utamanya adalah kedua campuran pelarut tersebut harus mampu bercampur secara homogen Zala,
et al., 2012.
C. Kromatografi
1. Kromatografi Lapis Tipis KLT
Kromatografi lapis tipis KLT merupakan cara sederhana pada identifikasi pendahuluan suatu senyawa. Metode ini juga bermanfaat pada
pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan distribusi dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Data yang diperoleh dari metode ini berupa harga
Retardation factor Rf dan warna bercak kromatogram yang diperoleh dari pengembangan bercak pada plat kromatografi lapis tipis Rohyami, 2008. Nilai
Rf digunakan untuk menunjukkan posisi hasil pemisahan suatu senyawa secara spesifik, yang dihitung dengan cara:
Rf retardation factor =
Sherma dan Fried, 2003. Kromatografi lapis tipis merupakan teknik kromatografi yang paling
sering digunakan untuk uji kualitatif senyawa – senyawa organik, isolasi senyawa
tunggal dari senyawa campuran, uji kuantitatif, dan sebagai isolasi preparatif. Pada beberapa kasus tertentu, terkadang kromatografi lapis tipis digabungkan
dengan teknik kromatografi lainnya. Tersedia berbagai macam fase diam yang dilapisi pada KLT maupun pada
High Performance Thin Layer Chromatography HPTLC, yaitu: fase diam anorganik silika atau silika gel dan alumina, fase
diam organik polyamide, selulosa, fase diam organik polar yang terikat secara
kovalen dengan modifikasi pada matriks silika gel diol, sianopropil, dan
aminopropil, dan fase diam organik bersifat nonpolar RP2, RP8, RP18 yang memiliki kerapatan yang berbeda
– beda. Selain itu, terdapat berbagai macam pilihan fase gerak yang dapat digunakan untuk memisahkan campuran senyawa
yang bergantung pada selektivitas senyawa bedasarkan donor proton, penerima proton, dan gaya dipol. Penyerapan sinar UV pada KLT, fase gerak tidak
memberikan pengaruh yang signifikan untuk deteksi senyawa dan untuk uji kuantitatif. Hal tersebut dikarenakan fase gerak pada KLT akan menguap terlebih
dahulu sebelum dideteksi Hajnos, Sherma, dan Kowalska, 2008. Kelebihan dari metode KLT ini adalah metode preparasi yang paling
sederhana apabila dibandingkan dengan Gas Chromatography GC dan High
Performance Liquid Chromatography HPLC. Selain itu, beberapa macam sampel dapat dianalisis pada satu
– satuan waktu hanya dengan satu lempeng KLT atau lempeng
HPTLC, sehingga dapat mempersingkat waktu dan juga meminimalisir volume pelarut yang digunakan untuk tiap sampel. Baik larutan
standart maupun sampel juga dapat diletakkan pada satu lempeng yang sama
sehingga dapat memberikan akurasi dan presisi pada uji kuantitatif dengan densitometer Hajnos,
et al., 2008. Pada teknik pemisahan dengan KLT, jumlah sampel yang dibutuhkan lebih sedikit, fleksibel dalam pemilihan deteksi sampel,
memiliki jumlah kapasitas massa yang tinggi, mudah dilakukan, biaya yang dikeluarkan lebih murah, dan tidak membutuhkan fasilitas laboratorium yang
modern Sherma dan Fried, 2003. Kekurangan dari metode KLT ini adalah tidak dapat menggunakan
pelarut yang memiliki viskositas yang tinggi Hajnos, et al., 2008. Metode KLT
juga memiliki efisiensi pemisahan yang rendah dan reprodusibilitas nilai Rf dipengaruhi oleh kondisi lingkungan apabila dibandingkan dengan HPLC dan GC
Sherma dan Fried, 2003. Setelah melakukan optimasi pemisahan dengan fase gerak dan
pengembangan teknik kombinasi, zona bercak perlu dilakukan deteksi lebih lanjut. Hal tersebut dilakukan apabila bercak tidak berwarna ataupun tidak
berflorosensi, ataupun juga tidak menyerap lampu UV pada panjang gelombang 254 nm, maka bercak tersebut dapat dilihat melalui peredaman fluorosensi dengan
F- plates khusus yang mengandung indikator fluorosensi, atau bisa juga melalui
reagen deteksi dengan cara disemprot atau dicelup yang biasanya dapat diikuti dengan pemanasan. Identifikasi golongan senyawa dari analit dapat menggunakan
reagen yang bersifat selektif. Salah satu contoh reagen yang digunakan adalah reagen Dragendorff KbiI
4
yang digunakan untuk identifikasi adanya basa heterosiklik seperti alkaloid Hajnos,
et al., 2008.
2. Kromatografi kolom