mulai terlihat jelas setelah 6 jam penyemprotan DPPH. Senyawa tersebut berdasarkan hasil identifikasi golongan senyawa merupakan golongan terpenoid.
Adanya donor atom hidrogen pada golongan senyawa terpenoid bila direaksikan dengan radikal bebas DPPH akan menghilangkan delokalisasi elektron pada
radikal bebas DPPH.
2. Uji aktivitas antibakteri dengan metode bioautografi kontak
Tujuan dilakukan uji aktivitas antibakteri dengan metode bioautografi kontak adalah untuk mengetahui secara langsung lokasi senyawa antibakteri yang
ditentukan berdasarkan nilai Rf pada kromatografi lapis tipis. Hasil positif adanya aktivitas antibakteri pada metode ini ditunjukkan dengan munculnya zona hambat
pertumbuhan bakteri pada daerah bercak yang mengandung senyawa antibakteri. Bakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah
S. aureus yang merupakan bakteri Gram positif dan
E. coli yang merupakan bakteri Gram negatif.
Staphylococcus aureus adalah flora normal pada mulut, saluran pernapasan atas, usus besar, dan kulit pada manusia. Bakteri ini sangat jarang
menimbulkan penyakit apabila seseorang dalam keadaan sehat dan dalam jumlah normal. Apabila kekebalan tubuh melemah, maka keberadaan bakteri ini dapat
menimbulkan beberapa kondisi yang tidak normal seperti munculnya jerawat, radang paru pneumonia, radang selaput otak meningitis, dan radang sendi
arthritis. Sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini akan memproduksi nanah sehingga sering disebut “piogenik” Utami, 2012. Jerawat
yang ditimbulkan tentu menjadi masalah bagi tiap orang terutama kaum wanita, karena dianggap mengganggu penampilan. Oleh sebab itu, kosmetik tradisional
juga mengindikasikan adanya kandungan yang bersifat antibakteri untuk dapat menghilangkan jerawat tersebut, salah satu komposisi tanaman yang terdapat pada
kosmetik tradisional tersebut adalah kunyit. Escherichia coli merupakan flora normal dalam tubuh manusia. Akan
tetapi apabila jumlahnya melebihi normal, E. coli juga dapat menyebabkan
infeksi pada kulit seperti selulitis pada bagian atas maupun bawah tungkai, infeksi pada luka setelah operasi, infeksi pada luka bakar, dll Petkovsek, Elersic, Gubina,
Bertok, Erjavec, 2009. Kadar larutan ekstrak rimpang kunyit pada metode bioautografi kontak
adalah 5 mg mL. Setelah dilakukan elusi dengan fase gerak kloroform : metanol 95 : 5 vv, lempeng KLT dibiarkan mengering secara aseptis karena pelarut
kloroform dan metanol diketahui memiliki daya antibakteri sehingga dapat mengganggu hasil pengamatan. Kontak antara lempeng KLT dan media agar yang
telah berisi bakteri dilakukan selama 40 menit dengan tujuan supaya terjadi pemindahan senyawa pada lapisan KLT secara difusi sehingga akan
memunculkan zona hambat pada pertumbuhan bakteri uji pada zona bercak yang memiliki aktivitas antibakteri.
a b
Gambar 9. Hasil uji antibakteri dengan bioautografi kontak. a Ekstrak kunyit
terhadap E. coli dengan mass loading 250 µg dan 200 µg. b Ekstrak kunyit
terhadap S. aureus dengan mass loading 250 µg dan 200 µg
Tabel II. Kisaran nilai Rf ekstrak kunyit dengan metode bioautografi kontak
Mass loading Kisaran nilai Rf
Bakteri uji E. coli
S. aureus 150 µg
0,24 – 0,28
- -
0,34 – 0,38
- -
0,48 – 0,54
- -
0,74 – 0,78
- -
200 µg 0,24
– 0,28 -
- 0,34
– 0,38 -
+ 0,48
– 0,54 -
+ 0,74
– 0,78 -
+ 250 µg
0,24 – 0,28
- +
0,34 – 0,38
- +
0,48 – 0,54
- +
0,74 – 0,78
- +
Keterangan: - = tidak ada daya antibakteri, + = ada daya antibakteri
Pada awalnya mass loading ekstrak kunyit yang ditotolkan adalah 75 µg,
100 µg, dan 150 µg. Namun mass loading tersebut tidak memberikan bercak yang
menimbulkan zona hambat pada pertumbuhan kedua bakteri uji. Oleh sebab itu, mass loading ekstrak kunyit ditingkatkan menjadi 200 µg dan 250 µg.
