Keterbatasan Penelitian Gejala ISPA pada Pekerja Pemintalan

Dalam Environmental Protection Department EPG, 2006 disebutkan kadar debu total atau juga dikenal sebagai partikulat tersuspensi total TSP mengacu pada semua partikel di atmosfer. Kadar debu total merupakan partikel di udara yang memiliki diameter kurang dari 100 µm mikrometer. Partikel debu di tempat kerja yang diukur dengan menghitung kadar debu total, dapat berpengaruh terhadap pernapasan pekerja, karena partikel debu dapat melayang-layang di udara dalam jangka waktu tertentu sehingga terhirup oleh sistem pernapasan saat melakukan inspirasi. Menurut Brown 1976 dalam Sintorini 2002 debu yang terhirup oleh sistem pernapasan akan menimbulkan retensi debu tertahan di dalam tubuh dan menyebabkan iritasi pada organ pernapasan. Pengukuran kadar debu total di pemintalan PT.Unitex menggunakan alat pengukur debu yaitu High Volume Sampler atau HVS. Pengukuran di dua titik di lingkungan kerja pemintalan PT.Unitex yaitu di bagian kerja ring spinning dan blowing carding adalah sebesar 188,6 µgm 3 dan 379,4 µgm 3 . Nilai Ambang Batas untuk Kadar Debu Total di Industri menurut peraturan nasional yaitu Kepmenkes RI No.1405 Tahun 2002 adalah 10000 µgm 3 . Studi terhadap pekerja tekstil yang dilakukan Roach dan Schilling 1960 menemukan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara respons biologis tubuh dengan kadar debu total di tempat kerja. Kemudian mereka juga menyebutkan jika kadar debu total maksimal di tempat kerja yang masih dalam batas aman bagi kesehatan adalah 100 µgm 3 . Standar ini kemudian digunakan sebagai nilai ambang batas debu di industri di Amerika Serikat Neil, 2011. Lingkungan kerja di pemintalan PT.Unitex umumnya sangat berdebu, untuk debu yang kasat mata banyak terdapat terutama di lantai-lantai area kerja dan ventilasi udara. Karena di tempat ini terjadi pengolahan kapas mentah menjadi benang. Kapas mentah banyak mengandung kotoran dan partikel debu halus yang kemudian beterbangan saat proses pengolahan dilakukan. Partikel debu ini kemudian dapat terhirup dan beresiko menimbulkan gejala ISPA. Pada ventilasi di ruangan kerja, peneliti menemukan beberapa ventilasi terlihat berdebu tebal seperti jarang dibersihkan dan kurang mendapatkan perawatan. Untuk meminimalkan debu yang terdapat di ruangan kerja telah terdapat vakum otomatis yang berjalan mengitari mesin dan ruangan kerja. Selain itu, terdapat alat pompa angin yang digunakan untuk menyingkirkan debu ke arah sudut ruangan supaya mudah dibersihkan. Berdasarkan pengamatan peneliti, pekerja di pemintalan PT.Unitex sebagian besar tidak menggunakan masker, padahal pemintalan merupakan daerah kerja yang berdebu. Penggunaan masker dapat mengurangi resiko paparan debu terhadap gangguan pernapasan. Hal ini diperkuat oleh data penelitian dari department of preventive and social medicine Baroda dalam Ambarwati 2007 pada pekerja tekstil di kota Baroda yang menyatakan, dari 11 responden yang tidak disiplin mengenakan masker 8 orang mengalami penurunan fungsi paru. Sedangkan dari 11 responden yang disiplin menggunakan masker terdapat dua orang yang mengalami penurunan fungsi paru. Pencegahan dan penanggulangan dampak debu terhadap kesehatan pekerja diperlukan pengawasan, evaluasi dan perbaikan secara kontinyu pada langkah-langkah keselamatan dan kesehatan kerja pada PT.Unitex. Langkah-langkah yang memungkinkan untuk mengendalikan kadar debu berdasarkan hirarki pengendalian resiko adalah dengan pengendalian administratif, modifikasi dan penggunaan APD. Untuk menghindari lamanya paparan pekerja dapat digunakan sistem shift, dan membatasi waktu lembur pekerja. Sedangkan untuk modifikasi tempat kerja yang lebih aman sebenarnya telah diterapkan oleh PT.Unitex yaitu dengan memasang alat penghisap debu otomatis, alat pompa angin dan tersedianya ventilasi. Namun demikian, alat-alat ini tentunya harus dilakukan perbaikan dan pengecekan berkala. Pengecekan ini berfungsi agar alat tersebut dapat berfungsi optimal sesuai fungsinya. Penggunaan alat pelindung diri terhadap debu pada pekerja seperti masker juga harus sesuai dengan besar partikel debu di lingkungan kerja.

6.4 Umur Pekerja Pemintalan PT.Unitex

Umur adalah salah satu karakteristik individu yang dapat memberikan gambaran tentang faktor penyebab penyakit ataupun faktor sekunder yang harus diperhitungkan untuk meneliti perbedaan frekuensi penyakit dengan variabel lainnya Halim, 2012.

Dokumen yang terkait

Hubungan Kadar Debu Dengan Fungsi Paru Pada Pekerja Proses Press-Packing Di Usaha Penampungan Butut Kelurahan Tanjung Mulia Lihir Medan tahun 2013

7 72 117

Pengukuran Kadar Debu Dan Gangguan Saluran Pernafasan Pekerja Bengkel Pandai Besi Di Desa Sitampurung Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006

8 52 94

Pengaruh Keadaan Lingkungan Kerja, Karakteristik Pekerja dan Kadar Debu Kayu (PM10) terhadap Kapasitas Vital Paru Pekerja Industri Kecil Meubel Di Kota Banda Aceh Tahun 2010

11 81 120

Gambaran Perilaku Pemakaian Masker Dan Pengukuran Kadar Debu Pada Pekerja Bagian Bongkar Muat Karet Kering Instalasi Belawan PTPN III Tahun 2008

1 42 67

Hubungan Kadar Debu Dan Karakteristik Pekerja Dengan Gangguan Paru Pekerja Pada Unit Produksi Tablet Industri Farmasi X Tahun 2002

0 22 89

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG RISIKO PAPARAN DEBU DAN PERILAKU PENCEGAHAN DENGAN GEJALA SAKIT MATA Hubungan Pengetahuan Tentang Resiko Paparan Debu Dan Perilaku Pencegahan Dengan Gejala Sakit Mata Pada Pekerja Industri Mebel Di Kecamatan Ngemplak Boyolal

0 3 18

SKRIPSI Hubungan Pengetahuan Tentang Resiko Paparan Debu Dan Perilaku Pencegahan Dengan Gejala Sakit Mata Pada Pekerja Industri Mebel Di Kecamatan Ngemplak Boyolali.

0 3 16

Hubungan Karakteristik Pekerja dan Perilaku Pekerja Terpapar Bahan Kimia dengan Gejala ISPA di Industri Kuku Palsu Purbalingga.

0 0 12

Korelasi Antara Kadar Total Suspensed Particicle (TSP) dengan Gangguan Faal Paru pada Pekerja Batu Bata cover

0 1 21

DAMPAK TOTAL SUSPENDED PARTICLE (TSP) PROSES PENGECORANLOGAM TERHADAP PARU PEKERJA INDUSTRI PENGECORAN LOGAM.

0 0 19