal diantaranya adalah kondisi tempat tinggal, lingkungan dan hubungan orang tua atau keluarga dan media yang menampilkan kekerasan. Akibat yang ditimbulkan adalah remaja ditolak dari lingkungan sosialnya, remaja tidak disukai teman-temannya karena memiliki kecenderungan perilaku agresif dibanding


(58)

42

dengan yang lain. Penolakkan tersebut dapat berdampak selanjutnya kepada peningkatan perilaku agresif pada remaja yang mengakibatkan isolasi sosial yang lebih ektrem dari teman-teman sebaya. Selain itu dampak perilaku agresif yang ditimbulkan adalah meningkatnya kemungkinan timbulnya perilaku agresif lain dari individu yang menyaksikan.

Masa remaja merupakan periode perkembangan individu setelah melewati masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu remaja awal (preadolescence), berlangsung dalam waktu relatif singkat usia individu 10-12 tahun; remaja madya (early adolescence) usia individu 13-16 tahun, merupakan masa pencarian teman dan atau pandangan hidup sebagai nilai-nilai kehidupan; dan remaja akhir (late adolescence) usia individu 17-21 tahun. Remaja awal ditandai oleh sifat-sifat negatif pada remaja yang muncul dalam bentuk negatif prestasi maupun sosial seperti menarik diri maupun bersikap agresif di masyarakat. Perilaku agresif muncul di usia transisi ini, yaitu merupakan transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah atau sekolah lanjutan pertama. Individu dalam tahap ini dituntut belajar menyelesaikan tugas perkembangan baru di perkembangan remaja menyesuaikan dengan norma-norma yang ada di lingkungan barunya.

Pada penelitian ini, perilaku agresif diukur berdasarkan indikator perilaku agresif Buss dalam Tri Dayaknisi dan Hudaniah (2009: 188-189) yaitu:


(59)

43

1. Agresif verbal aktif langsung: tindakan agresif verbal yang dilakukan individu/kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain menjadi targetnya seperti menghina, memaki, marah-marah.

2. Agresif verbal pasif langsung: tindakan agresif verbal yang dilakukan individu/kelompok dengan cara berhadapan dengan individu/kelompok lain menjadi targetnya namun tidak terjadi kontak verbal secara langsung seperti menolak bicara atau bungkam.

3. Agresif verbal aktif tidak langsung: tindakan agresif verbal yang dilakukan individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain menjadi targetnya seperti menyebar fitnah, mengadu domba.

4. Agresif verbal pasif tidak langsung: tindakan agresif verbal yang dilakukan individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu/kelompok lain menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak verbal secara langsung seperti tidak memberi dukungan, tidak menggunakan hak berpendapat.

5. Agresif fisik aktif langsung: tindakan agresif fisik yang dilakukan individu/kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung seperti memukul, mendorong, mencubit.


(60)

44

6. Agresif fisik pasif langsung: tindakan agresif fisik yang dilakukan individu/kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain menjadi targetnya namun tidak terjadi kontak fisik secara langsung seperti demonstrasi atau aksi diam.

7. Agresif fisik aktif tidak langsung: tindakan agresif fisik yang dilakukan individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain menjadi targetnya seperti merusak barang orang lain, menyuruh orang lain memukul.

8. Agresif fisik pasif tidak langsung: tindakan agresif fisik yang dilakukan individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak fisik seperti tidak peduli atau apatis.

Dapat disimpulkan, fenomena remaja berperilaku agresif telah banyak ditemukan. Akibat yang ditimbulkan perilaku agresif pada remaja adalah remaja ditolak dari lingkungan sosialnya, dan tidak disukai teman-temannya Hal ini akan akan berdampak lebih buruk pada remaja tersebut dengan mendapatkan isolasi sosial dari teman-teman sebayanya. Jika pada tahap perkembangan remaja, individu mengalami isolasi sosial dan tidak dapat ditangani. Pada tahap perkembangan selanjutnya individu akan mengalami kesulitan. Selain itu dampak perilaku agresif yang ditimbulkan adalah meningkatnya kemungkinan timbulnya perilaku agresif lain dari individu yang menyaksikan. Hal ini akan menjadikan individu lain berperilaku


(61)

45

agresif karena mencontoh perilaku agresif yang muncul pada remaja tersebut.Oleh karena itu Guru BK di sekolah penting untuk memberi layanan bimbingan dan konseling untuk mengatasi permasalahan remaja yang berperilaku agresif.

