Motivasi Kerja TINJAUAN PUSTAKA J. Manajemen Sumber Daya Manusia
2. Kebutuhan rasa aman Safety and security 3. Kebutuhan rasa memiliki Affiliation or acceptance or belongingness
4. Kebutuhan penghargaan Esteem or status needs 5. Kebutuhan aktualisasi diri Self actualization
Mathis dan John 2002 mengemukakan bahwa dalam teori Herzberg, terdapat dua rangkaian faktor yang dapat mempengaruhi motivasi yaitu 1
satisfiers atau motivator factors dan 2 dissatisfiers atau hygiene factors.
Satisfiers disebut faktor intrinsik, sedangkan dissatisfiers disebut faktor
ekstrinsik. Motivator factors terdiri dari prestasi, penghargaan, tanggung jawab, peluang untuk berkembang, keterlibatan dan kesempatan dalam
melakukan pekerjaan. Motivator factors akan mempengaruhi kepuasan seseorang dan dapat mendorong seseorang untuk bekerja lebih giat. Stooner
dan Freeman 1994 menjelaskan, hygiene factors terdiri dari balas jasa upah, kebijaksanaan perusahaan, pengawasan, hubungan antar manusia, rasa
aman, lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja sosial dan status. Hygiene factors
dapat menimbulkan rasa tidak puas pada karyawan. Perbaikan terhadap hygiene factors tidak akan memberikan pengaruh terhadap sikap
kerja yang positif, tetapi kalau dibiarkan tidak sehat, maka pegawai akan merasa kecewa atau tidak puas.
Selanjutnya terdapat teori kebutuhan menurut McClelland yang dapat memotivasi semangat kerja, yaitu kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan
afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan. Kebutuhan afiliasi penting mendapat perhatian untuk dipuaskan karena predikat manusia sebagai makhluk sosial.
Keinginan disenangi, dicintai, kesedian bekerja sama, iklim bersahabat, dan saling mendukung dalam organisasi, merupakan bentuk-bentuk pemuasan
kebutuhan ini Siagian, 2002. Kebutuhan akan prestasi didefinisikan sebagai keinginan untuk mengatasi tantangan, untuk menyelesaikan suatu hal yang
sulit bagi dirinya sendiri, untuk mengatasi rintangan dan mencapai standar yang tinggi, untuk menguasai atau mengorganisasikan suatu obyek fisik,
manusia atau ide-ide, untuk melakukannya secepat dan semandiri mungkin, untuk menyamai dan menandingi orang lain, dan untuk meningkatkan harga
diri melalui kesuksesan dalam menggunakan bakat Kreitner dan Kinicki, 1992.
Robbins 1996 menjelaskan, kebutuhan akan kekuasaan adalah keinginan untuk mempunyai dampak, berpengaruh dan mengendalikan orang-
orang lain. Individu dengan kebutuhan akan kekuasaan yang tinggi menikmati untuk memikul resiko, berusaha mempengaruhi orang lain secara langsung,
lebih menyukai berada dalam situasi kompetitive dan berorientasi status, serta cenderung peduli akan prestise. Menurut Davis dan Newstrom 1994, orang-
orang yang bermotivasi kekuasaan dapat menjadi manajer yang istimewa apabila dorongan tersebut lebih tertuju pada kekuasaan lembaga daripada
kekuasaan pribadi. Kekuasan lembaga sendiri merupakan kebutuhan untuk mempengaruhi perilaku orang lain demi kebaikan oganisasi secara
keseluruhan. Heidjrachman dan Suad 1986 menjelaskan teori motivasi proses
bukannya menekankan pada isi kebutuhan dan sifat dorongan dari kebutuhan tersebut, tetapi pendekatan ini menekankan pada bagaimana dan dengan
tujuan apa setiap individu dimotivasi. Dijelaskan Robbins 1996, yang termasuk kedalam teori motivasi proses adalah teori harapan yang
dikemukakan oleh Victor Room, teori keadilan, serta teori pengukuhan. Teori pengharapan beragumen bahwa kekuatan suatu kecenderungan untuk
bertindak dalam suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan
pada daya tarik keluaran tersebut bagi individu itu. Sedangkan menurut Hasibuan 2003, teori keadilan menjelaskan bahwa manusia mendambakan
keadilan dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap perilaku yang relatif sama sedangkan teori pengukuhan didasarkan atas hubungan sebab dan
akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi yang terbagi menjadi teori pengukuhan positif dan teori pengukuhan negatif