Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein dan Laju Tingkat Ketersediaan

NBM 2015 Sementara halaman  54 Laju tingkat ketersediaan energi dan protein tahun 2006 sampai dengan tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 14, laju ketersediaan energi tahun 2006 – 2007 -4,2, 2007 – 2008 -2,9, 2008 – 2009 0,4, 2009 – 2010 4,6, 2010 – 2011-1,3, 2011 – 2012 5, 2013 – 2012 -4, 2014 – 2013 0 dan 2015 – 2014 -1. Laju ketersediaan energi negatif mempunyai arti tingkat ketersediaan energi mengalami penurunan, sedangkan laju ketersediaan energi positif mempunyai arti tingkat ketersediaan energi mengalami peningkatan. Laju ketersediaan protein tahun 2006 – 2007 -19,5, 2007 – 2008 -9,6, 2008 – 2009 2,4, 2009 – 2010 6,0, 2010 – 2011 8,3, 2011 – 2012 -2,4, 2013 – 2012 9,2, 2014 – 2013 4 dan 2015 – 2014 0,6. Laju ketersediaan protein negatif mempunyai arti tingkat ketersediaan protein mengalami penurunan, sedangkan laju ketersediaan protein positif mempunyai arti tingkat ketersediaan protein mengalami peningkatan. Apabila melihat laju ketersediaan energi, ternyata tahun 2006 – 2007,tahun 2007 – 2008 dan tahun 2010 – 2011bernilai negatif, sedangkan tahun 2008 – 2009, tahun 2009 – 2010,2011 – 2012 bernilai positif, tahun 2013 – 2012 bernilai negatif , tahun 2014 – 2013 positif dan tahun 2015 – 2014 negatif. Artinya tingkat ketersediaan energi tahun 2007 mengalami penurunan dibanding tahun 2006, tahun 2008 mengalami penurunan dari tahun 2007, dan tahun 2009 mengalami peningkatan dibanding tahun 2008 serta tahun 2010 meningkat dibanding tahun 2009, dan pada tahun 2011 kembali menurun dibanding tahun 2010 serta tahun 2012 kembali meningkat dibanding tahun 2011, tahun 2013 kembali menurun dibanding tahun 2012, tahun 2014 dinilai setara sama dengan tahun 2013 dan tahun 2015 kembali menurun disbanding tahun 2014. Sedangkan bila melihat laju ketersediaan protein, ternyata tahun 2006 – 2007, tahun 2007 – 2008 dan tahun 2011 – 2012, sedangkan tahun 2008 – 2009, tahun 2009 – 2010 dan tahun 2010 – 2011 serta 2012 – 2013 bernilai positif, tahun 2014 – 2013 bernilai positif dan tahun 2015 – 2014 NBM 2015 Sementara halaman  55 bernilai negatif. Artinya tingkat ketersediaan protein tahun 2007 mengalami penurunan dibanding tahun 2006, tahun 2008 mengalami penurunan dari tahun 2007, dan tahun 2009 mengalami peningkatan dibanding tahun 2008 serta tahun 2010 meningkat dibanding tahun 2009, tahun 2011 kembali meningkat dibanding tahun 2010, tahun 2012 kembali mengalami penurunan dibanding tahun 2011, tahun 2012 kembali menurun tahun 2013 serta 2014 seimbang namun tahun 2015 menurun kembali . NBM 2015 Sementara halaman  56