Berdasarkan gambar 9, hasil kromatografi ekstrak rimpang kunyit dengan mass
loading 200 µg dan 250 µg tidak menunjukkan adanya zona bercak yang
µg µg
250 µg 200 µg
Rf 0,74-0,78 Rf 0,48-0,54
Rf 0,34-0,38
menghambat pertumbuhan bakteri E. coli. Hal ini berarti bahwa ekstrak rimpang
kunyit tidak memiliki aktivitas antibakteri pada bakteri E. coli. Pada hasil
kromatografi ekstrak rimpang kunyit terhadap bakteri S. aureus dengan mass
loading 200 µg sudah mulai menunjukkan adanya zona bercak yang menghambat pertumbuhan bakteri tersebut seperti data yang ditunjukkan pada tabel 2. Oleh
sebab itu, dapat disimpulkan bahwa senyawa Rf 0,74 – 0,78 memiliki aktivitas
antibakteri terhadap S. aureus yang pada tahap langkah selanjutnya merupakan
target isolasi senyawa pada penelitian ini. Terbentuknya zona hambat pada
S. aureus Gram positif sedangkan pada bakteri
E. coli Gram negatif tidak, disebabkan karena terdapat perbedaan struktur dan komposisi dinding sel antara bakteri Gram positif dengan bakteri
Gram negatif. Struktur komposisi dinding sel bakteri Gram positif lebih sederhana dengan kandungan lipid yang rendah yaitu 1
– 4 sedangkan pada dinding sel bakteri Gram negatif tersusun dari tiga lapis sel yaitu lapisan luar lipoprotein,
lapisan tengah lipopolisakarida, dan lapisan dalam berupa peptidoglikan dengan kandungan lipid lebih tinggi yaitu 11
– 22 sehingga hal ini memungkinkan penetrasi zat aktif ekstrak menjadi lebih sulit pada bakteri Gram negatif Jawetz,
Melnick, Adelberg, 2005. Berdasarkan penelitian Helen, Prinitha, Sree, Abisha, dan Jacob, 2012,
rimpang kunyit mampu menghambat bakteri S. aureus dan E. coli, sedangkan
pada penelitian ini tidak didapatkan aktivitas antibakteri pada bakteri E. coli. Hal
tersebut dapat terjadi karena adanya kemungkinan bahan rimpang kunyit yang diperoleh berbeda sehingga kandungan kimia pada rimpang kunyit juga dapat
berbeda, yaitu pada penelitian Helen, et al., 2012 bahan rimpang kunyit diperoleh
dari hutan Bonacaud sedangkan pada penelitian ini bahan rimpang kunyit diperoleh dari B2P2TOOT Tawangmangu. Selain itu, pada penelitian Helen,
et al., 2012, proses ekstraksi menggunakan pelarut metanol, aseton, dan n-heksan
yang disentrifugasi yang kemudian diambil bagian supernatannya serta menggunakan minyak atsiri dari rimpang kunyit yang diperoleh dengan cara
distilasi. Pada penelitian ini proses ekstraksi menggunakan pelarut etanol 90 vv dengan cara maserasi. Perbedaan cairan penyari dan metode ekstraksi yang
digunakan juga dapat mempengaruhi aktivitas antibakteri karena adanya perbedaan zat
– zat yang tersari pada cairan penyari. Telah diketahui bahwa senyawa dengan Rf 0,74
– 0,78 tersebut merupakan golongan terpenoid. Target terpenoid adalah pada membran sel bakteri
atau peptidoglikan sehingga dapat menghambat terjadinya proses transport elektron, translokasi protein, dll. Terpenoid dapat membentuk ikatan dengan
membran sel atau peptidoglikan tersebut sehingga dapat merusak membran sel tersebut yang dapat mengurangi permeabilitas membran sel. Oleh sebab itu
bakteri dapat kekurangan nutrisi, sehingga pertumbuhan bakteri akan terhambat atau mati Zengin, Baysal, 2014.
