1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran IPA adalah suatu proses yang kompleks. Dewasa ini, pembelajaran IPA masih didominasi oleh penggunaan model pembelajaran
konvensional dimana kegiatannya lebih berpusat pada guru. Aktifitas peserta didik dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal
yang dianggap penting. Hal ini, salah satunya disebabkan oleh padatnya materi yang harus dibahas dan diselesaikan oleh guru berdasarkan kurikulum yang
berlaku. IPA Ilmu Pengetahuan Alam adalah suatu bidang ilmu dari usaha manusia dalam mencari penjelasan yang rasional berkaitan dengan kejadian-
kejadian yang terjadi di alam ini.
1
Proses belajar adalah suatu kegiatan yang berlangsung terus-menerus yang menghasilkan perubahan. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan
ilmu pengetahuan, tapi juga menyangkut segala aspek yang ada pada diri seseorang dan tingkah laku pribadi seseorang. Untuk dapat menghasilkan
perubahan pada peserta didik, maka diperlukan model pelajaran yang baik. Sekolah sebagai lembaga formal harus dapat melakukan kegiatan-kegiatan
pembelajaran yang dapat merangsang peran aktif siswa dalam pembelajaran. Namun dalam proses pembelajaran sekarang ini masih terpusat pada guru, dan
tidak pada peserta didik. Seharusnya guru menjadi fasilititator bagi peserta didik. IPA seharusnya merupakan mata pelajaran yang menarik karena objek
yang dipelajari berkaitan dengan alam dan terus mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan teknologi, dalam kenyataannya fisika sebagai salah satu
mata pelajaran yang menarik ternyata menjadi mata pelajaran yang banyak tidak disukai siswa dengan berbagai alasan seperti sulit, hanya menghapal rumus, tidak
memberi kesan dan membosankan. Pendidikan IPA mempunyai potensi besar untuk memainkan peran
strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia untuk menghadapi era
1
Zurida Ismail, Kaedah Mengajar Sains, Bukit Tinggi: PTS Profesional Publishing, 2005 h. 1
2
industrialisasi dan globalisasi. Globalisasi yang termanifestasikan dalam strukturnya melibatkan semua jaringan dengan tatanan global seragam dalam pola
hubungan yang bersifat penetratik, kompetitif, rasional dan pragmatis. Konsekuensinya adalah bahwa didalam berbagai penyiapan sumber daya manusia,
harus bersifat realistis karena globalisasi menjadi tantangan yang terkait dengan daya saing dan prakarsa, yaitu kemampuan yang belum sepenuhya menjadi ciri
dan budaya kita dan harus disertai kemampuan berpikir rasional, kritis dan kreatif.
2
Aktifitas peserta didik sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga peserta didiklah yang harus banyak aktif. Namun pada kenyataannya di
sekolah-sekolah seringkali guru yang memegang peran utama. Peserta didik tidak diberi kesempatan untuk aktif, dimana pelajaran fisika harus menggunakan
kemampuan berfikir untuk menelaahnya, sehingga sebagian peserta didik menganggap fisika terkesan pelajaran yang menakutkan, membosankan. Dengan
deretan rumus-rumus yang seringkali membutuhkan daya fikir yang cukup tinggi. Anggapan ini mengakibatkan peserta didik merasa sulit untuk memahami konsep-
konsep fisika. Hasil belajar fisika yang diperoleh pada semua jenjang pendidikan
termasuk tingkat SLTP sangat tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terbukti dengan hasil ujian fisika masih tergolong rendah. Kegagalan ini bisa
terjadi mungkin sebagai akibat dan kekeliruan cara memandang proses pembelajaran sebagian besar dilakukan melalui informasi, bukan melalui
pemrosesan informasi yang mengacu kepada pembentuka skemata atau jaringan konsep siswa.
Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran, khususnya di SLTP, namun mutu pendidikan MIPA
khusunya fisika masih merupakan isu yang sangat hangat dibicarakan akibat masih rendahnya hasil belajar siswa. Masalah rendahnya daya serap dan
ketuntasan belajar fisika siswa juga terjadi di MTs Jamiatus Sholihin Cipondoh.