Bimbingan Konseling memiliki empat jenis layanan, salah satunya adalah fungsi pengentasan,layanan responsif yang digunakan sebagai upaya membantu konseli dalam mengatasi masalahnya serta membantu konseli dalam mengoptimalkan potensi yang ia miliki. Layanan responsif agresif masuk pada bidang sosial, bertujuan agar remaja dapat bertanggungjawab terhadap lingkungan sosialnya dan mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya. Dalam layanan konseling dapat diterapkan koseling kelompok metode permainan, baik permainan itu menjadi media utama ataupun tidak. Layanan konseling kelompok memungkinkan remaja untuk mengembangkan hubungan sosial yang efektif dan produktif. Hal ini dapat sesuai dengan usia remaja pada masa peralihan dari sekolah dasar ke sekolah menengah. Remaja yang pada hakikatnya senang untuk bermain, akan memunculkan ketertarikkan pada layanan konseling melalui teknik permainan. Teknik permainan dapat membantu mengembangkan teknik-teknik yang lebih efektif untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial dan orang dewasa. Salah satu bentuk permainan yang dapat digunakan untuk remaja usia SMP kelas VII adalah sosiodrama.


(62)

46

Sosiodrama adalah salah satu teknik untuk memecahkan masalah-masalah sosial dengan melalui kegiatan bermain peran, merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain.Sosiodrama menjadikan kegiatan bermain peran sebagai sarana untuk remaja mengekspresikan emosi dan imajinasinya. Pembimbing dapat menyisipkan peraturan dan nilai-nilai dalam sosiodrama yang betujuan agar remaja dapat memahami perilaku agresif,memahami perasaan orang lain dan hubungan sosial kedekatan remaja dengan temannya meningkat. Tujuan lain sosiodrama adalah agar siswa sebagai pelaku dan pengamat dapat mengembangkan keterampilan interaktif, mengimitasi dan mengembangkan kemampuan kognitif melaui belajar berbuat, peniruan (imitasi), umpan balik dan proses pengkajian, penilaian dan pengulangan.

Langkah-langkah pelaksanaan sosiodrama adalah melakukan persiapan dengan menentukan situasi sosial yang di dramatisasi, menentukan kelompok peran dan mempersiapkan pemeran. Tahap kedua adalah pelaksanaan. Siswa melakukan sosiodrama dan diakhiri dengan diskusi tentang jalannya cerita atau pemecahan masalah selanjutnya. Selanjutnya adalah evaluasi/tindak lanjut. Siswa diberi tugas untuk menilai atau memberi tanggapan dan kesimpulan terhadap pelaksanaan sosiodrama. Fokus bahasan sosiodrama adalah perilaku agresi. Harapannya setelah siswa mengikuti layanan dengan teknik sosiodrama, nilai-nilai yang diterapkan


(63)

47

dalam permainan dapat membantu remaja memahami perilaku agresif dan mengajarkan remaja berempati terhadap perasaan orang lain sehingga teknik sosiodrama dapat mengurangi perilaku agresif siswa.

Alur kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3. Kerangka Berpikir

G. Hipotesis Tindakan

Menurut Sukardi (2013: 36) hipotesis merupakan jawaban sementara atas perumusan masalah, umumnya berupa opsional artinya boleh ada dan boleh tidak. Hipotesis yang ada merupakan hipotesis tindakan yang jawaban sebenarnya masih harus dicari melalui pencarian data di lapangan.

Berdasarkan pendapat di atas, maka hipotesis dalam penelitian menjadi sangat penting dalam sebuah penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah perilaku agresif dapat dikurangimelaluiteknik sosiodrama pada siswa kelas VII C SMP Negeri 14 Yogyakarta.

