disimpulkan bahwa isolat kedua lebih poten sebagai penangkap radikal bebas dibandingkan isolat pertama pada ekstrak rimpang kunyit.
Aktivitas penangkap radikal bebas pada ekstrak baru terlihat setelah 2 jam sedangkan pada uji sebelumnya aktivitas terlihat setelah 1,5 jam. Hal ini
dapat terjadi karena volume penotolan yang berbeda. Pada tahap sebelumnya volume penotolan lebih banyak karena penotolan dilakukan dengan mikrokapiler
sedangkan pada uji ini volume penotolan terukur yaitu 10 µL. Volume penotolan yang berbeda tersebut mengakibatkan
mass loading yang terkandung menjadi berbeda pula sehingga akan mempengaruhi waktu yang dibutuhkan ekstrak
rimpang kunyit untuk menangkap radikal bebas DPPH.
2. Aktivitas antibakteri pada isolat
Pengujian aktivitas antibakteri dilanjutkan dengan metode Kirby – Bauer,
yaitu metode difusi paper disc. Pengujian aktivitas ini bertujuan untuk
mengetahui isolat yang memiliki daya aktivitas antibakteri. Dua isolat yang didapatkan tersebut merupakan senyawa dengan Rf
0,74 – 0,78 yang
menunjukkan adanya zona hambat pada pertumbuhan bakteri S. aureus dengan
metode bioautografi kontak. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan kedua isolat tersebut merupakan campuran antara n-heksan : kloroform 75 : 25 vv
untuk isolat pertama dan n-heksan : kloroform 50 : 50 vv. Kloroform dan n- heksan merupakan senyawa yang memiliki daya antibakteri, sehingga dapat
membiaskan hasil. Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya hal tersebut maka setelah dilakukan penotolan,
paper disc yang berisi larutan isolat tersebut dikeringkan pada cawan petri steril secara aseptis dengan tujuan untuk
menghilangkan pelarut sehingga yang tersisa pada paper disc adalah mass
loading. Pengujian ini hanya dilakukan pada bakteri S. aureus karena berdasarkan hasil dari metode bioautografi kontak bahwa bercak pada Rf 0,74
– 0,78 hanya memiliki aktivitas antibakteri pada bakteri
S. aureus dan tidak memiliki aktivitas antibakteri pada bakteri
E. coli.
a b
Gambar 19. Hasil uji antibakteri. a Isolat pertama 200 µg. b Isolat kedua 200
µg
Isolat pertama pada mass loading 50 µg , 100 µg , dan 200 µg tidak
menunjukkan adanya aktivitas antibakteri pada bakteri S. aureus. Hal tersebut
ditunjukkan pada gambar 19 bahwa isolat pertama pada mass loading terbesar
yaitu 200 µg tidak menimbulkan adanya zona hambat pertumbuhan bakteri S.
aureus. Isolat kedua pada mass loading 50 µg dan 100 µg juga tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri pada bakteri
S. aureus. Adanya aktivitas antibakteri baru ditunjukkan oleh isolat kedua dengan
mass loading 200 µg yaitu terlihat adanya zona hambat pertumbuhan bakteri
S. aureus pada gambar 19. Rata – rata
diameter zona hambat pada isolat kedua dengan mass loading 200 µg adalah 8,3 ±
0,58 mm.
Pada metode bioautografi kontak terlihat adanya aktivitas antibakteri, sedangkan setelah senyawa tersebut diisolasi menjadi dua isolat, aktivitas
antibakteri hanya ditunjukkan oleh isolat kedua dengan mass loading 200 µg. Hal
ini dimungkinkan bahwa aktivitas antibakteri baru dapat ditunjukkan apabila kedua isolat menjadi satu
– kesatuan seperti yang dilakukan pada metode bioautografi kontak. Kemungkinan kedua adalah bahwa menurut Rosner dan Aviv
cit., Sudirman, 2005 metode bioautografi lebih sensitif dibandingkan metode paper disc sehingga pada metode bioautgrafi dihasilkan zona hambat
pertumbuhan bakteri uji sedangkan pada metode paper disc hanya dihasilkan zona
hambat yang kecil atau tidak sama sekali. Kontrol yang dilakukan pada metode ini juga ada 3 yaitu kontrol media,
kontrol pertumbuhan bakteri uji, dan kontrol positif. Gambar 20 menunjukkan bahwa media yang digunakan tetap jernih setelah inkubasi yang berarti media
yang digunakan tidak terkontaminasi dan proses penelitian berlangsung dengan aseptis.
Gambar 20. Kontrol media
Kontrol pertumbuhan bakteri uji pada metode ini hanya kontrol pertumbuhan bakteri
S. aureus karena bakteri yang digunakan pada metode ini
hanya S. aureus. Gambar 21 menunjukkan bahwa media menjadi keruh apabila
dibandingkan dengan kontrol media yang berarti bahwa bakteri S. aureus dapat
tumbuh pada media yang digunakan.
Gambar 21. Kontrol pertumbuhan bakteri S. aureus
Kontrol positif menggunakan amoksisilin terhadap pertumbuhan S. aureus dengan konsentrasi 1 mg mL karena konsentrasi kedua isolat yang
digunakan adalah 1 mg mL. Diameter zona hambat yang didapatkan yaitu 25,7 ± 0,58 mm dengan volume penotolan 5 µL; 29,7 ± 0,58 mm dengan volume
penotolan 7,5 µL; dan 32 ± 1 mm dengan volume penotolan 10 µ L.
Gambar 22. Kontrol positif amoksisilin. A Volume penotolan 5 µL; B volume
penotolan 7,5 µL; C volume penotolan 10 µL A
B C
3. Aktivitas UV protection pada isolat