BAB VI KETERKAITAN NERACA BAHAN MAKANAN TAHUN 2015 SEMENTARA

DENGAN POLA PANGAN HARAPAN DIY Ketersediaan pangan secara makro tingkat wilayah sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya produksi pangan, ekspor – impor dan distribusi pangan pada daerah tersebut. Sedangkan pada pada tingkat mikro tingkat rumah tangga lebih dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga memproduksi pangan, daya beli dan pemberian. Dalam hal ini, analisa ketersediaan pangan didekati dengan menganalisa data Neraca Bahan Makanan NBM, sedangkan penilaian terhadap pengembangan pola konsumsi pangan tingkat Nasional dan Regional dilaksanakan dengan pendekatan Pola Pangan Harapan PPH, menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional SUSENAS. Pola Pangan Harapan PPH adalah suatu komposisi pangan yang seimbang untuk dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan gizi penduduk. PPH dapat dinyatakan dalam bentuk komposisi berat gram atau kg anekaragam pangan yang memenuhi kebutuhan gizi penduduk. Pola Pangan Harapan mencerminkan susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat, aktif dan produktif. PPH berguna 1 sebagai alat atau instrumen perencanaan konsumsi pangan, ketersediaan pangan dan distribusi pangan; 2 sebagai instrumen evaluasi tingkat pencapaian konsumsi pangan, penyediaan pangan dan produksi pangan baik penyediaan dan konsumsi pangan; 3 sebagai basis pengukuran diversifikasi dan ketahanan pangan; 4 sebagai pedoman dalam merumuskan pesan-pesan gizi. Untuk menjadikan PPH sebagai instrumen pendekatan dalam perencanaan pangan dari di suatu wilayah atau daerah diperlukan kesepakatan tentang pola konsumsi energi dan konsumsi pangan anjuran dengan mempertimbangkan 1 pola konsumsi pangan penduduk saat ini; 2 kebutuhan gizi yang dicerminkan oleh pola kebutuhan energi asumsi dengan makanan aneka ragam pangan, kebutuhan akan zat NBM 2015 Sementara halaman  57 gizi lain akan terpenuhi; 3 mutu gizi makanan yang dicerminkan oleh kombinasi makanan yang mengandung protein hewani, sayur dan buah;4 pertimbangan masalah gizi dan penyakit yang berhubungan dengan gizi; 5 kecenderungan permintaan daya beli; 6 kemampuan penyediaan dalam konteks ekonomi dan wilayah. Berdasarkan hasil perhitungan Neraca Bahan Makanan tahun 2015 kondisi ketersediaan pangan di Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan angka yang jauh di atas angka standar Nasional. Ketersediaan pangan sumber energi tercapai sebesar 3.677 kalorikapitahari, sedangkan ketersediaan pangan untuk sumber protein tercapai 112,27 gramkapitahari. Angka standar nasional berdasarkan WNPG 2012 ketersediaan pangan sumber energi adalah 2.400 kalorikapitahari, sedangkan untuk ketersediaan pangan sumber protein sebesar 63gramkapitahari. Dengan demikian maka angka ketersediaan pangan sumber energi dan protein untuk tahun 2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta telah melampaui standar nasional. Rata-rata ketersediaan energi menurut kelompok pangan kkalkaphari pada tahun 2015 sebagai berikut : kelompok padi-padian 1.814 kalkaphr; Kelompok umbi-umbian sebesar 245 kalkaphr; Kelompok pangan hewani tahun 2015 sebesar 422 kalkaphr; Kelompok minyak dan lemak 433 kalkaphr; Kelompok buahbiji berminyak tahun 2015 sebesar 102 kalkaphr; Kelompok kacang-kacangan sebesar 323 kalkaphr; Kelompok Gula tahun 2015 yaitu 211 kalkaphr; Kelompok sayur dan buah sebesar 129 kalkaphr Tabel 9. Total skor PPH berdasarkan NBM tahun 2015 sebesar 96,8. Bila dilihat dari sumbangan masing-masing kelompok bahan makanan terhadap ketersediaan energi maka peran padi-padian masih tetap dominan, kontribusinya melebihi angka PPH nasional. Gambar 4. menunjukkan skor ketersediaan energi menurut kelompok bahan pangan berdasarkan hasil perhitungan NBM DIY Tahun 2015 dibanding dengan Skor ideal, Kelompok padi-padian skor tahun 2015 sebesar 25 sama dengan skor ideal sebesar 25, demikian juga dengan umbi – umbian sama dengan skor ideal yaitu 2,5,