37
Tekanan emosi yang ringan maupun yang permanen akan berpengaruh pada penerimaan diri. Tidak adanya tekanan emosi yang
berat menyakinkan seseorang untuk dapat memilih yang terbaik bagi dirinya dan menjadikannya memiliki sikap yang berorientasi pada diri
maupun pada orang lain.
d. Frekuensi keberhasilan Propoderance of Successes
Keberhasilan yang pernah dicapai seseorang akan mempengaruhi penerimaan diri dan sebaliknya kegagalan akan
berpengaruh terhadap penolakan diri. Pengaruh ini dapat bersifat kuantitatif dan kualitatif. Pengaruh kuantitatif berarti bahwa
keberhasilan yang diraih lebih banyak jumlahnya daripada kegagalan yang dialami. Sedangkan pengaruh kualitatif menunjukkan pada arti
penting dari keberhasilan yang diperoleh meskipun jumlahnya lebih sedikit daripada kegagalan yang dialami.
e. Konsep diri yang stabil Stable Self Concept
Individu yang mempunyai konsep diri yang stabil akan melihat dirinya waktu ke waktu secara konstan dan tidak berubah-ubah
sehingga akan dapat memberikan gambaran diri secara baik dan jelas. Berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan faktor-faktor
yang mempengaruhi penerimaan diri adalah faktor lingkungan, pemahaman diri, tidak ada tekanan emosi, frekuensi keberhasilan, dan
konsep diri yang stabil. Dalam artian faktor-faktor atau aspek-aspek yang
38
mempengaruhi penerimaan diri berasal dari dalam diri individu dan dari luar individu itu sendiri.
D. Peningkatan Penerimaan Diri melalui Metode Cerita
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah sikap yang mencerminkan perasaan senang dan puas
terhadap kelebihan yang dimiliki dan mengakui atas kekurangan yang ada dalam dirinya serta terbuka terhadap kritikan dan masukan dari orang lain
tentang kelebihan dan kekurangan dirinya yang nantinya sebagai suatu tanda pengenalan diri apa adanya. Adapun ciri-ciri individu dengan penerimaan diri
menurut Cronbach Yanti, 2007: 23-24 adalah individu memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi persoalan, manganggap dirinya
berharga sebagai menusia dan sederajat dengan orang lain, tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal, tidak ada harapan ditolak orang lain, tidak malu
atau tidak hanya memperhatikan dirinya sendiri, dan berani memikul tangggung jawab terhadap perilakunya. Menurut Hurlock dalam Yanti, 2007:
27-28, hal yang mempengaruhi penerimaan diri yaitu: faktor lingkungan, pemahaman diri, tidak ada tekanan emosi, frekuensi keberhasilan, dan konsep
diri yang stabil. Oleh karena itu, penerimaan diri perlu diberikan melalui pelatihan dan pendidikan yang intensif, sehingga individu selalu menerima
kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri individu dan selalu memandang diri individu itu apa adanya.
Munurut Rita dkk 2008: 104, Masa kanak-kanak akhir sering disebut masa usia sekolah dasar. Masa ini dialami anak pada usia 6 tahun sampai
39
masuk ke masa pubertas atau remaja awal usia 11-13 tahun. Pada masa kanak-kanak akhir umumnya egosentrisme mulai berkurang. Anak mulai
memperhatikan dan menerima pandangan orang lain serta bersikap sosial. Pengalaman langsung sangat membantu anak dalam berfikir.
Metode untuk meningkatkan penerimaan diri salah satunya yaitu metode cerita. Dari kesimpulan beberapa pendapat para ahli tentang metode
cerita adalah metode yang sangat tepat digunakan oleh orang tua dan guru sebagai sarana mendidik dan membentuk kepribadian melalui penghayatan
dari dalam diri anak, karena cerita tersusun dari kisah atau situasi nyata dalam kehidupan dan pengalaman hidup manusia. Cerita membekali anak-anak
dengan sesuatu yang bermanfaat bagi hidup mereka selanjutnya, karena cerita menyajikan imitation of life atau konsepsi mimesis yang membuat anak-anak
lebih memahami hidup dan permasalahannya. Cerita rakyat, dongeng, atau kisah keluarga telah mencetak seseorang menjadi dirinya sendiri yang berbeda
dengan orang lain. Ini merupakan cara yang sangat baik untuk mengajari anak berpikir realistik agar selalu menerima diri mereka apa adanya. Oleh karena
itu, semakin individu mendengarkan cerita kehidupan orang lain yang sama dengan dirinya atau bahkan lebih kurang dari dirinya, individu itu akan
berpandangan dan berpikir bahwa diluar dirinya masih banyak orang yang kekurangan, sehingga individu itu selalu menganggap kekurangan bukanlah
permasalahan yang ada pada dirinya dan selalu menjadikan kekurangan sebagai kelebihan jika dimanfaatkan dengan lebih baik, yang menjadikan