Siswa yang memiliki kecenderungan untuk berperilaku agresif

Sosiodrama Layanan BK Berkurangnya perilaku agresif


(64)

48 BAB III

METODE PENELITIAN

Hasil penelitian yang baik dapat diperoleh apabila metode atau prosedur penelitiannya baik pula. Ketepatan metode yang digunakan akan mempengaruhi keakuratan hasil penelitian pula. Dalam penelitian ini metodologi yang digunakan meliputi pendekatan penelitian, subyek, tempat dan waktu, model penelitian, rancangan tindakan, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, uji validitas dan reliabilitas dan teknik analisis data. Penjelasan metodologi penelitian dijabarkan sebagai berikut:

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas yang sering disingkat PTK. Menurut Suwarsih Madya (2007: 10-25) penelitian tindakan adalah proses untuk melakukan perubahan pada diri peserta dan perubahan situasi tempat penelitian yang dilakukan untuk mencapai perbaikan praktik yang berkelanjutan. Penelitian tindakan memiliki ciri khusus yaitu adanya peningkatan pemahaman dengan tindakan yang bertanggungjawab dan dilakukan dengan pemantauan yang sistematis. Tujuan penelitian tindakan adalah untuk melibatkan saling terkait antar peserta dengan tujuan meningkatkan. PTK juga merupakan salah satu bentuk penelitian sosial yang melibatkan peserta dalam proses tahap


(65)

49

perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi secara bersiklus.

Menurut Kemmis dan MC Taggart dalam Sukardi (2013: 3) action research is, the way groups of people can organize the conditions under which they can learn from their own experiences and make their experience accessible to others. Penelitian tindakan adalah cara kelompok atau seseorang dalam mengorganisasikan sebuah kondisi untuk dapat mempelajari pengalaman yang terjadi dan membuat pengalaman itu dapat diakses oleh orang lain. Pembahasan lebih lanjut Sukardi (2013: 15-16) menjelaskan penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang mengeksplorasi fenomena, gejala atau informasi yang muncul untuk memperoleh alternatif perbaikan. Karakteristik penelitian tindakan kelas dilihat dari hasil kajian beberapa sumber dalam Sukardi(2013: 20-21) dapat diurai sebagai berikut :

1. Permasalahan yang dipecahkan merupakan persoalan praktis yang dihadapi peneliti sehari-hari

2. Peneliti memberikan perlakuan (treatment) berupa tindakan terencana untuk memecahkan permasalahan dan meningkatkan kualitas subyek yang diteliti

3. Langkah-langkah yang direncanakan dalam bentuk siklus yang memungkinkan terjadinya peningkatan perbaikan disetiap siklusnya.


(66)

50

4. Adanya berpikir reflektif (reflective thinking) dengan melihat situasi dan kondisi setelah dilakukannya perlakuan (treatment)

5. Penelitian dilakukan secara kolaboratif dua orang atau lebih

6. Peneliti menemukan fenomena yang muncul lalu menggunakannya sebagai data atau informasi penelitian.

B. Definisi Operasional

Agar penelitian ini terarah pada pokok bahasan yang akan diteliti, peneliti mendefinisikan beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian ini sebagai berikut:

1. Perilaku Agresif

Perilaku agresif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menghina, mengancam, marah-marah, menolak bicara, menyebar fitnah, mengadu domba, tidak memberi dukungan, tidak menggunakan hak berpendapat, memukul, mendorong, mencubit, demonstrasi atau aksi diam, merusak barang orang lain, menyuruh orang lain memukul dan tidak peduli.

2. Teknik Sosiodrama

Teknik soiodrama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Persiapan

a. Menentukan dan menceritakan situasi sosial yang akan didramatisasi


(67)

51

c. Mempersiapkan pemeran untuk menentukan peranan masing-masing

2. Pelaksanaan

a. Proses sosiodrama

b. Guru menghentikan pada saat situasi klimaks atau memuncak c. Diskusi tentang jalannya cerita atau pemecahan

3. Evaluasi/Tindakan

a. Penilaian atau pemberian tanggapan terhadap pelaksanaan sosiodrama

b. Pembuatan kesimpulan hasil sosiodrama c. Cerita atau pemecahan masalah selanjutnya. C. Subyek Penelitian

Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling. Menurut Suyud Margono (2005: 128)purposive samplingadalah pemilihan sekelompok subyek didasarkan atas ciri-ciri atau kriteria tertentu yang ditentukan berdasarkan tujuan penelitian.

Peneliti mengambil permasalahan perilaku agresif pada siswa kelas VII C di SMP Negeri 14 Yogyakarta. Jumlah siswa kelas tersebut sebanyak 35 orang. Untuk menentukan kategori siswa yang memiliki perilaku agresif, peneliti mengambil kriteria agresif berdasarkan indikator perilaku agresif. Hal tersebut guna memastikan bahwa subyek yang dipilih benar-benar sesuai sasaran. Kriteria agresif berdasarkan indikator perilaku agresif tersebut yaitu:


(68)

52

1. Agresif verbal aktif langsung: menghina, memaki, marah-marah. 2. Agresif verbal pasif langsung: menolak bicara, bungkam.

