NBM 2015 Sementara halaman
27
D. Hasil Kajian Sub Sektor Perkebunan
Penyusunan NBM untuk Sub Sektor Perkebunan sampai saat ini juga masih mempunyai beberapa kelemahan diantaranya besaran konversi dan besaran
tercecer yang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Dalam rangka memperbaiki besaran konversi dan tercecer sub sektor perkebunan dilaksanakan
kegiatan “Penyempurnaan Neraca Pangan komoditas Perkebunan” yang bertujuan untuk :
1. Mendapatkan besaran konversi : Tanda Buah Segar TBS ke CPO dan inti sawit
CPO ke minyak goring sawit Inti sawit ke minyak inti sawit
Minyak inti sawit ke minyak goreng inti sawit 2. Mendapatkan besaran tercecer untuk komoditas : kelapa daging, minyak goreng
kelapa, CPO, minyak goreng sawit, minyak inti sawit, minyak goreng inti sawit dan gula pasir.
3. Mendapatkan parameter distribusi penggunaan kelapa
Kegiatan penyempurnaan Neraca Pangan komoditas Perkebunan ini meliputi sepuluh Propinsi yaitu : Sumatera Utara, Jambi, lampung, Jawa Barat, DKI Jakarta,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan.Hasil kegiatan penyempurnaan Neraca Pangan Komoditas Perkebunan
sebagai berikut : 1. Besaran konversi beberapa komoditas sub sektor perkebunan
2. Studi ini menghasilkan informasi bahwa komoditas minyak goreng inti sawit tidak dijumpai di lapangan. Produk turunan dari inti sawit hanya sampai
minyak inti sawit yang biasanya digunakan untuk bahan baku industri. Namun demikian karena minyak inti sawit bukan merupakan bahan makanan yang siap
NBM 2015 Sementara halaman
28
dikonsumsi maka sebaiknya dalam penyusunan Tabel NBM, komoditas inti sawit tidak perlu ditampilkan.
3. Besaran tercecer beberapa komoditas sub sektor perkebunan Parameter pemakaian kelapa untuk industri makanan dalam NBM adalah
jumlah kelapa daging yang dipergunakan untuk kopra yang nantinya akan digunakan untuk menghasilkan minyak goreng turunan dari kelapa. Dalam
penyusunan NBM selama ini minyak goreng kelapa diasumsikan semuanya berasal dari kopra. Namun berdasarkan survey industri besarsedang yang dilakukan oleh
BPS, diperoleh informasi bahwa pembuatan minyak goreng ada yang berasal dari kelapa daging yang disebut sebagai proses basah. Dengan demikian seharusnya
ketersediaan minyak goreng kelapa berasal dari kelapa dagingminyak goreng dan kopraminyak goreng. Besaran parameter pemakaian kelapa daging untuk industri
makanan yang digunakan selama ini sebesar 45 terhadap penyediaan dalam negeri, sedangkan hasil kajian sebesar 34,79 dari penyediaan dalam negeri hasil
kajian tahun 2003. Pada tahun 2011 pada komoditi kelapa berkulit daging yang diolah untuk industri makanan berubah dari 53,12 Kajian I
– O menjadi 63,29 , dan tahun 2011 konversi kelapa daging ke kopra mengalami perubahan dari 45
menjadi 25 Ditjenbun. Pada tahun 2010, angka konversi gabah kering giling GKG ke beras
sebesar 62,74 persen dan pada tahun 2014 berubah menjadi 62,85 . Berdasarkan hasil rumusan WNPG Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X tahun 2012 20
– 21 November 2012 menetapkan bahwa Tingkat Konsumsi Energi sebesar 2.150
Kal dan Protein 57 gram; Tingkat Ketersediaan Energi 2.400 Kal dan Protein 63 gram.Sedangkan penggunaan secara langsung baik untuk sayur maupun makanan
lainnya merupakan sisa setelah dikurangi untuk industri makanan dan non makanan, tercecer dan eksport.Data produksi kelapa tercatat dalam bentuk
equivalen kopra sehingga perhitungan dimulai dari Kolom 3 kelapa daging