Kontrol yang digunakan pada penelitian ini ada 3, yaitu kontrol media, kontrol perumbuhan bakteri uji, dan kontrol positif dengan menggunakan
amoksisilin. Kontrol media bertujuan untuk mengetahui bahwa media yang digunakan tidak terkontaminasi oleh apapun yang dapat mengacaukan
pengamatan hasil dan keaseptisan dalam bekerja. Hasil kontrol media setelah
inkubasi yang didapatkan adalah media jernih yang berarti bahwa media yang dibuat tidak terkontaminasi dan proses penelitian berlangsung dengan aseptis
Gambar 10.
Gambar 10. Kontrol media
Kontrol pertumbuhan bakteri uji pada penelitian ini ada 2, yaitu kontrol pertumbuhan bakteri
E. coli dan kontrol pertumbuhan bakteri S. aureus. Tujuan pembuatan kontrol pertumbuhan bakteri uji adalah untuk mengetahui bahwa
bakteri uji dapat tumbuh pada media yang digunakan. Hal tersebut ditandai dengan penampakan media yang keruh. Hasil yang didapat baik pada kontrol
pertumbuhan bakteri E. coli maupun pada kontrol pertumbuhan bakteri S. aureus
adalah media menjadi keruh apabila dibandingkan dengan kontrol media yang berarti bahwa bakteri uji dapat tumbuh pada media tersebut Gambar 11.
A B
Gambar 11. Hasil kontrol pertumbuhan bakteri A bakteri E. coli dan B
bakteri S. aureus
Kontrol positif yang digunakan yaitu amoksisilin dengan konsentrasi 5 mg mL yang ditotolkan dengan
mass loading 75 µg, 100 µg, dan 150 µg. Kontrol positif dilakukan untuk mengetahui bahwa dengan
mass loading tersebut sudah mampu untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil yang didapat, baik pada
bakteri E. coli maupun S. aureus terbentuk zona jernih yang berarti dengan mass
loading 75 µg, 100 µg, dan 150 µg tersebut sudah mampu untuk menghambat pertumbuhan kedua bakteri tersebut Gambar 12.
A B
Gambar 12. Hasil kontrol positif amoksisilin. A Pada bakteri S. aureus 1
= mass loading 75 µg, 2 = mass loading 100 µg, 3 = mass loading 150 µg. B Pada
bakteri E. coli 1 = mass loading 75 µg, 2 = mass loading 100 µg, 3 = mass loading 150
µg
1 2
1 2
3 3
Kontrol positif juga sebagai pembanding besarnya daya hambat yang ditimbulkan oleh bercak pada ekstrak rimpang kunyit. Berdasarkan hasil yang
didapat, ekstrak rimpang kunyit dengan mass loading 75 µg, 100 µg, dan 150 µg
belum menimbulkan zona hambat. Zona hambat baru ditimbulkan dengan mass
loading 200 µg sehingga dapat disimpulkan bahwa daya antibakteri hasil elusi ekstrak rimpang kunyit lebih kecil dibandingkan dengan amoksilin sebagai
kontrol positif. Tujuan menggunakan kadar amoksisilin 5 mg mL adalah untuk menyamakan kadar larutan ekstrak rimpang kunyit yang digunakan yaitu 5 mg
mL.
3. Uji aktivitas UV protection dengan metode inhibition of bleaching of -