3. Agresif verbal aktif tidak langsung: menyebar fitnah, mengadu domba. 4. Agresif verbal pasif tidak langsung: tidak memberi dukungan, tidak

menggunakan hak berpendapat.

5. Agresif fisik aktif langsung: memukul, mendorong, mencubit. 6. Agresif fisik pasif langsung: demonstrasi atau aksi diam.

7. Agresif fisik aktif tidak langsung: merusak barang orang lain, menyuruh orang lain memukul.

8. Agresif fisik pasif tidak langsung: tidak peduli. D. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SMP Negeri 14 Yogyakarta terletak di Jalan Tentara Pelajar No 07, Kelurahan Bumijo, Kota Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakanmulai pada semester genap, tahun ajaran 2014/2015 pada bulanJuni2015. Waktu tersebut digunakan mulai dari penyusunan proposal, mengurus perijinan, melakukan pra tindakan guna mengetahui siswa yang berperilaku agresif, melakukan persiapan, dan melakukan tindakan.


(69)

53 E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian tindakan ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Angket

Menurut Suyud Margono (2005: 176-177) dan Nurul Zuriah (2006: 188) angket adalah seperangkat nilai angka yang ditetapkan sebagai subyek, obyek atau tingkah laku dengan tujuan untuk mengukur sifat, dapat digunakan untuk mengukur nilai-nilai dan minat.

a. Prinsip pengukuran

Angket yang diberikan kepada responden merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur variabel yng akan diteliti. Oleh karena itu, angket tersebut harus dapat digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel tentang variabel yang diukur. Maka untuk memenuhi prinsip tersebut, instrumen angket tersebut perlu diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu.

b. Penampilan fisik angket

Penampilan fisik angket akan mempengaruhi psikologi responden dan keseriusan responden dalam mengisi angket.

Peneliti menggunakan angket dengan menggunakan angketLikert. Menurut Suyud Margono (2005: 176-177) angketLikertmerupakan


(70)

54

pernyataan positif atau negatif mengenai suatu obyek sikap. Langkah-langkah untuk menyusun angketLikert adalah sebagai berikut:

a. Mengumpulkan sejumlah pernyataan yang menyenangkan tentang obyek sikap

b. Memilih dari kumpulan ini pernyataan yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan dalam jumlah yang sama

c. Memberi butir-butir pernyataan itu kepada sejumlah individu untuk mengisi pendapatnya.

d. Menghitung skor tiap-tiap individu

e. Melakukan analisis untuk memilih butir-butir pernyataan yang menghasilkan diskriminasi tinggi.

2. Observasi

Menurut Sukardi (2013: 50) mengartikan observasi sebagai tindakan atau proses pengambilan data atau informasi melalui media pengamatan. Pendapat lain dari Suyud Margonodalam Nurul Zuriah (2006: 173) menjelaskanobservasi sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian. Pengamatan dan pencatatan dilakukan di tempat terjadinya kejadian berlangsung.

Dalam penelitian ini, observasi yag digunakan adalah observasi partisipatif dengan ratting scale (skala observasi). Menurut Nurul Zuriah (2006: 174-175) ratting scaleadalah pengambilan data menggunakan


(1)

195 6. Unit Kegiatan Kerohanian

Islam

Kepala Bidang Kemuslimahan 2014

7. BEM REMA UNY Staff Pemberdayaan Perempuan 2015 8. Tutorial PAI UNY Staff Bidang Pemberdayaan &

Pelatihan Baca Qur’an 2015

Pengalaman Mengajar:

No. Pendidikan Tempat Tahun

1. Madrasah Diniyah Takmiliyah Al-Ikhlas

Samirono, Sleman

2012-sekarang

2. Guru Les PAI SMP Sleman 2013-2014

3. Guru PPL SMPN 14 Yogyakarta


(2)

196

Lampiran 4. Surat-surat Kelengkapan Penelitian

Lampiran 4.1 Surat Permohonan Izin Observasi Lampiran 4.2 Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 4.3 Surat Izin Penelitian


(3)

(4)

(5)

(6)