2
Conny Semiawan, Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan Sekolah Dasar, Jakarta: PT. Macanan Jaya Cemerlang, 2002, h. 102-103
3
Selain itu juga, pola pembelajaran fisika di kelas VIII MTs Jamiatus Sholihin Cipondoh berlangsung secara konvensional, dimana guru hanya
memberikan konsep-konsep dan rumus-rumus fisika yang penting dan ilmiah sesuai dengan yang digariskan kurikulum. Fenomena ini disebabkan oleh
penerapan model pembelajaran yang kurang tepat, dan proses pembelajaran masih terpusat pada guru dengan keadaan ini tentu saja mengakibatkan pembentukan
konsep yang tidak benar pada siswa. Selain itu guru kelas VIII MTs Jamiatus Sholihin tidak pernah menggali dan memberi perhatian pada konsepsi awal siswa
terhadap suatu konsep awal fisika. Dunia pendidikan Barat sedang diramaikan oleh isu konstruktivisme, yaitu
suatu pandangan baru tentang proses belajar dan mengajar yang muncul sekitar pertengahan 1980-an. Gerakan dalam praktik pendidikan dengan berdasar pada
pandangan ini makin banyak dilakukan di berbagai negara pada awal 1990-an hingga sekarang. Konstruktivisme merupakan model pembelajaran yang
mengedepankan aktivitas peserta didik dalam setiap interaksi edukatif untuk dapat melakukan eksplorasi dan menemukan pengetahuannya sendiri.
Aliran kosrtuktivisme ini, dalam kajian ilmu pendidikan merupakan aliran yang berkembang dalam psikologi kognitif yang secara teoritik menekankan
peserta didik untuk berperan aktif dalam menemukan pengetahuan baru. Pembelajaran konstruktivisme memugkinkan terjadinya ruang yang lebih baik
bagi keterlibatan peserta didik di kelas, melakukan eksplorasi serta menggali secara lebih dalam kemampuan, potensi dan sikap perilaku yang terbuka. Salah
satu strategi dari model pembelajaran konstruktivime adalah pembelajaran generatif.
Implementasi pembelajaran generatif dapat membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik tentang pelajaran terutama fisika dan persoalan-persoalan
fisika yang terkadang membuka peluang bagi peserta didik memberikan pemikiran yang di luar dugaan. Dengan penerapan pembelajaran generatif
beberapa konsep yang dirasakan sulit bagi peserta didik menjadi lebih mudah dipahami karena pembelajaran terfokus pada ide-ide awal peserta didik menuju
4
konsep ilmiah. Hal ini tentunya memberikan peluang yang besar untuk siswa meningkatkan hasil belajar siswa dalam belajar.
Penerapan pembelajaran generatif dalam pembelajaran fisika dapat mencapai hasil maksimal dengan adanya kegiatan pengalaman yang mendukung
terlaksananya pembelajaran generatif yaitu pengamatan langsung atau eksperimen. Kegiatan eksperimen sangat diperlukan dalam pelajaran fisika untuk
membantu siswa lebih memahami konsep-konsep fisika, sehingga siswa mampu menerapkan pada konsep nyata bukan hanya teori.
Konsep usaha dan energi cocok untuk penerapan model pembelajaran generatif karena konsep ini dapat dikembangkan dengan cara melibatkan aktifitas
peserta didik dalam pembelajaran serta membantu peserta didik dalam mempelajari mempelajari konsep serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari. Konsep usaha dan energi diajarkan di kelas VIII semester 2. Berdasarkan latar belakang yang terjadi seperti yang telah diungkapkan di
atas, penulis mencoba melakukan pengkajian ilmiah berdasarkan penelitian terhadap efektifitas model pembelajaran konstruktivisme dengan pembelajaran
generatif dan peranannya dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Sehingga dengan demikian penulis memilih judul:
”Pengaruh Pembelajaran Generatif Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Usaha dan Energi.
”
B. Identifikasi Masalah